Dua hal ini; menulis vs bicara di depan umum, masih sering menjadi dua hal yang dibandingkan. Padahal udah ada lagunya lo, “Wong kok ngene kok dibanding-bandingke, saing-saingke…”
Eeh, salah yaa… wkwk.
Ya, intinya sih sebenarnya dua hal ini menurutku bukanlah hal yang harus dibandingkan. Baik menulis ataupun bicara di depan umum adalah dua practical life skill yang sebaiknya dikuasai oleh siapapun.
Entah kamu seorang karyawan kantor, guru, CEO perusahaan ataupun ibu rumah tangga, bisa menulis dan public speaking jelas sebuah poin plus kan?
Aish, bikin caption aja aku bingung… apalagi nulis panjang jadi satu artikel.
Hmm, tapi aku tuh introvert… paling nggak bisa ngomong di depan umum.
Mungkin nggak sedikit pula yang kemudian menanggapi preambuleku di atas dengan dua kalimat di atas. Jangan lupa, NGGAK BISA itu bisa diubah jadi BISA, asalkan kamu MAU belajar dan latihan.
Lagian nih ya, introvert itu bukan berarti terus nggak bisa jago public speaking. Tolong dibedakan antara kepribadian dan sifat.
Artis aja banyak lo yang introvert. Bahkan sekelas Jenny Blackpink aja kalau dia jalan sendirian tanpa timnya suka anxiety. Tapi apa terus kalau lagi di atas panggung dia diam aja nggak nyapa penggemarnya?
So, ya kembali lagi bisa menulis dan public speaking bukan soal bisa dan bakat saja. Namun soal mau nggak sih kamu spend waktu untuk belajar dan latihan?
Nah, ngomongin soal menulis vs bicara di depan umum, aku jadi tertarik buat napak tilas perjalananku dalam memaksimalkan dua skill tersebut.
Kapan Aku Mulai Menulis Secara Profesional?
Menulis sudah menjadi hobiku sejak duduk di bangku SD. Aku nggak akan menceritakan panjang kali lebar karena sudah beberapa kali menceritakan di postingan-postingan lama.Menulis adalah media untukku menyuarakan isi hati, keresahan dan caraku berbagi cerita. Dari yang sekadar nulis curhat colongan di buku diary sampai akhirnya bisa dapat cuan. Alhamdulillah.
Aku merasakan bahwa menulis bisa menjadi jalan rezeki ketika masih kuliah. Saat itu aku dipaksa oleh dosenku untuk ikut sebuah perlombaan menulis mewakili fakultas.
Yup, literally dipaksa, karena sebenarnya aku nggak ada niat sama sekali ikut lomba itu. Boro-boro mau ikut, awalnya pun nggak tahu kalau ada lomba itu, hehe.
Setelah tahu kalau hadiah buat pemenangnya bisa dapat beasiswa SPP 1 bulan, akhirnya aku iyain aja deh paksaan dosenku. Nothing to lose aja ikutnya.
Menang alhamdulillah, nggak menang juga nggak rugi-rugi amat. At least bisa mangkir dari jadwal kuliah karena ikut lomba kan? Wkwk.
Alhamdulillah dengan bantuan mas pacar yang sekarang udah jadi pasangan halal, dari diskusi tema, ngetikin sampai bikinin presentasi, menang juga, pals. Selain dapat beasiswa, ternyata dikasih uang jajan yang mayan lah untuk kantong mahasiswa kala itu.
Namun ada PR berikutnya, karena menyabet juara 1, mau nggak mau aku harus mewakili kampus ke jenjang perlombaan antar universitas. Doeeng.
Dari pengalaman lomba pertama itu, entah kenapa menulis jadi sesuatu yang makin mengasyikkan. Selain asyik karena bisa dapat duit kalau menang, menulis bikin aku jadi tahu banyak hal.
Saat menyiapkan sebuah tema tulisan, mau nggak mau aku riset dulu dong? Apalagi kalau buat lomba, tentu nggak bisa asal gitu loh.
