Assalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Nggak terasa kelas Bunda Cekatan (Buncek) #1 sudah masuk minggu ketiga. Setelah minggu-minggu yang lalu, telur hijau dan telur merah telah mulai dikumpulkan. Minggu ini kami diminta untuk menemukan telur oren. Apa itu telur oren?
Tunggu dulu.. jangan tergesa-tergesa, santuy kalau kata anak zaman now. Sebelum aku bagikan cerita tentang proses penemuan telur-telur oren, aku mau sedikit berbagi tentang dongengnya Ibu Septi Peni yang sempat kucatat beberapa waktu lalu saat beliau membagikan materi di FB Grup Institut Ibu Profesional.
Ketrampilan, Kebahagiaan dan Prioritas
Malam itu Ibu Septi Peni bercerita tentang pentingnya ketrampilan. Sebaiknya ketrampilan tidak hanya asal bisa, tapi harus tahu ilmunya. Kalau kita tahu ilmunya, kita tidak akan merasa bingung dan grusa-grusu, apalagi tegang. Bu Septi lalu menceritakan pengalaman beliau saat terjebak banjir bersama keluarganya di dalam mobil. Bu Septi saat itu merasa tegang dengan kondisi banjir yang membuat mobil oleng ke kanan dan ke kiri. Ibu takjub melihat Mbak Ara yang sigap dalam memegang kemudi, dan Mas Elan yang tenang sebagai navigator. Pengalaman tersebut semakin meyakinkan beliau bahwa pentingnya terampil dan tahu ilmunya. Mbak Ara tetap tenang dalam kondisi tersebut karena memiliki ilmu dan ketrampilan menyetir.
Dalam proses belajar yang kita lalui, bisa jadi muncul rasa ketidakbahagiaan. Rasa tersebut bisa muncul karena kita tidak menentukan prioritas. Oleh karenanya kita harus menentukan prioritas; cukup 5 ketrampilan saja yang paling menambah kebahagiaan.
Setelah itu penting untuk menggali bagaimana cara belajar yang paling cocok untuk kita; apakah lewat membaca, nonton video, kuliah online, diskusi, datang langsung ke lokasi, harus tatap muka dengan guru? Gali terus bagaimana cara belajar yang kita sukai dan paling nyaman untuk kita.
Orang yang merdeka belajar, akan mencari ilmu secara tuntas. Maka, ada nggak ada guru, bukanlah permasalahan buat kita. Kita akan terus belajar.
1. Komitmen terhadap tujuan
Tujuan belajar harus ditetapkan di awal. Tujuan inilah yang akan menguatkan dan mengembalikan kita kepada track-nya saat jalan yang dilalui mulai out of map.
2. Mandiri pada cara
Belajar tidak boleh bergantung kepada guru, ataupun cara belajar orang lain. Kita harus punya kemandirian cara belajar. Jadilah ulat yang bisa menemukan makanan paling tepat untuk dirinya
3. Refleksi diri
Seusai kita mengikuti sebuah seminar/ kulwap/ kelas online, cari minimal satu hal yang yang disampaikan oleh narsum, yang suudah ada dan berjalan cukup bagus di dalam diri kita. Lalu setelah itu cari juga satu hal yang harus diperbaiki dalam diri kita sesuai dengan apa yang disampaikan oleh narsum tersebut, sehingga setelah seminar/ kelas itu, kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik.
Berubah tidak harus langsung drastis. Mulailah dari satu hal yang paling sederhana dan paling mungkin untuk kita praktekkan secara langsung. Jangan terbelenggu dengan satu guru, satu ilmu dan satu cara . Kita harus selalu adaptif terhadap proses. Belajarlah untuk selalu nyaman dengan setiap perubahan.
Selain menemukan gaya belajar, kita juga perlu mengenali ritme belajar. Apakah kita termasuk yang ritme belajarnya cepat atau lama. Untuk mengenali ritme tersebut, setidaknya kita harus mengamatinya selama satu minggu.
Jangan merasa diri kita egois hanya karena kita mencari kebahagiaan sendiri. Karena sejatinya kita meniatkan untuk mengisi tangki-tangki kebahagiaan di dalam diri sehingga bisa berbagi kebahagiaan dengan orang lain/ keluarga.
