Kadang aku merasa aneh ketika ada teman yang belum menikah justru bertanya bagaimana cara atasi kejenuhan dalam pernikahan. Manusia memang ada kalanya suka overthinking dengan hal-hal yang belum dijalaninya ya. Pada akhirnya ketika overthinking itu kebablasan, lahirlah banyak ketakutan demi ketakutan yang tidak pada tempatnya.
Kalau diingat-ingat, aku rada nekat juga saat memutuskan menikah. Entah itu dari segi finansial ataupun mental. Benar-benar nggak selayaknya ditiru, hehe. Aku tak menyadari ada ‘ransel luka’ yang kubawa, perlahan menumpuk dan meledak justru setelah menikah. Tanpa kupahami di awal bahwa hal ini bisa sangat membahayakan pernikahanku.
Jadi kupikir, ada baiknya juga bersiap mencari tahu cara atasi jenuh yang hadir dalam pernikahan jauh sebelum memutuskan menikah. At least, punya ilmunya dulu, tapi juga jangan sampai menjadikan hal tersebut ketakutan-ketakutan baru.
Tahun ini pernikahanku dengan suami memasuki tahun ketiga belas. Alhamdulillah. Kalau diukur pakai usia manusia, maka umur-umur segini biasanya anak masih duduk di akhir SD atau di awal SMP. Masih labil-labilnya. Bagaimana dengan pernikahan? Sudah ajeg atau malah semakin gonjang-ganjing? Dan pernahkah aku merasa jenuh selama hampir 13 tahun menikah dan 17 tahun saling mengenal?
Maaf, Kujenuh Padamu
Bohong kalau aku bilang nggak pernah mengalami jenuh dalam pernikahan. Masalahnya menikah berbeda dengan pacaran. Saat kita jenuh menjalani hubungan pacaran, kita bisa bebas nggak ketemu dulu sehari dua hari, cari kesibukan lain hingga akhirnya muncul rasa kangen sama mas pacar.Namun saat sudah menikah, nggak segampang itu, pals. Bisa saja sih kalau punya orangtua yang rumahnya dekat, melipir sejenak ke rumah orangtua, seperti ibuku dulu melakukannya saat sedang ingin berjarak dengan bapak, wkwk.
Hal yang sama juga kulakukan di awal-awal pernikahan, masih bisa tuh melipir sejenak ke rumah ibu, meski nggak curhat juga tentang perasaan yang sedang dialami. Setidaknya bertemu ibu bisa membuat suasana hati membaik. Namun sejujurnya itu tidak mengatasi apapun, lebih ke ‘pengalihan isu.’ Jenuhnya tetap ada, dan kalau tidak ditangani, bisa menyulut keretakan yang lebih besar.
Mungkin teman-teman kongkow bertanya kok di awal-awal pernikahan sudah bosan mbak? Bukannya justru sedang manis-manisnya. Nah, itulah jangan ikuti aku yang sempat merasakan masa jahiliyah dengan berpacaran sebelum menikah. Jadi pas awal-awal menikah yang seharusnya banyak momen indah, malah muncul banyak hal-hal yang jauh dari harapan.
Banyak orang bilang awal menikah itu begini dan begitu. Saat itu aku justru merasa tidak mengalami yang banyak diceritakan. Yang ada aku justru seperti jetlag, dan terkaget-kaget dengan banyaknya hal yang tak sesuai harapan dan angan-angan.
Namanya juga masih pengantin baru, komunikasi di antara aku dan suami tentu belum seciamik sekarang. Aku masih belum bisa mengomunikasikan rasa dengan baik, suami pun lebih memilih menghindari konflik. Ditambah sebenarnya hubungan pacaran kami pun nggak sehat-sehat banget, sudah sering banyak bertengkar sebelumnya, pada akhirnya setelah menikah justru melahirkan ‘jarak’.
Dan begitulah, drama demi drama terjadi… maka ketika menengok ke belakang dan saat ini kami masih bisa bersama, cuma bisa bilang “Alhamdulillah, Allah sebaik-baiknya pemberi pertolongan.”
Memang baiknya sih sebelum kita mengonfirmasi perasaan yang kita alami sebagai rasa jenuh terhadap pasangan atau pernikahan, kita harus klasifikasi dulu penyebab hadirnya perasaan tersebut. Bisa jadi apa yang kita rasakan saat itu bukanlah jenuh yang sebenarnya, tetapi hanya efek dari perasaan atau kejadian yang lain. Jadi buatku penting banget untuk mengurai sumber kebosanan agar cara penangananya pun tepat sasaran.
