Assalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Ada beberapa kelas womenpreneur yang dibagikan di group-group whatsapp. Membaca materi-materi yang diajarkan, aku tertarik untuk ikut. Ya maklum lah, hati ini selalu gatel kalau dapat informasi pelatihan dan sejenisnya, apalagi gratis.. duh kesempatan banget belajar to? Tapi ketika melihat acara tersebut dijadwalkan tiap Sabtu-Minggu, mendadak galau. Maklum Sabtu-Minggu itu family time banget. Kakak pas libur sekolah, ayah juga libur kerja.
Sebagai istri yang baik (uhuuuk..), kirim pesan lewat whatsapp dong ke suami. Share info tersebut dilengkapi skrinsutan jadwalnya, lalu bertanya “Boleh ikut nggak beib?” Lamaaa banget tuh pesan dianggurin ama doi. Bete deh ah. Bahkan sampai akhirnya doi pulang kerja pun nggak dibahas sama sekali tuh pesan yang kukirimkan. Lalu aku tanya, “Kok nggak dibalas sih wa-ku?”
Dengan entengnya suami menjawab, “Habis isinya minta izin… “ Aku langsung senyum mendengar pernyataannya. Ahaaay, ini mah suami nggak ridho istrinya ikutan acara tersebut, tapi nggak tahu bagaimana caranya meyampaikan dengan layak, wkwk. Soalnya doi sadar istrinya tuh super nekat, kadang udah dilarang aja masih nekat berangkat kalau merasa acaranya penting dan bermanfaat.
“Ya elah Yah… bilang aja kagak boleh… “ Ujarku sambil terbahak. Suami pun nyengir kuda menanggapiku, “Biasanya kalau udah pengen, dilarang juga tetap aja nekat. Mending diam ajalah biar sadar sendiri.” Duh, jleb banget kan ya?
Sebenarnya aku bersyukur dikaruniai suami yang masya Allah demokratis banget. Asal perginya jelas, acaranya bermanfaat, nggak mendholimi hak anak-anak… dia gampang banget kok kasih izin. Cuma memang kalau acaranya malam, atau di hari-hari yang sedianya doi pengen kumpul sama keluarganya, pengennya sih istrinya stay beside him aja.
Dan izin dari suami itu mudah keluar kalau acaranya; 1. Ngaji, 2. beberapa kegiatan sosial yang dia tahu bakal bikin mataku berbinar-binar, ini juga seringnya doi bakal ngikut… biar habis acara bisa dolan gitu, 3. Acara parenting, 4. Acara kumpul-kumpul sama teman-teman yang dia tahu bakal kasih positive impact ke aku, 5. Blogger event, apalagi kalau aku bilang acaranya dapat uang saku, langsung di acc, wkwk. Senenglah ya dia, kalau istrinya dapat duit, nggak perlu nambahin uang jajan, hahaha.
Melihat respon suami yang nggak acc ketika aku izin ikutan kelas womenpreneur itu, aku pun woles. Selain karena aku merasa masih bisa dapat ilmu-ilmu tersebut secara online dan autodidak. Aku sekarang semakin paham kok pentingnya taat sama suami. Apalagi pernah punya pengalaman, udah dilarang tapi tetap nekat jalan, hasilnya malah nggak beres semua.
Dengan entengnya suami menjawab, “Habis isinya minta izin… “ Aku langsung senyum mendengar pernyataannya. Ahaaay, ini mah suami nggak ridho istrinya ikutan acara tersebut, tapi nggak tahu bagaimana caranya meyampaikan dengan layak, wkwk. Soalnya doi sadar istrinya tuh super nekat, kadang udah dilarang aja masih nekat berangkat kalau merasa acaranya penting dan bermanfaat.
“Ya elah Yah… bilang aja kagak boleh… “ Ujarku sambil terbahak. Suami pun nyengir kuda menanggapiku, “Biasanya kalau udah pengen, dilarang juga tetap aja nekat. Mending diam ajalah biar sadar sendiri.” Duh, jleb banget kan ya?
Sebenarnya aku bersyukur dikaruniai suami yang masya Allah demokratis banget. Asal perginya jelas, acaranya bermanfaat, nggak mendholimi hak anak-anak… dia gampang banget kok kasih izin. Cuma memang kalau acaranya malam, atau di hari-hari yang sedianya doi pengen kumpul sama keluarganya, pengennya sih istrinya stay beside him aja.
