Assalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Siapa suka minum susu sapi segar? Wah, banyak yang angkat tangan… Pantesan badannya kok segar dan ginuk-ginuk, ternyata doyan minum susu to. Eits, jangan tersungging lo, ginuk-ginuk itu lucu dan sehat. Buat yang merasa belum ginuk-ginuk dan resolusi 2020-nya pengen ginuk-ginuk, yuk ikut aku jalan-jalan ke Desa Sumogawe.
Pasti banyak yang berkerut keningnya ya? Terasa asing di telinga? Biar nggak asing lagi aku kasih tahu deh, Desa Sumogawe adalah salah satu desa yang ada di Kabupaten Semarang. Bahkan menurut penuturan pemandu wisata kami hari itu, Mas Nanang, dan juga Pak Yapto, salah satu warga di desa tersebut, Desa Sumogawe adalah desa terluas di Kabupaten Semarang.
Wisata ke Kabupaten Semarang
Sebelum aku bercerita lebih lanjut tentang Desa Sumogawe yang terkenal dengan produksi susunya. Aku mau kilas balik ke bulan Oktober yang lalu, tepatnya pada hari Senin, 28 Oktober 2019. Pada hari itu aku dan beberapa teman blogger Semarang mendapat kesempatan untuk jalan-jalan ke Kabupaten Semarang. Piknik tipis-tipis lah yaaa.
Ibu Dewi, Kadinpar Kab. Semarang |
Sebelum kami diberangkatkan oleh tim Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang, Ibu Dewi Pramuningsih selaku Kepala Dinas memberikan informasi terkait peta wisata di Kabupaten Semarang. Menurut beliau dari hasil pengamatan dan pencatatan pada 2018, ada sekitar 3.300.000 kunjungan wisata dari pengunjung dalam negeri, dan 800ribuan kunjungan wisata dari manca negara.
Dari catatan tersebut juga diketahui bahwa wisatawan nusantara biasanya berkunjung tak lebih dari sehari, sementara wisatawan mancanegara berkunjung tak lebih dari dua hari. Padahal tercatat ada 35 desa wisata, 13 hotel berbintang dan 195 hotel non bintang di Kabupaten Semarang yang siap menyambut dan menampung para wisatawan.
Maka dari itu, salah satu target dari Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang adalah menggenjot kunjungan wisata agar lebih meningkat dari tahun sebelumnya.
Nyusu, Ngeju dan Saparan di Desa Sumogawe
Rundown Acara One Day Trip |
Setelah Bu Dewi menuntaskan ceritanya, kami pun digiring masuk ke sebuah mini bus menuju Desa Sumogawe. Dari informasi yang disampaikan mas Nanang, dibutuhkan waktu kurang lebih 45 - 60 menit untuk menuju ke lokasi. Fyi, Desa Sumogawe ini masuk ke dalam wilayah Kecamatan Getasan. Selama ini setahuku Getasan yang terkenal dengan Kopengnya itu masuk ke wilayah Salatiga, kota masa kecilku. Ternyata oh ternyata, baru tahu kalau Kopeng dan Getasan itu masuk wilayahnya Kabupaten Semarang.
Sambil menikmati perjalanan, kami menikmati snack yang disediakan sembari mendengarkan cerita mas Nanang tentang Sumogawe. Btw, Mas Nanang ini Duta Wisata Kabupaten Semarang tahun 2018 lo. Pantesan saja pengetahuannya tentang wisata di Kabupaten Semarang lengkap sekali.
Mas Nanang, Tour Guide kami |
Desa Sumogawe terkenal dengan slogannya Ken Nyusu, yang sebenarnya merupakan plesetan dari dua produk hasil olahan desa ini; keju dan susu. Desa ini mampu menghasilkan 25ribu liter susu per harinya. Saking berlimpahnya, desa ini menjadi salah satu supplier dari Frisian Flag. Tahu dong ya salah satu pabrik susu terbesar di Indonesia ini? Setiap harinya susu-susu dari Sumogawe dibawa ke Bandung. Agar kualitasnya tetap aman dan terjaga sampai ke lokasi, susu-susu tersebut dibawa menggunakan lemari khusus.
