Assalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Persahabatan bagai kepompong,
mengubah ulat menjadi kupu-kupu.
Persahabatn bagai kepompong,
hal yang tak mudah berubah jadi indah.
Persahabatan bagai kepompong,
maklumi teman hadapi perbedaan.
Ada yang masih ingat dengan lagu tersebut? Sebuah lagu dengan lirik sederhana, namun maknanya tak sederhana. Persahabatan, sepertinya mudah diucap, namun tak selalu mudah didapat. Sebagaimana jodoh, mencari sahabat yang setia dan klik itu butuh perjuangan.
Zaman masih ABG dulu, kriteria sahabat hanya berkisar pada punya hobi yang sama, enak diajak ngobrol dan hang out bareng. Namun semakin bertambah usia, kriteria sahabat pun mulai berubah. Mencari sosok-sosok yang bisa mengajak ke dalam kebaikan, dan berani mengingatkan kita ketika melakukan kesalahan, serta meluruskan jalan kita saat tidak on the track.
Mencari sahabat layaknya mencari pasangan hidup. Bukan hanya sekedar cocok-cocokan. Namun juga harus bisa saling mengisi, saling mendukung dan mengingatkan satu sama lain. Kalau dalam bersahabat, kita masih suka menang sendiri, masih minta dinomorsatukan, masih minta pendapatnya didengar tapi di sisi lain nggak mau mendengar, mungkin sebenarnya kita belum benar-benar butuh bersahabat.
Bersahabat dengan orang lain, artinya kita harus siap menerima perbedaan dan menekan ego. Persahabatan tak akan pernah jalan ketika masih saling menomorsatukan ego masing-masing.
Ngobrolin soal persahabatan, beberapa waktu lalu, tepatnya hari Rabu, 21 Agustus 2019, aku mendapat ilmu mengenai persahabatan dari mbak Diyah, murrobiyah liqo-ku. Beliau membuka kajian pagi itu dengan kalimat yang sangat menyentuh.
Setiap orang beriman pasti mendapat ujian. Bahkan saat kita sedang merasa ‘biasa-biasa saja’, kondisi itu pun sejatinya adalah ujian. Untuk mengatasi setiap ujian kehidupan, kita butuh teman seperjalanan.
Kalau kata Abah Ihsan, kita perlu berjama’ah. Mengapa sih harus berjama’ah? Ya, contohnya dalam dunia ngeblog atau tulis-menulis. Kalau kita ngeblog sendirian, pasti garing kan? Beda kalau kita punya komunitas ngeblog. Kita bisa saling share tentang tips menulis, bagaimana cara membagi waktu, bagaimana cara menggali ide tulisan, kita juga bisa saling berkunjung dan memberikan komentar di blog teman-teman. Ngeblog jadi lebih semangat dan berwarna.
Begitu juga saat kita belajar parenting. Bayangkan kalau belajarnya sendirian. Saat kita sedang futur alias iman lagi turun, kita nggak punya teman yang bakal menyemangati agar kembali powerful. Saat kita sedang lalai, nggak ada yang bakal mengingatkan.
Sama halnya dalam kehidupan. Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk sosial, artinya memang sudah fitrahnya kalau manusia harus hidup secara berkelompok. Hidup itu layaknya rollercoaster. Coba bayangkan kita naik rollercoaster sendirian. Pasti kita bakal tegang dan pucat pasi. Beda ketika kita naik rollercoaster bareng teman, bisa saling berpegangan, saling menguatkan, saling berbagi keberanian dan bisa teriak bersama-sama.
Menjalani kehidupan pun seperti itu. Dengan memiliki sahabat, kita bisa jauh lebih kuat saat tertimpa musibah. Kita bisa lekas move on saat patah hati dan merasa kecewa. Kita juga bisa lekas bangkit kembali ketika terpuruk.
Banyak orang berkeluh-kesah, susah mencari orang yang bisa dijadikan sahabat. Susah mencari orang yang bisa dipercaya. Satu hal yang kupelajari, jika kita ingin mendapat sahabat yang memahami kita, maka kita harus belajar memahami orang lain terlebih dahulu. Ketika pemahaman yang baik telah tumbuh dalam hati dan jiwa kita, insya Allah akan lebih mudah kita menemukan sahabat-sahabat yang kita butuhkan.
