Assalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Sepertinya setiap orang, khususnya perempuan, punya impian tersendiri bagaimana prosesi pernikahannya akan berlangsung. Entah itu saat akad ataupun resepsi. Aku pun begitu. Namun sayangnya saat melangsungkan pernikahan hampir 12 tahun lalu, ada banyak impian yang harus kugadaikan. Atas nama kondisi dan penghematan. Begitulah hidup, tak selamanya kenyataan sesuai dengan angan-angan.
Flash Back to My Wedding Day
Pada saat aku menikah, ibu telah jatuh sakit. Meski sakit, saat itu beliau sedang dalam kondisi terbaiknya. Masih lumpuh, namun badannya masih bugar dan bisa duduk tegak di atas kursi. Bahkan saat resepsi berlangsung, ibu bertahan duduk dari awal hingga akhir acara. Wajahnya sumringah menerima para tamu undangan.
Awalnya pernikahanku dan suami hanya akan dilangsungkan secara lebih sederhana lagi. Hanya ada akad dan berbagi berkat (nasi kotak) kepada tetangga. Tanpa resepsi. Kami sudah sama-sama setuju, karena mengingat kondisi ibu dan kondisi perekonomian kami. Lagipula akad dan resepsi itu hanyalah awal. Sementara perjalanan pernikahan sendiri dilaksanakan setelahnya. Daripada membuang-buang uang untuk resepsi, bukankah lebih baik ditabung untuk perjalanan yang tak sebentar. Namun entah bagaimana akhirnya ibu malah merencanakan resepsi untukku. Kata beliau, “Masa anak dan cucu pertama nggak ada syukuran.”
Aku sih manut saja. Namun tetap memberi syarat; sederhana dan tak usah diada-adakan. Ibu sangat antusias mempersiapkan acara pernikahanku dan suami. Semua dilakukan hanya lewat telepon. Suaranya yang lantang membuat semua orang tak akan menyangka bahwa kelumpuhan menerjang tubuh bagian bawah ibu. Saat mendekati hari H, pihak katering dan dekorasi yang datang ke rumah takjub dibuatnya. Ternyata yang selama ini menghubungi mereka untuk persiapan ini itu, sesosok yang sehari-hari hanya duduk di ranjang dan kursi roda.
Aku sendiri karena bekerja di luar kota, hanya bisa bantu-membantu acara mendekati hari pelaksanaan. Ibu memercayakan padaku masalah undangan dan souvenir. Aku memesannya di kota domisiliku. Undangan dan souvenir yang sederhana, murah, namun tetap unik menurutku. Alhamdulillah pada akhirnya akad dan resepsi pernikahan yang sengaja dilaksanakan tepat di pergantian usiaku yang ke-23 berjalan dengan sangat lancar. Qodarullah 16 Maret 2008 juga merupakan wedding anniversary eyang kakung dan eyang putri ke - 49. Doaku semoga pernikahanku dan suami bisa selanggeng beliau berdua. Aamiin.
Baca juga: Nikah Muda, Awesome Nggak Sih?
Akad berlangsung sangat khidmat. Bapak meneteskan air mata saat sesi ijab qobul. Saat waktunya sungkeman, bapak malah mengajak kami bercanda. Aku tahu maksud beliau bercanda pasti agar tidak ada air mata lagi yang tumpah. Meski terlihat garang, bapak tipe laki-laki yang cukup melankolis. Setelah prosesi akad selesai, aku dan suami berganti kostum dari warna putih ke warna hijau. Lalu lanjut bersiap-siap duduk di pelaminan yang sangat sederhana untuk menemui para tamu. Baik resepsi dan akad dilaksanakan di depan rumah kami. Tak ada wedding organizer, panitia acara adalah para tetangga dan keluarga besar.
Alhamdulillah dikelilingi banyak orang-orang baik. Sebenarnya bahkan ibu pengen tidak memakai katering untuk menekan lebih banyak biaya, namun para tetangga justru menyarankan menggunakan katering saja agar lebih rapi dan tidak repot. Lalu disarankan nama sebuah katering yang cukup terkenal dengan pilihan harga yang terjangkau.
Untuk urusan rias-merias, alhamdulillah tante dari suami ada yang membuka usaha rias pengantin. Jadilah kami menghemat banyak untuk hal ini. Di bagian hiburan, ada tetangga yang jago bermain solo organ. Beliau mengerahkan tetangga-tetangga yang jago nyanyi untuk menyumbang lagu. Bahkan eyang kakung dan bulikku pun ikut menyanyi saat itu. Urusan dokumentasi pun kami tak menyewa fotografer khusus, om ku yang cukup jago memotret mengambilkan foto-foto saat acara. Di akhir sesi resepsi, para ibu-ibu tetangga mengerahkan seluruh panitia dan tamu yang hadir untuk menari bersama. Seru sekali.
