Tak terasa pekan kedua tahap kepompong telah terjalani. Pekan kedua tahap kepompong ini seiring sejalan dengan pekan keempat aku membersamai kakak Ifa sekolah di rumah. Jujur aku mulai keteteran dalam membersamai kakak Ifa. Beberapa kali telat setor laporan harian ke ustazahnya. Manajemen waktu masih tetap menjadi PR utama untukku hingga pekan kedua tahap kepompong ini.
Bahkan aku memutuskan untuk meletakkan amanah dari Pejuang Literasi sebagai garda komunitas agar bisa fokus dengan amanah-amanah lain yang saat ini menjadi prioritas utamaku. Sungguh sebuah keputusan yang berat. Tak bisa kupungkiri Pejuang Literasi memiliki andil besar dalam kembalinya ruh menulisku di luar ngeblog, namun tak bisa kuingkari pula aku mulai keteteran dengan double-nya peranku di sana-sini. I should take my priority dan aku memilih satu peran di satu komunitas saja di luar menjadi ibu, istri dan blogger!
Dan inilah kisahku selama sepekan menjalani puasa pekan kedua…
Perjalanan One Day One Post
Tantangan 30 hari masih terus berjalan. Aku pun masih terus konsisten update blogku one day one post sesuai dengan target yang kupilih di tahap kepompong ini. Meski harus kuakui, aku selalu gagal setor jurnal harian! Update blog sudah mulai menjadi habit, namun menuliskan prosesnya setiap hari menjadi sebuah tantangan buatku. Apalagi aku memilih platform facebook yang sudah dua tahunan mulai kutinggalkan, hanya kubuka saat perlu saja. Aplikasi facebook sudah kuhilangkan di HP sejak dua tahun lalu, dan memang hanya kubuka lewat browser. Karena FB sudah tak lagi menjadi mainan buatku, maka membagikan proses ODOP di FB selalu jadi hal yang terlupakan, tahu-tahu sudah ganti hari tanpa menuliskan jurnal harian.Ya, semoga saja memang jurnal harian dari tantangan 30 hari benar-benar tidak menjadi syarat kelulusan di tahap kepompong ini. Btw, kalau ada yang ingin tahu bagaimana caranya agar bisa konsisten menulis sehari satu postingan di blog, bisa membaca tips yang sudah kutuliskan di 3 Manfaat dan Tips Ngeblog dengan sistem ODOP ya.
Sudahkah Konsisten Berpikir Positif?
Alhamdulillah di pekan kedua tahap kepompong sekaligus sekitar satu bulan physical distancing karena covid19 terjalani, pikiran-pikiran negatif mulai bisa dikelola dengan baik. Tentu saja hal tersebut terbantu karena setiap pagi di sekolah Kak Ifa masih konsisten memfasilitasi para wali santrinya dengan kajian onlien bersama gurunda Ustaz Budi Ashari.Alhamdulillah hati yang setiap hari disirami dengan ayat-ayat Al Quran, telinga yang setiap hari dibiasakan mendengar nasihat-nasihat yang lembut, perlahan mampu membantuku mengelola pikiran negatif menjadi pikiran positif yang penuh semangat.
Selain kajian online harian, sekolah Kak Ifa juga mengadakan event Ngaji Online mulai pekan ini yang diselenggarakan untuk umum. Tak hanya ingin merangkul para wali santrinya, kini sekolah Kak Ifa juga mulai ingin mengajak masyarakat umum agar lebih semangat menghadapi Covid 19. Apalagi ramadhan sebentar lagi tiba, jangan sampai karena covid - 19 kita jadi kehilangan fokus terhadap bulan penuh rahmat tersebut.
Sepanjang 4 pekan menjalani kajian online harian bersama Ustaz Budi Ashari, ternyata materi yang disampaikan beliau sambung menyambung menjadi satu. Sejak hari pertama kajian online tersebut diadakan, Ustaz Budi selalu mengingatkan para wali santri untuk senantiasa bersabar dalam menerima takdir Allah atas terjadinya Covid 19. Karena hanya dengan sabar, solusi terbaik akan diturunkan oleh Allah SWT.
Setelah sabar mampu menjadi kebiasaan, insya Allah rasa tenang perlahan akan mulai hadir di dalam hati. Ketenangan ini yang akan menjadi pemandu bagi pikiran kita untuk tetap stay positive. Tundukkan otak dengan hati, pesan yang terngiang-ngiang hingga hari ini.
Setelah ketenangan bisa kita peroleh, maka langkah selanjutnya yaitu melatih hati agar bisa ridho dengan takdir Allah SWT. Tanda ridho bukan sekedar di bibir yang mengucap, “Aku ikhlas ya Allah.” Namun juga harus dibuktikan dalam perilaku keseharian, yaitu tak ada lagi keluhan yang keluar dari mulut, mimik wajah dan gestur tubuh. Ustaz Budi menyampaikan bahwa ridho ini tak bisa datang seketika, harus selalu dilatih agar bisa konsisten.
Alhamdulillah wa syukurillah, selain kajian online bersama sekolah Ifa, aku bersyukur karena tergabung dengan Institut Ibu Profesional. Sudah mulai pekan lalu IIP mengadakan kelas belajar online untuk umum. Sebagai bagian dari pengurus IIP, aku juga ikut bantu-bantu, meski porsinya tak banyak. Ternyata fokus melakukan hal-hal positif memang sangat membantu diri kita untuk mengubah pikiran negatif menjadi positif.
Nah, buat teman-teman baik member atau non member IIP yang tertarik untuk mengisi #diamdirumah bersama kelas-kelas belajar online, cuzz ini jadwalnya dan silakan dipilih mau ikut yang mana. Mau ikut semua juga boleh kok. Dan tenang saja, ini gratiiiis!
