Padahal kalau baca berita nih, di beberapa negara yang grafiknya sudah terlihat aman, begitu diberlakukan tatanan baru, mulai kembali sekolah dan bekerja meski masih terbatas… eh muncul lagi kasus-kasus baru. Apalagi negara ini yang kasus coronanya masih tinggi dan himbauan hanya dianggap sekedar himbauan. Aturan dan undang-undang yang jelas ada hukumannya saja bisa dilanggar di negara ini, apalagi sekedar himbauan kan?
Jujur, aku nggak begitu banyak merasakan perbedaan antara sebelum dan sesudah corona. Aku pikir ketika himbauan physical distancing disampaikan oleh pemerintah, jalanan di kotaku akan benar-benar lengang sebagaimana kulihat di video beberapa negara lain yang terdampak. Namun beberapa kali saat aku ada keperluan ke luar rumah, ternyata jalanan tetap ramai seperti biasa.
Apalagi menjelang lebaran beberapa waktu lalu, beberapa toko yang menjual baju dan kebutuhan lebaran masih ramai seperti masa-masa sebelum corona. Pasar tradisional juga tetap uyel-uyelan seperti biasa. Pantas saja kalau akhirnya beberapa pasar di kotaku dan sebuah toko swalayan ditetapkan sebagai kluster baru penularan corona. Akhirnya ditutuplah area yang menjadi kluster tersebut.
Apa itu New Normal?
Dari hasil baca sana sini, New Normal merujuk pada perubahan perilaku saat menjalani aktivitas normal seperti sebelum adanya Covid-19, tetapi harus ditambah dengan penerapan protokol kesehatan yang tepat. Protokol kesehatan ini tentu saja dilakukan agar penularan covid-19 bisa dicegah semaksimal mungkin. Syukur-syukur kalau tak ada lagi penambahan kasus baru.Tatanan baru ini akan berlangsung sampai ditemukannya vaksin untuk corona. Jadi memang belum jelas kapan semuanya ini berakhir. Kita hanya bisa berikhtiar sebaik mungkin, sama-sama saling membantu satu sama lain.
Menurutku nih, mau ada PSBB, PKM atau tidak, tatanan baru seharusnya memang sudah dijalankan sejak corona menyerang negara ini. Bukankah sejak ketahuan adanya corona datang, semua protokol kesehatan itu sudah disampaikan? Tentang dilarang berkerumun, bagaimana saat bertemu orang lain, jangan keluar kalau tidak penting sekali, penggunaan masker dan juga tata cara cuci tangan yang tepat.
Masalahnya semua protokol kesehatan itu hanya disampaikan sebagai himbauan. Di situ masalah besarnya. Seberapa banyak sih masyarakat Indonesia yang bisa memahami bahwa himbauan yang disampaikan adalah MUST TO DO? Mungkin hanya sekitar 30-40 % saja, selebihnya? Ada yang cuek, nggak ngerti maksudnya, menganggap remeh, atau malah yang lebih parah menganggap ini konspirasi dan biarkan saja terjadi herd immunity.
Woy, mau nih virus terjadi karena ada konspirasi atau tidak, hal yang harus dipikirkan bukan soal bagaimana awal terjadinya. Kalau sudah terlanjur kejadian seperti ini, maka yang harus dipikirkan adalah bagaimana mengatasi dan menghadapinya. Bukan malah mempengaruhi masyarakat untuk menganggap remeh adanya virus ini.
Sedih lagi ketika melihat banyaknya tenaga kesehatan yang tumbang, dan apresiasi masyarakat cuma B aja. Bahkan saat tagar #IndonesiaTerserah sempat trending, malah banyak yang mencela mereka nggak ikhlas lah, disuruh berhenti lah, dsb. Memangnya semudah itu menggantikan dokter dan tenaga kesehatan? Dipikir semua orang bisa mengurusi pasien, menegakkan diagnosa, mengatur dosis obat? Duh, gemees…
Melihat apa yang terjadi dalam keseharian, berita-berita ini itu terkait perilaku masyarakat yang begitu-begitu aja, rasa-rasanya memang pengen banget mengatakan “Terserah lu deh, Indonesia…” Masalahnya kita nggak bisa begitu kan? Apa jadinya ketika semua empati telah tergerus dan berganti dengan kata terserah?
So, saranku sih buat pemerintah… sudah cukup adanya himbauan. Stop dihimbau-himbau. Masyarakat Indonesia nggak mempan dengan himbauan. Sudah saatnya ada aturan yang jelas dan mengikat terkait New Normal. Harus ada undang-undang terkait new normal.