Maka daripada muluk-muluk membuat daftar kriteria sahabat yang baik, lebih baik untuk fokus memperbaiki diri kita. Sama halnya mencari jodoh. Fokuslah memperbaiki diri, kelak jodoh yang terbaik akan datang kepadamu. Begitu pula dalam pencarian sahabat, fokuslah menjadi sosok sahabat yang menyenangkan, sehingga kita akan dipertemukan dengan sosok-sosok yang kita butuhkan.
4 Kriteria Menjadi Sahabat yang Baik
Dalam kesempatan liqo yang bertempat di Kedai Aisyah hari itu, Mbak Diyah membagikan 4 hal yang harus dimiliki seseorang agar bisa menjadi sahabat yang baik.
Pertama, jadilah sosok yang sibuk mencari kesalahan diri sendiri.
Mengkritik orang lain itu mudah. Mencari kesalahan orang lain itu gampang. Namun sahabat yang baik adalah sosok yang nggak cuma bisa mengkritisi dan mencari kesalahan orang lain, ia juga harus mampu untuk mencari kesalahannya sendiri. Sosok yang mudah instropeksi diri akan sibuk untuk memperbaiki diri. Saking sibuknya memperbaiki diri, dia nggak akan sibuk mengurusi dan mencari-cari kesalahan orang lain. Dia juga tak sibuk menyalahkan orang lain. Kalaupun ia dimintai saran atau kritik, ia tak sekedar mencaci-maki. Namun juga bisa memberikan solusi. Menyenangkan bukan jika berteman dengan orang semacam ini?
Kedua, jangan sibuk mencari-cari kesalahan orang lain.
Pengen punya sahabat yang semacam ini? Mari lebih dulu kita belajar untuk menjadi sosok yang seperti itu. Tidak sibuk menuding orang lain dengan satu jari. Sejatinya, ketika satu jari kita menuding orang lain, keempat jari lainnya menuding diri sendiri. Artinya, jika kita ingin mengoreksi kesalahan orang lain, jangan lupa mengoreksi pula diri sendiri jauh lebih banyak daripada saat kita menguliti kesalahan mereka.
Ketiga, jangan suka menyebarluaskan kesalahan orang lain.
Seorang sahabat yang baik akan menutup rapat-rapat kesalahan temannya. Apalagi ketika hanya kita seorang yang mengetahui kesalahan tersebut, jangan lantas kita mengumbar aibnya. Bahkan ketika orang di seluruh dunia tahu aib sahabat kita, sebaiknya kita menjadi tameng buat dirinya, membantu menjaga harga dirinya. Atau setidaknya tutup mulut dan tidak perlu ikut berkomentar.
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
Tidaklah seseorang menutupi aib orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak. [Shahih Muslim]
Jika kita ingin Allah menutup aib-aib kita, maka mari kita jaga aib-aib sahabat kita.
Keempat, berusaha memaafkan kekeliruan orang lain.
Semua orang di dunia pasti pernah melakukan kesalahan. Mungkin sulit bagi kita melupakan kesalahan seseorang, apalagi jika orang tersebut adalah orang terdekat dan sudah sangat kita percaya dalam hidup. Namun bukan berarti kita tidak bisa memaafkan. Jika Allah Sang Pemilik Langit dan Bumi saja begitu Maha Pemaaf, mengapa kita yang hanya makhluk dekil penuh dosa dan nista begitu sulit memaafkan sesama?
Maka, jika kita sedang belajar untuk menjadi sahabat yang baik, mari kita belajar untuk mudah memberi maaf. Namun selain memberi maaf, sebaiknya kita juga mengembangkan diri untuk bisa memberikan solusi. Sehingga ketika ada salah satu sahabat kita yang melakukan kesalahan atau kekeliruan, kita tak sekadar memberikan maaf, namun juga bisa mengingatkan dan memberikan solusi atas kekeliruan yang dilakukan. Untuk bisa menjadi sosok sahabat seperti ini, kita harus selalu melakukan muhasabah diri.