Pastinya melongo ya lihat hasil produksi susu per harinya? Nggak akan kaget kalau kita tahu bahwasanya setiap rumah di Sumogawe setidaknya memiliki 6-7 ekor sapi. Melihat keunggulan yang dimiliki oleh desa ini, maka seluruh perangkat desa bekerjasama untuk mengembangkan potensi tersebut. Jadilah memerah sapi dikembangkan menjadi salah satu agenda wisatanya. Selain bisa menikmati wisata memerah sapi, kita juga bisa memborong produk-produk unik yang hanya bisa didapatkan di Sumogawe, seperti kripik susu, sabun susu, kue bawang susu dan gethuk susu. Yummy.
Serunya Saparan di Sumogawe
Terletak di dataran tinggi, maka tak heran begitu memasuki wilayah Sumogawe, tubuhku mulai beradaptasi dengan sejuknya udara di sana. Aaah, aroma dan udara yang tak asing. Mungkin karena tak jauh juga dari Salatiga, jadi sejuk-sejuknya masih sama. Beruntung hari itu aku tak lupa membawa jaket kesayangan. Walau akhirnya setelah asyik bercengkrama, sejuknya pun telah berubah menjadi hangat yang dirindukan.
Satu per satu peserta One Day Trip hari itu turun dari bus. Berasa seperti tamu agung ketika seluruh warga desa menyambut kehadiran kami. Aah, ternyata hari itu sedang ada selametan desa yang biasa dikenal dengan budaya saparan.
Aku sendiri baru tahu ada budaya semacam ini lo. Saparan di setiap desa ternyata bisa berbeda-beda, tergantung dari kapan pasaran hari jadi sebuah desa terbentuk. Kebetulan di Desa Sumogawe, menurut kalender Jawa, cikal bakal desa ini jatuh pada pasaran Senin Legi. Jadi setiap Senin Legi di bulan Sapar, warga Sumogawe akan menggelar kirab budaya.
Dan jangan dikira kirabnya ini kecil-kecilan lo. Benar-benar megah dan sangat terkonsep. Seluruh warga berdandan dan menyiapkan sesajen buah-buahan, sayur-sayuran, tumpeng dan juga menampilkan tarian khas bertajuk Tari Prajurit. Kami sempat bertanya apakah untuk menggelar event sebesar ini ada persiapan khusus dari warga. Pendamping kami saat itu menyatakan kalau setiap warga sudah menabung untuk event ini, jadi insya Allah tidak memberatkan.
Tradisi Saparan ini konon Lebih ramai dari lebaran. Jika saat lebaran tak semua orang pulang kampung, maka saat Saparan tiba, semua orang mengusahakan untuk datang. Siang hari itu, saat kami diajak berkunjung ke beberapa rumah warga. Awalnya belum banyak tamu yang berkunjung. Namun begitu kami selesai berkunjung dari rumah ketiga, beberapa rumah mulai sesak oleh tamu. Ternyata menurut info yang kami dapatkan, semakin sore justru akan semakin ramai.
Tujuan saparan sendiri selain sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah atas berkah yang turun ke desa tersebut selama satu tahun, saparan juga sebagai sarana silaturahim. Sesama warga dan saudara saling berkunjung satu sama lain. Jika di hari-hari biasa jarang bertemu karena terpentok kesibukan, maka di Saparan ini semua sengaja menyediakan waktu untuk saling berkunjung. Bahkan saking serunya, biasanya anak-anak pun mengajak teman-temannya sekolah untuk berkunjung ke rumahnya. Tak sedikit yang memilih bolos agar bisa ikut serta memeriahkan saparan. Maklum hanya setahun sekali, nggak apa-apa lah ya bolos sehari saja.
Oh ya, saparan ini hanya berlangsung selama sehari. Begitu masuk jam 24.00, maka saparan usai dan warga siap beraktivitas seperti semula. Pendamping kami juga berbagi cerita tentang tradisi mertoan. Yaitu sebuah selametan untuk menyambut saparan. Jika saparan ditujukan untuk selametan desa, kalau mertoan dikhususkan untuk selametan air dan jalan. Tujuannya untuk mengingat sesepuh yang sudah membangun dusun. Biasanya semua berkumpul di rumah bapak kepala dusun.