Dari yang selama ini kualami beberapa hal yang bisa berujung pada kebosanan dalam pernikahan adalah sebagai berikut:
Terkadang gurat kelelahannya pun tampak dari wajahnya. Seringnya kita hanya fokus pada perasaan sendiri, tanpa tahu apa yang dirasakan dan dialami pasangan hari itu. Beratkah harinya, tapi ia mencoba tetap tersenyum saat bertemu kita dan anak-anak. Buatku memandangi wajah suami saat tidur adalah obat tersendiri untuk menenangkan hati yang lagi galau dan pikiran-pikiran yang nggak jelas.
Setelah itu terima perasaan yang sedang berkecamuk di dada, lalu bilang ke diri sendiri, “it’s okay kok kalau jengkel, marah atau jenuh pada pasangan. Tapi nggak boleh berlarut-larut.” Lalu coba ubah sudut pandang kita terhadap pasangan, ingat hal-hal baik yang sudah pasangan lakukan untuk kita. Kalau kita lebih nyaman menulis, buatlah daftar kebaikan suami dan kita akan kembali sadar bahwa hal-hal menjengkelkan dari dirinya hanya secuil dari dirinya. Jika mengingat aja terasa sulit, kita bisa menggunakan bantuan, misal dengan napak tilas melihat foto-foto kebersamaan dengan pasangan. Betapa sudah sejauh ini melangkah dengan segala ups and downs yang ada.
Kalau aku sama suami, suka motoran berdua tanpa anak-anak, meski hanya muter-muter kampung lalu beli jajan di xxxmart. Tapi kalau buat teman-teman pergi berdua saja tanpa anak-anak terasa sulit, kita bisa kok meluangkan waktu untuk sekedar ngeteh dan ngopi bareng saat anak-anak sudah tidur, sambil ngobrol hal-hal receh. Pacaran setelah menikah tetap harus diagendakan, pals.
Kata mentor parentingku, ketika pasangan sudah terbiasa ngobrol hal-hal receh, maka ngobrolin hal penting itu bisa mengalir dengan mudah. Namun kalau ngobrol receh saja nggak pernah, ngobrolin hal penting bisa jadi tegang dan menyeramkan.
Eh, ada komentar bagus dari Mbak Farida Pane di artikelku tentang couple time:
Kalau soal aktivitas spontan, suamiku lebih jago sih. Aku tipe yang agak terencana, sementara doi lebih spontan. Jadi kadang nggak ada rencana apapun, tiba-tiba dalam tempo sesingkat-singkatnya ngajak jalan-jalan. Nah, kalau pasangan teman-teman kongkow tipe yang lebih terencana, mungkin kalian yang harus memunculkan sisi spontan dalam pernikahan, biar lebih hidup dan nggak garing, pals.
Nah, jika dirasa hal-hal sederhana itu tak lagi kita lakukan, cuzz lah mulai kita rutinkan lagi hal-hal tersebut biar berasa masih pengantin anyar. Kalau sampai sekarang hal-hal sederhana itu masih berjalan, maka cobalah berikan ‘nyawa’ di dalamnya. Buat hal tersebut bukan sekadar kebiasaan, tapi kebutuhan bagi kita untuk saling memberi isi dalam pernikahan.
Jikalau kita merasa butuh waktu barang sejenak menepi dari kehidupan rumah tangga, kita bisa minta izin ke pasangan untuk hangout bareng teman, ke salon atau mengunjungi orangtua. Siapa tahu setelah pulang, pikiran kita bisa jauh lebih fresh.
Hindari curhat pada lawan jenis apalagi kalau kita gampang baper. Bisa jadi bukannya mengatasi masalah, malah nambah masalah. Kondisi hati sedang jenuh, eh dapat perhatian dari lawan jenis, berabe euy. Banyak perselingkuhan berawal dari sekadar curhat, pals. Jangan main api kalau tak mau terbakar.
Lebih baik kalau memang butuh banget curhat, datanglah pada ahlinya. Kalau memang ada teman yang punya basic pendidikan psikologi, bisa banget tuh kita konseling sekalian. Atau kalau memang di circle kita nggak ada teman yang punya keahlian di bidang psikologi, carilah ustaz/ ustazah atau konselor yang mumpuni di bidang konseling pernikahan. Jadi kita bisa mendapat jalan keluar yang tepat dan terarah.
Akhirnya publish juga nih artikel suami dengan versi Mengatasi Kejenuhan dengan Merayakan Cinta. Kuy support kami dengan membacanya, hehe.
