Assalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Postingan ini merupakan bagian kedua dari rangkaian acara workshop ketahanan keluarga yang diadakan oleh Rumah Keluarga Indonesia (RKI) bekerjasama dengan PKS DPC Banyumanik. Kalau di postingan sebelumnya kita telah membahas tentang bentuk-bentuk ujian dalam pernikahan dan bagaimana langkah-langkah untuk mengokohkan bonding suami istri. Kali ini kita akan mengenal tentang 6 karakter keluarga tangguh. Hmm, kira-kira karakter tersebut ada dalam keluarga kita nggak ya?
6 Karakter Keluarga Tangguh Menurut Prof. John Defrain
Pada kesempatan tersebut, Mbak Vida menyampaikan bahwa ada seorang profesor yang bernama John Defrain selama kurun waktu 30 tahun telah berkeliling dunia untuk meneliti dan mempelajari mengenai keluarga tangguh.
Dari hasil perjalanan beliau, Prof. John Defrain menyimpulkan bahwa sebuah keluarga bisa dikatakan tangguh jika memiliki 6 karakter berikut ini:
1. Apresiasi dan Afeksi
Maksudnya adalah pasangan suami istri harus mampu saling memberikan perhatian, kehangatan, kasih sayang dan apresiasi kepada seluruh keluarga.
Apresiasi adalah feedback terhadap hal-hal yang dilakukan oleh pasangan ataupun anak-anaknya. Feedback ini tak perlu berupa barang-barang mahal. Ucapan terima kasih atau sekedar pujian pun bisa menjadi feedback yang membangun bagi orang-orang terkasih. Misal, saat pulang ke rumah suami mengecup kening istrinya lalu berkata, “makasih ya Bun sudah masakin bobor kangkung kesukaanku.” Begitu juga istri kepada suaminya, “makasih ya Yah sudah bekerja keras hari ini untuk aku dan anak-anak.”
Orangtua pun juga sebaiknya memberikan apresiasi kepada anak-anak untuk hal-hal sederhana yang telah mereka kerjakan. Misal, “alhamdulillah, kakak sholehah, rajin dan mandiri sekali. Piring kotornya sudah langsung dicuci sendiri setelah makan,” atau “Masya Allah, adik sholih hebat… sudah bisa makan sendiri tanpa harus dibantu ayah bunda.
Meski mungkin tanpa diucapkan pun kita sudah saling tahu, namun ada kalanya apresiasi tersebut perlu diungkapkan sebagai penegasan dan ucapan terima kasih kepada pasangan dan anak-anak. Selain itu, apresiasi juga bisa meningkatkan kepercayaan diri setiap anggota keluarga. Maka, jangan ragu-ragu untuk saling mengapresiasi satu sama lain.
Sementara afeksi bisa ditunjukkan dengan saling memberikan perhatian. Contoh sederhananya, ketika suami pulang, apapun yang sedang istri kerjakan, entah itu sedang memasak atau melakukan pekerjaan lainnya, segera hentikan dan sambut suami dengan senyum terlebar.
Mas bojo langsung melirik dan ngekek ke arahku dong waktu mendengar contoh tersebut. Aku pun hanya membalas dengan senyuman tengsin. Maklum aku masih sering kurang menyambut doi saat pulang ke rumah. Lalu aku ngeles, “Habis ayah pulang telat terus sih, jadi males tahu.”
Eh suami nggak mau kalah dong, “Loh, ayah pulang terus soalnya merasa di rumah nggak dibutuhin sih. Masa setiap pulang istrinya nggak menyambut dengan senyuman, malah asyik main HP sendiri. Tuh lo kaya anak-anak kalau ayahnya pulang langsung menyambut dengan ceria.” Eaa. Skakmat daaah.
2. Komitmen terhadap Keluarga
Suami dengan sabar menegur dan meluruskan kesalahan istrinya, atau sabar dalam menghadapi pertanyaan ingin tahu anak-anaknya. Suami dan istri saling memahami peran dan tanggung jawab masing-masing, tanpa perlu merasa paling berkorban dan berjasa. Karena sejatinya sebuah keluarga adalah a home team, tidak bisa berdiri sendiri dan harus saling mendukung satu sama lain.