Dan izin dari suami itu mudah keluar kalau acaranya; 1. Ngaji, 2. beberapa kegiatan sosial yang dia tahu bakal bikin mataku berbinar-binar, ini juga seringnya doi bakal ngikut… biar habis acara bisa dolan gitu, 3. Acara parenting, 4. Acara kumpul-kumpul sama teman-teman yang dia tahu bakal kasih positive impact ke aku, 5. Blogger event, apalagi kalau aku bilang acaranya dapat uang saku, langsung di acc, wkwk. Senenglah ya dia, kalau istrinya dapat duit, nggak perlu nambahin uang jajan, hahaha.
Melihat respon suami yang nggak acc ketika aku izin ikutan kelas womenpreneur itu, aku pun woles. Selain karena aku merasa masih bisa dapat ilmu-ilmu tersebut secara online dan autodidak. Aku sekarang semakin paham kok pentingnya taat sama suami. Apalagi pernah punya pengalaman, udah dilarang tapi tetap nekat jalan, hasilnya malah nggak beres semua.
Untuk some people, apalagi yang belum nikah, mungkin merasa ribet banget. Ya elah mo pergi aja pakai izin suami. Nggak enak ya jadi istri dan ibu itu, nggak bebas. Ya gantian dong, istri kan juga butuh me time, dsb. Tapi itulah seninya menjadi istri… sungguh taat itu tidak mudah! Apalagi buat emak-emak macam eike yang banyak polah dan maunya ini, yang sejak kecil diberi kebebasan untuk ikut kegiatan ini itu, duh PR banget untuk mengerem semua hasrat diri. Mengerem agar nggak keluar dari relnya serta tetap bisa bersinergi antara keinginan pribadi dan keluarga. Karena masalah taat ini bisa sangat sensitif ya, dan bisa jadi celah terjadinya permasalahan dalam rumah tangga.
Belajar Taat pada Suami
Taat… itulah sebuah tantangan yang Allah berikan pada perempuan yang bergelar istri. Tantangan yang insya Allah hadiahnya maniss banget… SURGA!
Pas di tengah-tengah nulis postingan ini, aku sempet main-main ke instastory dan nemu status ini dari seorang influencer ternama.
Nggak usah dibahaslah siapanya… kok nyeri ya hatiku membacanya. Karena sepemahamanku, istri harus patuh itu yang nyuruh Allah!
Akhir-akhir ini isu feminisme semakin marak, termasuk soal ribetnya jadi istri… salah satunya misal mo berkegiatan aja kok ya harus izin suami. Bahkan ada suami yang saklek, istrinya kudu tinggal di rumah ngurusin anak aja, sampai nggak dikasih kebebasan untuk berkarya dan mengembangkan passionnya. Mulai banyak seruan untuk mengajak para perempuan agar berdaya, berani keluar rumah, berani mengutarakan pendapat, jangan diam saja kalau dikasarin, dsb.
Well, aku setuju soal perempuan harus berdaya, harus bisa menghargai dirinya sendiri termasuk soal melindungi diri dari KDRT, berani berpendapat dan bla bla bla. Tapi yang kadang bikin miris adalah, pemikiran-pemikiran feminisme terkadang kebablasan. Entahlah… mungkin kalau aku berdiskusi soal ini saat masih kuliah, akan beda. Aku mungkin akan ikutan bersuara lantang lengkap dengan tagar #lawanpatriarki. Tapi sekarang? Jujur aku takut kalau punya pemikiran yang sepertinya terdengar keren, hebat, berapi-api, dan menginspirasi, tapi ternyata bertentangan dengan agama yang aku anut.