Senang sih ketika mendengar di Semarang sudah ada hukuman bagi yang tidak pakai masker ketika keluar rumah. Tentu saja setelah undang-undang atau peraturan ditetapkan, yang lebih penting lagi ada sosialisasi dan edukasi yang tepat ke masyarakat. Puskemas harus dipusatkan menjadi pusat edukasi, terutama untuk kalangan masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah.
Aku punya pengalaman menegur mbak Narti yang sering antar pisang dan tahu bakso ke rumah karena nggak pakai masker. Lalu kucoba menggali seberapa paham beliau tentang kondisi sekarang ini. Dan mbak Narti cuma bisa… bingung dan bengong. Cuma bisa menjawab, “ya katane ada virus, harus pakai masker.. tapi nggak enak je mbak…”
Aku mencoba menjelaskan sebisaku, namun kemampuan bahasa Jawaku sekarang yang semakin terbatas, membuatku susah untuk menyampaikan edukasi secara utuh. Itulah kenapa pentingnya ada yang turun ke wilayah-wilayah pinggiran semacam ini. Di mana para ibunya nggak pegang gadget, nggak update berita dan manalah tahu soal New Normal. Di mana bapak-bapaknya kebanyakan pegang cangkul, entah itu untuk menggemburkan tanah di ladangnya atau untuk mengaduk semen.
Tentunya sosialitator yang muter ke wilayah pinggiran begini harus dipilih orang-orang yang bisa berkomunikasi dengan tipe masyarakat tersebut. Karena kalau pakai bahasa terlalu tinggi, mereka pun akan semakin mubeng alias tak paham, pals.
Selain edukasi dan sosialiasi, hal penting lainya yaitu adanya ketegasan dari pihak berwajib. Kalau memang ada yang melanggar aturan, misal nggak pakai masker saat ke luar rumah, tertangkap berkerumun di suatu tempat, jangan hanya diperingatkan. Namun segera dihukum sesuai aturan yang berlaku.
Bukankah terkadang memang perlu dipaksa untuk menghadirkan adanya kesadaran dan menjadikan kebiasaan?
Pengaruh New Normal Bagi Kehidupanku and How to Handle it?
Kalau ditanya seberapa besar pengaruhnya New Normal untuk kehidupanku. Jujur, nggak banyak pengaruhnya sih. Ya, paling lebih ke nggak bisa jalan-jalan lagi dengan bebas. Kalau anak-anak udah suntuk banget di rumah, kita paling cuma bisa jalan-jalan keliling naik motor tanpa berhenti di satu lokasi untuk menghindari kerumunan.
Kalau pun harus belanja atau ketemu orang, anak-anak lebih memilih ditinggal di rumah karena mereka alhamdulillah paham bahwa di luar sedang ada corona. Tempat terbaik dan teraman ya ada di rumah. Dan untungnya anak-anakku typical emak bapaknya semua, yang lebih condong senang kumpul sama keluarga daripada ketemu teman-temannya. Meski main di depan rumah misalnya, ya mainnya cuma adik kakak aja. Atau kalau ayahnya udah pulang ya bakal minta ditemani ayahnya.
Beberapa waktu lalu muncul beberapa himbauan untuk memulai ubah kehidupan kita agar bisa beradaptasi dengan Covid 19. Perubahan perilaku itu antara lain:
1. Jalani Protokol Kesehatan dengan Benar
Kalau ini sih sudah harus bin wajib dijalankan ya. Insya Allah kalau nggak ada urusan yang penting banget ya nggak keluar. Kalau pun keluar, masker, jaket, hand sanitizer harus selalu ready. Nggak pergi ke tempat-tempat yang ada kerumunan. Waktu awal-awal masih sempat ke pasar karena aplikasi belanja online yang kupakai sempat over order terus, tapi alhamdulillah sekarang udah dapat second opinion, jadi nggak perlu ke pasar lagi deh.
Sampai rumah, cuci tangan, mandi dan ganti baju baru ketemu anak-anak sudah jadi aturan baru. Padahal mah dulu paling malas bersih-bersih kalau dari luar.
2. Alihkan Segala Aktivitas Offline menjadi Online
Ada teman yang kemarin share beberapa wejangan seperti ini;- Kalau dulu belanja sembako di supermarket, mulai alihkan ke warung tetangga.
- Kalau dulu belanja sayur di pasar, mulai belanja sayur dengan jasa titip atau aplikasi online.
- Kalau dulu beli baju harus ke mall, mulai belanja baju ke online shop-nya teman.
- Kalau dulu biasa jajan di resto, sekarang mulai belajar masak.
- Belanja sembako kalau nggak ke warung tetangga ya ke toko milik Kuttab Al Fatih di mana Ifa bersekolah di sana.
