Overthinking nampaknya pantas untuk disematkan menjadi nama tengahku. Bahkan kondisi ini pernah menjadi berlebihan saat aku memutuskan resign dari kantor 10 tahun lalu.
Aku yang pada dasarnya lebih senang bekerja di ranah publik, tiba-tiba karena sebuah kondisi harus merelakan karir yang sedang dibangun demi menjalankan tanggungjawabku sebagai ibu dan anak. Bukan berarti para wanita karir bukanlah ibu dan anak yang bertanggungjawab ya.
Hanya saja kondisiku saat itu tidak memungkinkan bagiku untuk menjalankan multi peran. Aku tidak menemukan pengasuh untuk bayiku, sehingga mau tak mau aku harus turun tangan sendiri. Saat itu daycare pun belum banyak bertebaran seperti sekarang.
Di sisi lain, aku juga tak mungkin menitipkan anakku pada ibu ataupun mertua. Ibuku mengalami sakit stroke sejak aku duduk di bangku SMA, sehingga kondisi beliau tidak memungkinkan untuk membantu dalam pengasuhan cucunya.
Sementara mertuaku tinggal di negara Singa, nggak mungkin juga kan bayiku yang berusia tiga bulan kuekspor ke sana, pals? Hehe.
Akhirnya dengan menimbang banyak hal, meski berat hati saat itu, aku datang ke kantor dan menyerahkan surat pengunduran diri. Manajer pusat menyayangkan keputusanku. Bukan tanpa sebab, aku digadang-gadang menjadi penanggungjawab cabang lembaga pendidikan tempatku bekerja pasca cuti lahiran.
Bukan hanya rutinitas yang berubah. Aku juga harus berdamai dengan rasa cemas yang berlebihan. Bahkan aku sempat mengalami baby blues yang menjurus pada post partum depression.
Apalagi ketika suami memutuskan untuk bekerja di luar kota. Tujuan doi sih baik ya, agar mendapat penghasilan yang lebih banyak untuk anak istri. Namun kondisi mentalku pasca lahiran dan resign yang super sensitif, membuatku merasa ditinggalkan.
Sejak saat itu overthinking makin menjadi. Ada banyak lintasan pikiran aneh bermunculan. Kelelahan fisik sebagai ibu baru juga memicu ketidakstabilan mental.
Aku sering kelepasan marah-marah. Bayi dan adik kandungku biasanya yang menjadi korban omelan panjangku. Ibuku hanya bisa menitikkan air mata melihat aku yang mulai kehilangan kontrol diri.
Kondisiku semakin tak baik-baik saja ketika beberapa pihak keluarga besar ada yang menyayangkan keputusanku berhenti bekerja. Meski ibu dan suami mendukung keputusanku, ternyata suara sumbang dari pihak keluarga cukup mengusik kedamaianku.
Aku yang pada dasarnya lebih senang bekerja di ranah publik, tiba-tiba karena sebuah kondisi harus merelakan karir yang sedang dibangun demi menjalankan tanggungjawabku sebagai ibu dan anak. Bukan berarti para wanita karir bukanlah ibu dan anak yang bertanggungjawab ya.
Hanya saja kondisiku saat itu tidak memungkinkan bagiku untuk menjalankan multi peran. Aku tidak menemukan pengasuh untuk bayiku, sehingga mau tak mau aku harus turun tangan sendiri. Saat itu daycare pun belum banyak bertebaran seperti sekarang.
Di sisi lain, aku juga tak mungkin menitipkan anakku pada ibu ataupun mertua. Ibuku mengalami sakit stroke sejak aku duduk di bangku SMA, sehingga kondisi beliau tidak memungkinkan untuk membantu dalam pengasuhan cucunya.
Sementara mertuaku tinggal di negara Singa, nggak mungkin juga kan bayiku yang berusia tiga bulan kuekspor ke sana, pals? Hehe.
Akhirnya dengan menimbang banyak hal, meski berat hati saat itu, aku datang ke kantor dan menyerahkan surat pengunduran diri. Manajer pusat menyayangkan keputusanku. Bukan tanpa sebab, aku digadang-gadang menjadi penanggungjawab cabang lembaga pendidikan tempatku bekerja pasca cuti lahiran.
Apa dikata, ternyata jalan hidup seringkali tak sejalan dengan keinginan dan rencana manusia.
Aku Pernah Insecure
Walau aku memutuskan dengan suka rela, ternyata menjalani hari-hari pasca resign sungguh tak mudah. Aku harus beradaptasi dengan banyak hal.Bukan hanya rutinitas yang berubah. Aku juga harus berdamai dengan rasa cemas yang berlebihan. Bahkan aku sempat mengalami baby blues yang menjurus pada post partum depression.
Apalagi ketika suami memutuskan untuk bekerja di luar kota. Tujuan doi sih baik ya, agar mendapat penghasilan yang lebih banyak untuk anak istri. Namun kondisi mentalku pasca lahiran dan resign yang super sensitif, membuatku merasa ditinggalkan.
Sejak saat itu overthinking makin menjadi. Ada banyak lintasan pikiran aneh bermunculan. Kelelahan fisik sebagai ibu baru juga memicu ketidakstabilan mental.
Aku sering kelepasan marah-marah. Bayi dan adik kandungku biasanya yang menjadi korban omelan panjangku. Ibuku hanya bisa menitikkan air mata melihat aku yang mulai kehilangan kontrol diri.
Kondisiku semakin tak baik-baik saja ketika beberapa pihak keluarga besar ada yang menyayangkan keputusanku berhenti bekerja. Meski ibu dan suami mendukung keputusanku, ternyata suara sumbang dari pihak keluarga cukup mengusik kedamaianku.
Belum lagi ketika ada tetangga yang bertanya alasanku keluar kerja. Apakah tak sayang dengan ijazah dan gelar sarjana yang kumiliki? Duh, senyumku saat itu pasti masam sekali kalau dilihat.
Aku merasa tersudut, mempertanyakan pada diri sendiri apakah keputusan yang kuambil benar adanya. Apakah salah memutuskan resign saat perjalanan karir masih bisa berkembang ke depannya?
Di saat aku masih belum bisa semeleh dengan keadaan, rasa tak percaya diriku makin berkembang kala melihat teman-teman SMA dan kuliahku moncer dengan profesinya. Sementara aku ‘hanya ibu rumah tangga.’
Tak sedikit ucapan nyelekit dari beberapa teman mampir ke telinga. “Sayang dong mahasiswa berprestasi, cumlaude dan IP tinggi kok cuma di rumah saja?”
Dahlah, semakin aku hanya ingin bersembunyi dari dunia. Seakan-akan banyak jari menunjuk ke arahku, tak kuasa menatap ribuan pasang mata menatap aneh atas keputusan yang kuambil.
Aku terus berlari tanpa tahu arah. Jatuh tersungkur berkali-kali, hingga tak punya keberanian untuk menampakkan diri. Mengubur dalam-dalam setiap potensi diri yang kumiliki.
Memang tak kupungkiri, salah satu hal yang membuatku insecure saat itu karena aku merasa tak lagi bisa menghasilkan materi. Suami memang menafkahi dengan cukup.
Namun saat itu aku masih punya adik yang duduk di bangku SMA. Aku ikut menanggung uang saku dan kebutuhan sekolahnya.
Bersyukur saat itu ibuku memberikan dukungan terbaik. Ibu terus membesarkan bahwa keputusan yang kuambil tidak salah. Bahwasanya rezeki Allah itu luas.
