Assalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Ilmu tidak akan lekang ketika dituliskan.
Aku baru ngeh kalau ada ilmu kece yang masih teronggok di buku catatanku, dengan tulisan awut-awutan setengah tak terbaca. Sungguh malang jika tidak diabadikan dengan lebih rapi. Apa jadinya kalau kubaca catatan tersebut dua atau lima tahun lagi, sepertinya belum tentu juga aku mengingat apa isinya. Maka, mumpung aku masih bisa mengingat dan menangkap isi catatan tersebut, kurapikan di sini agar lebih banyak yang mendapat manfaatnya.
Aku senang karena sekarang semakin banyak orang belajar parenting dibandingkan lima tahun lalu. Dari mana aku tahu kalau sekarang semakin banyak yang belajar parenting? Karena dulu kalau menghadiri acara parenting, aku akan bertemu 4L alias lu lagi lu lagi. Alhamdulillah sekarang aku bisa ketemu banyak orang baru, tidak hanya lagi mereka yang sudah aku kenal.
Tak bisa dipungkiri kemudahan belajar di era digital seperti sekarang semakin membuat orang lebih mudah belajar. Salah satunya dengan mengikuti matrikulasi Institut Ibu Profesional (IIP). Kuliah online untuk para ibu dan calon ibu yang dilakukan lewat whatsapp dan google classroom ini semakin tahun semakin meningkat jumlah peminatnya. Kini matrikulasi sudah hampir masuk ke batch #8. Buat yang sedang menanti-nanti kapan pendaftarannya, insya Allah bulan November akan kembali dibuka. Jangan sampai ketinggalan ya!
kenangan bersama wisudawati SSJP Jateng 1 |
Setiap kali sesi matrikulasi usai, di setiap regional Ibu Profesional biasanya akan melaksanakan prosesi wisuda. Namun wisuda ala IP tentu saja tidak seperti zaman kuliah dulu ya. Selalu disisipi penyampaian materi parenting sebelum prosesi wisuda digelar. Dan acara ini dibuka untuk umum. Selain agar bisa menebarkan manfaat lebih luas, juga agar Ibu Profesional dikenal oleh lebih banyak orang.
Alhamdulillah aku sudah pernah merasakan jadi mahasiswi matrikulasi pada 2017, tepatnya saat matrikulasi batch #4. Kemudian pada matrikulasi batch #6, aku memberanikan diri menjadi fasilitator. Seperti apa rasanya menjadi fasilitator ibu-ibu muda? Simak kisahnya di sini.
Nah, materi yang akan kubagikan kali ini merupakan hasil catatanku saat acara wisuda MIIP batch #6 Kelas SSJP hampir setahun lalu. Saat itu pematerinya adalah dua perempuan inspiratif; Mbak Ellen Kristi dan Enes Kusuma, putri dari Ibu Septi Peni - Founder Ibu Profesional. Meski sudah lama berselang, insya Allah masih tetap bermanfaat kok.
Siapakah Ibu Pembelajar?
Menurut mbak Ellen, seorang ibu layak disebut sebagai ibu pembelajar ketika memiliki keinginan untuk terus bergerak. Kalau kata Abah Ihsan, orang yang tak mau bergerak itu tidak ada bedanya dengan orang mati. Waktu saja terus berjalan, masa iya kita diam saja?
Mbak Ellen Kristi menyampaikan materi |
Pertanyaan yang paling umum diajukan kepadaku adalah mengapa sih harus repot-repot belajar? Kalau aku yang menjawab seringnya dianggap angin lalu. Tapi kalau seorang pakar yang menjawab biasanya lebih didengar. Ini jawaban dari Mbak Ellen sebagai salah satu pakar parenting, kita harus mau repot belajar karena tinggal di bumi yang notabene bukanlah ciptaan kita. Kalau kita tinggal di tempat yang kita ciptakan sendiri, tanpa belajar pun kita sudah hafal mana jalan ke sana, mana jalan ke sini. Kalau ketemu masalah A harusnya begini, dsb.