Banyak orang bilang awal menikah itu begini dan begitu. Saat itu aku justru merasa tidak mengalami yang banyak diceritakan. Yang ada aku justru seperti jetlag, dan terkaget-kaget dengan banyaknya hal yang tak sesuai harapan dan angan-angan.
Namanya juga masih pengantin baru, komunikasi di antara aku dan suami tentu belum seciamik sekarang. Aku masih belum bisa mengomunikasikan rasa dengan baik, suami pun lebih memilih menghindari konflik. Ditambah sebenarnya hubungan pacaran kami pun nggak sehat-sehat banget, sudah sering banyak bertengkar sebelumnya, pada akhirnya setelah menikah justru melahirkan ‘jarak’.
Dan begitulah, drama demi drama terjadi… maka ketika menengok ke belakang dan saat ini kami masih bisa bersama, cuma bisa bilang “Alhamdulillah, Allah sebaik-baiknya pemberi pertolongan.”
Penyebab Kebosanan dalam Pernikahan
Kalau ditanya kapan terakhir kali merasa bosan dengan pernikahan, jujur aku lupa. Ada kalanya rasa sumpek dengan rutinitas harian bisa berujung juga dengan uring-uringan ke pasangan. Jadi sebenarnya bukan salah pasangan, hanya sekadar imbas dari hati yang sedang tak tenang.Memang baiknya sih sebelum kita mengonfirmasi perasaan yang kita alami sebagai rasa jenuh terhadap pasangan atau pernikahan, kita harus klasifikasi dulu penyebab hadirnya perasaan tersebut. Bisa jadi apa yang kita rasakan saat itu bukanlah jenuh yang sebenarnya, tetapi hanya efek dari perasaan atau kejadian yang lain. Jadi buatku penting banget untuk mengurai sumber kebosanan agar cara penangananya pun tepat sasaran.
Dari yang selama ini kualami beberapa hal yang bisa berujung pada kebosanan dalam pernikahan adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi Nggak Sehat
Sepertinya sih kalau dirunut dari banyaknya hal yang bisa menjadi alasan kebosanan, komunikasi yang nggak sehat seringkali menjadi pangkal utamanya. Ada hal-hal yang mengganjal dalam hati, tapi kita nggak bisa mengeluarkan hal tersebut. Entah karena takut berkonflik, ataupun nggak tahu cara mengungkapkannya. Jadilah ketidaksehatan komunikasi ini menumpuk dan menimbulkan kebosanan pada pasangan.2. Kurangnya Intimasi/ Bonding
Intimasi di sini nggak hanya melulu soal hubungan seksual ya, pals. Intimasi di sini lebih ke bonding. Nah, biasanya pasangan yang nggak sehat komunikasinya, bisa jadi karena bondingnya belum terbentuk. Ya gimana mau terbentuk kan, kalau dalam berkomunikasi antar satu sama lain masih ada sekat?3. Terjebak Rutinitas
Selain komunikasi dan bonding, rutinitas yang itu-itu saja bisa menjadi pemicu kebosanan dalam pernikahan. Apalagi ketika sudah dikaruniai buah hati dan fokusnya tak lagi hanya tentang berdua, tapi juga terkait anak-anak, jenuh bisa lebih sering muncul jika tak diatasi dengan benar.9 Tips Atasi Kejenuhan dalam Pernikahan ala Aku
Setelah ketemu asal muasal hadirnya rasa bosan tersebut, kini saatnya kita mencari cara untuk mengatasinya. Kalau aku sih biasanya pakai 9 cara ini:1. Pandangi Wajah Pasangan Saat Tertidur
Bukan hanya kalau lagi bosan sama pasangan, biasanya kalau lagi jengkel atau habis bertengkar gitu, aku paling suka memandangi wajah suami saat tidur. Duh, rasanya nyess gitu memandang laki-laki yang sudah berani mengambil tanggungjawab atas diriku. Sama kek memandang wajah anak kalau lagi tidur, wajahnya tuh menggemaskan, nggak ada yang ditutup-tutupi dan tulus.Terkadang gurat kelelahannya pun tampak dari wajahnya. Seringnya kita hanya fokus pada perasaan sendiri, tanpa tahu apa yang dirasakan dan dialami pasangan hari itu. Beratkah harinya, tapi ia mencoba tetap tersenyum saat bertemu kita dan anak-anak. Buatku memandangi wajah suami saat tidur adalah obat tersendiri untuk menenangkan hati yang lagi galau dan pikiran-pikiran yang nggak jelas.