Alhamdulillah wa syukurillah, selain kajian online bersama sekolah Ifa, aku bersyukur karena tergabung dengan Institut Ibu Profesional. Sudah mulai pekan lalu IIP mengadakan kelas belajar online untuk umum. Sebagai bagian dari pengurus IIP, aku juga ikut bantu-bantu, meski porsinya tak banyak. Ternyata fokus melakukan hal-hal positif memang sangat membantu diri kita untuk mengubah pikiran negatif menjadi positif.
Nah, buat teman-teman baik member atau non member IIP yang tertarik untuk mengisi #diamdirumah bersama kelas-kelas belajar online, cuzz ini jadwalnya dan silakan dipilih mau ikut yang mana. Mau ikut semua juga boleh kok. Dan tenang saja, ini gratiiiis!
Untuk info lebih lanjut, pantengin saja media sosialnya Ibu Profesional ya!
Yang menjadi PR lainnya sekarang adalah mengedukasi ibu-ibu di lingkungan Dawis-ku, karena aku diamanahi menjadi Ketua Dawis, agar tidak mudah terperosok oleh informasi-informasi hoax. Sering kutemukan beberapa ibu share info yang ternyata setelah kutelusuri hal tersebut tidak benar. Meski info tersebut terlihat bermanfaat, bukankah saat kita melakukan sebuah amal harus berdasarkan ilmu dengan sumber yang benar? Nah, ini yang menjadi PR buatku untuk membagikannya kepada ibu-ibu dawis. Agar jangan mudah membagikan informasi sepotong-sepotong tanpa cek dan ricek kebenarannya.
Setelah urusan pikiran negatif kelar, seperti yang kusampaikan di akhir jurnal puasa pekan pertama bahwasanya hal lain yang menjadi tantangan buatku yaitu berucap lembut kepada anak-anakku. Jujur pekan ini belum lolos sih urusan berbicara lembut, masih sering ngegas kaya Dokter Tirta. Duh…
Namun dengan menjadikan berbicara lembut sebagai tantangan puasa, setiap kali ngegasku keluar, langsung muncul alarm di dalam diri. Sehingga ngegasnya bisa mulai dikontrol. Kalau kata orang Jawa, menyembuhkan watuk (batuk) itu gampang, namun menyembuhkan watak itu susah.
But wait… bukankah di Ibu Profesional tak ada yang namanya susah dan masalah? Yang ada hanyalah tantangan! Jadi saat mulai exhausted menghadapi watakku yang susah lembut ini, kuucapkan potongan yel-yel Ibu Profesional…
Karena berbicara lemah lembut dan mengelola amarah masih jadi tantangan yang belum terselesaikan di pekan ini. Maka “tidak marah dan berbicara keras” masih menjadi topik yang berlanjut di puasa pekan ketiga. Doakan ya semoga di pekan ketiga nanti aku sudah mampu menaklukkan mulut yang masih suka ngegas ke anak-anak.
Sampai jumpa di jurnal berikutnya!
Wassalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Yang menjadi PR lainnya sekarang adalah mengedukasi ibu-ibu di lingkungan Dawis-ku, karena aku diamanahi menjadi Ketua Dawis, agar tidak mudah terperosok oleh informasi-informasi hoax. Sering kutemukan beberapa ibu share info yang ternyata setelah kutelusuri hal tersebut tidak benar. Meski info tersebut terlihat bermanfaat, bukankah saat kita melakukan sebuah amal harus berdasarkan ilmu dengan sumber yang benar? Nah, ini yang menjadi PR buatku untuk membagikannya kepada ibu-ibu dawis. Agar jangan mudah membagikan informasi sepotong-sepotong tanpa cek dan ricek kebenarannya.
Lembutlah, Wahai Bunda!
Setelah urusan pikiran negatif kelar, seperti yang kusampaikan di akhir jurnal puasa pekan pertama bahwasanya hal lain yang menjadi tantangan buatku yaitu berucap lembut kepada anak-anakku. Jujur pekan ini belum lolos sih urusan berbicara lembut, masih sering ngegas kaya Dokter Tirta. Duh…
Namun dengan menjadikan berbicara lembut sebagai tantangan puasa, setiap kali ngegasku keluar, langsung muncul alarm di dalam diri. Sehingga ngegasnya bisa mulai dikontrol. Kalau kata orang Jawa, menyembuhkan watuk (batuk) itu gampang, namun menyembuhkan watak itu susah.
But wait… bukankah di Ibu Profesional tak ada yang namanya susah dan masalah? Yang ada hanyalah tantangan! Jadi saat mulai exhausted menghadapi watakku yang susah lembut ini, kuucapkan potongan yel-yel Ibu Profesional…
What’s your problem? No ProblemTerkait dengan urusan berucap lembut ini sepertinya selain butuh pembiasaan yang lebih konsisten, aku juga harus lebih menguatkan ilmuku di bidang berlemah-lembut. Salah satunya menyelesaikan membaca buku Femininitas yang belum kelar juga hingga detik ini. Juga konsisten untuk empowering my inner child within agar tak mengganggu peranku sebagai ibu.
What? Challenge!
Karena berbicara lemah lembut dan mengelola amarah masih jadi tantangan yang belum terselesaikan di pekan ini. Maka “tidak marah dan berbicara keras” masih menjadi topik yang berlanjut di puasa pekan ketiga. Doakan ya semoga di pekan ketiga nanti aku sudah mampu menaklukkan mulut yang masih suka ngegas ke anak-anak.
Sampai jumpa di jurnal berikutnya!
Wassalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Post a Comment
Salam,
maritaningtyas.com