- Sejak tahun lalu belanja sayur nggak pernah lagi ke pasar, tapi pakai Tumbasin atau yang terbaru jadi langganan adalah Elfaz Vegetable.
- Belanja baju di Mall? Wow, hampir nggak pernah, paling banter di swalayan.. dompetku nggak kuat beli baju di mall. Tapi itu pun keknya hampir bertahun-tahun lamanya sudah tak kulakukan. Sejak resign tahun 2012 dan kerja dari rumah, aku lebih sering beli baju online, khususnya ke teman-teman yang sudah dipercaya.
- Beda dikit di poin terakhir sih. Kalau dulu biasa jajan di resto, sekarang larisin aja masakan bikinan teman-teman, hahahhaa. Nggak sering-sering juga kelesss, kalau lagi malas masak aja, hehe.
3. Menyiapkan Diri untuk SFH Lebih Lama
Saat ini sih lagi masa-masa class meeting di sekolahnya Ifa, kegiatan tak terlalu padat. Sabtu depan raport semester 2 akan dibagikan, apakah nanti tahun ajaran baru sudah mulai aktivitas sekolah seperti biasa atau masih school from home? Entahlah. Namun kalau dari hati kecilku sih pengennya kalau kasus-kasus baru masih banyak terjadi, ya mending SFH dulu sampai aman. Memang siap gitu SFH sampai akhir tahun seperti wacana yang banyak dihimbau para ahli kesehatan kepada Menteri Pendidikan? Ya, siap nggak siap harus siap…Bukannya nggak percaya dengan takdir Allah atau gimana, tapi kalau masih ada opsi yang lebih baik dan manfaatnya jauh lebih banyak daripada mudharatnya, ya kenapa harus memilih opsi yang membahayakan? Kalau kurva kasus covid-19 udah nggak naik-naik lagi, nggak ada tambahan kasus dan red zone sudah jadi zona aman semua, baru deh bisa lebih ikhlas melepas anak kembali ke sekolah.
4. Memulai Usaha Baru
Nggak bisa dipungkiri di masa pandemi begini banyak orang yang mengalami kolaps pada sisi keuangannya. Bahkan nggak sedikit yang harus dirumahkan dan di-PHK. Banyak yang mulai merintis usaha baru, baik sebagai penghasilan utama atau pun sebagai sumber keuangan kedua agar keuangan tetap stabil di masa pandemi.
Bersyukur sampai hari ini secara ekonomi, keluargaku so far so good. Pekerjaan dan pendapatan suami masih aman. Dari sisiku sendiri, alhamdulillah pesanan artikel dari klien juga masih terus masuk. Nggak banyak berubah sih, meski bulan ini sempat sedikit berkurang. Cuma aku percaya kalau rezeki itu nggak hanya sekedar gaji.
Gaji dari kantor, fee dari klien, tapi kalau rezeki datangnya dari Allah. Wujud rezeki pun bisa beraneka macam, nggak melulu soal duit. Masih dikasih sehat, dikasih waktu bersama keluarga, masih bisa komunikasi sama kerabat dan teman-teman meski via dunia maya, itu juga bentu rezeki.
Kalau masalah sumber keuangan alternatif, jujur aku dan suami itu sama-sama lemah dalam urusan berniaga. Nggak konsisten gitu. Ngeshare dagangan orang sih seneng banget, tapi kalau jualan kok seringnya mandheg, wkwk. Hari ini ngiklan, dua hari mandheg. Jadi ya, aku masih tetap fokus aja sama ngeblog dan ngerjain artikel pesenan dari klien. Alhamdulillah insya Allah cukup.
So, kalau teman-teman butuh artikel buat web online shop-nya atau bisnisnya, boleh lah ya japri-japri aku. Soal informasi tarif dan lain-lainnya, boleh lah ya tengok ke Blogspedia. Ujung-ujungnya kok iklan, wkwk.
Intinya, selamat ber-New Normal dan semoga kita selalu aman, sehat dan berada dalam lindungan-Nya! Semoga teman-teman juga selalu dicukupkan dan dilancarkan usahanya. Bagi yang terdampak covid-19 baik secara ekonomi ataupun kesehatan, tetap semangat. Percaya saja Gusti Allah mboten sare dan selalu memberikan rezeki sesuai dengan kebutuhan kita. Terus jaga empati kita agar #IndonesiaTidakTerserah. Bye byeee, pals!
semoga dengan adanya new normal ini setiap orang dapat menjalani kehidupannya lebih baik lagi dari sebelumnya ya mba. senantiasa sehat tentunya :)
ReplyDelete