2. Bersyukur dan Ingat Hal-hal Baik dari Diri Pasangan
Saat sedang merasa jenuh pada pasangan, biasanya segala hal yang dilakukan doi jadi nggak ada yang benar di mata kita. Doi salah naruh barang saja bisa bikin kita bertanduk. Nah, kalau sedang kek gini nggak ada hal yang lebih tepat selain memberikan jeda barang sejenak pada diri.Setelah itu terima perasaan yang sedang berkecamuk di dada, lalu bilang ke diri sendiri, “it’s okay kok kalau jengkel, marah atau jenuh pada pasangan. Tapi nggak boleh berlarut-larut.” Lalu coba ubah sudut pandang kita terhadap pasangan, ingat hal-hal baik yang sudah pasangan lakukan untuk kita. Kalau kita lebih nyaman menulis, buatlah daftar kebaikan suami dan kita akan kembali sadar bahwa hal-hal menjengkelkan dari dirinya hanya secuil dari dirinya. Jika mengingat aja terasa sulit, kita bisa menggunakan bantuan, misal dengan napak tilas melihat foto-foto kebersamaan dengan pasangan. Betapa sudah sejauh ini melangkah dengan segala ups and downs yang ada.
3. Komunikasikan Perasaan pada Pasangan
Nggak baik menyimpan benang kusut sendirian, yang ada bukannya terurai malah semakin mbundhet. Ada baiknya luangkan waktu berdua saja dengan pasangan dan coba komunikasikan perasaan yang sedang kita alami padanya. Bukan untuk sekadar mengeluh dan mencari pembenaran, tetapi untuk menemukan solusi yang sama-sama nyaman untuk berdua. Bagaimanapun pernikahan dibangun berdua, harus ada saling di dalamnya. Penting juga untuk mengenali bahasa cinta masing-masing.4. Couple Time is A Must
Sudah punyakah waktu khusus berdua saja bersama pasangan? Kalau belum, cuzz agendakanlah. Meski sudah menikah dan punya momongan, bukan berarti kita lupa untuk menyediakan waktu berdua saja.Kalau aku sama suami, suka motoran berdua tanpa anak-anak, meski hanya muter-muter kampung lalu beli jajan di xxxmart. Tapi kalau buat teman-teman pergi berdua saja tanpa anak-anak terasa sulit, kita bisa kok meluangkan waktu untuk sekedar ngeteh dan ngopi bareng saat anak-anak sudah tidur, sambil ngobrol hal-hal receh. Pacaran setelah menikah tetap harus diagendakan, pals.
Kata mentor parentingku, ketika pasangan sudah terbiasa ngobrol hal-hal receh, maka ngobrolin hal penting itu bisa mengalir dengan mudah. Namun kalau ngobrol receh saja nggak pernah, ngobrolin hal penting bisa jadi tegang dan menyeramkan.
Eh, ada komentar bagus dari Mbak Farida Pane di artikelku tentang couple time:
Ya pastinya dong, butuh couple time. Kalau nggak, ya gimana bisa ingat sama peran sebagai suami-istri. Yang ada mungkin cuma seperti rekan kerja atau malah teman kos-kosan
5. Lakukan Aktivitas Spontan bersama Pasangan
Melakukan rutinitas yang sama setiap harinya memang bisa memicu kebosanan. Makanya penting lo untuk memunculkan aktivitas-aktivitas spontan yang nggak direncanakan, biar ada efek kejutan dan kebaruan. Misal, tiba-tiba kirim makanan ke kantor suami, atau tiba-tiba jemput doi ke kantor dan ajak kencan tanpa direncana.Kalau soal aktivitas spontan, suamiku lebih jago sih. Aku tipe yang agak terencana, sementara doi lebih spontan. Jadi kadang nggak ada rencana apapun, tiba-tiba dalam tempo sesingkat-singkatnya ngajak jalan-jalan. Nah, kalau pasangan teman-teman kongkow tipe yang lebih terencana, mungkin kalian yang harus memunculkan sisi spontan dalam pernikahan, biar lebih hidup dan nggak garing, pals.