Di akhir pertemuan, Mbak Diyah, murrobiyah liqo-ku membacakan sebuah ayat;
Waṣbir nafsaka ma'allażīna yad'ụna rabbahum bil-gadāti wal-'asyiyyi yurīdụna waj-hahụ wa lā ta'du 'aināka 'an-hum, turīdu zīnatal-ḥayātid-dun-yā, wa lā tuṭi' man agfalnā qalbahụ 'an żikrinā wattaba'a hawāhu wa kāna amruhụ furuṭā.
Artinya: Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (Al Kahfi: 28)
Ayat ini menjadi pengingat bagi kita agar mencari sahabat yang jelas imannya, dan baik karakternya. Karena teman adalah cerminan diri kita. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Seseorang itu menurut agama teman dekatnya, maka hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)
Dijelaskan dengan lebih lengkap pada sebuah hadits dari Abu Musa Al-Asy’ariy radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Permisalan teman duduk yang shalih dan buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, bisa jadi ia akan memberimu minyak wangi, atau kamu akan membeli darinya atau kamu akan mendapat bau harum darinya. Adapun tukang pandai besi, bisa jadi ia akan membuat pakaianmu terbakar, atau kamu akan mendapat bau yang tidak sedap darinya. (HR. Bukhari No. 2101, Muslim No. 2628)
Sahabat yang saleh senantiasa mendorong kita untuk melakukan ketaatan kepada Allah, berbakti kepada orang tua, menyambung tali silaturrahim, dan mengajak kita untuk senantiasa berakhlak mulia, baik dengan perkataannya, perbuatannya, ataupun dengan sikapnya. Sedangkan teman yang buruk memiliki pengaruh yang sebaliknya. Sudah banyak kasus orang yang hidupnya hancur karena berteman dengan orang-orang yang memiliki sifat atau perilaku yang buruk.
Maka dikatakan bahwasanya salah satu nikmat Allah yang paling besar bagi hamba yang beriman adalah diberikannya sahabat-sahabat yang baik. Sebaliknya, ketika Allah memberikan kita teman-teman yang buruk, sesungguhnya Allah sedang menguji kita.
Semoga kita selalu diberikan kenikmatan untuk memiliki teman perjalanan yang saleh. Kalaupun saat ini kita sedang diuji dengan teman-teman yang buruk sikapnya, semoga kita bisa menghadapi ujian tersebut. Semoga kita bisa menjadi sahabat saleh bagi teman-teman kita tersebut, sehingga mereka bisa kembali baik. Aamiin.
Mari saling menguatkan dan merapikan barisan. Salam persahabatan.
Wassalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Referensi:
- Kajian Liqo Zidni Ilma yang disampaikan oleh mbak Diyah di Kedai Aisyah, pada hari Rabu, 21 Agustus 2019
- https://www.hidayatullah.com/kajian/hadits-harian/read/2016/02/06/88866/siapa-menutupi-orang-orang-allah-tutupi-aibnya-di-akhirat.html
- https://muslimah.or.id/2755-lihatlah-siapa-temanmu.html
First update dari asrama Nottingham 😍😍😍 Masha Allah sekali ❤️❤️
ReplyDeleteAku siap jadi sahabat yang baik. Wekaweka.
ReplyDeleteWah bener banget nih Mbak, sebisa mungkin memang harus bisa menutupi aib teman nih ya
ReplyDeleteSering banget nih Mbak saya merasa bukan teman saya yang salah tapi sayanya sendiri hihi
ReplyDeleteSahabat itu bisa menjadi seperti saudara sendiri nih ya Mbak. Makannya juga perlu dijaga
ReplyDeleteWaduh, saya sering buka aib teman sendiri (ke bapaknya) 😅
ReplyDeletePostingan yg menarik, mbk
Temanmu cerminan dirimu. Nice
ReplyDeleteTerima kasih sharing ilmunya ka. Mantap!
ReplyDeleteSemangattt🖒🖒
ReplyDeleteSemoga kita bisa menjadi teman yang baik....amiin
ReplyDeleteKadang aku masih menjadi teman yg manja. 😅😅 dimana aku lebih suka diperhatikan.
ReplyDeleteLagu yang paling disuka banget Mbak.
ReplyDelete