Buku 60 Hadits Shahih tentang Hak Perempuan dalam Islam besutan Faqihuddin Abdul Kodir telah kuterima sejak bulan Maret 2021 lalu, namun aku baru selesai membacanya semalam. Berbeda ketika membaca buku-buku bergenre novel yang bisa habis sekali duduk. Membaca buku jenis ini buatku butuh konsentrasi yang tinggi.
Bukan sekadar alasan jika kubilang butuh waktu panjang untuk memahami dan menelaah baik-baik isi buku ini. Tema yang diangkat buku ini nggak main-main; soal hak perempuan dalam Islam! Menarik. Selama ini aku lebih sering disodorkan buku-buku terkait kewajiban perempuan, membaca buku yang memuat tentang hak-hak perempuan jelas seperti menemukan oase di tengah gurun pasir.
Islam, Patriarki dan Kanca Wingking
Selama ini ketika membicarakan hadits tentang perempuan, hadits seperti apa sih yang paling sering kalian dengar? Apakah hadits yang menyatakan perempuan adalah sumber fitnah, perempuan adalah penghuni neraka terbanyak, perempuan adalah sosok yang kurang akal, kurang iman dan hadits-hadits lain yang dicap terlampau memojokkan perempuan sebagai sosok individu?Meski sebenarnya kalau kita bertemu dengan ahlinya, dan meminta dijelaskan terkait makna tafsir dari hadits-hadits di atas mungkin tidak seseram kedengarannya. Namun sayang, banyak yang menggunakan hadits-hadits populer itu secara kurang tepat sehingga menjustifikasi perempuan sebagai ‘warga kelas dua’.
Karena kurangnya pemahaman yang holistik terhadap Al Quran dan Hadits, tak sedikit yang menganggap Islam adalah agama patriarki. Apakah benar demikian?Aku sendiri sampai di pertengahan usia kepala 3, alhamdulillah tidak pernah hidup dalam pusaran patriarki. Kalaupun ada relasi di mana laki-laki terlihat memiliki kuasa yang lebih atas perempuan, menurutku masih dalam batas normal dan sesuai dengan apa yang kupahami.
Aku tak pernah masalah jika harus izin dulu kepada suami saat harus pergi atau hendak melakukan sesuatu. Buatku meminta izin kepada suami bukanlah hal yang rendah ataupun pengekangan atas diriku.
Aku menghargainya sebagai bentuk kasih sayang dan penghormatan. Bahwasanya suamiku telah mengambil tanggungjawab ayahku untuk mendidik, membina dan mengarahkanku sampai nanti di akhir kehidupan. Tentu adalah haknya untuk mengetahui aku ada di mana, dengan siapa, dan lagi apa. Kok kaya lagu ya, wkwk.
Makanya aku agak heran kalau ada yang mempermasalahkan tentang ‘izin ke suami’ sebagai sesuatu yang besar dan njlimet. Seakan-akan kebebasannya direnggut habis-habisan. Atau bisa jadi aku memang tidak berdiri di atas sepatu mereka yang susah mendapatkan izin suami untuk berkarya dan berekspresi. Toh, nyatanya memang ada yang demikian ya?
Istrinya ditekan sedemikian rupa, dilarang ikut kegiatan ini dan itu. Hanya boleh beraktivitas di dalam rumah. Bahkan bertemu dengan keluarga sendiri pun dibuat susah. Namun di rumah pun tidak pernah diperlakukan dengan baik. Boro-boro diajak ngobrol dari hati-hati. Banyak yang diperlakukan seakan-akan istri hanya benda yang bisa dipakai kapanpun suami mau.
Hmm, baiklah.. kalau kondisinya seperti itu. Aku bisa memahami mengapa banyak kemudian yang lepas dari jerat suami/ bapak nggak bener macam ini lalu memilih menjadi feminis.
Islam datang untuk meluruskan kejahilan alias kebodohan. Pada masa itu di Arab dan wilayah lainnya, perempuan dianggap sebagai sosok rendahan. Bahkan bisa jadi kedudukannya nggak jauh beda dengan budak sahaya.