Dalam prosesnya nanti, kita juga perlu belajar untuk mengelola kebahagiaan. Kebahagiaan harus dikelola agar berjalan secara seimbang, sehingga tidak ada yang merasa diabaikan dan dizhalimi. Misal nih, bahagiaku adalah ketika menjentikkan jemariku di atas laptop, merangkai kata demi kata menjadi sebuah artikel curhat yang syukur-syukur bisa bermanfaat. Namun di sisi lain, ada suami yang harus dijaga kebahagiaannya karena ingin ngobrol dengan istrinya. Juga ada anak-anak yang butuh bermain dengan bundanya.
Maka di sini penting bagiku untuk membagi waktu kapan aku bisa membahagiakan diri sendiri tanpa mengorbankan kebahagiaan anak-anak dan suami.
Indikator kebahagiaan adalah tidak mengeluh, hadirnya rasa syukur dan kesabaran yang berlipat.
Oleh karenanya, hal pertama yang harus dilakukan agar kebahagiaan bisa segera dicapai dalam proses belajar yaitu menentukan prioritas.
Cara menentukan prioritas yaitu dengan memilah ketrampilan yang penting dan mendesak, serta mana yang masuk pada kategori penting banget dan penting biasa saja.
Ketrampilan diri juga memiliki grade; basic - intermediate - advance. Kita harus menentukan indikator dan menerima grade diri kita. Sebagai pembelajar sepanjang hayat tentunya kita harus selalu meningkatkan grade ketrampilan diri.
Rasa-rasanya mendengarkan ibu mendongeng, kepala rasanya semakin penuh dengan hal-hal yang perlu dan penting kupelajari. Hampir saja aku kalap, untungnya kemudian ibu mengingatkan bahwa seorang manajer keluarga bukan berarti orang yang serba bisa. Namun manajer keluarga harus tahu ilmunya. Perkara apakah nanti mau dikerjakan sendiri atau didelegasikan, kita tetap harus tahu ilmunya lebih dahulu, karena mendelegasikan amanah pun membutuhkan ilmu.
Merevisi Telur-telur Merah
Seusai mendengarkan dongeng ibu, aku membaca ulang Jurnal Buncek #2-ku. Kubaca berkali-kali dan merasa ada sedikit yang kurang sreg. Aku pikir ada beberapa hal yang harusnya bisa disatukan, dan ada beberapa hal yang tak sungguh-sungguh ingin kupelajari.
Maka akhirnya aku melakukan sedikit perubahan pada telur-telur merahku.
A. Ketrampilan Penting dan Mendesak
1. Manajemen Rumah Tangga
2. Manajemen Menulis dan Blogging
3. Public Speaking
B. Ketrampilan Penting dan Tidak Mendesak
1. Menyetir
2. Menjahit
3. Baking
C. Ketrampilan Tidak Penting dan Mendesak
1. Teknik Menghafal Al Quran
2. Teknik Menyusun Kurikulum Belajar Anak
D. Ketrampilan Tidak Penting dan Tidak Mendesak
1. Mewarnai
2. Mendesain Baju
3 Telur Merah Baruku
Alasan kenapa ada beberapa telur dari jurnal sebelumnya yang kucoret, karena setelah kutelaah, telur-telur itu bisa masuk menjadi ilmu yang kubutuhkan dan kupelajari untuk mengasah dan meningkatkan ketrampilanku. Misal manajemen waktu dan manajemen emosi, setelah kuanalisa, dua hal ini adalah ilmu yang kubutuhkan untuk mengembangkan skill-ku dalam mengatur rumah tangga dan juga dibutuhkan pada proses kreatifku saat menulis.