Melihat setiap rumah yang kami lewati hari itu selalu menyediakan suguhan yang tak sedikit, kami bertanya pada pendamping apakah memang setiap rumah wajib nyuguhi. Sang pendamping pun menjelaskan bahwa karena temanya syukuran, maka tidak ada sedikit pun paksaan. Semua suguhan adalah inisiatif warga masing-masing dan disesuaikan dengan kemampuan tuan rumahnya.
Untuk membuktikan bahwa setiap tuan rumah menyuguhkan sesuai kemampuan, kami pun diajak berkunjung ke tempat yang berbeda-beda. Sesampainya di rumah pertama, mas pendamping baru menyebutkan syarat utama saat bersilaturahim pada saat saparan, yaitu dilarang menolak saat ditawari suguhan apapun.
Wadaw… langsung melihat perut yang sudah membuncit karena tadi selesai menikmati kirab sudah sempat terisi dengan sepiring nasi. Tahu gitu kan makannya sedikit aja, hehe. Kami kira hanya akan mampir di satu rumah, ternyata kami diajak mampir ke tiga rumah! Bayangkan saja seberapa kenyang kami saat itu. Jangan bayangkan suguhannya hanya kudapan ya, pals. Hampir semua rumah menyediakan makanan besar alias nasi lengkap dengan lauknya, dan ini nggak boleh ditolak.
Alhamdulillah siang itu kami resmi kekenyangan! Saking kenyangnya, aku nggak makan lagi sampai ketemu siang di hari berikutnya.
Berkunjung Ke KUD Susu
Perjalanan kembali dilanjutkan, masih di wilayah Sumogawe. Kini kami menuju ke Dusun Bumiharjo. Desa Sumogawe sudah berganti tampuk kepemimpinan hingga 10 generasi. Saat ini dipimpin oleh Marsudi Waluyo Utomo. Beliau juga merupakan pemilik KUD yang kami kunjungi.
Pak Yapto, salah satu pendamping kami saat itu menjelaskan kalau di Sumogawe saat ini memiliki Pokdarwis yang dibina langsung oleh Dinas Pariwisata sejak 2017. Sebagai salah satu misi Kades saat itu yang ingin membangun Sumogawe menjadi desa wisata. Pokdarwis sendiri merupakan kepanjangan dari Kelompok Sadar Wisata.
1 Pokdarwis mengelola 15 dusun. Tugas pokdarwis ini melatih masyarakat untuk beternak secara sehat dan sistematis, selain itu juga menjadi perantara antara warga dan KUD. Di Desa Sumogawe ada 4KUD besar yang siap menampung susu hasil perahan sapi warga.
Kami juga sempat bertanya apakah tidak bisa melihat ritual memerah sapi, ternyata tidak bisa karena proses memerah sapi ada rutinitas dan waktunya sendiri. Setiap pagi mulai jam 05.00, warga sudah mulai masuk ke kandang, membersihkan kandang lalu memandikan sapi. Setelah itu baru diberi makan dan dilanjutkan dengan memerah sapi.
sapi-sapi di KUD |
pakan-pakan sapi |
truk pengangkut susu |
Para warga juga ngarit/ mencari rumput sendiri untuk mendapatkan rumput yang berkualitas. Bahkan kadang harus sampai ke Rawa Pening agar bisa mendapat rumput yang bagus. Selain rumput, pangan sapi juga biasa dicampur dengan katul sebagai pemberat.
Jam perah sapi di sore hari yaitu jam 16.00. Sama seperti pagi harinya, sapi pun dimandikan dulu baru diperah. Nah lo sapi aja mandi dua kali di Sumogawe, jangan kalah lo ya.. jleb! Untuk memerah sapi sendiri ada yang memerah dengan cara manual, ada juga yang menggunakan alat perah khusus, terutama yang sapinya lebih dari lima.