6. Perhatikan Kualitas dan Kuantitas Hubungan Seksual
Diakui atau tidak, hubungan seksual itu bukan sekadar mengalirkan hasrat. Dalam hubungan seksual yang sah dan halal, kita saling menyemai cinta, kepercayaan dan intimasi. Maka saat rasa jenuh hadir, coba dievaluasi apakah kualitas dan kuantitas hubungan seksual bermasalah? Jika ya, saatnya diperbaiki.7. Rutinkan Kembali Hal-hal Sederhana tapi Bermakna
Usia pernikahan yang semakin bertambah, seringkali membuat kita terbiasa satu sama lain. Akhirnya saking biasanya, sudah nggak lagi menganggap penting hal-hal sederhana, seperti menanyakan kabar satu sama lain, menanyakan sudah makan atau belum, bilang I love you, cium tangan pasangan, cium pipi kanan kiri.Nah, jika dirasa hal-hal sederhana itu tak lagi kita lakukan, cuzz lah mulai kita rutinkan lagi hal-hal tersebut biar berasa masih pengantin anyar. Kalau sampai sekarang hal-hal sederhana itu masih berjalan, maka cobalah berikan ‘nyawa’ di dalamnya. Buat hal tersebut bukan sekadar kebiasaan, tapi kebutuhan bagi kita untuk saling memberi isi dalam pernikahan.
8. Menepi Sejenak
Ketika sudah di titik yang benar-benar butuh untuk sendiri dan mengurai benang kusut di hati, kita bisa kok ambil waktu di sepertiga malam. Tak ada tempat mengadu terbaik selain Sang Pemilik Hati. Minta kepadaNya untuk menumbuhkan kembali rasa kasih di hati kita.Jikalau kita merasa butuh waktu barang sejenak menepi dari kehidupan rumah tangga, kita bisa minta izin ke pasangan untuk hangout bareng teman, ke salon atau mengunjungi orangtua. Siapa tahu setelah pulang, pikiran kita bisa jauh lebih fresh.
9. Jangan Asal Curhat pada Pihak Ketiga
Sebaik-baiknya curhat hanyalah kepada Allah, tetapi jika dirasa kita butuh tempat untuk release emosi, pilihlah tempat yang tepat. Jangan asal curhat kepada teman atau kerabat. Nanti bukannya tambah tenang, malah semakin kusut.Hindari curhat pada lawan jenis apalagi kalau kita gampang baper. Bisa jadi bukannya mengatasi masalah, malah nambah masalah. Kondisi hati sedang jenuh, eh dapat perhatian dari lawan jenis, berabe euy. Banyak perselingkuhan berawal dari sekadar curhat, pals. Jangan main api kalau tak mau terbakar.
Lebih baik kalau memang butuh banget curhat, datanglah pada ahlinya. Kalau memang ada teman yang punya basic pendidikan psikologi, bisa banget tuh kita konseling sekalian. Atau kalau memang di circle kita nggak ada teman yang punya keahlian di bidang psikologi, carilah ustaz/ ustazah atau konselor yang mumpuni di bidang konseling pernikahan. Jadi kita bisa mendapat jalan keluar yang tepat dan terarah.
Merasa jenuh dengan pasangan atau ikatan pernikahan bukan berarti kita lantas berhenti mencintainya. Hanya mungkin kita sedang butuh waktu untuk merestrukturisasi hubungan dan membuatnya kembali segar dan berwarna.Hmm, jadi pengen tahu tips atasi kebosanan dalam pernikahan versi suami nih, aku mau colek doi dulu, biar tema ini sekalian jadi postingan #DuaKacamata yang sudah lama tak nongol di ruang blog kami, hehe.
Akhirnya publish juga nih artikel suami dengan versi Mengatasi Kejenuhan dengan Merayakan Cinta. Kuy support kami dengan membacanya, hehe.
Dikatakan bahwa pernikahan adalah ibadah terlama, maka cinta saja tak cukup untuk mempertahankannya. Butuh ilmu dan usaha untuk saling menjaga komitmen, intimasi dan cinta agar bisa senantiasa bersama hingga jannahNya. Tidak mudah, tapi bukan berarti tak bisa.Buat teman-teman yang belum menikah, semoga Allah segera mempertemukan dengan jodohnya. Jangan overthinking, tapi tetap bekali diri dengan ilmu agar nanti saat menikah tidak terkaget-kaget. Buat yang sudah menikah, tetap semangat berjuang mencintai orang yang sama tiap harinya! Punya tips lain untuk atasi kejenuhan dalam pernikahan, pals? Boleh dong bagi di kolom komentar.
Aku amit-amit sih curhat ke pihak ke tiga. Kayak malu aja gitu, buka aib sendiri. Akhir-akhir ini kami malah berdua aja nih Mbak. Anak-anak udah engga di rumah...