Setiap ibu yang melahirkan bayi perempuan akan mendapatkan muka masam dari keluarganya. Seolah-olah melahirkan makhluk yang hina. Namun jika ibu melahirkan bayi laki-laki, wah langsung deh dipuja-puji selangit.
Anak perempuan juga tidak diberi pendidikan yang layak. Dianggap nantinya hanya mengurusi rumah tangga, buat apa sekolah tinggi-tinggi. Bahkan untuk memilih pasangan hidupnya sendiri pun tak memungkinkan.
Sounds familiar?
Ya, sepertinya bukan hanya di Arab saja kan? Bahkan di Jawa dulu kala pun hal-hal semacam itu acapkali terjadi. Ingat kisah Kartini dan perjuangannya agar perempuan bisa merasakan pendidikan yang sama dengan kaum pria? Ia pun mau tak mau harus dinikahkan dengan laki-laki pilihan ayahnya.
Di Jawa, istri sering disebut dengan ‘kanca wingking’. Atau kalau dialihbahasakan ke Indonesia, artinya teman yang membantu urusan belakang/ rumah tangga/ domestik. Padahal tanpa perempuan, bisa apa laki-laki? Bisa hamil anaknya sendiri? Hehe. Baru juga menemani anaknya sekolah daring sehari, kepalanya udah puyeng.
Jadi sebenarnya yang patriarki itu Islam atau budaya yang ada jauh sebelum Islam hadir? Jawaban atas pertanyaan tersebut dijawab dengan cukup baik dalam buku 60 Hadits Shahih tentang Hak-hak Perempuan dalam Islam. Cocok banget dibaca buat teman-teman kongkow yang selama ini memiliki banyak mispersepsi tentang Islam dalam memandang perempuan. Yuk, kita tengok lebih lanjut!
Review Buku 60 Hadits Shahih tentang Hak Perempuan
Judul Buku: 60 Hadits Shahih tentang Hak-hak Perempuan dalam Islam Dilengkapi Penafsirannya
Penulis: Faqihuddin Abdul Kadir
Editor: Rusdianto
Tata Isi: Bayu S
Pracetak: Antini, Dwi, Wardi
Cetakan: Pertama, April 2019
Penerbit: Diva Press Yogyakarta
Halaman: 276
Dimensi: 14x20cm
ISBN: 978-602-391-719-8
Jika teman-teman kongkow telah akrab dengan Hadits Arbain Nawawi yang berisikan kumpulan 40 hadits shahih terkait kehidupan umat manusia secara umum. Maka buku 60 Hadits Shahih besutan Faqihuddin ini tak jauh berbeda dalam penyusunannya. Hanya saja fokus dari hadits yang dikumpulkan di buku ini bertemakan tentang hak-hak perempuan dalam Islam.
Buku bersampul abu terang dengan hiasan berwarna di kanan atas ini merupakan hadiah pemberian komunitas Ibuku Content Creator (ICC) dan mubadalah.id karena aku berhasil menyelesaikan tantangan One Day One Post selama 30 hari di bulan Januari 2021. Salah satu postinganku juga terpilih sebagai tulisan terbaik pada hari ke-10.
Menyambung positivity dari kegiatan ODOP, pada bulan ramadhan lalu, ICC mengadakan kegiatan yang cukup berhubungan dengan isi dari buku 60 Hadits Shahih tentang Hak Perempuan ini yaitu kajian Sunnah Monogami.
Kebetulan hal tersebut juga menjadi salah satu bahasan dari 15 tema yang diangkat di buku tersebut. Memang apa aja sih tema yang bisa kita temukan di buku ini?
Seperti yang pernah kutuangkan dalam salah satu artikelku tentang rumah tangga yang sedang goncang. Di situ kutuliskan bahwa rumah tangga adalah kolaborasi, harus adanya konsep saling di dalamnya. Saling mendukung dan belajar bareng.