Dukungan dari Eyang Kakung juga menguatkanku. Padahal aku sempat ketakutan saat menyampaikan kabar berhenti kerja pada beliau. Namun ternyata beliau justru memberikan supportnya, “Rak popo, Nduk. Eyang percaya cucunya eyang yang satu ini bisa bertahan di segala kondisi. Rezekinya selalu luas, mau itu bekerja kantoran ataupun di rumah.”
Perkataan yang selalu kuingat hingga sekarang. Saat aku merasa down dan penat dengan apa yang kujalani, wejangan Yangkung itu mampu menjadi penguat.
Perlahan aku mulai menguatkan diri dan kembali bangkit. Hingga kemudian salah seorang tetangga datang untuk memintaku memberikan les bahasa Inggris pada anaknya.
Kusamber saja peluang itu. Meski tak banyak, setidaknya ‘uang receh’ itu bisa jadi pegangan buatku sehari-hari.
Berhubung aku tak lagi bekerja di lembaga pendidikan, aku tak lagi up to date dengan materi Bahasa Inggris anak sekolah. Aku kemudian mencari informasi dan bahan-bahan ajar dengan memanfaatkan internet. Siapa sangka internet justru membawa perubahan besar pada hidupku di kemudian hari.
Bahkan saat itu wifi di rumah-rumah masih jadi barang langka. Warung internet (warnet) masih banyak bertebaran dan menjadi jujugan warga yang butuh koneksi internet. Termasuk aku.
Aku merasa tersudut, mempertanyakan pada diri sendiri apakah keputusan yang kuambil benar adanya. Apakah salah memutuskan resign saat perjalanan karir masih bisa berkembang ke depannya?
Di saat aku masih belum bisa semeleh dengan keadaan, rasa tak percaya diriku makin berkembang kala melihat teman-teman SMA dan kuliahku moncer dengan profesinya. Sementara aku ‘hanya ibu rumah tangga.’
Tak sedikit ucapan nyelekit dari beberapa teman mampir ke telinga. “Sayang dong mahasiswa berprestasi, cumlaude dan IP tinggi kok cuma di rumah saja?”
Dahlah, semakin aku hanya ingin bersembunyi dari dunia. Seakan-akan banyak jari menunjuk ke arahku, tak kuasa menatap ribuan pasang mata menatap aneh atas keputusan yang kuambil.
Aku terus berlari tanpa tahu arah. Jatuh tersungkur berkali-kali, hingga tak punya keberanian untuk menampakkan diri. Mengubur dalam-dalam setiap potensi diri yang kumiliki.
Memang tak kupungkiri, salah satu hal yang membuatku insecure saat itu karena aku merasa tak lagi bisa menghasilkan materi. Suami memang menafkahi dengan cukup.
Namun saat itu aku masih punya adik yang duduk di bangku SMA. Aku ikut menanggung uang saku dan kebutuhan sekolahnya.
Bersyukur saat itu ibuku memberikan dukungan terbaik. Ibu terus membesarkan bahwa keputusan yang kuambil tidak salah. Bahwasanya rezeki Allah itu luas.
Dukungan dari Eyang Kakung juga menguatkanku. Padahal aku sempat ketakutan saat menyampaikan kabar berhenti kerja pada beliau. Namun ternyata beliau justru memberikan supportnya, “Rak popo, Nduk. Eyang percaya cucunya eyang yang satu ini bisa bertahan di segala kondisi. Rezekinya selalu luas, mau itu bekerja kantoran ataupun di rumah.”
Perkataan yang selalu kuingat hingga sekarang. Saat aku merasa down dan penat dengan apa yang kujalani, wejangan Yangkung itu mampu menjadi penguat.
Perlahan aku mulai menguatkan diri dan kembali bangkit. Hingga kemudian salah seorang tetangga datang untuk memintaku memberikan les bahasa Inggris pada anaknya.
Kusamber saja peluang itu. Meski tak banyak, setidaknya ‘uang receh’ itu bisa jadi pegangan buatku sehari-hari.
Berhubung aku tak lagi bekerja di lembaga pendidikan, aku tak lagi up to date dengan materi Bahasa Inggris anak sekolah. Aku kemudian mencari informasi dan bahan-bahan ajar dengan memanfaatkan internet. Siapa sangka internet justru membawa perubahan besar pada hidupku di kemudian hari.
Internetnya Indonesia Membawaku pada Hidden Gems dalam Hidup
Tahun 2012 jaringan internet belum sekeren sekarang. Sudah bisa dinikmati tapi kecepatan dan kestabilan koneksinya masih terbatas.Bahkan saat itu wifi di rumah-rumah masih jadi barang langka. Warung internet (warnet) masih banyak bertebaran dan menjadi jujugan warga yang butuh koneksi internet. Termasuk aku.
Kalau hanya sekadar mengakses media sosial Facebook yang saat itu paling moncer, menggunakan telepon seluler (ponsel) masih cukuplah. Namun untuk browsing materi ajar dan unduh beberapa file, aku lebih suka ke warnet yang aksesnya lebih cepat dibanding ponsel.
Di sela-sela mencari bahan ajar, aku biasanya berselancar di Facebook. Meski media sosial milik Mark Zuckerberg itu tak jarang menumbuhkan insecurity issues, aku juga berterimakasih karena lewat Facebook, aku menemukan banyak hidden gems.
Hidden gems tersebut yang kemudian membuka mataku lebar-lebar. Bahwa dunia ini sedemikian luasnya. Tidak sesempit yang kutahu selama ini.
Saat masih kerja kantoran from 8 to 8, aku manalah sempat menggali informasi dalam-dalam via internet. Hari-hari kuhabiskan untuk bekerja. Kalaupun berselancar di internet, tak lebih untuk kepentingan pekerjaan.
Aku yang saat itu sedang bertumbuh untuk mengembalikan kepercayaan diri, merasakan manfaat internet yang demikian dahsyat. Aku menemukan 4K yang mengubah hidupku.
Di sela-sela mencari bahan ajar, aku biasanya berselancar di Facebook. Meski media sosial milik Mark Zuckerberg itu tak jarang menumbuhkan insecurity issues, aku juga berterimakasih karena lewat Facebook, aku menemukan banyak hidden gems.
Hidden gems tersebut yang kemudian membuka mataku lebar-lebar. Bahwa dunia ini sedemikian luasnya. Tidak sesempit yang kutahu selama ini.
Saat masih kerja kantoran from 8 to 8, aku manalah sempat menggali informasi dalam-dalam via internet. Hari-hari kuhabiskan untuk bekerja. Kalaupun berselancar di internet, tak lebih untuk kepentingan pekerjaan.
Aku yang saat itu sedang bertumbuh untuk mengembalikan kepercayaan diri, merasakan manfaat internet yang demikian dahsyat. Aku menemukan 4K yang mengubah hidupku.
1. Komunitas Parenting dan Kesehatan Mental
Sebagai seorang ibu baru dengan latar belakang broken home family, aku merasa haus dengan ilmu terkait pengasuhan anak. Aku merasa buta dan tak menyiapkan diri secara layak untuk menjadi seorang ibu.Maka saat berselancar di internet, senangnya hatiku saat menemukan ada banyak komunitas parenting bertebaran. Komunitas pertama yang mencuri hatiku adalah Institut Ibu Profesional (IIP).
Sebuah komunitas perempuan yang diinisiasi oleh Ibu Septi Peni tersebut membuka mataku tentang mensyukuri gelar ibu rumah tangga. Sebuah profesi istimewa yang tak pantas disandingkan dengan kata ‘hanya’.
Saat itu IIP baru tumbuh. Pemanfaatan teknologi dalam menyampaikan materi pengasuhan masih sangat sederhana, yaitu lewat mailing list. Aku sering tertinggal jadwal pertemuan karena tak rutin membuka email.