Pasca kelar kuliah, aku sempat jadi guru honorer di sebuah sekolah dasar. Suatu ketika ada lomba menulis untuk guru yang diadakan oleh Balai Bahasa Jawa Tengah.
Aku bertanya pada bulikku yang juga guru di SD tersebut apakah aku boleh mengikuti lomba itu. Insecure gitu, pals. Soalnya kan masih guru honorer.
Eh, ternyata gayung bersambut. Bukan hanya didukung oleh bulikku, tapi juga oleh kepala sekolah. Aku langsung semangat dong bikin essay tentang “Mengajar Bahasa Indonesia yang Menyenangkan.”
Menariknya, aku nggak ngajar bahasa Indonesia di sekolah. Justru kebalikannya, aku ngajar bahasa Inggris, wkwk.
Bersyukur banget ternyata tulisanku dipilih jadi juara ketiga! Kepala sekolah langsung menyambut kedatanganku dengan riang gembira dan meminta izin untuk menduplikat pialanya.
Aku ingat saat itu berkata, “Nggak apa-apa kok pialanya buat sekolah aja.” Dalam hatiku, yang penting amplopnya buat aku, hehe.
Begitulah dua pengalaman berharga terkait tulis-menulis yang kemudian membawaku menjadi seorang penulis konten pada 2012. Kalau saja aku tak pernah memberanikan diri ikut lomba menulis, bisa jadi ketika resign dari kerja kantoran, aku tak akan menemukan jalan menjadi penulis konten.
Empat tahun setelah memutuskan bekerja dari rumah, aku mulai memberanikan diri untuk lebih profesional menjadi blogger. Ditandai dengan membeli Top Level Domain beberapa hari sebelum event Fun Blogging digelar.
Sejak 2016 hingga hari ini, blogging masih menjadi hal asyik untuk ditekuni. Semakin banyak belajar, semakin banyak hal baru lagi untuk diketahui dan dipelajari.
Saat menyiapkan sebuah tema tulisan, mau nggak mau aku riset dulu dong? Apalagi kalau buat lomba, tentu nggak bisa asal gitu loh.
Pasca kelar kuliah, aku sempat jadi guru honorer di sebuah sekolah dasar. Suatu ketika ada lomba menulis untuk guru yang diadakan oleh Balai Bahasa Jawa Tengah.
Aku bertanya pada bulikku yang juga guru di SD tersebut apakah aku boleh mengikuti lomba itu. Insecure gitu, pals. Soalnya kan masih guru honorer.
Eh, ternyata gayung bersambut. Bukan hanya didukung oleh bulikku, tapi juga oleh kepala sekolah. Aku langsung semangat dong bikin essay tentang “Mengajar Bahasa Indonesia yang Menyenangkan.”
Menariknya, aku nggak ngajar bahasa Indonesia di sekolah. Justru kebalikannya, aku ngajar bahasa Inggris, wkwk.
Bersyukur banget ternyata tulisanku dipilih jadi juara ketiga! Kepala sekolah langsung menyambut kedatanganku dengan riang gembira dan meminta izin untuk menduplikat pialanya.
Aku ingat saat itu berkata, “Nggak apa-apa kok pialanya buat sekolah aja.” Dalam hatiku, yang penting amplopnya buat aku, hehe.
Begitulah dua pengalaman berharga terkait tulis-menulis yang kemudian membawaku menjadi seorang penulis konten pada 2012. Kalau saja aku tak pernah memberanikan diri ikut lomba menulis, bisa jadi ketika resign dari kerja kantoran, aku tak akan menemukan jalan menjadi penulis konten.
Empat tahun setelah memutuskan bekerja dari rumah, aku mulai memberanikan diri untuk lebih profesional menjadi blogger. Ditandai dengan membeli Top Level Domain beberapa hari sebelum event Fun Blogging digelar.
Sejak 2016 hingga hari ini, blogging masih menjadi hal asyik untuk ditekuni. Semakin banyak belajar, semakin banyak hal baru lagi untuk diketahui dan dipelajari.