Lalu ada kalanya muncul pertanyaan, “Kenapa semuanya disambungkan ke agama sih?” Ya, karena itu fungsi agama, untuk mengatur manusia agar keep on the track, nggak nyelonong boy. Kalau ada yang nggak percaya sama agama, silakan… tapi untuk aku yang sedang mengejar ketertinggalanku atas pemahaman agama yang aku anut, penting sekali untuk mengkonfirmasi pemikiranku apakah sesuai dengan ajaran Allah. Karena sungguh, dulu aku sering punya pemikiran yang nyleneh, dan nggak pakai konfirmasi sesuai atau tidak dengan ajaran Allah.. asal njeplak aja. Baru sekarang saat ingat hal-hal itu dan tahu bagaimana hal tersebut diatur dalam Islam, duh... salah gue…
Btw, di postingan ini aku nggak mau bahas soal pro kontra RUU yang lagi hits itu ya. Eh RUU yang mana nih? Bukannya ada dua RUU yang lagi viral; RUU - PKS dan RUU Musik. Haha, iya ya.. oke deh, maksudku RUU - PKS. Postingan ini bukan dalam kapasitas untuk mendukung atau menolak karena aku sendiri belum kelar baca draft-nya. Daripada salah kan yeee. Aku baru baca sekilas-sekilas aja, aku lihat ada pasal yang bagus, tapi ada juga pasal-pasal yang bikin kening berkerut.
So, stop ngelanturnya dan let’s back to masalah taat ke suami. Kadang ngeri-ngeri sedap bahas masalah ini di saat isu feminisme sedang on the top. Jadi ya mari kembali pada pemahaman dan keyakinan masing-masing. Postingan ini aku buat hanya sebagai self reminder buat diri sendiri, biar kelak saat lagi error, aku bisa baca-baca ulang gitu.
Terus gimana caranya belajar taat sama suami? Mulailah dengan belajar taat sama Allah. Kalau sudah bisa taat pada Allah dengan sebenar-benarnya, insya Allah taat pada suami mah perkara sepele. La wong taat sama suami juga salah satu perintah Allah kan? Pertanyaannya sekarang sudah seberapa taat kita sama Allah?
Alhamdulillah, hari Sabtu, 2 Februari 2019 lalu, aku dapat ilmu yang pas banget dengan pertanyaan ini. Lewat halaqoh wali santri Kuttab Al Fatih, tempat di mana aku menitipkan Ifa untuk belajar, aku belajar banyak dari Ustaz Taufik el-Hakim, Lc. Beliau mengingatkan bahwa sebagai manusia kita harus taat secara keselurhan, nggak pilih perintah yang enak-enak saja. Yang menurut kita nggak enak, nggak sesuai dengan keinginan diri, ditinggal.
Beliau berkata, “Jangan hanya pilih amalan yang enak-enak. Kalau ada perintahNya, ya lakukan. Jangan menunda-nunda.” Saat itu Ustaz Taufik mengajak kami untu mengingat salah satu bacaan yang ada di dzikir pagi dan sore. Rodhitu billahi robba, wabil islami dina, wabimuhammadin nabiyya warosula, robbi zidni ilma, warzuqni fahma. Masya Allah mungkin selama ini kita enteng banget ya melafazkannya, sedang doa tersebut punya arti yang… bikin merinding.
Rodhitu billahi robba: Kami ridho ya Allah, bahwa Engkau adalah Tuhan kami. Sesungguhnya tidak ada tuhan selain Engkau. Kami memasrahkan segala urusan kami kepada Mu, ya Allah. Kami merasa bersalah, karena selama ini kami melupakan Mu, sebagai Tuhan kami. Kami rela bertuhan Engkau, ya Allah.
Wabil islami dina: Kami rela ya Allah, Islam adalah agama kami. Tuntunlah kami dalam permasalahan dunia dengan agama Mu. Hindarilah permasalahan-permasalahan dunia dalam beribadah kepada Mu. Bimbinglah kami dalam menjalankan ajaran-ajaran agama Mu ya Allah, agar kami selamat dari dunia yang fana. Jadikanlah kami semua orang yang selamat dunia dan akhirat melalui tali agama Mu.
Wabimuhammadin nabiyya warosula: Ya Allah, kami rela Nabi Muhammad adalah Nabi dan Rosul kami. Tuntunlah agar kami seperti akhlak beliau. Mudahkanlah kami dalam memperbanyak sholawat kepada baginda Rosulullah. Mudahkanlah kami dalam memperoleh syafaatnya. Luruskanlah pandangan kami dalam berperilaku sebagaimana teladan kami, Nabi Muhammad sholallohu alaihi wasallam.
Robbi zidni ilma: Ya Allah, tambahilah ilmu kami. Jadikanlah ilmu adalah cahaya yang menerangi hidup kami. Mudahkanlah kami dalam menuntut ilmu. Berkahilah kami dalam menyebarkan ilmu. Tinggikanlah derajat orang yang berilmu. Iringilah ilmu dan amal kami, agar menjadi bekal di akhirat berupa pahala yang terus mengalir.