Berbeda dengan sekarang saat komunitas Ibu Profesional makin membesar. Semua media sosial sudah dikuasai. Sarana belajar makin beragam dan variatif. Mulai dari menggunakan Google Classroom, Facebook Group dengan segala macam fiturnya yang keren, Instagram sampai channel YouTube.
Dari IIP, aku kemudian mengenal komunitas-komunitas pengasuhan lainnya. Sebut saja HEBAT, sampai YukJos (Yuk Jadi Orang Tua Shalih) Community asuhan Abah Ihsan Baihaqi. Bahkan aku sempat diamanahi menjadi admin dari Whatsapp Group (WAG) YukJos Semarang Chapter gara-gara ‘kecerewetan’ku di WAG.
Kata Abah Ihsan saat itu, “Sepertinya Mom Marita cocok jadi admin, karena bisa meramaikan WAG.” Alhamdulillah dari situ, aku bersama teman-teman YukJos rutin menggelar event dan program-program dalam rangka meningkatkan awareness masyarakat terhadap pentingnya belajar pengasuhan.
Tak hanya komunitas parenting, aku juga jadi tahu bahwa ada yang namanya inner child. Kondisi kejiwaan yang berhubungan erat dengan pengasuhan dan trauma di masa kecil.
Aku masuk ke beberapa Facebook Group yang menyuarakan tentang kesehatan mental, terutama bagi para perempuan, khususnya ibu. Salah satunya adalah MotherHope Indonesia yang dikelola oleh mbak Nur Yana Yirah.
Ia membagikan pengalamannya melewati masa-masa post partum depression di Facebook. Dari situ aku jadi tahu bahwa aku tak sendirian. Di luar sana banyak para ibu yang juga merasakan dirinya tak berharga, tak berdaya dan kurang percaya diri.
Pengalamanku bertemu dengan komunitas parenting dan kesehatan mental ini membuatku lebih bisa menerima takdir. Ternyata keputusan resign tak sepenuhnya buruk.
Saat itu teh Indari Mastuti telah berhasil menyatukan ribuan perempuan di dalam sebuah Facebook Group. Memotivasi mereka untuk menghasilkan karya dari rumah.
Lewat group tersebut, teh Indari sharing bagaimana dia memulai karya-karyanya. Aku adalah salah satu perempuan yang ikut termotivasi dengan pembawaan Teh Indari yang senantiasa berapi-api.
Kata Abah Ihsan saat itu, “Sepertinya Mom Marita cocok jadi admin, karena bisa meramaikan WAG.” Alhamdulillah dari situ, aku bersama teman-teman YukJos rutin menggelar event dan program-program dalam rangka meningkatkan awareness masyarakat terhadap pentingnya belajar pengasuhan.
Tak hanya komunitas parenting, aku juga jadi tahu bahwa ada yang namanya inner child. Kondisi kejiwaan yang berhubungan erat dengan pengasuhan dan trauma di masa kecil.
Aku masuk ke beberapa Facebook Group yang menyuarakan tentang kesehatan mental, terutama bagi para perempuan, khususnya ibu. Salah satunya adalah MotherHope Indonesia yang dikelola oleh mbak Nur Yana Yirah.
Ia membagikan pengalamannya melewati masa-masa post partum depression di Facebook. Dari situ aku jadi tahu bahwa aku tak sendirian. Di luar sana banyak para ibu yang juga merasakan dirinya tak berharga, tak berdaya dan kurang percaya diri.
Pengalamanku bertemu dengan komunitas parenting dan kesehatan mental ini membuatku lebih bisa menerima takdir. Ternyata keputusan resign tak sepenuhnya buruk.
2. Komunitas Literasi
Hidden gem berikutnya yang juga kutemukan hasil dari memanfaatkan koneksi internet adalah komunitas literasi. Ibu-ibu Doyan Nulis (IIDN) adalah komunitas literasi pertama yang kutemui.Saat itu teh Indari Mastuti telah berhasil menyatukan ribuan perempuan di dalam sebuah Facebook Group. Memotivasi mereka untuk menghasilkan karya dari rumah.
Lewat group tersebut, teh Indari sharing bagaimana dia memulai karya-karyanya. Aku adalah salah satu perempuan yang ikut termotivasi dengan pembawaan Teh Indari yang senantiasa berapi-api.
Melalui IIDN pula, aku jadi ingat sebuah impian lama. Pernah suatu waktu saat masih duduk di bangku kuliah, salah seorang dosenku bertanya. “What’s your future goal, Marita?”
Aku yang saat itu masih belum terbayang pengen jadi apa dan berbuat apa, kemudian iseng menjawab, “I want to be an author.” Pak Sunardi, dosen tersebut, lalu mengangguk-angguk dan berkata, “Good, I will wait your book.”
Sungguh ucapan adalah doa ternyata benar adanya. Bergabung dengan IIDN membuatku berhasil menerbitkan buku. Ya, walau sampai saat ini aku belum punya buku solo sih.
Namun bisa bergabung dengan puluhan proyek antologi, dan menerbitkan buku bersama puluhan rekan penulis sudah menjadi sebuah kebanggaan tersendiri. Pengalaman ini semakin menumbuhkan rasa percaya diriku.
Aku mulai menggunakan internet untuk mencari cuan. Pertama, dengan menjadi content writer alias penulis konten untuk blognya orang lain. Aku memulai jalanku sebagai penulis konten untuk seorang peternak blog yang tinggal sekota denganku.
Perkenalanku dengan sosok laki-laki baik hati bernama Mas Doel ini dijembatani oleh mantan teman sekantorku. Aku belajar menulis artikel secara SEO friendly lewat pekerjaan yang diberikan Mas Doel.
Dari pengalamanku bekerjasama dengan Mas Doel, aku kemudian memberanikan diri untuk membuka Jasa Penulisan Konten kecil-kecilan. Tak hanya mengerjakan proyek tetap dari Mas Doel, aku juga bergabung dengan tim content writer Indscript Creative, salah satu lini dari IIDN.
Aku yang saat itu masih belum terbayang pengen jadi apa dan berbuat apa, kemudian iseng menjawab, “I want to be an author.” Pak Sunardi, dosen tersebut, lalu mengangguk-angguk dan berkata, “Good, I will wait your book.”
Sungguh ucapan adalah doa ternyata benar adanya. Bergabung dengan IIDN membuatku berhasil menerbitkan buku. Ya, walau sampai saat ini aku belum punya buku solo sih.
Namun bisa bergabung dengan puluhan proyek antologi, dan menerbitkan buku bersama puluhan rekan penulis sudah menjadi sebuah kebanggaan tersendiri. Pengalaman ini semakin menumbuhkan rasa percaya diriku.
Ternyata di rumah masih bisa berkarya kok.
3. Kesempatan Naik Kelas
Manfaat internet belum berhenti di situ. Dari IIDN, aku bertemu dengan banyak perempuan yang bekerja dari rumah. Aku jadi tahu kalau ada banyak cara untuk berkarya dan menghasilkan uang tanpa perlu menanggalkan daster.Aku mulai menggunakan internet untuk mencari cuan. Pertama, dengan menjadi content writer alias penulis konten untuk blognya orang lain. Aku memulai jalanku sebagai penulis konten untuk seorang peternak blog yang tinggal sekota denganku.
Perkenalanku dengan sosok laki-laki baik hati bernama Mas Doel ini dijembatani oleh mantan teman sekantorku. Aku belajar menulis artikel secara SEO friendly lewat pekerjaan yang diberikan Mas Doel.