Dalam urusan memerah dan memberi makan ini, Desa Sumogawe juga bekerjasama dengan Dinas Peternakan. Jadi mereka diajari cara memerah dan memberi pakan yang benar sehingga hasil produksi bisa maksimal.
Untuk susu sendiri, biasanya para warga sudah menjadi anggota KUD. Sehingga setiap pagi dan sore akan ada petugas KUD yang mengambil susu-susu ke rumah warga. Tidak semua susu bisa dikirim ke Bandung, harus dicek kualitasnya. Susu-susu yang tidak lolos ke Bandung mulai dimaksimalkan untuk dibuat produk lain; keju, kefir, yoghurt, kripik, sabun, dll.
Desa Sumogawe juga mendapat pembinaan dari Dinas Koperasi & Perdagangan untuk mengembangkan UMKM. Setiap 2 tahun sekali, diadakan juga Expo Sumogawe selama dua hari dua malam untuk memamerkan hasil produk dari UMKM.
Lezatnya Keju Mozarella
Kali ini kami bergerak ke wilayah Dusun Magersari yang terkenal sebagai dusun kesenian. Di sinilah tari prajurit dilahirkan. Tidak hanya tari prajurit, dusun ini juga terkenal dengan kepiawaian warganya dalam memainkan reog, rebana dan seni-seni lainnya.
Tari Prajurit |
Sejarah tari prajurit sendiri berhubungan dengan sejarah Pangeran Diponegoro. Pada saat Pangeran Diponegoro tertangkap pada 1925 - 1930, beliau berada dalam pengasingan. Sebagai bukti kesetiaan, banyak pengikutnya yang juga mengasingkan diri. Ada tiga pengikutnya yang mengasingkan diri di wilayah Sumogawe, dan kemudian menjadi leluhur dusun-dusun yang ada di desa Sumogawe.
Yang pertama, ada mbah Kertonegoro yang makamnya bisa ditemukan di Dusun Kenteng. Lalu ada mbah Tambaknegoro yang membangun Dusun Tambeng, dusun yang terkenal dengan wit ringin (pohon beringin)nya. Berikutnya ada mbah Sumonegoro yang mendirikan dusun sumonegoro.
Para leluhur di desa Sumogawe tersebut lah yang memberdayakan masyarakat sekitar dengan cara prajuritan. Selain sebagai sarana untuk mengenang dan menghormati Pangeran Diponegoro.
Sedangkan Sumogawe sendiri berasal dari nama pendirinya yaitu mbah Sumokerti dan mbah Gawe. Makam mbah Sumokerti berada di dusun Magersari. Cikal bakal Sumogawe ada di dusun ini. Setelah terkesima dengan kirab budaya dan tari prajurit, disuguhi banyak makanan yang mengenyangkan hingga bertemu banyak sapi, titik terakhir yaitu kami diajak berkunjung ke rumah salah satu warga di Dusun Magersari. Ternyata di sana telah disiapkan sesi edukasi membuat keju mozarella.
Saat ini trainernya memang masih impor dari wilayah lain, namun diharapkan ke depannya warga Sumogawe juga bisa membuat keju mozarella sendiri. Kenapa Mozzarella dan bukan jenis keju lainnya? Karena ternyata cara bikinnya singkat. Menurut trainernya, cara bikin mozarella tidak begitu sulit, tapi juga tidak begitu gampang. Yang pasti keju hanya bisa dibuat dari susu segar. Jadi pas sekali Desa Sumogawe sebagai produsen susu segar yang berlimpah jika menjadikan keju mozarella salah satu olahan produksinya.
Mau tahu apa saja bahan dan bagaimana proses pembuatannya? Tengok gambar di bawah ini ya!
Susu segar yang diperah pagi sebaiknya diolah saat itu juga untuk menghasilkan keju mozarella terbaik. Dalam pembuatan keju mozarella, asam sitrat merupakan titik kehalalan keju. Maka pastikan untuk membeli asam sitrat yang berlabel halal MUI, contohnya yang bermerk Gajah.
1 liter susu membutuhkan 1/2 sendok teh asam sitrat yang sudah dilarutkan dalam 2 sendok makan air. Fungsi asam sitrat dalam pembuatan keju yaitu untuk menurunkan PH agar mozzarella yang dihasilkan kenyal.
