Assalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Pada akhirnya mutasi itu terjadi juga. Meninggalkan ‘anak-anak’ yang sebagian besar sudah bareng sejak matrikulasi batch #6 tentu saja bukan hal mudah. Banyak kenangan yang telah terjadi di antara kami. Selain itu karena hampir setahun bersama mereka, tentu saja sudah sangat mengenal karakter masing-masing.
However, life must go on. Lagipula mutasi ini penting adanya. Pertama, agar aku tak terbuai dengan zona nyaman. Kedua, biar nggak terus-terusan jadi jago kandang, wkwkw. Kok bisa? La iya… karena sejak matrikulasi hingga Bunsay #5 semester 1 qodarullah diamanahi menjadi fasilitator Jawa Tengah, yang notabene wilayah tempat tinggalku, dan sebagian besar anggotanya pun member IP Semarang di mana aku juga ada di dalamnya.
Maka ketika mendapat surat keputusan untuk terbang ke Bandung, hatiku dipenuhi berjuta-juta rasa yang susah diterjemahkan. Senang sekaligus deg-degan. Ini pertama kalinya aku keluar dari kandang. Pertanyaan demi pertanyaan muncul di kepala. Seperti apakah karakter teteh-teteh Bandung? Serame dan sehiperaktif teman-teman di Semarang kah? Atau malah kalem? Lalu bagaimana pendekatan yang tepat kepada mereka?
Mengingat fasil yang kugantikan pun bukan kaleng-kaleng euy. Siapa tak kenal Teh Alienda Sophia dengan segala pesonanya? Biasanya mahasiswi yang sudah kadung jatuh cinta pada fasilnya akan sulit menerima fasil baru. Namun bukankah itu tantangannya? Tantangan diriku sebagai fasil untuk bisa menjadi bagian baru dari kelas Bunsay #5 Bandung, menerima segala keunikan dan potensi mereka. Juga tantangan bagi teman-teman Bandung untuk bisa menerima segala keunikan dan potensiku yang pastinya berbeda dengan Teh Alien, fasil sebelumnya.
Bersyukurnya di Bandung aku tak sendiri, kali ini aku ditemani dengan Teh Noni Supriyanti yang merupakan fasilitator senior di Institut Ibu Profesional. Aku sungguh sangat terbantu dengan kehadiran Teh Noni karena beliau kalau menanggapi pertanyaan teman-teman begitu komplit. Saking komplitnya, aku sampai nggak tahu harus menambahkan apa, hehe. Bahkan aku jadi tambah ilmu dan wawasan dengan berpartner bersama Teh Noni.
Tak Kenal Maka Tak Sayang
Kalau dipikir-pikir memang pas banget ya kurikulum Bunsay nih. Di saat mutasi harus terjadi, materi yang disampaikan pun bertema Semua Anak adalah Bintang. Apa hubungannya hayo? Untuk bisa menemukan bintangnya anak-anak, maka kita perlu untuk kenal lebih dekat dengan mereka. Kita harus memahami anak luar dalam. Seperti apa karakternya, seperti apa kebutuhannya, seperti apa bahasa cintanya.
Pemahaman itu tentu saja diperlukan agar kita bisa melihat segala keunikan dan potensi kebaikan anak secara maksimal. Ketika kurang memahami anak, bisa jadi hal-hal yang sejatinya adalah potensi bagi mereka justru kita lihat sebagai kekurangan. Begitu halnya dengan mengenal lebih dekat kelas baru yang diamanahkan kepadaku.
Thanks Teh Neni for helping me a lot |
Jujur aku sempat merasa minder dan sedih ketika WAG cukup sepi. Aku bahkan sampai private chat kepada Teh Neni, sekretaris Bunsay #5 Bandung untuk clear and clarify. Apakah memang kelas Bandung biasanya sepi seperti ini ataukah aku yang kurang bisa membuat kelas “memanas”? Bukan untuk membanding-bandingkan, karena sejujurnya aku sedang mencari solusi untuk menemukan treatment yang pas bagi kelas baruku ini.