Alhamdulillah meski sangat sederhana dan tak semua impian bisa terealisasikan dalam resepsi pernikahanku, namun momen tersebut adalah salah satu hal yang tak akan kulupakan dalam hidup. Aku juga bersyukur ibu bisa mewujudkan keinginannya, karena ternyata pada akhirnya aku menjadi satu-satunya anak yang beliau nikahkan dan dibuatkan resepsi. Adik kandungku satu-satunya meninggal dunia di usianya yang ke-18, saat duduk di bangku kelas XII SMA. Allah memang selalu punya rencana terbaik. Ternyata ada hikmah di balik terlaksananya resepsi pernikahanku.
kenangan dengan bapak, ibu dan adik tercinta - ketiganya sudah pulang ke Rahmatullah |
5 Points of My Wedding Dream
Aku tak pernah menyesali hari pernikahanku dengan segala printiilannya. Buatku meski sederhana, hari itu sangat indah dan layak dikenang. Namun seandainya sekarang diberi kesempatan untuk mengulang prosesi pernikahan, mungkin aku ingin melakukan 5 hal ini:
1. Cincin Putih dengan Mata Satu
Cincin hanyalah simbol. Aku pun tak terlalu memedulikannya. Kebetulan aku tak membeli sendiri cincin pernikahanku. Mama (mertua) yang memilihkan dan membelikan cincin untukku. Saat itu beliau menanyakan model seperti apa yang kuinginkan. Namun sepertinya ada sedikit miskomunikasi, sehingga desain cincin yang dibelikan tak sesuai dengan harapanku. Meski begitu aku tetap menyukai cincin pilihan Mama. Bukankah ini bentuk cinta kasih dan dukungan kepada kami?
Oya, cincin nikah kami pun bukanlah cincin pasangan sebagaimana pasangan pengantin lainnya miliki. Mama bersikeras bahwa suamiku nggak boleh memakai cincin emas, karena memang begitulah syariatnya. Jadilah cincinku emas kuning, sementara cincin suamiku terbuat dari perak yang sekarang pun sudah tak tahu lagi letaknya di mana, wkwk. Tapi ada benarnya sih, apa jadinya kalau dibelikan cincin emas, sementara suamiku sleder sekali. Bisa-bisa baru sehari cincinnya sudah hilang.
Tapi nih kalau boleh memilih, aku ingin punya cincin pasangan dengan suami berwarna putih. Entah itu dari emas putih, logam atau perak. Di atasnya bertahtakan satu batu permata. Di belakang lingkaran cincinya bertasbihkan namaku dan nama suami. Sebenarnya aku sudah mengajukan proposal ke suami soal hal ini, tapi tak kunjung dikabulkan. Berharap saja tiba-tiba suami kasih kejutan yaa… haha.
2. Menjalani Adat Jawa
Aku tak menggunakan adat sama sekali dalam proses pernikahan. Seperti yang aku bilang kami menikah dengan sangat minimalis, sementara pritilan untuk adat Jawa cukup banyak dan biayanya pun tak sedikit. Sejujurnya aku sangat menyukai filosofi di dalam prosesi pernikahan Jawa. Banyak tersimpan wejangan-wejangan pernikahan yang bagus sekali. Apalagi setelah menonton film Mantan Manten, sebuah film berkisah tentang kehidupan ahli paes, semakin jatuh cinta dengan filosofi pernikahan adat Jawa.
Karena tak mungkin lagi diulang, mungkin nanti saja saat menikahkan anak perempuanku, aku tetap ingin melaksanakan adat Jawa namun tetap harus menjaga syariat. Tanpa ada sesajen dan hal-hal yang bertentangan dengan aturan agama.
3. Baju Nikah Syar’i
Pada tahun 2008, baju pernikahan syar’i masih sangat jarang. Aku pun saat itu belum mengenal hijab syar’i sih. Apalagi kami dibantu oleh salah satu tante suami, jadi ya kami pilih saja baju yang telah disediakan. Namun jikalau sekarang bisa mengulang resepsi pernikahan, pengen banget bisa mengenakan baju pernikahan syar’i yang kini desainnya cantik dan bagus sekali.