Warzuqni fahma: Ya Allah, berilah kami rizki berupa kepahaman dalam memperoleh ilmu. Bukalah pikiran dan hati kami dalam memaknai suatu ilmu. Permudahkanlah kami dalam memaknai, menganalisis, dan memberikan solusi terhadap permasalahan di lingkungan kami berdasarkan ilmu yang kami peroleh. Ya Allah, tutuplah kebodohan dalam diri kami.
Dari arti doa yang sangat indah tersebut, bisa disimpulkan bahwa kalau kita mengaku rela Allah sebagai rabb, islam sebagai agama kita, Nabi Muhammad sebagai nabi dan rosul kita, maka sudah sepatutnya kita tidak pilih-pilih apa yang diperintahkan Allah. Semua perintah dan ajaranNya harus dilaksanakan secara kaffah. Kan aneh jadinya kalau bilang rela, tapi nggak mau melaksanakan semua perintah Allah, terus buktinya kita rela apa?
Bukan hanya soal taat pada suami, mencari ilmu dan belajar juga salah satu perintah Allah. Bahkan jadi wahyu yang turun pertama kali kepada Rasulullah SAW lewat Quran Surat Al Alaq 1 -5. Bahwasanya belajar, mencari ilmu, membaca tanda-tandaNya adalah perintah yang utama.
Lalu Ustaz Taufik melanjutkan, “Karena kita hanya akan selamat dengan ilmu dan amal sholeh. Cara menjadi baik itu ya belajar. Nggak bisa hanya tidur dan santai-santai saja, lalu bangun-bangun bisa jadi orang baik. Jadilah hamba yang bisa mengikat rahmat Allah. Kalau Allah merahmati kita, kita akan sukses hidup dunia akhirat.”
Sambil melihat Affan yang lari-lari mengejar kakaknya, aku hanya bisa manggut-manggut. Sadar diri bahwa selama ini banyak buang waktu untuk belajar hal-hal yang nggak penting. Njuk nyesel, kok dulu nggak minta mondok sama orangtua yaa.
Ilmu yang paling benar untuk dipelajari ya ayat-ayat Allah, jadi sebelum belajar yang aneh-aneh, coba tengok sudah sejauh apa kita belajar ayat-ayatNya? Waktu kita yang terbatas di dunia ini bahkan mungkin kurang untuk mempelajari semua kebesaranNya, tapi ikhtiar dulu lah.
Termasuk belajar soal menjadi taat kepada suami dan bagaimana mengatasi masalah rumah tangga, semua itu sudah diatur. Dan sejatinya sebelum seorang istri diperintahkan taat kepada suami, Allah memerintahkan terlebih dahulu seorang suami untuk menjadi sebenar-benarnya qowwam. Maka saat halaqoh itu, kami diajak belajar untuk memahami tiga ayat penting dalam surat An Nisa, yang insya Allah akan menjadi bantuan bagi kita ketika rumah tangga mengalami goncangan.
Baca juga: Ingin Menaklukkan Hati Suami? Lakukan 7 Hal Ini!
Ustaz Taufik lalu menjelaskan maksud ayat tersebut. Kenapa Allah meminta manusia untuk taat? Karena apabila tidak taat, manusia akan rusak dan menghancurkan. Taat kepada Allah itu wajib hukumnya, sedangkan taat pada manusia tidak mutlak. Hanya Rasulullah SAW satu-satunya manusia yang layak ditaati, karena Rasulullah utusan Allah. Termasuk juga menaati ulil amri. Di dalam surat itu memang dikatakan bahwa kita juga harus menaati Ulil Amri (penguasa), namun sifatnya tidak mutlak. Karena kita hanya boleh taat kepada ulil amri jika tujuannya untuk ketaatan kepada Allah. Taat pada Ulil Amri yang juga taat pada Allah. Disampaikan pula dalam ayat tersebut bahwa jika kita menemui perbedaan pendapat, maka Allah meminta untuk menyelesaikan urusan tersebut sesuai Al Quran dan As Sunnah.