Setelah memilah dan mempertimbangkan beberapa hal, aku akhirnya memilih tiga hal ini menjadi telur merahku
1. Manajemen Rumah Tangga
Kenapa tiba-tiba menjadikan hal ini sebagai telur pertama yang ingin kukuasai. Aku merasa sampai hari ini masih asal-asalan dalam menjalankan peranku sebagai seorang istri. Ketika beberapa saat lalu mengikuti Parenting Nabawiyah dan mengulang kajian dari Ustaz Budi Ashari, aku merasa ada beberapa poin yang harus diperbaiki lagi dalam peranku sebagai istri. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa di dalam Al Quran, peran perempuan yang paling banyak disebut adalah sebagai istri. Sebelum atau sembari berproses menjadi ibu bagi anak-anak, PR besar untukku adalah memperbaiki skill-ku sebagai seorang istri.
Ridho Allah pada seorang istri tergantung pada ridho suaminya. Aku merasa sampai usia pernikahan menuju angka 12 masih jauh dari hal-hal yang bisa membuat Allah ridho padaku.
Ridho Allah pada seorang istri tergantung pada ridho suaminya. Aku merasa sampai usia pernikahan menuju angka 12 masih jauh dari hal-hal yang bisa membuat Allah ridho padaku.
TAAT adalah sebuah ketrampilan yang menurutku harus selalu dilatih dan diupayakan setiap waktu. Untuk terampil dalam urusan mengelola rumah tangga, ada banyak hal yang satu per satu harus mulai kupelajari dengan lebih detail, antara lain; mengatur waktu, mengelola emosi, mencari tahu kesenangan-kesenangan suami dan anak-anak. Dalam ketrampilan ini aku butuh untuk terus mengayakan diri dengan ilmu-ilmu terkait pernikahan dan pengasuhan anak.
2. Manajemen Menulis dan Blogging
Telur merah kedua adalah sesuatu yang tak akan pernah kutinggalkan. Bahkan dari telur merah pertama bisa jadi menghasilkan produk-produk untuk telur kedua ini. Kalau diminta memberikan grade untuk ketrampilan menulis dan blogging-ku, aku akan memberikan grade intermediate. Tahun ini aku ingin meningkatkan gradenya menuju advance. Ilmu-ilmu yang kubutuhkan antara lain menerbitkan buku solo dan all things related to SEO Stuff & Blog optimization.
Aku juga ingin menghubungkan antara ketrampilan menulisku dengan pengelolaan rumah tangga, aku ingin membagikan artikel-artikel dengan tema pernikahan dan parenting lebih banyak lagi. Namun aku tak ingin menulis artikel sekedar teori, maka aku ingin membagikan proses belajarku dalam mengelola rumah tangga yang sudah menunjukkan keberhasilan.
3. Public Speaking
Telur merah ketiga adalah sebuah ketrampilan yang akan mendukungku baik dalam urusan berumah tangga maupun dalam proses kreatif sebagai penulis dan blogger. Public speaking untuk seorang ibu rumah tangga dibutuhkan agar aku bisa berkomunikasi dengan suami dan anak-anak lebih tertata dan efektif. Aku juga membutuhkan ilmu public speaking karena ingin lebih santai dan asyik saat membagikan informasi-informasi terkait parenting di arisan PKK atau dawis. Karena kadang aku merasa gugup, padahal hanya small circle.
Merumuskan Telur-telur Oren
Pada akhirnya dari telur-telur merah baruku ini, aku harus merumuskan telur-telur orenku. Hmm, agak deg-degan. Tapi, bismillahirrohmanirrohim…
Tujuan Belajar
Ada tiga ketrampilan utama yang ingin kukuasai; manajemen rumah tangga, manajemen menulis & blogging dan public speaking. Tiga hal ini menurutku sangat terkait satu sama lain dan setiap ketrampilan saling mendukung satu sama lain. Namun aku ingin lebih fokus dulu dalam meningkatkan ketrampilanku di bidang "Manajemen Rumah Tangga."
Diawali dengan menemukan dan menguatkan strong why mengapa aku ingin terampil di bidang “Manajemen Rumah Tangga.” Tak lain dan tak bukan demi mengharap ridho Allah. Apalah artinya segudang aktivitas ketika tak ada satu pun yang mendapatkan ridho-Nya.