Kilas Balik Perjalananku Bicara di Depan Umum
Jujur kalau ditanya lebih nyaman mana antara menulis dengan bicara di depan umum? Aku akan memilih menulis sebagai jawaban.Jangankan ngomong di depan orang banyak. Memulai obrolan di dalam circle kecil aja aku kesusahan. Salah satu ciri khas orang introvert, kalau nggak ada yang ngajak ngomong ya nggak masalah. Aku bisa baca buku, dengerin musik dan melakukan kegiatan lainnya.
Padahal kalau sudah diajak ngobrol, ya nyambung. Namun untuk memulai, nggak banget deh. Tentu saja makin ke sini, introvertku sudah mulai bergeser ke ambivert sih, wkwk.
Dalam perjalanan hidupku kemudian, aku dipertemukan banyak kondisi yang memaksaku untuk mau nggak mau harus bicara di depan umum. Dari yang awalnya keterpaksaan, akhirnya jadi belajar dan latihan agar bisa mengatasi grogi dan menyampaikan pesan dengan baik.
Kalau ditanya kapan tepatnya mulai berani bicara di depan umum, sebenarnya pas sekolah kan ya seringkali ada presentasi yang mengharuskan kita ngomong di depan temen sekelas dan guru. Kalau lagi kebagian tugas presentasi, nggak mungkin juga kan lari? Hehehe.
Namun titik balik di mana aku mulai menyadari pentingnya public speaking itu pas ikut Speech Contest. Lagi-lagi pas masih kuliah.
Dosen yang melatih kami saat itu bener-bener concern tentang gestur saat menyampaikan isi pidato, termasuk juga kasih tips-tips mengatasi grogi. Momen itu membuatku banyak belajar tentang do and donts saat harus ngomong di depan umum.
Kalau ditanya kapan tepatnya mulai berani bicara di depan umum, sebenarnya pas sekolah kan ya seringkali ada presentasi yang mengharuskan kita ngomong di depan temen sekelas dan guru. Kalau lagi kebagian tugas presentasi, nggak mungkin juga kan lari? Hehehe.
Namun titik balik di mana aku mulai menyadari pentingnya public speaking itu pas ikut Speech Contest. Lagi-lagi pas masih kuliah.
Dosen yang melatih kami saat itu bener-bener concern tentang gestur saat menyampaikan isi pidato, termasuk juga kasih tips-tips mengatasi grogi. Momen itu membuatku banyak belajar tentang do and donts saat harus ngomong di depan umum.
Termasuk ketika aku dipaksa ikut lomba menulis sama dosenku yang kuceritakan tadi. Jadi tugasnya saat itu bukan hanya menulis, para peserta juga diminta untuk mempresentasikan hasil tulisannya.
Beruntung punya pengalaman speech contest, jadi pas presentasi nggak kaku-kaku amat lah. Selain pengalaman lomba, berkomunitas saat sekolah dan kuliah juga jadi sarana melatih kemampuan public speaking.
Saat kamu join sebuah organisasi, pastinya ada tuh yang namanya rapat kan? Nggak mungkin dong selamanya jadi silent member?
Ada saja momen di mana kamu harus menyampaikan uneg-uneg dan isi pikiranmu. Momen-momen inilah yang secara nggak langsung juga melatih public speaking skill lo.
Setelah masuk ke dunia kerja, ternyata kemampuan ngomong di depan umum sangat amat membantu. Bukan hanya pas wawancara kerja, public speaking skill juga membantu bagaimana kamu berinteraksi dengan atasan, dengan teman kantor dan klien.
Bahkan saat akhirnya “menanggalkan blazer dan berganti dengan daster,” kemampuan public speaking pun masih sangat bermanfaat. Sederhananya deh, awal-awal ikut pertemuan PKK RT, pasti disuruh kenalan kan?