3 Ayat dalam Quran Surat An Nisa, Kunci Segala Permasalahan Rumah Tangga
Quran Surat An Nisa: 59
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Ustaz Taufik lalu menjelaskan maksud ayat tersebut. Kenapa Allah meminta manusia untuk taat? Karena apabila tidak taat, manusia akan rusak dan menghancurkan. Taat kepada Allah itu wajib hukumnya, sedangkan taat pada manusia tidak mutlak. Hanya Rasulullah SAW satu-satunya manusia yang layak ditaati, karena Rasulullah utusan Allah. Termasuk juga menaati ulil amri. Di dalam surat itu memang dikatakan bahwa kita juga harus menaati Ulil Amri (penguasa), namun sifatnya tidak mutlak. Karena kita hanya boleh taat kepada ulil amri jika tujuannya untuk ketaatan kepada Allah. Taat pada Ulil Amri yang juga taat pada Allah. Disampaikan pula dalam ayat tersebut bahwa jika kita menemui perbedaan pendapat, maka Allah meminta untuk menyelesaikan urusan tersebut sesuai Al Quran dan As Sunnah.
Jika dikaitkan dengan hubungan berumahtangga, Ulil Amri di dalam keluarga adalah ayah. Maka bisa disimpulkan bahwa taat pada suami itu sifatnya tidak mutlak. Artinya ya bisa didiskusikan, bisa dikomunikasikan, alias tidak saklek. Suami sebagai pemimpin yang ditaati haruslah suami yang taat kepada Allah dan rasulNya.
Wah, memahami ayat ini jadi menjawab pertanyaan komentar Nuzha di sebuah postingan blog dua tahun yang lalu.
Jadi insya Allah saat itu jawabanku nggak melenceng lah ya, taat sama suami itu bukan berarti menutup diskusi dan komunikasi. Semua bisa diobrolkan kok, asal sama-sama mau saling mendengarkan. Kalau diskusinya nggak ketemu titik temu juga gimana? Udah dikasih jalan keluar sama Allah, kembalikan sesuai ajaran Allah dan RasulNya, bukan sekedar memperturutkan hawa nafsu.
Untuk memahami Surat An Nisa ayat 59, Ustaz Taufik juga kemudian mengajak kami untuk mengetahui lebih dalam ayat kelanjutannya;
Untuk memahami Surat An Nisa ayat 59, Ustaz Taufik juga kemudian mengajak kami untuk mengetahui lebih dalam ayat kelanjutannya;
Di ayat ini Allah mengingatkan kalau kita ketemu Ulil Amri yang justru membuat peraturan atau ketetapan yang menyesatkan dan menjauhkan kita dari Allah, kita berhak untuk tidak menaatinya. Karena ketaatan pada Allah itu di atas segala-galanya. Begitu juga ketaatan pada suami, jika suami memaksa kita untuk melakukan hal-hal yang membuat kita jauh dari Allah, misal melarang berhijab, melarang sholat, ya boleh kita tidak taat.
Dikuatkan pula dalam Quran surat Al Maidah ayat 44;
Allah memperingatkan agar kita nggak perlu takut pada manusia, apalagi manusia yang memutuskan sesuatu tidak berdasarkan hukum Allah. Karena manusia yang berhukum selain hukum Allah maka dia tidak beriman. Maka ini kembali menguatkan bagi para istri, ketika suami bertindak tidak sesuai aturan Allah, kita berhak untuk mengambil tindakan. Tentunya tindakannya pun harus sesuai dengan kaidah yang benar.
Quran Surat An Nisa: 34
Ayat ini yang selalu menjadi tameng buat para laki-laki, dengan congkak berkata “laki-laki itu qowwam, imam! Istri harus taat, nih baca perintah Allah.” Namun qowwam seperti apakah yang Allah maksud? Apakah yang semena-mena seperti Fir’aun?Ustaz Taufiq kemudian menjelaskan makna Qowwam sesuai tafsir Ibnu Katsir: Rois (pemimpin), Kabiruha (yang dibesarkan), hakimu 'alaiha (hakim yang memutuskan). Sifat utama yang harus dimiliki Qowwam adalah ADIL! Lebih dari itu, qowwam juga berarti pelindung, karena wanita pada dasarnya sudah bengkok, maka suami ketika ingin meluruskan jangan sampai patah dan jangan sampai pecah Sebagaimana termaktub dalam hadits “Lembutlah kepada gelas-gelas kaca (maksudnya para wanita)” [HR. Al-Bukhari].