Aku kembali membaca visi misi keluarga yang suamiku rancang; RUMAH KITA. Aku ingat betapa visi misi yang bagi orang lain terlihat sederhana itu berawal dari sebuah kisah klasik yang tak ingin kami ulangi. Bertumbuh dari broken home family membuat aku sering kehilangan arah dalam menjalankan peranku sebagai seorang istri dan ibu. That’s why aku harus menguatkan diriku kembali untuk keep on the track.
Rasanya tak adil melihat suami seringkali berjuang sendiri dan memberikan pemakluman-pemakluman kepadaku demi sebuah frasa “asal kamu bahagia.” Ya, aku harus menguatkan peranku sebagai istri dan ibu. Memberikan pelayanan ala sultan untuk suami dan anak-anak. Lalu sebuah nasihat dari Pak Dodik Mariyanto semakin menguatkanku, “bersungguh-sungguhlah kau di dalam, maka kau akan keluar dengan kesungguhan itu.”
Untuk bisa mendampingi suami membesarkan RUMAH KITA, maka aku harus bisa menjadi istri yang bahagia dan menjalani setiap aktivitasku dengan mindfulness. Ke depannya, aku juga ingin bisa menjadi ibu yang selalu dirindukan anak-anak, penulis & blogger yang selalu produktif berkarya serta menjadi fasilitator/ coach dalam bidang marriage, parenting & blogging.
Ilmu yang Ingin Dipelajari
Untuk bisa menjadi istri yang profesional dalam mengelola rumah tangga, ada banyak hal yang ingin dan harus kupelajari. Namun inilah beberapa ilmu yang mendesak dan ingin kukuasai dalam jangka pendek:
Gratitude Journal atau jurnal syukur menjadi hal yang aku rasa penting untuk kupelajari karena terkait dengan proses self healing-ku. Dengan rutin membuat jurnal syukur aku jadi lebih mudah melakukan self acceptance dan juga bisa mengelola emosi dengan lebih baik. Aku cocok dengan metode jurnal syukur karena membutuhkan proses menulis, kegiatan yang aku sukai.
Masalahnya terkadang aku kurang konsisten. Padahal ketika mulai tak rutin mencatatkan jurnal syukur, aku merasa lebih cepat oleng dan out of the track. Oleh karenanya aku ingin mengumpulkan berbagi teori dan teknik terkait gratitude journal, hingga menemuan cara paling klik dan tak bertemu lagi dengan inkonsistensi.
Saat mendapat ilmu tentang kandang waktu pada matrikulasi batch #6, aku seperti menemukan angin surga. Aku ingat sekali semua kegiatanku bisa on schedule. Setiap jam 7 pagi, semua urusan domestikku sudah usai dan aku bisa punya cukup waktu untuk bercengkrama dengan Affan atau mengerjakan proyek menulis. Namun semakin ke sini, kandang waktuku tak beraturan lagi, hingga akhirnya aku menjadi lebih cepat uring-uringan karena merasa banyak hal harus dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Maka dari itu aku ingin menemukan cara efektif untuk mengelola waktu agar urusan nemenin suami ngobrol, membersamai anak-anak main dan proses kreatif menulis tetap bisa seiring sejalan.
Ilmu berikutnya yang kurasa sangat kubutuhkan adalah ilmu mendengar. Aku sering merasa terlalu banyak bicara namun kurang mendengar. Padahal sebelum kita banyak bicara, sebaiknya kita mendengar lebih banyak dulu. Menerima perasaan orang-orang di sekitar kita, dan tak terlalu banyak bicara saat tak dibutuhkan atau tak diminta. Aku ingin bisa mendengar dengan lebih baik sehingga bisa mengenali dan menerima banyak kisah, cerita dan dongeng-dongeng menarik yang pastinya akan membuatku merasa lebih bersyukur atas kehidupan yang kujalani.
Sumber Ilmu
Berikut ini sumber-sumber ilmu yang bisa kujadikan rujukan dalam proses belajarku:
A. Sumber Utama
Sebagai seorang muslimah, tentu saja sumber ilmu yang paling utama dan tak tergantikan adalah Al Quran dan hadits. Semua ilmu pokok harus berdasarkan dari sumber utama ini. Sementara sumber tambahan hanyalah sebagai pelengkap.