Dari hasil pengamatanku nih, ibu-ibu yang dulunya pas sekolah atau kuliah nggak aktif berorganisasi, terus skill bicara di depan umum nggak pernah dilatih, diminta kenalan aja kadang nolak lo. Saking nggak tahu bagaimana harus memulainya.
So, masih nggak mau nih belajar public speaking?
Menurutku sih besar banget ya. Karena sebenarnya menulis itu kan juga ‘berbicara’ ya. Berbicara dengan bahasa tulisan.
Saat kamu menulis, sama halnya dengan berbicara, kamu harus menyampaikan isi kepala dengan baik agar bisa dipahami oleh pembaca. So, secara teknis sebenarnya sama-sama “menyampaikan pesan” nih.
Baik menulis ataupun ngomong di tempat umum, sama-sama butuh kepiawaian dalam memilih dan mengolah kata. Bedanya yang satu diolah untuk dibaca, yang satu diolah untuk didengarkan.
Bedanya lagi nih, kalau dalam bahasa tulisan, kamu harus belajar soal kaidah bahasa yang benar agar pesan sampai dengan tepat. Dalam public speaking, kamu juga harus belajar soal nada, tempo, mimik wajah dan juga gestur.
Beruntung punya pengalaman speech contest, jadi pas presentasi nggak kaku-kaku amat lah. Selain pengalaman lomba, berkomunitas saat sekolah dan kuliah juga jadi sarana melatih kemampuan public speaking.
Saat kamu join sebuah organisasi, pastinya ada tuh yang namanya rapat kan? Nggak mungkin dong selamanya jadi silent member?
Ada saja momen di mana kamu harus menyampaikan uneg-uneg dan isi pikiranmu. Momen-momen inilah yang secara nggak langsung juga melatih public speaking skill lo.
Setelah masuk ke dunia kerja, ternyata kemampuan ngomong di depan umum sangat amat membantu. Bukan hanya pas wawancara kerja, public speaking skill juga membantu bagaimana kamu berinteraksi dengan atasan, dengan teman kantor dan klien.
Bahkan saat akhirnya “menanggalkan blazer dan berganti dengan daster,” kemampuan public speaking pun masih sangat bermanfaat. Sederhananya deh, awal-awal ikut pertemuan PKK RT, pasti disuruh kenalan kan?
Dari hasil pengamatanku nih, ibu-ibu yang dulunya pas sekolah atau kuliah nggak aktif berorganisasi, terus skill bicara di depan umum nggak pernah dilatih, diminta kenalan aja kadang nolak lo. Saking nggak tahu bagaimana harus memulainya.
So, masih nggak mau nih belajar public speaking?
Blogging dan Kaitannya dengan Public Speaking
Kalau dihubungkan dengan blogging, seberapa besar ya peran public speaking skill dalam menggeluti dunia ini?Menurutku sih besar banget ya. Karena sebenarnya menulis itu kan juga ‘berbicara’ ya. Berbicara dengan bahasa tulisan.
Saat kamu menulis, sama halnya dengan berbicara, kamu harus menyampaikan isi kepala dengan baik agar bisa dipahami oleh pembaca. So, secara teknis sebenarnya sama-sama “menyampaikan pesan” nih.
Baik menulis ataupun ngomong di tempat umum, sama-sama butuh kepiawaian dalam memilih dan mengolah kata. Bedanya yang satu diolah untuk dibaca, yang satu diolah untuk didengarkan.
Bedanya lagi nih, kalau dalam bahasa tulisan, kamu harus belajar soal kaidah bahasa yang benar agar pesan sampai dengan tepat. Dalam public speaking, kamu juga harus belajar soal nada, tempo, mimik wajah dan juga gestur.
Sementara dengan public speaking, salah paham sangat bisa diminimalisir. Karena saat kamu ngomong secara langsung, lawan bicaramu juga melihat mimik wajah dan gestur tubuhmu.
Dari hasil mengamati beberapa tulisan, aku menemukan sebuah fakta bahwa penulis yang juga jago public speaking, biasanya menghasilkan tulisan yang lebih enak dibaca. Jadi saat kamu baca tulisan mereka, kek lagi nggak baca tulisan, tapi kek lagi diajak ngobrol gitu loh.