Oh ya salah satu hal tersedih saat pernikahanku adalah dicukurnya alisku oleh perias. Padahal aku sudah meminta agar alisku tak dicukur. Namun katanya pernikahan hanya sekali seumur hidup, nggak masalah alis dicukur. Padahal bukan masalah sekali atau tidak, tapi mencukur alis adalah salah satu hal yang dilarang dalam Islam. Meski begitu aku berusaha legawa. Yang penting aku sudah berusaha mengomunikasikan keinginan tersebut, dan bukan keinginanku untuk dicukur alisnya. Makanya nanti kalau menikahkan anak perempuanku, aku mau cari perias yang tahu syariat saja lah. Biar nggak perlu bantah-bantahan, hehe.
Baca juga: Tips Bagi yang Kebelet Nikah
4. Souvenir Pernikahan yang Aku Banget
souvenir pernikahan sahabat yang bikin gemes, karena aku pengen bikin kaya gini, malah doi yang kesampaian, wkwk |
Souvenir pernikahan impianku adalah buku. Ya, aku ingin membagikan hasil karyaku kepada para tamu undangan yang hadir. Sebuah buku yang berisi cerita-cerita pendek, kumpulan puisi atau pun novelet tentang perjalanan cintaku dengan suami yang bagaikan rollercoaster. Selain berisi cerita, buku itu juga dilengkapi dengan foto-foto kami sebagai pelengkap cerita. Sayangnya waktu itu aku tak begitu percaya diri untuk membukukannya. Juga tak tahu di mana bisa mencetak buku sebagai souvenir semacam itu. Jadilah aku memilih gantungan kunci kaca berbentuk balok, dengan inisial namaku dan suami terukir di atasnya. Aku memang pengennya memilih souvenir yang nggak sekedar buat hiasan, namun bisa memberi manfaat.
5. Pementasan Drama
Sebagai mantan anak panggung alias anak teater, aku memang suka sekali jadi pusat perhatian, wkwkwk. Pengennya pas wedding day, aku menampilkan sebuah mini drama lengkap dengan tarian dan pementasan musik. Berkisah tentang perjalanan kasihku dengan suami. Untuk yang nomor lima ini, aku cukup terhibur karena di saat resepsi aku bisa membacakan puisi hasil karyaku. Dilanjutkan dengan menyanyikan sepotong lagu Sang Dewi dari Titi DJ. Sebuah kejutan untuk suami. Not bad lah yaaa.
ekspresinya gitu banget mbak baca puisinya |
Mau tahu puisi yang kubacakan di saat resepsi pernikahanku? Silakan kulik postingan ini ya.
Tentu saja tak akan mungkin resepsi pernikahan diulang. Namun aku masih punya impian. Suatu saat, entah pada wedding anniversary ke berapa, apakah 15, 20, 25 atau 50, aku ingin membuat syukuran dengan melakukan salah satu hal di atas. Sepertinya sih kalau harus memilih, poin nomor empat ingin sekali kurealisasikan.
Mengundang keluarga besar, kerabat dan sahabat dekat, membuat prosesi sederhana untuk mensyukuri kebersamaan kami hingga detik tersebut. Lalu membagikan buku hasil karya kami berdua sebagai souvenir acara. Doakan semoga bisa terwujud ya. Aamiin.
dengan teman-teman Komunitas Seni Sawo Kecik |
Kalau teman-teman punya ide pernikahan impian seperti apa? Bagi dong ceritanya di kolom komentar.
Wasalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
#BlogChallengeSeptember - Day 12
#ODOPBatch7 - Day 8
Selalu suka sama tulisan Ibu satu ini😉😍
ReplyDeleteMantap kak #semangat
ReplyDeleteKeren banget kak😭
ReplyDeleteI feel you;)
Lanjutkan ya
Huhu
ReplyDeleteSaya jadi ingat tentang pernikahan impian saya. Semoga saja nanti bisa terwujud 😇
Btw, mbaknya nikah saat saya baru masuk SMP 😁 Tulisan yang bagus dan inspiratif 😍
Semoga bisa istiqomah nulis ya mbak 😊
Kereeen
ReplyDeleteMasya Allah...detail sekali. Keren menulisnya 🤗
ReplyDeletemenarik sekali, cocok untuk yang ingin segera menikah
ReplyDeleteTopiknya menarik. Semangat yaa
ReplyDeleteSemoga sakinah, mawadah, warahmah yaa mbak...😊😊😊😊
ReplyDeleteKereenn
ReplyDeleteWaaah 🤩
ReplyDeletebelum terlambat mba untuk karya2 mba marita ^^ setelah membacanya aku jadi belajar untuk sedikit menurunkan standar dari pernikahan impian ku :') gimana kak rasanya melalui resepsi yang beberapa poin d dalamnya ga sesuai mimpi awal kaka? apakah itu kemudian tidak lah terlalu bmakna ketimbang hari-hari panjang y dilalui setelahnya? :')
ReplyDeleteSemangat mewujudkan mba . Hehe
ReplyDelete