Ingin punya istri taat? Maka suami harus mau bertumbuh menjadi qowammah yang sebenar-benarnya. Bukan hanya yang bisanya mendisiplinkan istri dengan kekerasan. Begitu juga sebaliknya, jika kita ingin punya suami yang qowammah, ya jadilah istri yang taat. Bukan hanya disibukkan dengan menuntut hak, sementara kewajibannya kocar-kacir.
Di antara 60 hadits yang dibahas di buku ini, salah satu yang menarik yaitu;
Ternyata nih Rasulullah SAW pernah memberikan nasihat pada salah seorang sahabat untuk tidak menyakiti istrinya seburuk apapun perilakunya. Justru Rasulullah SAW malah mengingatkan sang suami untuk menjalankan perannya sebagai qowammah. Bukan sekadar imam keluarga, tapi juga pendidik untuk anak istrinya.
Saat sang istri memiliki keburukan, maka tugas suami untuk menasehati dan membinanya agar berperilaku lebih baik. Tentu saja proses membina dan mendidik ini butuh kesabaran dan waktu yang tidak instan.
Jika dirasa sang suami tidak mampu menjalankan perannya untuk membina, menasehati dan mendidik istrinya, Rasulullah SAW lebih menyarankan untuk berpisah daripada melakukan tindakan yang bisa melahirkan siklus kekerasan. Keengganan suami untuk melakukan pembinaan terhadap istri bisa menjadi salah satu tanda harus bercerai.
Pernikahan sebagaimana dituangkan dalam berbagai ayat Al Quran ditujukan untuk menumbuhkan kasih sayang dan mewujudkan ketenangan dalam keluarga, terutama antara suami dan istri. Karena itu, Al Quran mengibaratkan suami sebagai pakaian istri dan istri adalah pakaian bagi suami.
Prinsip-prinsip tersebut dimaksudkan agar setiap suami istri untuk menjauhi segala tindak kekerasan kepada pasangannya. Mereka harus saling berkomitmen untuk mendatangkan hanya kebaikan dan keindahan semata.
Apabila dalam sebuah rumah tangga ada yang berani melakukan kekerasan, dan bahkan menjadikannya sebagai kebiasaan, maka sudah jelas tidak ada lagi penghormatan dan kasih sayang di antara keduanya. Jika saling menyayangi, tak mungkin kan menyakiti?
Hadits ini sepertinya menjadi jawaban bagi para lelaki yang sering bersembunyi di balik topeng mendisiplinkan. Rasulullah SAW tak pernah lo menyarankan dan mencontohkan kekerasan dalam rumah tangga. Terus kalau kita sukanya melakukan kekerasan, siapa sebenarnya yang kita jadikan teladan?
Itu hanyalah salah satu hadits dalam buku yang ditulis oleh Pak Faqihuddin. Masih ada 59 hadits lain yang akan membuka mata kita lebih lebar. Buku ini wajib dibaca oleh muslim dan muslimah agar lebih bisa memahami relasi yang benar antara perempuan dan lelaki di dalam Islam.
Kebetulan hal tersebut juga menjadi salah satu bahasan dari 15 tema yang diangkat di buku tersebut. Memang apa aja sih tema yang bisa kita temukan di buku ini?
- Bagian 1: Prinsip-prinsip Relasi Laki-laki dan Perempuan
- Bagian 2: Pengakuan atas Hak-hak Perempuan
- Bagian 3: Memuliakan dan Menghormati Perempuan
- Bagian 4: Perempuan dan Kedekatan dengan Tuhan
- Bagian 5: Perempuan dan Tuntutan Haknya
- Bagian 6: Protes Perempuan Terhadap Kekerasan
- Bagian 7: Larangan Memukul Perempuan
- Bagian 8: Teladan Nabi Muhammad SAW tanpa Kekerasan
- Bagian 9: Musyawarah untuk Kebaikan
- Bagian 10: Hak Perempuan atas Dirinya
- Bagian 11: Keterlibatan Perempuan dalam Ibadah Jamaah
- Bagian 12: Keterlibatan Perempuan dalam Bela Negara
- Bagian 13: Perempuan, Kerja, Infak dan Nafkah
- Bagian 14: Relasi Kesalingan Suami-Istri
- Bagian 15: Mu’asyarah bil Ma’ruf
Seperti yang pernah kutuangkan dalam salah satu artikelku tentang rumah tangga yang sedang goncang. Di situ kutuliskan bahwa rumah tangga adalah kolaborasi, harus adanya konsep saling di dalamnya. Saling mendukung dan belajar bareng.