Nah, beberapa waktu lalu aku mengikuti sebuah kelas menulis artikel. Dalam salah satu tipsnya disebutkan;
Di lain sisi, kemampuan menulis juga menurutku bisa menunjang public speaking skill. Public speaker yang juga jago nulis, misal punya latar belakang jurnalis, biasanya saat ngomong jadi lebih tertata dan punya banyak pilihan kata yang beragam.
Melihat dari sudut pandang itu saja, menurutku sudah sangat menjawab kenapa seorang blogger juga harus punya kemampuan bicara di depan umum. Terlebih lagi jika prestasimu di dunia blogging makin moncer, pals.
Nggak menutup kemungkinan lo kamu akan didaulat untuk sharing ilmu dan pengalaman yang kamu punya. Kalau kamu punya kemampuan bicara yang oke, tentu akan jadi nilai plus buat dirimu kan?
Apa nggak kepengen tuh bisa dapat cuan dari tulisan dan omongan? Btw, nggak melulu soal cuan juga sih.
Lafalkanlah paragraf yang telah kamu buat. Jika dirasa sudah enak dibacanya. Enggak engap saat baca. Berarti tulisanmu sudah oke untuk diterbitkan.Setelah ikut kelas itu, aku jadi punya insight baru tentang kemampuan berbicara di depan umum. Bukan hanya untuk membantu kamu agar nggak grogi saat ngomong di depan orang banyak, public speaking skill ternyata juga menunjang kemampuan menulis.
Di lain sisi, kemampuan menulis juga menurutku bisa menunjang public speaking skill. Public speaker yang juga jago nulis, misal punya latar belakang jurnalis, biasanya saat ngomong jadi lebih tertata dan punya banyak pilihan kata yang beragam.
Melihat dari sudut pandang itu saja, menurutku sudah sangat menjawab kenapa seorang blogger juga harus punya kemampuan bicara di depan umum. Terlebih lagi jika prestasimu di dunia blogging makin moncer, pals.
Nggak menutup kemungkinan lo kamu akan didaulat untuk sharing ilmu dan pengalaman yang kamu punya. Kalau kamu punya kemampuan bicara yang oke, tentu akan jadi nilai plus buat dirimu kan?
Apa nggak kepengen tuh bisa dapat cuan dari tulisan dan omongan? Btw, nggak melulu soal cuan juga sih.
Tentunya semakin berkembang practical skill yang kamu miliki, kesempatanmu untuk menebar manfaat juga makin luas kan?
Menulis vs Bicara di Depan Umum Bukan Lagi Sebuah Pilihan
So, apa masih harus dibandingkan antara menulis vs bicara di depan umum? Kayanya nggak deh ya. Selama kamu mau, kedua hal itu bisa banget kok dipelajari dan dilatih hingga yang tadinya nggak bisa jadi bisa deh.Buat kamu yang sampai saat ini masih meraga ragu dan nggak nyaman bicara di depan umum, aku ada beberapa tips nih:
Pertama, gali manfaatnya. Coba deh kamu pejamkan mata dan bayangkan apa sih manfaat yang akan kamu dapat saat jago public speaking. Misal kalau kamu seorang blogger, kamu jadi lebih gampang menceritakan pengalaman bloggingmu ke orang lain, lewat IG atau TikTok Live misalnya. Kalau kamu IRT, bayangkan enaknya bisa ngomong lepas di depan para tetangga saat dikasih kesempatan sambutan pas ketempatan arisan.
Kedua, tulis dulu apa yang kamu omongin. Buat aku ini work it. Sama halnya saat mau maju manggung teater atau speech contest, dialog yang aku bacain bukanlah dialog spontan, tetapi tulisan yang udah direncanakan sebelumnya dan kemudian disampaikan secara lisan.