Dari pengalamanku bekerjasama dengan Mas Doel, aku kemudian memberanikan diri untuk membuka Jasa Penulisan Konten kecil-kecilan. Tak hanya mengerjakan proyek tetap dari Mas Doel, aku juga bergabung dengan tim content writer Indscript Creative, salah satu lini dari IIDN.
Aku juga rajin hunting job menulis dengan bayaran dollar lewat situs-situs seperti elance.com, freelancer.com. Semacam Upwork pada zamannya.
Kedua, aku berkenalan dengan komunitas penjual buku premium. Berbekal cita-cita pengen memiliki home library buat anakku, aku getol sharing tentang manfaat membaca via Facebook dan BBM (Blackberry Messenger) saat itu.
Alhamdulillah dari komisi berjualan buku premium, aku bisa membeli buku-buku berkualitas untuk anakku. Buku-buku yang harganya cukup fantastis.
Saat pertama kali mengenal buku-buku itu, aku hanya bisa insecure, manalah bisa aku membelinya. Namun ternyata dengan ketekunan dan modal internetnya Indonesia, terbeli juga buku-buku yang kalau ditotal bisa buat beli motor baru.
Namun namaku seringkali tak tersemat di blog-blog yang menayangkan tulisanku. Ghost writer istilahnya.
Aku mulai ingin menampakkan siapa aku dan karya-karyaku. Didukung dengan teman-teman baru yang kukenal lewat Gandjel Rel, komunitas blogger perempuan di Semarang, aku memberanikan diri untuk menjadi blogger profesional.
Kedua, aku berkenalan dengan komunitas penjual buku premium. Berbekal cita-cita pengen memiliki home library buat anakku, aku getol sharing tentang manfaat membaca via Facebook dan BBM (Blackberry Messenger) saat itu.
Alhamdulillah dari komisi berjualan buku premium, aku bisa membeli buku-buku berkualitas untuk anakku. Buku-buku yang harganya cukup fantastis.
Saat pertama kali mengenal buku-buku itu, aku hanya bisa insecure, manalah bisa aku membelinya. Namun ternyata dengan ketekunan dan modal internetnya Indonesia, terbeli juga buku-buku yang kalau ditotal bisa buat beli motor baru.
4. Komunitas Blogger
Sembari menekuni dunia content writing, aku kemudian menemukan kenyataan bahwa menjadi blogger itu mengasyikkan. Menulis untuk blog orang lain dan dibayar memang menyenangkan.Namun namaku seringkali tak tersemat di blog-blog yang menayangkan tulisanku. Ghost writer istilahnya.
Aku mulai ingin menampakkan siapa aku dan karya-karyaku. Didukung dengan teman-teman baru yang kukenal lewat Gandjel Rel, komunitas blogger perempuan di Semarang, aku memberanikan diri untuk menjadi blogger profesional.
Blog ini sebenarnya sudah ada sejak 2013. Namun tidak kukelola dengan baik. Hanya ku-update saat sedang jenuh dengan rutinitasku sebagai content writer dengan keyword yang hampir mirip setiap harinya.
Hingga pada Maret 2016, bertepatan dengan diselenggarakannya Fun Blogging, aku niat memasang Top Level Domain di blog ini. Momen bersejarah yang mengukuhkan diriku sebagai blogger yang alhamdulillah kini menjadi sumber penghasilan utamaku.
Aku bangga menjadi ibu rumah tangga. Aku tak lagi mempermasalahkan gelar sarjana yang kata orang-orang kulepaskan karena tak bekerja kantoran.
Nyatanya aku tetap bisa kok memanfaatkan ilmuku saat kuliah dengan menjadi penulis konten yang dapat order dari klien mostly in English saat itu. Bahkan sampai sekarang pun, banyak klien yang berkata kesusahan mencari penulis konten yang berani menulis artikel berbahasa Inggris lo.
Hingga pada Maret 2016, bertepatan dengan diselenggarakannya Fun Blogging, aku niat memasang Top Level Domain di blog ini. Momen bersejarah yang mengukuhkan diriku sebagai blogger yang alhamdulillah kini menjadi sumber penghasilan utamaku.
4K yang kutemukan lewat memanfaatkan internet di atas adalah kunci yang mengubah cara pandangku terhadap hidup. Bahwasanya di balik rencana Allah selalu ada kejutan yang indah di baliknya. Asalkan kita mau menerima, mencari tahu dan tentu saja tak henti berikhtiar.
Digital Mommy, Caraku Menjadi Versi Terbaik Diri
Perlahan namun pasti, aku mengusir insecurity issues di dalam diri. Aku tak lagi menyematkan kata ‘hanya’ di awal ‘ibu rumah tangga.’Aku bangga menjadi ibu rumah tangga. Aku tak lagi mempermasalahkan gelar sarjana yang kata orang-orang kulepaskan karena tak bekerja kantoran.
Nyatanya aku tetap bisa kok memanfaatkan ilmuku saat kuliah dengan menjadi penulis konten yang dapat order dari klien mostly in English saat itu. Bahkan sampai sekarang pun, banyak klien yang berkata kesusahan mencari penulis konten yang berani menulis artikel berbahasa Inggris lo.
Aku yang sempat terpuruk 10 tahun lalu, kini telah menemukan versi terbaik diriku. Dari yang awalnya bagaikan katak dalam tempurung, kini aku telah bertumbuh menjadi digital mommy.
Seorang ibu rumah tangga yang piawai memanfaatkan teknologi dan internet dalam urusan sehari-harinya. Bukan sekadar gaya-gayaan punya ponsel pintar dan gadget canggih, tapi juga bagaimana memaksimalkan fitur-fitur untuk peningkatan kapasitas diri.
Lewat internet, aku bisa mengakses kajian-kajian keagamaan dengan lebih mudah. Juga menikmati podcast dan video inspiratif yang bisa memotivasiku untuk hidup lebih baik.
Salah satu video yang baru saja selesai kutonton adalah Mata Najwa episode Ridwan Kamil yang menceritakan tentang pengalaman hidup beliau melepas kepergian putra tercintanya, Emmeril Khan Mumtaz. Tahu sendiri kan bagaimana viralnya kisah Eril beberapa waktu lalu?
Seorang ibu rumah tangga yang piawai memanfaatkan teknologi dan internet dalam urusan sehari-harinya. Bukan sekadar gaya-gayaan punya ponsel pintar dan gadget canggih, tapi juga bagaimana memaksimalkan fitur-fitur untuk peningkatan kapasitas diri.
Aku menyebutnya dengan Program 5B!
1. Bersyukur
Aku yang dulu masih pakai kacamata kuda, tak bisa melihat bahwa dunia sebegitu luasnya menawarkan beragam peluang dan pilihan. Dengan memanfaatkan internet, aku bertemu dengan banyak komunitas dan tayangan yang kemudian bisa meningkatkan rasa syukur.Lewat internet, aku bisa mengakses kajian-kajian keagamaan dengan lebih mudah. Juga menikmati podcast dan video inspiratif yang bisa memotivasiku untuk hidup lebih baik.
Salah satu video yang baru saja selesai kutonton adalah Mata Najwa episode Ridwan Kamil yang menceritakan tentang pengalaman hidup beliau melepas kepergian putra tercintanya, Emmeril Khan Mumtaz. Tahu sendiri kan bagaimana viralnya kisah Eril beberapa waktu lalu?
Sungguh dahsyat internetnya Indonesia yang mengabarkan kebaikan putra Kang Emil tersebut. Hingga ketika jenazahnya berhasil dibawa pulang ke tanah air, berbondong-bondong masyarakat ikut mengantar dan mendoakan.