Ingin punya istri taat? Maka suami harus mau bertumbuh menjadi qowammah yang sebenar-benarnya. Bukan hanya yang bisanya mendisiplinkan istri dengan kekerasan. Begitu juga sebaliknya, jika kita ingin punya suami yang qowammah, ya jadilah istri yang taat. Bukan hanya disibukkan dengan menuntut hak, sementara kewajibannya kocar-kacir.
Di antara 60 hadits yang dibahas di buku ini, salah satu yang menarik yaitu;
Laqith bin Shabrah Ra, berkata, “Aku pernah datang sebagai utusan Bani Muntafiq berkunjung kepada Rasulullah SAW. Saat itu, aku bertanya, “Wahai Rasululllah, istriku lidahnya sangat kasar dan menyakitkan.” Rasulullah SAW menjawab, “Ya, ceraikan saja.” Aku berkata lagi, “Wahai Rasulullah, aku masih mencintainya, dan ia juga memberiku anak.” Beliau menjawab, “Kalau begitu, nasihatilah ia. Kalau ia baik, pasti akan berubah. Tetapi, janganlah memukulnya sebagaimana kamu memukul hamba sahayamu.” (Sunan Abu Dawud) - 60 Hadits Shahih tentang Hak Perempuan, hal. 134.Hadits ini mencuri perhatianku, karena saat ini aku bersama keempat teman sedang mempersiapkan proyek Ruang Bicara. Yaitu sebuah wadah yang bertujuan untuk mengedukasi terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Ternyata nih Rasulullah SAW pernah memberikan nasihat pada salah seorang sahabat untuk tidak menyakiti istrinya seburuk apapun perilakunya. Justru Rasulullah SAW malah mengingatkan sang suami untuk menjalankan perannya sebagai qowammah. Bukan sekadar imam keluarga, tapi juga pendidik untuk anak istrinya.
Saat sang istri memiliki keburukan, maka tugas suami untuk menasehati dan membinanya agar berperilaku lebih baik. Tentu saja proses membina dan mendidik ini butuh kesabaran dan waktu yang tidak instan.
Jika dirasa sang suami tidak mampu menjalankan perannya untuk membina, menasehati dan mendidik istrinya, Rasulullah SAW lebih menyarankan untuk berpisah daripada melakukan tindakan yang bisa melahirkan siklus kekerasan. Keengganan suami untuk melakukan pembinaan terhadap istri bisa menjadi salah satu tanda harus bercerai.
Pernikahan sebagaimana dituangkan dalam berbagai ayat Al Quran ditujukan untuk menumbuhkan kasih sayang dan mewujudkan ketenangan dalam keluarga, terutama antara suami dan istri. Karena itu, Al Quran mengibaratkan suami sebagai pakaian istri dan istri adalah pakaian bagi suami.
Prinsip-prinsip tersebut dimaksudkan agar setiap suami istri untuk menjauhi segala tindak kekerasan kepada pasangannya. Mereka harus saling berkomitmen untuk mendatangkan hanya kebaikan dan keindahan semata.
Apabila dalam sebuah rumah tangga ada yang berani melakukan kekerasan, dan bahkan menjadikannya sebagai kebiasaan, maka sudah jelas tidak ada lagi penghormatan dan kasih sayang di antara keduanya. Jika saling menyayangi, tak mungkin kan menyakiti?
Hadits ini sepertinya menjadi jawaban bagi para lelaki yang sering bersembunyi di balik topeng mendisiplinkan. Rasulullah SAW tak pernah lo menyarankan dan mencontohkan kekerasan dalam rumah tangga. Terus kalau kita sukanya melakukan kekerasan, siapa sebenarnya yang kita jadikan teladan?