3. Komunikasi Efektif dan Positif
Agar tercipta komunikasi yang efektif dan positif, suami istri harus saling mengenal bahasa cintanya masing-masing. Hayo, masih ingat nggak 5 bahasa cinta itu apa saja? Yang lupa, bisa tengok di artikel merawat cinta ya.
Selain saling mengenali bahasa cinta, pasangan juga harus saling hadir dan berempati satu sama lain. Hadir di sini bukan sekedar duduk berdekatan, namun terlibat dalam obrolan dan diskusi-diskusi yang hangat. Suami perlu menyadari bahwa istrinya memiliki komunikasi tingkat tinggi di mana setiap harinya membutuhkan ruang untuk mengeluarkan kurang lebih 20ribu kata. Sedangkan sang istri juga perlu paham bahwa suami memiliki komunikasi tingkat rendah, jika suaminya lebih banyak diam itu wajar, karena laki-laki hanya butuh mengeluarkan 7000 kata per hari. Maka kalau suami diam saja ketika kita sebenarnya ingin ngobrol, ya sampaikan saja.
4. Menikmati Waktu Bersama
Lahirkan kenangan-kenangan terindah bersama keluarga. Nikmati setiap detik kebersamaan bersama keluarga. Tidak hanya sekedar mengejar quality time. Bisa jadi apa yang kita sebut dengan quality time, bukanlah hal-hal yang diinginkan pasangan atau anak-anak. Libatkan seluruh anggota keluarga dalam setiap aktivitas yang menyenangkan dan membahagiakan.
Kenangan indah akan selalu menjadi amunisi untuk hidup yang lebih baik. Di masa kanak-kanak, isilah waktu-waktu bersama keluarga untuk menumbuhkan aqidah dan menguatkan fitrah mereka. Menumbuhkan sesuatu yang baik selalu butuh waktu, maka sudah sepantasnya kita tidak hanya mengejar quality time. Kuantitas dan kualitas harus berjalan dengan seimbang untuk menghasilkan kenangan indah yang membahagiakan dan tak terlupakan.
5. Spiritual Well Being
6. Mampu Menyelesaikan Konflik
Keluarga yang tangguh adalah keluarga yang selalu mampu menyelesaikan konflik. Bagaimana caranya? Yaitu dengan fokus pada kebaikan-kebaikan pasangan ataupun anak-anak. Setiap orang pasti memiliki kekurangan, karena kesempurnaan memang hanya milik Allah. Namun jika kita selalu terpaku pada kekurangan pasangan dan anak-anak, mata kita akan tertutup untuk bisa menemukan kebaikan mereka.
Alih-alih selalu mengingat hal-hal buruk yang ada dalam diri pasangan, maka fokus saja pada kebaikannya. Yakinlah di antara dua atau tiga keburukan pasangan, masih ada banyak kelebihan yang dimilikinya.
Selain itu untuk dapat menyelesaikan konflik maka pasangan harus mampu saling memaafkan. Setiap manusia tidak akan pernah luput dari kesalahan. Dengan saling legawa memberi maaf, hati akan lebih tenang dan damai dalam menjalani kehidupan pernikahan ke depannya.
Ketika sebuah masalah pelik terjadi di dalam pernikahan, bermusyawarah adalah hal paling tepat untuk meyelesaikannya. Jika suami istri merasa tak mampu bermusyawarah dengan baik, mereka bisa menghadirkan pihak ketiga yang netral dan memiliki ilmu yang cukup untuk menengahi permasalahan tersebut hingga menghasilkan keputusan terbaik.
Kira-kira dari 6 karakter keluarga tangguh di atas apakah semuanya bisa ditemukan di keluarga teman-teman? Aah, sepertinya kalau aku masih ada beberapa yang jadi PR nih. Semoga ke depan semua karakter di atas bisa ditemukan dalam keluarga kita ya, pals. Aamiin.
Insya Allah masih ada satu seri lagi dari rangkaian workshop ketahanan keluarga, tunggu di postinganku selanjutnya ya!
Wassalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Post a Comment
Salam,
maritaningtyas.com