Di antara bahan-bahan keju mozarella, enzim rennet adalah salah satu bahan yang masih sulit didapatkan, karena masih diimpor. Biasanya bisa didapat di toko-toko online. Tentu saja pastikan juga enzim ini berbahan halal. Rennet cukup 1 sendok kecil
Untuk garam yang digunakan dalam proses pembuatan mozarella harus menggunakan garam non yodium karena garam yodium bisa menyebabkan bakteri probiotik mati. Dalam proses masak, susu tidak perlu dipanaskan sampai 100 derajat, cukup derajat celcius. Kalau untuk keju, malah cukup dimasak sampai 60 derajat celcius saja.
Hingga saat ini keju mozarella harganya memang relatif mahal karena dalam pembuatannya membutuhkan banyak susu segar. Padahal dari mengolah 3 liter susu, hanya menghasilkan 250 curd. 10 liter susu kurang lebih menghasilkan 1 kg keju.
Selain dari susu sapi, keju mozarella juga bisa dihasilkan dari susu kerbau. Kejunya terkenal disebut dengan Mozzarella Dubuvala. 1 liter susu kerbau harganya 100 ribu rupiah, bayangkan berapa harga keju yang dihasilkan? Di Indonesia sendiri ada keju Danke dari Sulawesi yang sangat fenomenal.
Saat sesi edukasi ini aku baru tahu kenapa keju yang terkenal lumer di mulut itu dinamakan mozzarella. Ternyata arti kata Mozzarella adalah diputus. Dalam pembuatannya memang ada proses ‘diputus’, makanya dinamakan mozzarella. Sementara mozzarella ukuran kecil dinamakan bocconchini yang berarti diikat kemudian diputus.
Sebelum sesi terakhir ditutup, kami pun menikmati bread mozzarella stick yang yummy banget. Digoreng di lokasi langsung pula, jadi hangat dan lumer di mulut. Setelah itu tak lupa foto bersama untuk mengabadikan kenangan.
Seru kan kunjunganku bersama teman-teman blogger ke Sumogawe hari itu? Teman-teman juga bisa lo berkunjung ke Desa Sumogawe. Ada tiga paket eduwisata yang tersedia, minimal 30 orang. Untuk biayanya juga terjangkau lo, mulai dari 60ribu, bisa membawa pulang susu segar asli Sumogawe dan produk lainnya. Info lebih lengkap bisa menengok Fanpage Desa Wisata Sumogawe.
Ke depannya juga akan mulai dibangun homestay. Jadi bagi yang tertarik untuk merasakan jadi warga Sumogawe bisa menginap di rumah warga. Namun saat ini sedang dipersiapkan. Waah, nggak sabar nih homestay-nya segera ready.. pengen lihat ritual memerah sapi di Sumogawe!
Berhubung ada yang meminta alamat spesifiknya Desa Sumogawe, aku sertakan alamat yang ada di Google Map ya. Kalau spesifiknya banget sih sebenarnya nggak ada ya, karena Sumogawe adalah nama desa atau setingkat kelurahan kalau di kota.
Berhubung ada yang meminta alamat spesifiknya Desa Sumogawe, aku sertakan alamat yang ada di Google Map ya. Kalau spesifiknya banget sih sebenarnya nggak ada ya, karena Sumogawe adalah nama desa atau setingkat kelurahan kalau di kota.
Saat ini pariwisata telah menjadi andalan di Indonesia, selain migas. Setiap hari juga bermunculan banyak lokasi wisata baru. Maka dari itu perlu strategi pemasaran yang handal. Tidak hanya lewat leaflet, dan brosur, namun Juga lewat teknologi digital, apalagi jika targetnya kaum millenial. Media sosial adalah salah satu sarana pemasaran yang paling efektif.
Sekarang ini banyak lokasi biasa berubah menjadi tempat wisata hanya karena viral di media sosial. Maka ayo gunakan jempol kita untuk aktif membagikan informasi tempat wisata yang penah kita kunjungi di media sosial, biar semakin banyak orang tahu kalau di dekat kita juga banyak tempat-tempat yang indah. Mari jadi corong-corong informasi untuk meningkatkan pariwisata negeri sendiri.