Itu hanyalah salah satu hadits dalam buku yang ditulis oleh Pak Faqihuddin. Masih ada 59 hadits lain yang akan membuka mata kita lebih lebar. Buku ini wajib dibaca oleh muslim dan muslimah agar lebih bisa memahami relasi yang benar antara perempuan dan lelaki di dalam Islam.
Buku ini disusun dengan cukup apik. Meski aku butuh berbulan-bulan untuk membaca buku ini, bahasa yang digunakan sebenarnya mudah dipahami kok. Hanya aku saja yang sering terdistraksi hingga butuh waktu lama untuk menyelesaikannya.
Layout buku ini juga sangat ciamik. Di bagian-bagian penting yang ingin ditonjolkan oleh penulis, ada desain-desain tertentu yang membuat pembaca jauh lebih cepat menangkap maksud dari si penulis. Penggunaan beberapa font yang berbeda untuk menegaskan hal-hal yang penting juga sangat apik.
Menamatkan buku ini membuatku semakin merasa bangga terlahir sebagai seorang perempuan muslimah. Sejak isu feminis liberal semakin hangat bergulir dan sering menyudutkan Islam sebagai agama patriarki, aku sering mengelus dada. Karena yang aku yakini, agamaku adalah rahmatan lil alamin. Agama yang akan memayungi semua orang di dunia, tanpa melihat ras, warna kulit, keyakinan ataupun jenis kelamin.
Kalaupun ada orang muslim yang patriarki, bukan Islamnya yang salah. Tapi mungkin cara pemahamannya tentang agama ini yang perlu diluruskan. Nah, buat kalian yang selama ini mungkin masih merasa ada hal-hal yang kurang sreg di hati, atau banyak pertanyaan dan kebingungan terkait tentang posisi perempuan dalam Islam, cuzz lah beli dan baca sendiri buku ini.
Buku 60 Hadits Shahih tentang Hak Perempuan dalam Islam bisa kalian dapatkan di Instagram @joganmubadalah seharga Rp65.000 saja. Terjangkau kan? Happy reading dan ditunggu ulasannya versi kalian, pals.
Layout buku ini juga sangat ciamik. Di bagian-bagian penting yang ingin ditonjolkan oleh penulis, ada desain-desain tertentu yang membuat pembaca jauh lebih cepat menangkap maksud dari si penulis. Penggunaan beberapa font yang berbeda untuk menegaskan hal-hal yang penting juga sangat apik.
Menamatkan buku ini membuatku semakin merasa bangga terlahir sebagai seorang perempuan muslimah. Sejak isu feminis liberal semakin hangat bergulir dan sering menyudutkan Islam sebagai agama patriarki, aku sering mengelus dada. Karena yang aku yakini, agamaku adalah rahmatan lil alamin. Agama yang akan memayungi semua orang di dunia, tanpa melihat ras, warna kulit, keyakinan ataupun jenis kelamin.
Kalaupun ada orang muslim yang patriarki, bukan Islamnya yang salah. Tapi mungkin cara pemahamannya tentang agama ini yang perlu diluruskan. Nah, buat kalian yang selama ini mungkin masih merasa ada hal-hal yang kurang sreg di hati, atau banyak pertanyaan dan kebingungan terkait tentang posisi perempuan dalam Islam, cuzz lah beli dan baca sendiri buku ini.
Buku 60 Hadits Shahih tentang Hak Perempuan dalam Islam bisa kalian dapatkan di Instagram @joganmubadalah seharga Rp65.000 saja. Terjangkau kan? Happy reading dan ditunggu ulasannya versi kalian, pals.