ReplyDelete4L deh, lo lagi lo lagi, apalagi pandemi gini...Kerja di rumah ketemu doski terus...Haha...
Ternyata kehidupan menikah ga lanacar-lancar aja ya. Meskipun ga ada masalah, tapi ternyata rasa bosan antar pasangan bisa jadi sumber masalah. Ini aku bookmark dulu artikelnya, meski sekarang belum menikah tapi siapa tau berguna 1 atau 2 tahun lagi hehe.
DeleteTernyata kehidupan menikah ga lancar-lancar aja ya. Meskipun ga ada masalah, tapi ternyata rasa bosan antar pasangan bisa jadi sumber masalah. Ini aku bookmark dulu artikelnya, meski sekarang belum menikah tapi siapa tau berguna 1 atau 2 tahun lagi hehe.
ReplyDeleteDapat ilmu baru nih daku buat diterapkan saat tiba masanya.
ReplyDeletePoinnya memang benar juga ya kalau dipikirkan, karena komunikasi dan kebersamaan bisa mengembalikan lagi rasa romantisme
Ah iya. Aku suka meribetkan hal-hal yang belum terjadi. Hingga memang kadang muncul ketakutan-ketakutan dan rasa parno untuk melakukannya. Aku tahu sih ini nggak baik. Cuma seringnya muncul tanpa diundang.
ReplyDeleteWah tips ini harus kubagikan ama temenku yang lagi terimbas di ambang perceraian. Masalahnya sama sih ya. Tapi satu temanku udah cerai pas pandemi lalu. Emang kondisi kayak gini harus saling menguatkan sesama pasangan. Jangan egois apalagi saat ngga punya uang.
ReplyDeleteKalau jenuh sama pasangan sih enggak. Tapi aku sempat pisah rumah selama hampir 3 tahun sama suami karena suatu hal dan sekarang kami semacam punya imun lebih dalam menghadapi cobaan rumah tangga setelah bersatu lagi. Bagian terpahit berhasil dilewati, jadi masalah lain terasa ringan.
ReplyDeleteAku setuju banget sama semua poin di atas, terutama di bagian jangan curhat sembarangan. Curhat hanya pada orang yang bisa dipercaya saja dan itupun dalam rangka mencari solusi, bukan asal mengeluh.
Ngomongin soal pernikahan, rasanya gak mungkin hanya haha hihi aja ya, bun.
ReplyDeleteApalagi ini perjalanan sepanjang usia. Pasti ada bosennya juga. Tapi bagaimanapun, semoga berjodoh di dunia dan akhirat ya. Amin
9 cara ini bagus bgt kalo diterapkan oleh semua orang dlm rumah tangganya..
ReplyDeleteKebosanan memang pasti ada dan pasti pernah merasakannya, namun kalo menerapkan 9 cara tersebut, saya yakin akan hilang. Dan rumah tangga pun akan terus harmonis
Ya allah, aku deg-degan bacanya. Sebagai manten lawas 11 tahun kami juga melalui pasang surut ini...sebenarnya bukan bosan sama orangnya, tapi suasana, kehidupan ya semacam itulah.
ReplyDeleteBenar bahwa menikah itu ibadah seumur hidup, kita ditantang buat terus bersabar dan berusaha supaya pernikahan langgeng terus dan mencapai ridho-Nya
Aku baru nikah 3 tahunan aja udah banyak pasang-surutnya deh perasaan... Mungkin karena kondisi sempet diuji juga suami sakit lumayan lama. Jadinya kehidupan rumah tangga gak yg normal2 aja gitu. Yah, kuakui masalah komunikasi jg blm ok sih, akunya susah ngungkapin perasaan. Semoga semuanya lebih baik ke depannya.
ReplyDeleteBtw bagus itu kutipan yg terakhir... Quotable bgt.
kalau saya selama ini emang biasanya me time berdua yang bener bener berkualitas. Berhenti dari rutinitas, entah sekedar staycation berdua atau liburan dan cuti cukup lama dari pekerjaan
ReplyDeleteAku dulu suka ambil waktu pacaran ber2 mba mar haha..
ReplyDeletesama2 ambil cuti lalu kemana2 motoran berdua :) melakukan kegiatan seperti layaknya jaman sebelum punya anak dulu :)
Kalau ku suka tanya ke suami maunya apa
ReplyDeleteSoalnya kadang ga bisa diungkapin jadi aku chat
Dan dari situ biasanya suami ajukan ini dan itu, mana yang bisa dilakuin lakukan. Cara ini bikin dia tetap nyaman