Namun karena kita tinggal di bumi yang merupakan ciptaan Allah, maka mau tak mau kita harus belajar. Kita harus mau belajar dan mencari tahu apa tujuan kita berada di bumi, apa visi misi hidup kita. Jika kita tak belajar, kita akan tertinggal.
Ditambahkan oleh mbak Enes yang saat itu menceritakan bagaimana dia dididik sebagai seorang pembelajar.
Anak-anak itu merekam. Maka orangtua sudah sepantasnya menjadi contoh/ teladan.
Seorang ibu harus berusaha untuk menjadi sosok yang diidolakan oleh anak-anaknya. Karena ketika anak-anak mengidolakan ibunya, apapun yang dilakukan dan disampaikan akan lebih mudah diikuti. Di sini ibu tidak bisa berdiri sendiri. Ayah pun harus mau berperan sebagai sebaik-baiknya qowwam.
Enes, putri Ibu Septi, yang semakin cantik |
Enes menambahkan bagaimana di rumahnya kolaborasi antara bu Septi dan Pak Dodik terjalin dengan sangat baik. Pak Dodik sangat menjiwai perannya sebagai pendidik untuk istri dan anak-anaknya. Di Padepokan Margosari (nama keluarga Bu Septi dan Pak Dodik), ada yang namanya Meja Peradaban. Awalnya sih hanya berupa family forum biasa. Yaitu sesi makan bersama, saling berkumpul dan kaku. Namun seiring bertambahnya ilmu kedua orangtua mbak Enes, dirubahlah sesi family forum tersebut menajdi lebih menyenangkan. Selalu ada topik yang dimiliki oleh Pak Dodik dan Bu Septi hingga membuat anak-anaknya bebas berpendapat, hingga kemudian lahirlah family project yang beraneka ragam.
Mbak Enes juga menceritakan bahwa sang ibu memberikan teladan nyata tentang kata “pembelajar.” Saat bu Septi mulai membangun Ibu Profesional, ibu mendedikasikan satu hari khusus untuk belajar tentang pengasuhan. Awalnya hanya belajar sendiri, perlahan mengajak orang lain untuk bergabung bersama.
Hal ini sejalan dengan penyampaian mbak Ellen, seorang ibu harus mau meluangkan waktu minimal 15 menit dalam sehari untuk belajar. Entah itu untuk membaca buku, menonton video parenting, baca novel, apapun selama bisa menambah kualitas diri. Penting juga bagi ibu untuk memiliki waktu pribadi, sehingga nanti ketika anak sudah besar dan tidak lagi membutuhkan ibunya 100 %, sudah sibuk dengan kegiatannya masing-masing, ibu tak bingung bagaimana menghabiskan waktunya. Oleh karenanya seorang ibu sebaiknya tetap menjalankan hobinya, bertemu dengan teman-teman. Karena selain menjadi ibu, kita juga sejatinya adalah seorang individu yang juga memiliki privacy.
5M yang Wajib Dilakukan oleh Ibu Pembelajar
Setelah kita tahu seperti apakah seorang ibu pembelajar, kini saatnya kita kulik apa saja 5M yang sebaiknya dilakukan oleh ibu pembelajar.
1. Memposisikan Diri Sebagai Anak
Sebagai ibu, kadang kita lupa memosisikan diri sebagai anak. Kita juga sering lupa anak-anak itu bukan orang dewasa, namun kita mengukur prestasinya dengan standar orang dewasa. Coba diingat-ingat, sering nggak kita bilang, “Gitu saja kok nggak bisa to? Gini lo caranya..”
Padahal kalau kita mau flashback pada saat seusia anak kita, belum tentu juga kita jauh lebih segalanya dari anak. Maka sebagai ibu, wajib untuk memosisikan diri sebagai anak. Lalu menyadari bahwa setiap anak itu punya keunikannya masing-masing, jangan dibanding-bandingkan satu sama lain.
Mbak Enes juga menyampaikan terkait hal ini, bahwa orangtuanya tidak pernah memarahinya ketika melakukan kesalahan.
It’s okay to make mistakes as long as you can learn something.