Saya termasuk yang bertemu dengan keluarga sendiri pun dibuat susah, Mbak. Dulu saya bekerja bisa pulang sambil mampir. Sekarang sudah tidak kerja jadi ga bisa silaturahmi langsung dengan keluarga sendiri. Padahal saya masih ada ibu
ReplyDeleteKalau saya maksa, ya jadilah masalah
Kebanyakan hadits tentang perempuan atau kesetaraan gender emang begitu ya mba, agak merugikan perempuan. Padahal tafsirnya tidak lah demikian. Mungkin karena budaya patriaki juga yang udah mendarah daging dalam kebudayaan kita. Share tentang hadits perempuan ini penting sekali untuk membuka mata terhadap hak hak perempuan
ReplyDeleteHak-hak perempuan dlm kehidupan memang sangat menarik utk diketahui, banyak sekali hak-hak perempuan belum terpenuhi atau bahkan memberikan batasan gerak pada perempuan, bahkan dlm gerak perempuan biasa dibenturkan oleh hadist, sehingga dari sini tercipta skat-skat gerak atau batasan pada perempuan. Tapi banyak perlu kita ketahui, hari ini banyak hadits-hadist dimunculkan dan masih perlu dikaji otentik kebenarannya.
ReplyDeletesemakin banyak ya hadits yang dipakai untuk menyudutkan perempuan, padahal kalau dikaji, artinya gak se harfiah itu. yang sedih tu kalau sesama perempuan justru merendahkan perempuan lain dengan berbagai dalih. trimakasih sharingnya mbak. jadi tambah melek tentang hadist perempuan
ReplyDeleteIslam sudah mengatur sedemikian rupa tentang hak-hak perempuan. Islam datang justru untuk meningkatkan derajat perempuan yang di zaman jahiliyah tidak ada harganya. Penyataan bahwa hak-hak perempuan di batasi dalam islam, justru adalah pendapat yang tidak berdasar sama sekali.
ReplyDeleteislam mengatur sedemikian rupa hak dan kewajiban.
ReplyDeletesayangnya banyak oknum yang meleglkan perbuatannya atas nama agama. sedih sekli rasanya. inilah pentingnya literasi ditanamkan sejak dini biar banyak baca dan banyak tahu,
bukunya edukatif buat memahami sisi perempun scra komprehensif
btw, semoga sukses ruang bicaranya ya mbak..
ReplyDeleteLengkap banget ulasannya ini mbaaa... Dan selamat atas ruang bicaranya.. semoga semakin sukses ya mbaa.. heheheh
ReplyDeletesuka banget sama buku ini juga, jadi punya pandangan sisi lain buat perempuan ya :) bersyukur dapat perhatian istimewa perempuan itu
ReplyDeleteNggak ada habisnya sih kalo ngomongin tentang hak-hak perempuan, karena masih sering dinomorduakan, bahkan diabaikan, padahal udah jelas ya dalam Islam, bahwa perempuan itu setara dengan laki-laki. Ya harus ada kesalingan dong.
ReplyDeleteBuku ini sepertinya cukup detail membahas peremouan dalam Islam. Penasaran
ReplyDeleteLengkap sekali isi bukun 60 hadits dan ulasannya, menurut saya cukup miris sih tentang sitgma negatif terhadap pandangan seorang perempuan. Tetapi bersyukur lah punya kelebihan istimewa masing-masing yang dimiliki oleh seorang perempuan.
ReplyDeleteSemoga kita menjadi sadar tentang pandangan perempuan yang tidak seharusnya negatif seperti orang-orang lain pikirkan.
Aku sampai sekarang masih merasa bukan wanita baik baik, dalam artian belum bisa menjadi istri atau ibu yang baik. Untung suami masih mau membimbingku mbak. Bagus banget sepertinya buku ini
ReplyDeleteMbaa marita keren ulasannya, aku bacanya jadi merasa punya sudut pandang baru soal hadist2 populer tentang perempuan ini
ReplyDeleteAllhamdulilah ini buku penuh dengan ilmu yang membuat jadi lebih mawas diri ya Bun. Hubungan suami istri juga nih ya. Aku juga masih yang minta izin suami seringnya
ReplyDeleteIni salah satu buku yang wajib dimiliki. Kucatat aja dulu judulnya. Paling suka kalau ada review begini agar yakin beli bukunya.
ReplyDelete