Ternyata Teh Neni menjawab memang seperti itu adanya. Wah mojang Bandung kalem-kalem euy. Memang penting untuk menetapkan standar pada sesuatu hal berdasarkan karakteristiknya masing-masing, tidak dibandingkan dengan karakteristik kelas lain. Dalam perjalanan mengawal T10 hari teteh-teteh Bandung, barulah aku menyadari bahwa mereka memiliki tipikal bekerja dalam diam. Ya, meski terlihat kalem dan anteng saat sesi diskusi di WAG, namun saat T10hari teteh-teteh Bandung sangat kooperatif. Setoran T10 harinya juga kece-kece.
Bintang-bintangnya Kelas Bandung
Sebagaimana materi level 7 yang bertajuk Semua Anak adalah Bintang, begitu juga halnya semua peserta bunsay adalah bintang. Ada kalanya bintang ini tak terlihat semuanya, ada yang lebih senang bersembunyi di balik awan. Sesekali mengintip dan belum berani memamerkan sinarnya dengan maksimal. Tentu saja tugasku sebagai fasilitator untuk melacak sinar tersebut dan meyakinkan bahwa mereka adalah bintang dengan segala potensinya.
Bersyukur ada Teh Neni selaku sekretaris Bandung yang rajin banget japri-japri dan membantuku memahami kelas Bandung dengan segala pernik-perniknya. Selain Teh Neni, aku juga sangat terbantu dengan Teh Novya Ekawati yang merupakan korlan level ini.
profilnya kece beud! |
Teh Novya ini kulihat sebagai seorang motivator ulung. Setiap hari dengan gaya khasnya yang ceria dan penuh semangat selalu rutin mengingatkan teman-teman untuk setor T10 hari. Tidak hanya mengingatkan setor, namun juga rajin memberikan info paling update tentang link setoran milik teman-teman yang masih terkunci, salah copy ataupun salah pilih hari. Hal yang membuatku kagum, Teh Novya melakukan aktivitasnya sebagai korlan di tengah-tengah kesibukannya kuliah.
Atas kolaborasi dengan teteh-teteh Bandung secara umum, serta kerjasama dengan Teh Novya dan Teh Neni secara khusus akhirnya terkumpulkanlah catatan pada level ini; 30 mahasiswi berhasil mendapatkan badge dasar, 12 mahasiswi mendapatkan badge You’re Excellent, 4 mahasiswi mendapatkan badge Outstanding Peformance, 9 mahasiwi gagal setor T10 Hari dan 1 mahasiswi terpaksa harus mengangkat koper di level ini karena sudah tiga kali berturut-turut tidak setor tantangan.
Di antara capaian badge tersebut, terpilihlah beberapa nama yang berhak menyandang sebagai mahasiswi apresiatif, teladan, aktif dan mahasiswi dengan aliran rasa terinspiratif.
Inayati Rahim
Setoran T10 harinya Teh Inayati termasuk yang paling banyak menginspirasi teman-teman sekelas. Selain itu, Teh Inayati juga patut mendapatkan gelar mahasiswi apresiatif karena dalam kondisinya yang sedang hamil besar dan bersiap untuk persalinan, beliau masih menyempatkan diri mengerjakan tantangan ini. Salut!
Mahasiswi Aktif
Fitri Kaniawati
Selain sanggup meraih badge Outstanding Performance, Teh Fitri juga cukup aktif di WAG saat sesi diskusi. Catatan T10 harinya pun sangat rapi, detail dan inspiratif. Nama beliau juga salah satu yang paling banyak direkomendasikan oleh teman-teman sekelas untuk menjadi postingan terinspiratif.
Selain sanggup meraih badge Outstanding Performance, Teh Fitri juga cukup aktif di WAG saat sesi diskusi. Catatan T10 harinya pun sangat rapi, detail dan inspiratif. Nama beliau juga salah satu yang paling banyak direkomendasikan oleh teman-teman sekelas untuk menjadi postingan terinspiratif.
Mahasiswi Teladan
Eva Dwi
Tantangan 10 harinya sangat rapi, detail dan disertai infografis jurnal yang menarik. Tulisannya pun runtut, sayangnya T10 hari Teh Eva dikerjakan lewat gdocs saja. Coba dibagikan lewat blog pasti lebih banyak yang bisa mendapatkan manfaat dari tulisan Teh Eva Dwi. Selain tulisannya yang rapi dan detail, yang membuat Teh Eva Dwi terpilih sebagai mahasiswi teladan karena beliau selama 15 hari berturut-turut setor tantangan tanpa rapel. Good job!