Tayangan Mata Najwa episode tersebut mengingatkanku pada sebuah peribahasa lama;
Bahkan di balik musibah yang mereka alami, mereka masih mampu menggali hikmah dan mensyukurinya. Masya Allah, luar biasa!
Bayangkan jika saat ini belum ada internet, belum tentu aku bisa mengetahui dan belajar dari kisah inspiratif keluarga Kang Emil ini. Dan ini hanya salah satunya. Masih banyak tentunya kisah-kisah keren penuh motivasi yang bisa mengingatkanku untuk senantiasa bersyukur, dan semuanya kudapat lewat internet.
Bahkan jauh sebelum pandemi, aku sudah termasuk tim pengguna internet secara aktif. Maka ketika yang lain baru mulai berkenalan dan beradaptasi dengan school from home ataupun work from home, aku tak lagi kaget. Aku sudah melakukan hal tersebut sejak 2012.
Luar biasanya internet adalah aku bisa belajar banyak hal yang dulunya tak pernah terlintas sama sekali di pikiranku. Bukan hanya soal literasi, parenting dan kesehatan mental.
Tayangan Mata Najwa episode tersebut mengingatkanku pada sebuah peribahasa lama;
Gajah mati meninggalkan gading. Harimau mati meninggalkan belang. Manusia mati meninggalkan nama.Bergetar hatiku mendengar setiap perkataan yang dituturkan oleh Kang Emil dan Bu Cinta, istrinya. Tak terasa sepanjang video aku menitikkan air mata.
Bahkan di balik musibah yang mereka alami, mereka masih mampu menggali hikmah dan mensyukurinya. Masya Allah, luar biasa!
Bayangkan jika saat ini belum ada internet, belum tentu aku bisa mengetahui dan belajar dari kisah inspiratif keluarga Kang Emil ini. Dan ini hanya salah satunya. Masih banyak tentunya kisah-kisah keren penuh motivasi yang bisa mengingatkanku untuk senantiasa bersyukur, dan semuanya kudapat lewat internet.
2. Belajar
Internet juga mampu memberikan keleluasaan dalam belajar. Kini dari rumah saja, aku bisa ikut Zoominar. Segala macam ilmu bisa didapat, contohnya Kelas Semeleh, kelasnya Abah Ihsan, Ustaz Bendry, dll.Bahkan jauh sebelum pandemi, aku sudah termasuk tim pengguna internet secara aktif. Maka ketika yang lain baru mulai berkenalan dan beradaptasi dengan school from home ataupun work from home, aku tak lagi kaget. Aku sudah melakukan hal tersebut sejak 2012.
Luar biasanya internet adalah aku bisa belajar banyak hal yang dulunya tak pernah terlintas sama sekali di pikiranku. Bukan hanya soal literasi, parenting dan kesehatan mental.
Dulu aku selalu bertanya-tanya kenapa suamiku kalau sudah coding bisa lupa waktu, bahkan lupa anak istri, wkwk. Nah, sejak aku ngeblog, dan belajar banyak hal terkait blogging, sedikit demi sedikit aku belajar juga tuh soal HTML dan CSS.
Barulah aku tahu kenapa suami kalau sudah menatap layar penuh kode-kode bisa berbinar-binar. Mengasyikkan juga memang mainan kode.
Lewat internet, aku mendapat informasi mengenai Coding Mum. Sebuah pelatihan yang digagas oleh pemerintah untuk meningkatkan kecakapan digital bagi para ibu.
Pelatihan pembuatan website sederhana itu digelar secara offline di tahun 2018. Koneksi internet yang stabil sangat dibutuhkan dalam proses belajarnya. Aku masih ingat penyelenggara acara memilih tempat yang jadi satu dengan Telkom Plaza, sehingga memberikan fasilitas koneksi internet cepat. Didukung oleh Telkom Indonesia tentunya.
Bahkan kini untuk berinfaq, bayar zakat, bersedekah jauh lebih cepat dan mudah karena internet. Sebelum ada internet, kita hanya bisa berkurban di pemukiman sendiri. Kini tak lagi dong. Sudah banyak lembaga yang bisa menyalurkan kurban kita ke pelosok negeri.
Hanya dengan klak klik via laptop dan ponsel pintar yang terhubung dengan internet, kita bisa melakukan pengiriman dana ke lembaga terpercaya untuk membantu korban bencana, anak yatim di provinsi berbeda bahkan ke memberikan bantuan ke negara-negara yang sedang berkonfllik.
Barulah aku tahu kenapa suami kalau sudah menatap layar penuh kode-kode bisa berbinar-binar. Mengasyikkan juga memang mainan kode.
Lewat internet, aku mendapat informasi mengenai Coding Mum. Sebuah pelatihan yang digagas oleh pemerintah untuk meningkatkan kecakapan digital bagi para ibu.
Pelatihan pembuatan website sederhana itu digelar secara offline di tahun 2018. Koneksi internet yang stabil sangat dibutuhkan dalam proses belajarnya. Aku masih ingat penyelenggara acara memilih tempat yang jadi satu dengan Telkom Plaza, sehingga memberikan fasilitas koneksi internet cepat. Didukung oleh Telkom Indonesia tentunya.
3. Berbagi
Program 5B selanjutnya yaitu berbagi. Dengan internet, berbagi menjadi lebih mudah kan? Misalnya, jika mau berbagi secara material, kini sudah banyak platform yang memadai, contoh kitabisa.com.Bahkan kini untuk berinfaq, bayar zakat, bersedekah jauh lebih cepat dan mudah karena internet. Sebelum ada internet, kita hanya bisa berkurban di pemukiman sendiri. Kini tak lagi dong. Sudah banyak lembaga yang bisa menyalurkan kurban kita ke pelosok negeri.
Hanya dengan klak klik via laptop dan ponsel pintar yang terhubung dengan internet, kita bisa melakukan pengiriman dana ke lembaga terpercaya untuk membantu korban bencana, anak yatim di provinsi berbeda bahkan ke memberikan bantuan ke negara-negara yang sedang berkonfllik.
Berbagi tak hanya lewat materi kan? Bahkan senyuman saja bisa menjadi sedekah terbaik. Dengan internet kita bisa posting foto dengan senyuman terbaik, tak lupa berikan caption yang pas dan bisa menghibur siapapun yang melihatnya.
Dengan kemajuan teknologi dan internet di zaman now, aku bersyukur bisa berbagi informasi dengan lebih mudah. Misal, dengan menyelenggarakan Blogspedia Coaching, pelatihan blog untuk pemula.
Dalam prosesnya, aku menggunakan fasilitas Google Classroom, WAG dan YouTube channel. Namun fasilitas tersebut tentu saja tak akan bisa digunakan kalau nggak ada internet kan?
Aku juga beberapa kali diundang sebagai narasumber untuk sharing terkait blogging dan parenting, baik itu dalam bentuk kuliah Whatsapp, Instagram Live ataupun webinar. Beberapa waktu ke depan, insya Allah aku juga akan turut meramaikan beberapa agenda Siberkreasi terkait Literasi Digital. Nantikan ya, pals.
Padahal setelah mau membuka diri dan membuka hati untuk menerima wawasan baru, ada banyak jalan terbentang dalam hidup. Tentu saja thanks to internet yang membantuku menemukan dengan banyak peluang baru.
Dengan kemajuan teknologi dan internet di zaman now, aku bersyukur bisa berbagi informasi dengan lebih mudah. Misal, dengan menyelenggarakan Blogspedia Coaching, pelatihan blog untuk pemula.