Bu Ika Hendrastuti, PIC kami hari itu |
Btw, sudah pernah jalan-jalan ke Kabupaten Semarang belum, pals? Kalau sudah lokasi mana yang paling favorit? Kalau belum, kalian bisa lo ikutan program kece dari Kabupaten Semarang yang sudah dilaksanakan sejak 2017. Program tersebut dinamakan One Day Tour.
Untuk bisa ikutan program tersebut, gampang banget kok. Kita hanya tinggal mengumpulkan minimal 15 orang. Per orang dikenai biaya Rp 150.000. Dalam program tersebut, kita bebas memilih tiga destinasi wisata di wilayah Kabupaten Semarang yang akan dikunjungi, dengan syarat salah satu lokasinya adalah milik Pemerintah Kabupaten Semarang; Candi Gedongsongo, Muncul Water Park, Pemandian Muncul, Palagan Ambarawa dan Bukit Cinta.
Fasilitas yang akan didapatkan yaitu snack pagi, makan siang, armada elf model jet yang sangat nyaman atau bus kecil ukuran 34 orang. Oh ya, kita juga bisa request untuk berhenti di beberapa spot oleh-oleh yang dilewati. Asyik kan?
Kita pun bisa minta dijemput di mana saja, termasuk di wilayah Semarang dan Mranggen. Namun untuk wilayah penjemputan di luar Ungaran, ada tambahan biaya penjemputan sebesar Rp 100rb/ mobil. Alhamdulillah aku sudah pernah mengikuti program One Day Tour dari Kabupaten Semarang ini bersama rombongan Dawis Anggrek di RT-ku. Kesannya bagaimana? Harga boleh kaki lima, tapi kualitasnya bintang lima! Untuk lengkapnya, tunggu di ceritaku selanjutnya ya!
Wassalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Uwuwuw.. acara yang super seru banget Mbak. Sampai-sampai nggak bsia ngobrol lebih dekat sama Mbak Marita, hehehe. emoga kapan hari bisa ke sana lagi Mbak ya. Aku mau banget susunya yang renyah dan yummy...
ReplyDeletekok sepertinya saya baru mengenal desa wisata sumogawe di kab. Semarang y mb? apa jgn2 saya kurang up to date. Ceritanya asik banget ini, sampai gak kerasa bacanya udah selesai. boleh dong dicantumin alamat lengkap dalam artikel siapa tahu saya nanti bisa berencana menuju ke tmp tsb.
ReplyDeleteWaah, ternyata mozzarella buatan Indonesia dan dari sapi lokal indonesia juga ada ya. Kalau ada kesempatan jadi pengen ke Sumogawe juga, pengen mencicipi makanan olahan susu dari sana.
ReplyDeleteLengkap informasi mengenai susunya dan produk olahannya.. jadi lupa kapn terakhir minum susu..secara sekarang udah lebih sering ngopi ketimbang nyusu..
ReplyDeleteDan ada wisata one day tripnya juga . . Tapi ada syarat minimal 15 pesertanya ya
Saya pernah dengar atau baca kata Sumogawe, Mbak Marita. tapi sekilas saja. Ternyata ada nama desa di semarang ya, Mbak. Dan kerennya jadi desa wisata. Saya pas ke semarang belum ngeh desa ini. Jadi hanya mutar-mutar seputar kota semarang.
ReplyDeleteSeru dan keren nih, Desa wisata Sumogawe, Mbak. Harus gencar dipromosikan, agar semakin banyak yang datang ke sana. Sip.. masuk list kalau ke Semarang, Mbak hehehe.
Menarik mba, aku bahkan baca sampai habis karena kepo. It was my first time baca pengalaman orang langsung wisata ke desa sapi. Baru tau banget mba 10L sapi jadinya 1kg keju Moza doank Ckckck. Pantes mahal yaa.
ReplyDeleteOhya, aku dapat info kata temen supaya sapi selalu produksi susu trus pakai disuntik hormon. Bener ga ya mba
Wah, harus bisa go international nih produk mozarellanya.. Cintai produk lokal. Besok2 buk ibu, kalo mau bikin kue, beli keiu mozanya di sini aja ya!!