Dari buku Inspirasi dari Rumah Cahaya karya Ustaz Budi Ashari yang juga merupakan sumber materi halaqoh saat itu, dituliskan bahwa;
Posisi laki-laki adalah sebagai seorang Qowwam (pemimpin) di dalam rumah tangga. Berikut ini penjelasan kata Qowwam. Secara bahasa, kamus Lisanul ‘Arab menjelaskan kata Qowwam, “Kata Qoimah adalah bentuk tunggal dari Qowaim. Qowaim ad Dawab adalah kakinya yang empat. Kata ini dipinjam juga untuk manusia. Di mana terkadang kata ini berarti; penjagaan dan perbaikan di antaranya firman Allah ta’ala: Kaum laki-laki itu adalah Qowwam bagi kaum wanita.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya (2:292, MS) tentang kata Qowwam, “Yaitu pemimpinnya, pembesarnya, hakimnya dan pendidiknya jika bengkok.” Jadi jelas bahwa kata Qowwamah yang digunakan pada ayat 34 untuk menyebut posisi suami terhadap istrinya memiliki banyak arti:
- Tiang kokoh ibarat kaki, tanpanya sesuatu tidak bisa berdiri.
- Pemimpin bagi istri dan rumah tangganya, tanpanya semua berjalan tanpa arah yang jelas.
- Pembesar atau yang diangap paling besar, tanpanya tiada orang yang disegani dan tempat bersandar.
- Hakim rumah tangga, untuk memberikan solusi dan keputusan setiap permasalahan yang ada.
- Pendidik, tanpanya yang bengkok tetap tidak bisa kembali lurus. (Inspirasi dari Rumah Cahaya - Budi Ashari - halaman 103)
Jadi ternyata sebagai seorang imam, seorang qowwam, tugas laki-laki itu nggak sekedar mencari nafkah! Suami punya tugas yang masya Allah buanyak dan berat, serta seringkali dilupakan. Saking sibuknya dengan urusan mencari nafkah, berangkat pagi pulang dini hari, nggak pernah menyentuh hati anak istri. Maka kalau rumah tangga gersang, keluarga pincang ya wajar.. karena qowwamah di rumah nggak tegak.
Masih dari buku Inspirasi dari Rumah Cahaya,
Suami harus menyadari posisi pentingnya tersebut. Dan seorang istri setinggi apapun pendidikan dan status sosialnya maka dia harus meletakkan dirinya sebagai seorang istri yang dengan ketentuan Allah melebihkan sang suami atas dirinnya. Mendengarkan perintah suami selama tidak mengajak untuk bermaksiat kepada Allah.
Hilangnya fungsi qowamah hari ini yang menyebabkan turbulensi dahsyat dalam rumah tangga. Tidak jelas siapa pemimpin, tidak ada tempat kembali, tidak ada hakim, tidak ada pendidik, tidak ada tempat bersandar.
Seiring dengan hilangnya qowamah dari seorang suami, sirna pula kenyamanan dalam perjalanan bahtera rumah tangga. Dari ayat di atas, seorang suami wajib mempertahankan posisi qowamahnya. Tetapi posisi itu bisa bergeser dari dirinya saat dua hal yang disebutkan ayat tersebut tidak ada dalam dirinya atau perlahan perggi. Dua hal tersebut adalah kelebihan yang dimilikinya dan nafkah bagi keluarganya.
Posisi ini harus diusahakan oleh setiap laki-laki sebagai kepala rumah tangga. Dan harus diletakkan oleh istri dalam hatinya yang paling jujur. Jika hari ini qowamah suami menjauh sejengkal dari hati isteri, maka itu artinya telah mendekatkan sejengkal lebih dekat kepada hancurnya rumah tangga. (Inspirasi dari Rumah Cahaya, Budi Ashari - Halaman 104)
Kalau boleh aku simpulkan, di sini sebelum Allah memerintahkan seorang istri untuk taat kepada suaminya, Allah memperingatkan para suami agar bertindak sebagai qowwam sebenar-benarnya. Bukan hanya memberikan nafkah, tapi juga melakukan fungsi-fungsi qowwam yang lainnya; menjadi pendidik, pelindung, pemberi kenyamanan, dan menjadi hakim yang adil.