Nah, kamu bisa mulai latihan ngomong dengan menulis dulu apa yang mau kamu sampaikan, pals. Nanti kalau udah mulai terlatih, kamu bisa tuh hanya nulis poin-poinnya aja. Biar obrolan tetep ada alurnya dan nggak mbleber ke mana-mana.
Ketiga, latihan di depan cermin atau di depan keluarga. Dulu tiap kali aku mau maju lomba, aku selalu berlatih di depan cermin. Ini membantuku untuk melihat apa gesturku udah oke atau belum.
selain berlatih di depan cermin, kamu juga bisa banget latihan di depan keluarga. Lalu minta pendapat sama anggota keluarga, masih kurang apa nih dari sesi latihan tadi. Cara ini dilakukan mas bojo saat dia mau ngisi paparan atau ngajar, wkwk.
Keempat, mulai berani tampil di event-event sederhana. Bisa dengan menawarkan diri untuk jadi MC saat lagi ada arisan atau pengajian. Atau kalau dua acara itu dirasa masih lumayan besar, coba deh live di akun media sosial.
Nggak usah terlalu dipikirin nanti yang nonton berapa. Respon penonton gimana. Niatkan aja buat latihan.
Namun, tetep ya siapin dulu materi yang mau disampaikan. Jadi meski hanya latihan, kamu bener-bener ngomong yang ada manfaatnya, nggak sekadar live gabut gitu loh.
Mulai aja dari 15 menit dulu. Nanti kalau udah nemu kliknya, tambahin lagi 15 menit. Pelan-pelan aku yakin satu jam juga kurang deh buat ngecipris depan handphone. Apalagi kalau ternyata dapat respon yang oke dari viewers.
Kelima, ikut kelas public speaking. Sekarang ini udah ada banyak kok kelas-kelas online. Namun kalau boleh kasih saran sih, ikut yang offline aja. Lebih nendang.
Biasanya kalau di kelas offline, kamu juga bakal diajarin bagaimana gestur tubuh yang oke. Hal itu kayanya nggak bakal didapatkan saat kamu belajar secara online.
Daripada mengkotakkan mana yang lebih oke, saranku sih bekali diri dengan dua kemampuan tersebut. Insya Allah nggak ada ruginya kok. Yang ada, kamu bisa makin siip dan josss dalam menebar kebermanfaatan. Buktiin aja deh.
Sebagaimana pesan yang selalu kusampaikan ke anak-anakku, “Mau apapun profesimu nanti, menulis dan public speaking adalah dua hal yang harus kamu kuasai. Itu adalah kunci untuk menaklukkan dunia.”
Jadi kalau sohib kongkow juga pengen ikut menaklukkan dunia, mlipir ke sini dulu untuk belajar public speaking. Eniwei, jangan lupa untuk berkata lantang, “Menulis vs bicara di depan umum? Ayok aja deh dua-duanya.. siapa takut?” ***
Sebagaimana pesan yang selalu kusampaikan ke anak-anakku, “Mau apapun profesimu nanti, menulis dan public speaking adalah dua hal yang harus kamu kuasai. Itu adalah kunci untuk menaklukkan dunia.”
Jadi kalau sohib kongkow juga pengen ikut menaklukkan dunia, mlipir ke sini dulu untuk belajar public speaking. Eniwei, jangan lupa untuk berkata lantang, “Menulis vs bicara di depan umum? Ayok aja deh dua-duanya.. siapa takut?” ***
Ditulis dalam rangka menyemarakkan Lomba Blog Gandjel Rel 8 Tahun
Sebagai introvert jujur, lebih suka nulis di depan publik daripada berbicara. Akan tetapi, di masa sekarang seakan dituntut untuk bisa keduanya, pada akhirnya belajar publik speaking dan itu menyenangkan. Terima kasih sharingnya!
ReplyDeleteTerima kasih ya. Bener banget. Ketika Ada undangan ngajar nulis, blog, dll, pasti deg degan hehehe
ReplyDeleteSaya lebih memilih nulis di blog aja.
ReplyDelete