ReplyDeleteAsik banget tu trip ke desa sumogawe. Apalagi karena tripnya udah diprogram, jadi lebih jelas dan turis pun bakal ngerasa aman karena ada yang memandu. Kapan-kapanlah kesana, harganya juga aman dikantong hehe
ReplyDeleteSeru banget kak acara tripnya, apalagi bisa bersosialisasi langsung bersama masyarakat disana ya kak.
ReplyDeleteSelain dapat kenalan baru, dapat ilmu baru, belajar budaya baru juga,, iihhh seru banget jadi pengen ikutan hihi...
wah serunya bisa bertandang ke desa wisata sumogawe di kabupaten semarang, apalgi bisa menyasikan acara disana dan melihat proses susu sapi menjadi susu murni
ReplyDeleteDari cerita ini saya baru tahu lo klo tempat wisata Kopeng ternyata masuknya bukan wilayah Salatiga ya, tapi masuk Kab. Semarang :)
ReplyDeleteBtw, Desa Sumogawe ternyata keren sekali. Siapa sangka desa ini menjadi pemasok susu di pabrik Frisian Flag yg tersohor sejak saya masih kecil. Ahh... jadi pengen kapan-kapan ke sini. Selama ini taunya di sekitar Kab. Semarang cuma wisata Ambarawa, Cimory, Bandungan dan Kopeng.
Ya ampun senangnya, ramai sekali ya tradisi saparan di sana. Ngiler aku sama stik mozarellanya tolong :'( btw makanan yg no 2 itu apa kak, waluh?
ReplyDeleteSenangnya bisa trip sekaligus menikmati aneka olahan susu ya Bahkan langsung dari produsennya, jadi lebih tahu proses dari awal dari mulai peternakan sapi nya Hingga ketika proses pengolahan
ReplyDeleteWahhh trip yang seru nih, dulu sempat kesana juga sih. Tapi belum bisa merasakan di semua destinasi. Jadi pengen lagi wkkw
ReplyDeleteSebut kata saparan saya malah ingatnya kata sarapan hehe btw seru banget nih tripnya Mbak apalagi sajian makanan terutama yang berasal dari olahan susu sapi di sana juga bikin ngiler deh, hehe
ReplyDeleteSeruuuu banget. Oh ternyata ini tho desa penghasil susu untuk produk Frisian Flag kesukaan saya. Duhhh pengen deh nyobain langsung roti pakai jeju mozarella di sana. Tapi nggak sanggup ngebayangin rasanya super duper kekenyangan karena harus terima semua suguhan setiap mampir ke satu rumah.
ReplyDeletePasti seru bgt y kak. Sambkl jalan2, mnum susu sapi segar sklgus liat peternakan sapi, lanjut dg ngeju. Blum lg kebersamaan dg teman2.. Good luck kk
ReplyDeleteAku hampir 5 tahun dulu tinggal di Semarang dan baru sekarang tahu kalau di Semarang ada desa wisata Sumogawe ini. Mungkin karena dulu aku pindah ke jakartanya udah 2013 kali ya makanya belum kenal desa wisata yang terbentuk di tahun 2017. Sepertinya nanti kalau pulang ke Semarang, perlu nih main ke sini buat mencicipi susu dan kejunya
ReplyDeleteKeren sekali bisa menghadiri kegiatan seperti ini, aku aja gak pernah pergi ke peternakan lho, padahal pengen.. selain bisa melihat langsung prosesnya, kan seru bisa menikmati susu segar. Banyak juganya 25rb liter
ReplyDeleteWah. Anak anak di desa Sumogawe pasti pada sehat ya Mbak. Tiap hari bisa ketemu susu segar yang beneran freah dari sapinya.
ReplyDeleteEhhhh tak pikir kota susu itu Boyolali, ternyata ada juga to di Desa Sumogawe.. Wah kapan-kapan main ah ke Desa Sumogawe.. secara ku juga orang Semarang walaupun kawe hahaha
ReplyDelete