Lalu aku jadi ingat obrolanku beberapa waktu lalu dengan seorang teman, intinya betapa susahnya untuk taat apalagi kalau suaminya seenaknya sendiri. Itulah kenapa rumah tangga itu harus dibangun bersama-sama, harus ada kata SALING! Saling mendukung, saling berkolaborasi dan saling belajar.
Pengen istri taat? Ya suami harus jadi qowwam yang bener dulu! Begitu juga sebaliknya, pengen suami jadi qowwam yang sebenar-benarnya? Ya, ayo kita mulai dengan taat sama Allah dulu. Kalau udah taat sama Allah, kita akan bisa menyadari bagaimana menempatkan hati agar mengakui keqowamahan suami. Kalau belum sempurna, ya terus didukung, terus belajar bareng-bareng.
Quran Surat An Nisa: 35
Ayat 34 sebenarnya adalah teguran agar ayat 35 ini tidak terjadi. Jika baik suami dan istri melaksanakan kewajiban masing-masing, maka sebenarnya pertikaian keluarga tidak perlu terjadi. Tapi kalaupun terjadi dan solusi di ayat 34 tidak ada hasilnya; di mana suami tidak sanggup menyelesaikannya, maka ayat 35 adalah jalan yang harus ditempuh.Dalam ayat ini disampaikan bahwasanya jika dalam suatu rumah tangga ada permasalahan yang tidak bisa diselesaikan antara keduanya. Allah memerintahkan agar kita mengambil seorang hakim dari keluarga laki-laki dan seorang hakim dari keluarga perempuan. Hakim-hakim ini juga harus bersikap netral dan hanya niat lillahitaala ikhlas untuk melakukan perbaikan.
Masya Allah, aku nulis postingan ini sambil mbrebes mili. Betapa seringkali kalau ada masalah, nggak mengembalikan ke Allah. Malah sibuk bikin teori dan pemikiran sendiri. Akhirnya masalah bukannya jadi baik, malah tambah jadi benang kusut. Padahal Allah sudah siapkan semua jalan keluar setiap masalah hamba-hambaNya dengan sangat tepat.
Belajar Langsung dari Rumah Tangga Nabi
Ketika kaidah ketentuan Allah dipegang dan diterapkan dalam kehidupan berumahtangga, insya Allah pada saat badai melanda kehidupan rumah tangga, semua akan dapat diminimalisir dan dicarikan jalan keluarnya. Sebagaimana rumah tangga Rasulullah SAW. Janganlah berkata, ya iyalah rumah tangga nabi gitu loh. Rasulullah itu manusia biasa lo, bukan malaikat, itulah kenapa Allah memilih Beliau untuk dicontoh dan diteladani oleh manusia-manusia lainnya.
Rumah tangga Rasulullah SAW adalah rumah tangga manusia pada umumnya. Kehidupan rumah tangganya pun tak lepas dari pernik-pernik masalah dan problematika keluarga. Karena itulah maka rumah tangga Rasulullah adalah rumah tangga yang sangat manusiawi untuk dicontoh. Ada dua kisah yang bisa kita ambil contoh tentang bagaimana akhlak nabi memperlakukan istrinya.
Kisah pertama, saat itu Abu Bakar hendak menemui nabi. Baru mau masuk rumah, Abu Bakar mendengar Aisyah yang notabene adalah putrinya bersuara tinggi di hadapan Rasulullah. Abu Bakar lalu menarik Aisyah dan bilang, “Hai anaknya Ummu Ruman, apakah kamu mengangkat suaramu di hadapan Rasulullah?”
Apakah Rasulullah lantas mengadukan perilaku Aisyah kepada Abu Bakar? TIDAK! Rasulullah malah meminta Abu Bakar untuk pulang ke rumahnya. Rasulullah meredam marahnya Aisyah, “Bukankah tadi kamu saksikan aku menghalangimu dari kemarahan ayahmu?”