Tantangan 10 harinya sangat rapi, detail dan disertai infografis jurnal yang menarik. Tulisannya pun runtut, sayangnya T10 hari Teh Eva dikerjakan lewat gdocs saja. Coba dibagikan lewat blog pasti lebih banyak yang bisa mendapatkan manfaat dari tulisan Teh Eva Dwi. Selain tulisannya yang rapi dan detail, yang membuat Teh Eva Dwi terpilih sebagai mahasiswi teladan karena beliau selama 15 hari berturut-turut setor tantangan tanpa rapel. Good job!
Aliran Rasa Terinspiratif
Detin Nitami
Pertama kali membaca aliran rasa yang dibuat Teh Detin, mataku langsung berbinar. Rapi dan penuh makna. Teh Detin berhasil menuliskan insight yang didapat selama menjalani T10 Hari di level 7 ini dengan diksi yang indah dan memiliki makna yang sangat dalam serta mampu menyentuh siapapun yang membacanya.
Ini dia sepenggal kalimat dalam aliran rasa yang dituangkan dalam blog pribadinya:
Yang ingin membaca tulisan lengkapnya bisa langsung ke sini ya.
Ini dia sepenggal kalimat dalam aliran rasa yang dituangkan dalam blog pribadinya:
Permainan kali ini seperti bermain dalam labirin. Setiap lorong yang dilewati adalah penemuan keunikan baru. Semakin banyak lorong yang dilewati, semakin mendekatkan pada jalan keluar, dan semakin banyak penemuan keunikan, semakin dekat pada kecemerlangan potensi dia kelak.
Yang ingin membaca tulisan lengkapnya bisa langsung ke sini ya.
Jumat Hangat
Bintang-bintang di Langit Bandung juga bisa kutemukan di sesi Jumat Hangat.
Di sesi Jumat Hangat pertama ada Teh Hasnah Sakinah, yang saat itu berbagi passion-nya di bidang online marketing. Teh Desry Praharani sebagai host kala itu mampu membakar WAG untuk bertanya secara aktif kepada Teh Hasnah hingga akhirnya beliau membagikan sebuah rahasia besar jika ingin sukses berbisnis online! Mau tahu rahasianya?
Ini dia, 7 tips formula bisnis agar laris manis yang disampaikan oleh Teh Hasnah:
1. Membidik pasar potensial
2. Kemasan pertama yang diambil
3. Produk yang selalu membuat kangen
4. Merk yang ngetop
5. Saluran distribusi dan promosi
6. Penyebar virus (endorsement)
7. Lompatan konversi
Nggak kalah seru dengan Teh Hasnah, di sesi Jumat Hangat #2 pada 8 November 2019, ada bu Dokter Mata Dhita Dewi Alfianne yang membagikan wawasan dan ilmu pengetahuan terkait kesehatan mata.
Wah, cocok banget nih buatku yang memiliki minus tinggi. Salah satu yang klik banget buatku adalah ketika mbak Dhita berbagi mengenai Rule of 20. Yaitu sebuah aturan penting yang harus kita pegang ketika sedang membaca, kerja dengan menggunakan laptop atau saat main gawai;
1. Istirahat tiap 20 menit
2. Istirahat cukup minimal 20 detik
3. Melihat ke arah lain sejauh 20 kaki (kurang lebih 6 meter)
Seumur-umur baru tahu aku soal rule of 20 ini. Langsung jleb banget, karena aku kalau sudah di depan laptop dan asyik dengan kerjaan demi kerjaan bisa seharian manteng. Ternyata setiap 20 menit harus istirahat dulu. Baiklah, mari kita praktekkan!
Selain menerapkan Rule of 20, Teh Dhita juga mengingatkan untuk menggunakan gawai dengan bijak, membaca buku/ nonton atau saat kerja menggunakan laptop harus duduk tegak, tidak sambil tiduran, tidak gelap-gelapan, dan memberi jarak mata 30 cm dari gawai/ buku/ laptop. Untuk menjaga kesehatan mata, juga sangat penting untuk mengonsumsi makanan bergizi lengkap, dan memperbanyak konsumsi buah dan sayur.