Dalam prosesnya, aku menggunakan fasilitas Google Classroom, WAG dan YouTube channel. Namun fasilitas tersebut tentu saja tak akan bisa digunakan kalau nggak ada internet kan?
Aku juga beberapa kali diundang sebagai narasumber untuk sharing terkait blogging dan parenting, baik itu dalam bentuk kuliah Whatsapp, Instagram Live ataupun webinar. Beberapa waktu ke depan, insya Allah aku juga akan turut meramaikan beberapa agenda Siberkreasi terkait Literasi Digital. Nantikan ya, pals.
4. Bekerja
Meme “Maafkan aku yang dulu” sempat ramai beberapa tahun lalu, nampaknya cocok denganku. Aku dulu begitu merasa jadi yang paling teraniaya, paling menyedihkan hidupnya. Duh, nggak banget deh.Padahal setelah mau membuka diri dan membuka hati untuk menerima wawasan baru, ada banyak jalan terbentang dalam hidup. Tentu saja thanks to internet yang membantuku menemukan dengan banyak peluang baru.
Aku yang dulu pernah merasa rezekiku tertutup usai resign kerja kantoran, ternyata kini justru bisa merasakan penghasilan berlipat kali lebih banyak dibandingkan saat masih ngantor. Walau berkantor dari rumah saja, aku tetap bisa menghasilkan karya dengan menjadi penulis konten dan blogger.
Karena internet, aku bisa mengasah potensi diri yang dulu masih belum terlihat; menulis. Dulu aku menulis hanya untuk hobi pengisi waktu luang. Namun kini menulis telah menjadi pekerjaan yang kubanggakan.
Belanja online adalah salah satu aktivitas yang biasa kulakukan saat aku sedang tidak disibukkan dengan deadline. Nggak hanya lewat marketplace, aku biasa belanja online dengan menyimak status Whatsapp di kontakku.
Melarisi dagangan teman adalah salah satu hobiku. Membeli barang dari orang yang kukenal jauh lebih nyaman daripada beli di marketplace.
Karena internet, aku bisa mengasah potensi diri yang dulu masih belum terlihat; menulis. Dulu aku menulis hanya untuk hobi pengisi waktu luang. Namun kini menulis telah menjadi pekerjaan yang kubanggakan.
Bukankah menjalani hobi yang dibayar adalah pekerjaan paling menyenangkan?
5. Break Time
Sesekali aku juga butuh jeda. Lagi-lagi internet pun tetap ada dalam waktu jedaku. Sebagai seorang digital mommy, aku hampir tak pernah menyimpan uang tunai di dompet.Belanja online adalah salah satu aktivitas yang biasa kulakukan saat aku sedang tidak disibukkan dengan deadline. Nggak hanya lewat marketplace, aku biasa belanja online dengan menyimak status Whatsapp di kontakku.
Melarisi dagangan teman adalah salah satu hobiku. Membeli barang dari orang yang kukenal jauh lebih nyaman daripada beli di marketplace.
Meski banyak orang memilih metode COD (Cash on Delivery), hal tersebut tak berlaku untukku. Aku orang yang sangat cashless. Saking seringnya nggak punya uang tunai, ada teman yang suka dibayar secara cash, minta agar aku mempersiapkan uang tunai lebih dulu sebelum ia antar barangnya, wkwk.
Bahkan belanja sayuran pun kulakukan secara online. Yess, aku sudah terlalu menikmati penggunaan internet dalam keseharian.
Beruntung dengan semakin majunya teknologi dan internet, beragam aplikasi pun dibuat. Termasuk belanja sayuran online. Jadi emak-emak yang nggak suka ke pasar sepertiku sangat terbantu.
Tinggal pencet-pencet ponsel pintar, transfer via rekening yang ditentukan, dan tinggal tunggu sayuran diantar oleh kurir. Begitu nikmatnya hidup ya…
Butuh hiburan? Nggak perlu ke luar rumah. Mau nonton film dan drama Korea terbaru pun jadi lebih mudah. Lagi-lagi semua bisa karena koneksi internet.
Program 5B-ku sebagai seorang digital mommy memang sangat lekat dengan internet. Nah, ngomongin internetnya Indonesia, tentu saja tak ada yang lebih baik dari IndiHome. Cung, siapakah di antara temen-temen kongkow pengguna IndiHome?
Wow, banyak juga ya… toss dulu dong kita!
Pagi hari ke warnet untuk cari referensi penulisan artikel, malamnya aku ke warnet untuk artikel yang sudah kususun. Cukup ribet dan melelahkan deh tahun pertamaku sebagai content writer.
Hingga akhirnya pada 2013, Mas Doel - bosku saat itu, menawariku untuk berlangganan internet di rumah. Biaya pemasangan dan tagihan bulanan dibayari mas bos sebagai bentuk fasilitas karyawan. Asyik kan?
Bahkan belanja sayuran pun kulakukan secara online. Yess, aku sudah terlalu menikmati penggunaan internet dalam keseharian.
Beruntung dengan semakin majunya teknologi dan internet, beragam aplikasi pun dibuat. Termasuk belanja sayuran online. Jadi emak-emak yang nggak suka ke pasar sepertiku sangat terbantu.
Tinggal pencet-pencet ponsel pintar, transfer via rekening yang ditentukan, dan tinggal tunggu sayuran diantar oleh kurir. Begitu nikmatnya hidup ya…
Butuh hiburan? Nggak perlu ke luar rumah. Mau nonton film dan drama Korea terbaru pun jadi lebih mudah. Lagi-lagi semua bisa karena koneksi internet.
Program 5B-ku sebagai seorang digital mommy memang sangat lekat dengan internet. Nah, ngomongin internetnya Indonesia, tentu saja tak ada yang lebih baik dari IndiHome. Cung, siapakah di antara temen-temen kongkow pengguna IndiHome?
Wow, banyak juga ya… toss dulu dong kita!
Menjalankan Program 5B bareng Telkom Indonesia
Awalnya saat aku belum memasang wifi di rumah, aku berkawan baik dengan warnet. Saat awal bekerja sebagai penulis konten, aku masih harus bolak-balik warnet setiap dua kali dalam sehari.Pagi hari ke warnet untuk cari referensi penulisan artikel, malamnya aku ke warnet untuk artikel yang sudah kususun. Cukup ribet dan melelahkan deh tahun pertamaku sebagai content writer.
Hingga akhirnya pada 2013, Mas Doel - bosku saat itu, menawariku untuk berlangganan internet di rumah. Biaya pemasangan dan tagihan bulanan dibayari mas bos sebagai bentuk fasilitas karyawan. Asyik kan?
Aku ingat sekali, saat itu Telkom Indonesia memiliki produk bernama Speedy. Tagihan bulanannya pun murah, hanya Rp75.000/ bulan!
Kebetulan aku pasang pas masa promo HUT Republik Indonesia. Jadi dapat harga spesial gitu. Pada tahun 2015 atau 2016, aku lupa-lupa ingat sih, ada telepon pemberitahuan dari pihak Telkom Indonesia.
Diberitahukan bahwa saat itu sedang dikembangkan fiber optic high speed internet. Semua pelanggan lama yang menggunakan Speedy akan secara otomatis dialihkan ke layanan yang baru.
Dikarenakan ada penambahan kecepatan dan fitur-fitur baru, tentu saja tagihan akan berubah. Aku tak masalah dengan hal tersebut. Selama layanan yang diberikan tetap oke, why not kan?
Produk baru tersebut diberi nama Indonesia Digital Home atau yang biasa dikenal kemudian dengan IndiHome. Mantap jiwa lah masa-masa peralihan Speedy ke IndiHome, terutama di sisi kecepatan yang makin wuzz wuzz.