B. Sumber Tambahan
Sebagai seorang muslimah, tentu saja sumber ilmu yang paling utama dan tak tergantikan adalah Al Quran dan hadits. Semua ilmu pokok harus berdasarkan dari sumber utama ini. Sementara sumber tambahan hanyalah sebagai pelengkap.
B. Sumber Tambahan
1. Youtube
Karena aku suka sekali menonton, buatku Youtube adalah sumber belajar yang asyik. Untuk artis Indonesia, aku suka sekali menonton Channel Ussy dan Andhika yang Teman Tidur. Karena di sini aku bisa mendapat banyak insight tentang skill mengelola rumah tangga.
2. Buku
Ada beberapa buku terkait pengembangan diri dan parenting yang belum kubuka sampulnya. Sepertinya beberapa bulan ke depan aku ingin fokus membaca buku-buku yang sudah kubeli dan belum mulai kubaca.
3. Artikel-artikel
Ada beberapa artikel menarik yang sudah kutandai, antara lain: Effective Listening Improve the Happy Level of Our Life, 5 Ways that Listening Can Change Your Life, dan beberapa artikel terkait gratitude journal.
4. Suami dan anak-anak
Buatku mereka adalah sumber ilmu terbaik yang Allah beri. Dari mereka, aku menemukan tantangan namun juga sekaligus ‘dipaksa’ untuk mencari solusi. Mereka adalah partner sekaligus tim dalam hidup yang the best.
5. Teman dan kerabat
Selain suami dan anak-anak, belajar dari teman, tetangga dan kerabat adalah cara asyik. Aku tipe orang yang senang mengamati dan menyimpulkan. Belajar dari kehidupan orang lain membuatku lebih semangat dan bersyukur.
6. Guru, murrobiyah
Seperti yang disampaikan oleh ibu Septi, kita tak boleh terpancang pada satu guru dan satu ilmu. Aku ingin menemukan lebih banyak lagi guru kehidupan agar bisa memandang hidup lebih luas dan penuh warna.
Cara Belajar
Setelah kuamati inilah hal cara belajar yang asyik untukku;
Audio visual lebih membuatku cepat menangkap materi daripada materi yang disajikan lewat audio. Terbukti ada beberapa kelas yang kuikuti dan hanya memberikan materi dalam bentuk audio, aku lama-lama kesusahan mengikuti kelas tersebut.
Audio visual yang bisa kujadikan bahan belajar beraneka ragamnya, dari talkshow, kajian atau pun film. Aku paling menikmati momen menonton dan mengamati, lalu diakhiri dengan mencatat insight yang aku dapat dari hal-hal yang kutonton tersebut.
Selain menikmati materi-materi audio visual, aku juga senang membaca. Selain mengayakan kosa kata yang berguna dalam proses kreatif menulis. Membaca buku fisik lebih asyik dan ilmunya terasa lebih mendalam. Mata juga tak mudah capek. Aku senang membaca sembari menandai kalimat-kalimat penting di dalam buku dengan pena berwarna-warni. Sama halnya dengan proses belajar lewat audio visual, ilmu yang aku dapat dari sebuah buku akan lebih terikat ketika aku mencatat atau menulis resumenya.
Selain mencatat, ilmu akan semakin terikat ketika langsung dipraktekkan. Maka penting untuk segera mempraktekkan ilmu yang sudah didapat agar tak segera menguap. Selain mempraktekkan, membagikan catatan ilmu yang kubuat juga menjadi sarana belajar untukku. Catatan-catatan itu akan lebih mudah kubaca kembali ketika sudah kuterbitkan lewat blog. Biasanya ketika kondisi jiwaku sedang tak stabil, dengan membaca ulang tulisan-tulisan yang pernah kubagikan, membuatku kembali bersemangat.
Alhamdulillah akhirnya perjalanan merevisi telur merah dan menemukan telur oren selesai juga. Eits, tapi proses belajarku di Buncek masih panjang. Nantikan jurnal-jurnalku berikutnya ya. Kesatu, kedua, ketiga
Wassalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Post a Comment
Salam,
maritaningtyas.com