Tips Menemukan Bintang
Sebelum menutup jurnalku kali ini, aku mau berbagi sedikit tips, terutama untuk para fasilitator dan calon fasilitator yang mungkin mengalami jetlag sepertiku di awal mutasi wilayah. Pengalamanku berpindah dari fasil Jateng menjadi fasil Bandung sungguh sangat berkesan dan menurutku juga cocok untuk diterapkan dalam proses mengasuh anak. Kok bisa?
Tentu saja. Mengasuh anak yang lebih dari satu membutuhkan style pengasuhan yang berbeda, karena setiap anak memiliki karakter, potensi dan keunikannya masing-masing. Untuk bisa menemukan bintang mereka, kita harus tahu teknik dan treatment yang tepat. Misalnya, Kak Ifa, anak sulungku, tipe anak yang sensitif, dia nggak bisa untuk langsung klik dengan orang baru. Butuh waktu cukup lama baginya beradaptasi. Beda dengan adiknya, Affan, tipe anak yang SKSD, nggak butuh lama untuk bergabung dengan orang-orang baru. Dengan mengenali perbedaan karakter ini, aku jadi tahu bagaimana mengarahkan keduanya.
Hal yang sama kurasakan ketika berpindah wilayah dari Jateng ke Bandung. Di akhir level kuakui ada sebuah konflik yang terjadi di grup perangkat kelas. Bisa dibilang semua itu terjadi karena proses adaptasi yang cukup cepat dan belum klik benar, lalu tiba-tiba sudah masuk ke level baru. Di saat bersamaan beberapa perlas saat pergantian fasil sedang banyak aktivitas di dunia nyata dan jarang online di grup, sementara aku juga harus persiapan dengan New Chapter 2020 of Ibu Profesional di regional dan sedang fokus menyelesaikan pembuat web selasar IIP. Jadilah banyak komunikasi yang belum efektif alias tersendat. Berhubung ini adalah pengalamanku mutasi ke wilayah baru, aku kecolongan!
Saat kemarin diamanahi jadi fasil bunsay Jateng aku nggak banyak mengarahkan ini itu karena kami sudah saling mengenal sebelumnya sejak di matrikulasi. Bahkan beberapa juga sudah bekerjasama di grup koordinator. Tek toknya sudah dapat. Nah, aku kelupaan soal ini… aku lupa clear and clarify di grup Bandung teknik seperti apa yang dipakai di kelas, bedakah dengan cara yang kulakukan di kelas sebelumnya.
Barulah hal tersebut terbuka di akhir-akhir level. Alhamdulillah, berkat konflik tersebut justru benang-benang kusut di awal jadi bisa diluruskan. Hal-hal teknis yang harusnya dibahas di awal akhirnya baru kami bahas di tengah pergantian level 7 ke 8. Intinya komunikasi efektif itu perlu gaesss! Jangan diam saja kalau nggak tahu, jangan takut bertanya dan jangan takut mengklarifikasi biar benangnya nggak semakin bundhet.
Sama halnya dengan mengasuh anak-anak, untuk bisa menemukan bintang di sebuah kelas yang kita fasilitasi, ini dia beberapa hal yang bisa dilakukan:
1. Kelekatan Emosi
Diperlukan adanya kelekatan emosi antara kita dan anak-anak (baik itu pada anak kandung/ mahasiswi di mana kita sebagai fasilitator). Tentu saja agar bisa membangun kelekatan emosi ini, kita harus banyak melakukan sentuhan dan kegiatan bareng. Kalau kepada anak-anak sendiri, memeluk, mencium dan menyentuh mereka bisa membangun kelekatan emosi ini.
Bagaimana dengan membangun kelekatan emosi pada para mahasiswi yang kita ampu, apalagi kalau baru kita kenal? Tentu saja dengan banyak ngechat di WA, tanyakan kabar mereka, tanyakan kendala yang dihadapi, sering-sering kirim gambar motivasi. Kalau kita jarang nongol di grup, tentu para mahasiswi juga sungkan untuk japri dan mengenal lebih lanjut. Inilah yang sekarang menjadi perhatian utamaku. Mengingat di level 7 kemarin aku merasa masih kurang ngobrol dengan teman-teman Bandung. Maka aku berusaha di level 8 akan lebih banyak memberikan waktu kepada mereka, di luar jam diskusi yang ditentukan, untuk menyapa dan memberikan motivasi agar teman-teman semangat menjalani T10 hari di level-level berikutnya.