Kerja jadi lebih asyik, nonton drama Korea nggak pakai ngelag, dan pastinya aktivitas tanpa batas dong. Dua handphone dan dua laptop bisa konek ke internet secara bersamaan, tanpa pusing memikirkan kuota.
Saking nyamannya di rumah selalu bisa koneksi internet tanpa batas, aku suka kelupaan beli paket data buat ponselku. Akses internet dengan kuota yang biasa kugunakan tak secepat dan sestabil ketika menggunakan wifi di rumah.
That’s why aku suka senyum sendiri kalau ingat masa-masa awal resign, betapa tak bahagianya aku saat itu. Kini kalau disuruh ke luar rumah malah manyun, soalnya harus berpisah sama wifi kesayangan, hehe.
Kebetulan aku pasang pas masa promo HUT Republik Indonesia. Jadi dapat harga spesial gitu. Pada tahun 2015 atau 2016, aku lupa-lupa ingat sih, ada telepon pemberitahuan dari pihak Telkom Indonesia.
Diberitahukan bahwa saat itu sedang dikembangkan fiber optic high speed internet. Semua pelanggan lama yang menggunakan Speedy akan secara otomatis dialihkan ke layanan yang baru.
Dikarenakan ada penambahan kecepatan dan fitur-fitur baru, tentu saja tagihan akan berubah. Aku tak masalah dengan hal tersebut. Selama layanan yang diberikan tetap oke, why not kan?
Produk baru tersebut diberi nama Indonesia Digital Home atau yang biasa dikenal kemudian dengan IndiHome. Mantap jiwa lah masa-masa peralihan Speedy ke IndiHome, terutama di sisi kecepatan yang makin wuzz wuzz.
Kerja jadi lebih asyik, nonton drama Korea nggak pakai ngelag, dan pastinya aktivitas tanpa batas dong. Dua handphone dan dua laptop bisa konek ke internet secara bersamaan, tanpa pusing memikirkan kuota.
Saking nyamannya di rumah selalu bisa koneksi internet tanpa batas, aku suka kelupaan beli paket data buat ponselku. Akses internet dengan kuota yang biasa kugunakan tak secepat dan sestabil ketika menggunakan wifi di rumah.
That’s why aku suka senyum sendiri kalau ingat masa-masa awal resign, betapa tak bahagianya aku saat itu. Kini kalau disuruh ke luar rumah malah manyun, soalnya harus berpisah sama wifi kesayangan, hehe.
Btw, aku sempat tergiur dengan promo provider lain pada tahun 2017. Saat itu tagihan IndiHome memang mulai merangkak naik dikarenakan fasilitas yang diberikan juga bertambah sih.
Lalu datanglah provider baru yang sedang gencar promosi di pemukimanku. Harga yang ditawarkan sungguh menggiurkan. Dengan iming-iming ini dan itu, aku terpikat dong.
Akhirnya aku sempat meninggalkan IndiHome beberapa saat, dari 2017 ke 2018. Namun ternyata baru kusadari kalau kutak bisa jauh darimu….
Lah, malah nyanyi, wkwk.
Pada akhir 2018, aku memutuskan untuk balikan dengan IndiHome. Kalau ada iklan yang bunyinya, “Buat anak kok coba-coba,” maka aku juga bisa bikin slogan, “Buat internet kok coba-coba.”
Berikut ini tiga hal yang menjadi alasan kenapa aku memutuskan untuk menjalin hubungan lagi dengan IndiHome:
Ketika fiber optic high speed internet belum sampai ke Indonesia, Telkom Indonesia sudah punya yang namanya Telkomnet Instan yang kemudian disusul dengan Speedy. Sebagai provider plat merah, tentu saja soal jaringan nggak perlu diragukan lagi.
Sampai ke pelosok Indonesia, tentunya jaringan internet persembahan Telkom selalu yang terbaik. Terasa kalau lagi main ke gunung atau daerah yang jauh dari tengah kota, produk-produk dari Telkom pasti punya sinyal yang lebih baik.
Beberapa provider penyedia wifi bermunculan, tapi coverage area biasanya hanya di tengah kota. Di perbatasan ataupun wilayah yang agak jauh dari tengah kota seperti pemukimanku, provider lain baru masuk 1-2 tahun terakhir.
Lalu datanglah provider baru yang sedang gencar promosi di pemukimanku. Harga yang ditawarkan sungguh menggiurkan. Dengan iming-iming ini dan itu, aku terpikat dong.
Akhirnya aku sempat meninggalkan IndiHome beberapa saat, dari 2017 ke 2018. Namun ternyata baru kusadari kalau kutak bisa jauh darimu….
Lah, malah nyanyi, wkwk.
Pada akhir 2018, aku memutuskan untuk balikan dengan IndiHome. Kalau ada iklan yang bunyinya, “Buat anak kok coba-coba,” maka aku juga bisa bikin slogan, “Buat internet kok coba-coba.”
Berikut ini tiga hal yang menjadi alasan kenapa aku memutuskan untuk menjalin hubungan lagi dengan IndiHome:
1. Jaringan Tersedia di Seluruh Indonesia
Salah satu keuntungan tinggal di ibu kota Jawa Tengah, pilihan provider untuk jaringan internet sangat beragam. Walau begitu, tak bisa dipungkiri, jauh sebelum ada provider-provider baru bermunculan, Telkom Indonesia selalu yang terdepan.Ketika fiber optic high speed internet belum sampai ke Indonesia, Telkom Indonesia sudah punya yang namanya Telkomnet Instan yang kemudian disusul dengan Speedy. Sebagai provider plat merah, tentu saja soal jaringan nggak perlu diragukan lagi.
Sampai ke pelosok Indonesia, tentunya jaringan internet persembahan Telkom selalu yang terbaik. Terasa kalau lagi main ke gunung atau daerah yang jauh dari tengah kota, produk-produk dari Telkom pasti punya sinyal yang lebih baik.
Beberapa provider penyedia wifi bermunculan, tapi coverage area biasanya hanya di tengah kota. Di perbatasan ataupun wilayah yang agak jauh dari tengah kota seperti pemukimanku, provider lain baru masuk 1-2 tahun terakhir.
Sebelumnya tentu saja Telkom Indonesia jadi satu-satunya penyedia wifi. Meski kini bermunculan provider lain, dan sepanjang pengalamanku mencoba pakai salah satu provider lain, kecepatan dan kestabilan koneksi dari IndiHome tetap lebih oke.
Pengalaman Telkom Indonesia menghadirkan koneksi internet di rumah-rumah masyarakat memang nggak perlu diragukan lagi kan? Dari Telkomnet Instan yang hanya bisa memberikan kecepatan maksimal 64 kbps, lalu berkembang menjadi Speedy dengan kecepatan maksimal di awal sampai 1000 kbps alias 1 mbps.
Telkom terus berinovasi hingga Speedy bisa mencapai kecepatan maksimal 5 mbps. Hingga kemudian berkembang Internet on fiber yang kini dikenal sebagai IndiHome. Nggak tanggung-tanggung, pengguna layanan fiber optic high speed internet ini bisa memilih layanan dengan kecepatan maksimal 300 mbps!
Secara garis besar, ada tiga paket yang ditawarkan IndiHome;
Kecepatan yang bisa dipilih pun bervariasi, tentukan saja mana yang paling sesuai dengan kebutuhan keluarga. Kecepatan ini berbanding lurus dengan jumlah perangkat di rumah yang ingin terkoneksi dengan internet.