Beberapa waktu kemudian, Abu Bakar kembali datang dan minta izin menemui Rasulullah. Ternyata Nabi dan Aisyah sedang bercanda dan tertawa. Abu Bakar lalu berkata, “Ya Rasulullah, sertakan aku dalam perdamaian kalian berdua sebagaimana kalian berdua sertakan aku dalam ‘perang’ kalian berdua”. (HR Ahmad No 17668)
Dari kisah pertama ini kita belajar bagaimana Nabi bersikap qowamah terhadap istrinya. Tampil sebagai suami yang lapang hati bahkan saat isteri bersuara tinggi di hadapannya. Menenangkan dan mencoba meraih hatinya, bahkan menghalangi dari apapun yang bisa membuat keadaan semakin buruk.
Kisah kedua, suatu ketika Rasulullah dan Aisyah menghadapi cekcok mulut. Hingga akhirnya Rasulullah berkata pada Aisyah bahwa mereka butuh penengah. Aisyah diminta memilih Umar atau Abu Bakar. Aisyah pun memilih Abu Bakar menjadi penengah keduanya. Saat Abu Bakar datang, Rasul menjelaskan duduk permasalahannya.
Di tengah-tengah penjelasan Rasul, Aisyah berkata “Takutlah kepada Allah dan ceritakan dengan jujur!”
Mendengar Aisyah berkata seperti itu, Abu Bakar marah dan mengangkat tangannya menampar hidung Aisyah. Rasulullah tidak tinggal diam dan malah menenangkan Abu Bakar, “Kami tidak memanggilmu untuk melakukan ini.”
Abu Bakar masih saja marah dan kemudian berdiri mengambil pelepah kurma dalam rumah dan hendak memukul Aisyah menggunakan pelepah tersebut. Aisyah pun lari dan menempel di balik punggung Rasulullah. Rasulullah kemudian meminta Abu Bakar untuk keluar dari rumahnya. Ketika Abu Bakar telah keluar, Aisyah kembali menjauh dari Rasulullah. Rasulullah berkata, “Mendekatlah.”
Namun Aisyah menolak, sok jual mahal. Rasulullah lalu tersenyum dan berkata, “Kamu tadi begitu menempel di punggungku.”
Begitulah akhlak Rasulullah yang selalu mampu menyelesaikan semua permasalahan dengan elegan dan baik. Karena Rasulullah menerapkan panduan ayat-ayat di atas. Kita juga pasti mau ya menghindari atau menyelesaikan badai rumah tangga dengan baik? Ya sudah kembalikan saja sesuai aturan Allah dan RasulNya.
Di dalam buku Inspirasi Rumah Cahaya, Ustaz Budi Ashari memberikan tips untuk mengatasi turbulensi dalam rumah tangga:
1. Segeralah memulai berdialog antara suami dan istri tentang perjalanan bahtera rumah tangga ke depan. Dialog tentang segala hal, bukan saja indahnya langit biru tetapi hingga badai yang bisa datang kapan saja.
2. Jika suami isteri terbiasa mengembalikan masalah kepada keputusan Islam, maka saat badai rumah tangga datang bisa diminimalisir dampaknya. Biasakan jika ada keputusan yang harus dibuat dengan kalimat, “kalau dalam Islam, solusinya bagaimana ya?”
3. Bagi yang telah mempunyai menantu, maka pelajarilah bagaimana Islam mengajarkan sikap orangtua terhadap anaknya yang telah menikah. Ikut campur itu terkadang diperlukan tetapi untuk kebaikan, bukan justru menyiram bensin pada api.
4. Suami dan istri jangan membiasakan diri mengadukan segala hal kepada orangtuanya masing-masing. Sadarilah bahwa ita sudah mempunyai tanggungjawab besar sendiri-sendiri. Suami harus menjadi qowwamah yang sebenar-benarnya, dan istri harus taat.
Kalimat Allah itu bisa memberikan pengaruh pada qalbu. Namun jika qalbu kita tidak diatur untuk menerima pengaruh itu, ya pengaruhnya nggak akan masuk. Al Quran sejatinya berisi ibrah-ibrah, bagi yang mau mengambil pelajaran dari sana.
Semoga bermanfaat ya postingan ini, yang awalnya hanya ingin ditulis dalam berbentuk catatan-catatan kecil di status whatsapp. Ternyata akhirnya justru jadi panjang kali lebar seperti ini. Jika ada kesalahan dalam menafsirkan dan menuliskan kembali, maka kesalahan mutlak padaku. Maklum dengerin kajiannya sambil momong Affan. Semua hal yang baik hanya milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Wassalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Post a Comment
Salam,
maritaningtyas.com