2. Komunikasi
Ini berhubungan erat dengan tips nomor satu. Karena kalau dengan anak-anak sendiri yang setiap hari ketemu, kelekatan emosi bisa dibangun dengan sentuhan dan berkegiatan bareng, maka dengan mahasiswi yang kita ampu tentu saja agak sulit. Apalagi ketika fasilitator tidak tinggal di wilayah yang sama, ketemunya ya cuma di WAG. Jadilah komunikasi adalah koentji! Sering ngobrol, sering diskusi, sering menanyakan kabar, sering cerita apa saja harus dijadikan habit. Sehingga ke depannya tidak ada lagi prasangka dan sungkan di antara fasilitator, perlas dan mahasiswi lainnya. Komunikasi yang baik dan efektif meminimalisir terjadinya konflik.
Ketika kelekatan emosi dan komunikasi sudah berjalan dengan baik, maka konsistensi akan lebih mudah dicapai. Dalam proses pengasuhan, kelekatan emosi dan komunikasi bisa jadi boomerang ketika tidak ada batasan atau rule yang jelas. Bahkan jikalaupun ada batasan yang jelas, namun kelekatan emosi belum terbangun baik dan komunikasi tidak terjalin baik, maka konsistensi akan dilihat anak sebagai hal yang tak menyenangkan. Maka sebelum mengenalkan anak pada batasan-batasan, membangun kelekatan emosi dan komunikasi adalah hal yang utama. Mendisiplinkan anak harus dimulai dengan personal touch yang baik.
3. Konsistensi
Ketika kelekatan emosi dan komunikasi sudah berjalan dengan baik, maka konsistensi akan lebih mudah dicapai. Dalam proses pengasuhan, kelekatan emosi dan komunikasi bisa jadi boomerang ketika tidak ada batasan atau rule yang jelas. Bahkan jikalaupun ada batasan yang jelas, namun kelekatan emosi belum terbangun baik dan komunikasi tidak terjalin baik, maka konsistensi akan dilihat anak sebagai hal yang tak menyenangkan. Maka sebelum mengenalkan anak pada batasan-batasan, membangun kelekatan emosi dan komunikasi adalah hal yang utama. Mendisiplinkan anak harus dimulai dengan personal touch yang baik.
Dalam hubungannya menjadi fasilitator pun juga sama, bagaimana mungkin menegakkan batasan yang jelas secara konsisten ketika belum dekat dengan para mahasiswi? Yang ada ketika mau menegakkan batasan, merasa nggak enak atau sungkan. Ketika komunikasi sudah terjalin baik dan tahu bagaimana karakter sebuah kelas, menegakkan batasan jadi lebih mudah.
Konsistensi di sini juga termasuk dalam rutin mencatat portfolio anak ataupun mahasisiwi. Dalam menemukan bintang, kita seharusnya tidak sekadar melakukan pengamatan, namun juga melakukan pencatatan. Pengamatan yang tidak dicatat akan mudah dilupakan. Sementara pengamatan yang tercatat akan memudahkan kita untuk memetakan potensi anak. So, buat para mahasiswi Bunsay, jangan berhenti di level ini ya dalam melakukan proses pengamatan dan pencatatan! Selamat berbahagia membersamai anak-anak.
Level 7 alhamdulillah berakhir dengan cukup baik dan menjadi masa transisi yang sangat mengena buatku. Semoga di level 8 kolaborasiku dengan teman-teman Bandung dan teh Noni, partner fasilku, bisa semakin baik. Aamiin. Doakan aku semoga bisa lancar memanggil Teteh, maklum orang Jawa Tengah lidah dan jempolnya sudah terbiasa dengan Mbak, hehe. Sampai jumpa di jurnal fasil episode berikutnya!
Wassalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Masyaa allah..keren bgt mbak ririt...
ReplyDeleteJazakillah khair Teh. Tapi kok unknown, aku jadi bingung siapa yang komen.. hehe. Siapapun itu, makasiiih ya.
Deletemba ririt sm mba noni ini keren bgt apalagi kalo jawab jawab pertanyaan komplit, jujur sih semester 2 kali ini ku lebih semangatt 😊
ReplyDeleteMa syaa Allah, keren mbak..semoga Allah selalu lancarkan segala aktivitasnya, di antos di Bandung..😘
ReplyDelete