Kalau di rumah temen kongkow, ada 3-5 perangkat yang ingin terhubung dengan internet, ambil paket dengan kecepatan up to 20 mbps sudah cukup memadai lah. Namun jika perangkat di rumah 5-7 buah, ambil paket dengan kecepatan up to 30 mbps.
Kalau jumlah perangkatnya lebih banyak lagi, misal 10-12 gitu? Cuzz bisa ambil paket dengan kecepatan up to 50 mbps. Mantap kan?
Sebagai pengguna sejak masih Speedy, aku merasa terbantu dengan layanan yang diberikan. Telkom Care hadir dalam banyak media, lewat sambungan telepon sampai media sosial sampai Twitter.
Pengalaman Telkom Indonesia menghadirkan koneksi internet di rumah-rumah masyarakat memang nggak perlu diragukan lagi kan? Dari Telkomnet Instan yang hanya bisa memberikan kecepatan maksimal 64 kbps, lalu berkembang menjadi Speedy dengan kecepatan maksimal di awal sampai 1000 kbps alias 1 mbps.
Telkom terus berinovasi hingga Speedy bisa mencapai kecepatan maksimal 5 mbps. Hingga kemudian berkembang Internet on fiber yang kini dikenal sebagai IndiHome. Nggak tanggung-tanggung, pengguna layanan fiber optic high speed internet ini bisa memilih layanan dengan kecepatan maksimal 300 mbps!
2. Pilihan Paket Beragam
IndiHome hadir untuk memenuhi kebutuhan internet keluarga Indonesia. Menyadari bahwa setiap kebutuhan keluarga pasti berbeda, Telkom Indonesia menyediakan beragam paket. Kita tinggal pilih saja mana paket yang paling cocok untuk kebutuhan keluarga.Secara garis besar, ada tiga paket yang ditawarkan IndiHome;
- 1P - internet only
- 2P - internet dan telepon, atau internet dan TV
- 3P - internet, telepon dan TV
Selain tiga paket utama tersebut, IndiHome juga menyediakan paket gamer, add on/ fitur tambahan dan promo yang tak kalah menarik. Contohnya, buat penggemar film sepertiku, IndiHome menyediakan promo bundling dengan Netflix. Ada pula paket Disney dan Hotstar.
Kecepatan yang bisa dipilih pun bervariasi, tentukan saja mana yang paling sesuai dengan kebutuhan keluarga. Kecepatan ini berbanding lurus dengan jumlah perangkat di rumah yang ingin terkoneksi dengan internet.
Kalau di rumah temen kongkow, ada 3-5 perangkat yang ingin terhubung dengan internet, ambil paket dengan kecepatan up to 20 mbps sudah cukup memadai lah. Namun jika perangkat di rumah 5-7 buah, ambil paket dengan kecepatan up to 30 mbps.
Kalau jumlah perangkatnya lebih banyak lagi, misal 10-12 gitu? Cuzz bisa ambil paket dengan kecepatan up to 50 mbps. Mantap kan?
3. Pelayanan Terbaik
Nah, ini yang perlu digarisbawahi terus di-bold dengan warna merah. Alias penting banget. Masalah pelayanan, Telkom Indonesia tiada duanya.Sebagai pengguna sejak masih Speedy, aku merasa terbantu dengan layanan yang diberikan. Telkom Care hadir dalam banyak media, lewat sambungan telepon sampai media sosial sampai Twitter.
Saat koneksi internetku terputus, aku biasa menghubungi Telkom Care via Twitter. Responnya cukup cepat dan dibantu sampai tuntas.
Jika masalah belum teratasi, customer service-nya Telkom Indonesia akan bergegas mengirimkan teknisi ke rumah. Nggak perlu nunggu beberapa hari, teknisi biasanya akan segera datang mengecek masalah yang terjadi dan membantu agar internet nyambung lagi.
Sejak ada aplikasi myIndiHome makin enak lagi. Ngecek tagihan, melaporkan gangguan, cari tahu info pemakaian sampai ingin menambah fitur add on jadi lebih mudah. Nggak perlu datang ke Plaza Telkom, bisa langsung cuzz lewat myIndiHome.
Selain itu ada pula yang namanya wifi.id. Yang sudah punya user myIndiHome, bisa akses wifi.id juga. Jadi orang-orang sepertiku yang terlalu enjoy fasilitas wifi di rumah sampai suka kelupaan beli paket data, nggak perlu meringis di tempat publik yang support wifi.id.
Jika masalah belum teratasi, customer service-nya Telkom Indonesia akan bergegas mengirimkan teknisi ke rumah. Nggak perlu nunggu beberapa hari, teknisi biasanya akan segera datang mengecek masalah yang terjadi dan membantu agar internet nyambung lagi.
Sejak ada aplikasi myIndiHome makin enak lagi. Ngecek tagihan, melaporkan gangguan, cari tahu info pemakaian sampai ingin menambah fitur add on jadi lebih mudah. Nggak perlu datang ke Plaza Telkom, bisa langsung cuzz lewat myIndiHome.
Selain itu ada pula yang namanya wifi.id. Yang sudah punya user myIndiHome, bisa akses wifi.id juga. Jadi orang-orang sepertiku yang terlalu enjoy fasilitas wifi di rumah sampai suka kelupaan beli paket data, nggak perlu meringis di tempat publik yang support wifi.id.
Begitulah, pals, ceritaku mengatasi overthinking dan insecurity issues hingga akhirnya bisa mencapai versi terbaik diri berkat memanfaatkan teknologi dan internet. Dari seorang perempuan yang sempat nggak pede jadi ibu rumah tangga, kini aku sudah bertransformasi menjadi digital mommy yang menolak gaptek.
Referensi:
Versi terbaik diriku adalah saat aku mampu menerima apa yang kujalani, dan memaksimalkan apa yang kumiliki. Dengan memanfaatkan teknologi dan internet, aku bisa berbagi, berkarya dan tetap berprestasi walau hanya dari rumah.Tentu saja thanks to IndiHome, internetnya Indonesia, yang sudah menjadi temanku bertumbuh, belajar dan bekerja sejak zaman Speedy. Nah, kalau sohib kongkow, punya cerita apa nih terkait manfaat internet dalam kehidupan kalian, pals?***
- https://indihome.co.id/about-indihome
- https://indihome.co.id/paket/daftar
- https://id.wikipedia.org/wiki/Speedy_(Telkom)
- https://id.wikipedia.org/wiki/IndiHome
Sekarang udah zamannya upgrade diri, toh di era digital informasi semakin mudah didapatkan hemm kalau kita ga mengikuti bakalan ketinggalan. Tentunya, kita harus mulai berubah menjadi versi terbaik diri kita kayak motto orang setelah putus dengan pacarnya. Hehe, terima kasih sharingnya!
ReplyDeleteMemanfaatkan teknolgi internet untuk naik kelas perlu diapresiasi mbak. Sekarang hasilnya lebiht erasa ya :) semangat trus dan tetap menjadi lebih baik dari versi sekarang
ReplyDeleteterima kasih sudah selalu berbagi, inspiring banget. Jadi makin cinta
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteVeryy well-written. I am really thankful for sharing your quality words with us.
ReplyDeleteBut wanna comment that you have a very decent web site, I love the layout it really stands out.
ReplyDeleteI like the efforts you have put in this, thanks for all the great posts.
ReplyDeleteArtikel ini sangat inspiratif! Penulisnya berhasil memberikan motivasi untuk terus berusaha menjadi versi terbaik diri sendiri. Pesannya positif dan mudah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
ReplyDeleteAlhamdulillah so far so good sih layanannya bagus, yang penting jangan sampai lupa bayar tagihan bulanannya aja sebelum jatuh tempo.
ReplyDelete