Jangan terlalu cepat membantu atau menghakimi kesalahan anak. Biarkan anak belajar menghadapi kesulitan, memperbaiki kesalahan dan menyelesaikan masalah.
2. Mencatat Portfolio
Portfolio itu sebaiknya tidak sekedar berupa data; foto dan catatan kegiatan yang nanti bisa dibaca atau dilihat saat anak sudah besar. Mbak Ellen menyampaikan bahwa portfolio rasa juga penting. Maksudnya? Pastikan anak-anak merasa nyaman, senang dan antusias dengan setiap aktivitas bersama orangtuanya. Karena apalah artinya semua data yang tercatat, ketika kita lupa mengonfirmasi perasaan anak-anak. Portfolio rasa adalah catatan dan kenangan baik dalam ingatan anak terhadap orangtua. Maka, portfolio rasa dan data ini harus seiring sejalan, dan seimbang.
Portfolio juga bisa membantu ibu untuk merefleksikan pengasuhan yang telah dilakukannya selama ini. Di bagian mana yang sudah baik dan tetap harus ditingkatkan, di bagian mana yang masih harus diperbaiki. Dengan catatan pengasuhan yang rapi, ibu akan terus merasa semangat belajar untuk meningkatkan kualitas diri.
3. Melingkar Bersama
Di rumah harus banyak melakukan sesi diskusi dan obrolan-obrolan santai. Karena kelekatan emosi hanya tumbuh saat obrolan-obrolan santai tersebut. Keluarga yang tidak pernah mengobrol santai, akan kesusahan saat harus memulai obrolan serius. Maka ngobrollah, di manapun, kapanpun, tentang apapun.
Saat ngobrol atau berbincang dengan anak ataupun suami, penting bagi kita untuk melatih nada/ intonasi. Terutama bagi mereka yang sudah bawaan sejak orok kalau ngomong suka ngegas, padahal aslinya nggak marah juga. Di sinilah ternyata public speaking pun penting dipelajari oleh ibu rumah tangga.
Ibu pembelajar yang telah konsisten menunjukkan hasil belajarnya akan bisa menciptakan keluarga pembelajar. Mengajak seluruh keluarga untuk belajar bersama akan membuat hidup menjadi lebih ringan, karena kita tidak akan merasa beban ada diri sendiri. Maka, belajarlah bersama. Jadikan keluarga sebagai support system terbaik.
4. Maksimalkan Potensi Diri
Seorang ibu tidak sekedar ibu, ia juga pribadi yang utuh. Maka bukan hal egois jika ibu ingin mempelajari sesuatu terkait hobinya. Selama itu bisa meningkatkan kualitas dirinya, dan menumbuhkan kebahagiaan, dukung saja. Karena anak-anak yang bahagia lahir dari para ibu yang bahagia.
Kita juga perlu menjadi ibu yang anak-anak butuhkan. Jika kita ada di posisi anak-anak, ibu seperti apa yang kita inginkan? Capai imajinasi kita tentang ibu idaman tersebut dengan potensi yang kita miliki. Jangan lupa bahwa sosok pembelajar tidak hanya berhenti pada teori saja, ia juga harus mampu memraktekkan teori dari ilmu yang telah dipelajar.
5. Menikmati Galau Positif
Jangan takut dengan perasaan galau, galau itu sejatinya hal baik karena merupakan tanda orang yang berpikir. Tinggal setelah galau apa yang kita lakukan? Memperbaiki galau tersebut dengan belajar atau malah mengubur kegalauan itu dalam-dalam dan membiarkannya begitu saja? Pilihan tentu saja ada di tangan kita sendiri.
A moment with Mbak Nurlia, Ketua Kelas SSJP |
Jadi, sudah punya bayangan bagaimana menjadi seorang ibu pembelajar kan? Sejatinya semua manusia itu fitrahnya suka belajar, namun fitrah itu seringkali terkubur oleh kesibukan dan rutinitas. Maka ayo tumbuhkembangkan lagi fitrah belajar itu. Selamat bertransformasi menjadi ibu-ibu pembelajar, pals.
Wassalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Post a Comment
Salam,
maritaningtyas.com