Assalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Sekolah Ibu Sendangmulyo tahun ini agak berbeda dari tahun sebelumnya. Selain jumlah pesertanya yang membludak, alhamdulillah. Susunan acaranya pun sedikit berganti. Biasanya acara ‘Sehari bersama Al Quran’ atau disebut juga dengan Yaumul Maal Qur’an diadakan di bagian akhir dalam rangkaian Sekolah Ibu. Namun tahun ini justru diletakkan sebagai pembuka kegiatan.
Masya Allah…. Pesertanya kalau nggak salah hampir mencapai 300. Bayangkan betapa syahdunya Masjid Al Fatah pada hari Minggu, 20 Mei 2018 yang lalu. Sekitar 300 muslimah berkumpul bersama-sama membaca Al Quran, khusyuk dan pada akhirnya khataman siang itu juga. Benar-benar meningkatkan ghirah keimanan. Apalagi setelah doa khotmil quran dibacakan, disambung dengan tausiyah yang disampaikan oleh Ustazah Aisyah Dachlan. Semangat untuk mempelajari dan membaca al Quran jadi semakin membuncah. Sebelum aku bagikan resume kajian pada hari itu, boleh lo disimak video cuplikan acara:
Barang siapa di dalam bulan Ramadan tidak berusaha meningkatkan intensitas hubungan dengan Al Quran, maka di bulan-bulan berikutnya kedekatannya dengan Al Quran juga tidak akan bertambah, begitu juga sebaliknya.
Sebuah pesan dari Ibu Puji saat memberikan sambutan mewakili panitia acara tersebut menurutku sangat jleb banget. Dan aku akui itu memang benar adanya. Di luar bulan Ramadan, kesibukan duniawi sering melalaikan kita untuk sekedar membaca satu atau dua ayat Al Quran. Nah, bulan Ramadan biasanya jadi momentum yang paling tepat untuk kembali pada Al Quran. Kebiasaan membaca Al Quran ini kemudian akan berlanjut hingga di luar bulan Ramadan, meski lalu intensitasnya menurun bahkan bisa jadi lama-lama menghilang kembali hingga kemudian ketemu lagi dengan bulan Ramadan. Begitu seterusnya.
Tapi kalau di bulan Ramadan saja sudah nggak mau menyempatkan diri untuk membaca Al Quran, apalah lagi di bulan-bulan selain Ramadan, tambah dadah bye bye. Naudzubillahi min dzalik. Semoga kita tidak termasuk dalam golongan tersebut ya, pals?
Taujih Ustazah Aisyah Dachlan di Sehari Bersama Al Quran
Ada yang sudah pernah menghadiri kajiannya Ustazah Aisyah Dachlan? Kalau sudah, pasti tahu dong bahwa beliau merupakan putri keenam dari penemu metode baca tulis Al Quran Qiroati. Para emak yang putra-putrinya sekolah di SDIT biasanya familiar dengan metode ini. Dalam acara ‘Sehari Bersama Al Quran 2018’, Ustazah Aisyah bercerita bahwa 13 anak dari KH Dachlan Salim Zarkasyi memiliki profesi utama sebagai pengajar ngaji, sedangkan dosen, pengusaha, guru SD dan lain-lainnya hanyalah profesi sambilan. Jadi ingat quote film Guru Ngaji yang aku tonton beberapa bulan lalu;
Apapun profesi kita, belajar, mengajar dan mendakwahkan Quran sudah seharusnya menjadi kewajiban utama bagi setiap muslim dan muslimah.
Ustazah Aisyah lalu bercerita salah satu enaknya jadi guru ngaji. Setiap seorang guru mengajari muridnya mengaji, maka guru tersebut akan terus dialiri pahala ketika huruf demi huruf dibaca oleh muridnya. Hmmm, jadi sedih.. begimane mau jadi guru ngaji, ngaji aja eike masih banyak salahnya, hiks. Ya, meskipun di rumah punya murid ngaji sih… Ifa dan Affan, hehe… tapi kalau udah sampai yang susah-susah akhirnya didelegasikan juga ke ahlinya.
suasana Sehari bersama Al Quran |
Proses Turunnya Wahyu
Disampaikan oleh ustazah Aisyah bawa Al Quran merupakan bukti cinta Allah kepada hamba-hambaNya. Diturunkan Al Quran sebagai petunjuk agar hambaNya selamat dan taqwa. Sebelum Nabi Muhammad mendapat wahyu, beliau memang sudah senang berlama-lama di Gua Hiro. Biasanya Nabi Muhammad akan menyendiri di Gua Hiro ketika hatinya sedang merasa tidak tentram.
Jangan bayangkan Gua Hiro seperti gua-gua di Indonesia yang ada stalaktit dan stalakmitnya, pals. Gua Hiro berupa lekukan batu yang memiliki celah. Dari gua tersebut, Nabi Muhammad bisa melihat Ka’bah. Khadijah sendiri sudah sangat hafal kebiasaan suaminya. Ia pun tak pernah melarang setiap suaminya meminta ijin untuk menepi selama beberapa hari. Malah dibawakan bekal juga lo. Coba kalau kita ya, suami minta ijin pergi nggak jelas begitu, boro-boro dibawain bekal, yang ada kena omelan kita ya? Hehe.
Nabi Muhammad biasanya akan bermalam di Gua Hiro hingga beberapa hari sampai hatinya merasa tenang. Hingga suatu hari, ketika Nabi Muhammad sedang berada di Gua Hiro, Jibril datang. Rasa gemetar merasuk dalam diri Nabi, apalagi ketika Jibril berkata “iqro’!”
syahdunya berkumpul di majelis ilmu |
Nabi menggeleng, masih sambil gemetar menjawab “tidak bisa.” Namun Jibril terus meminta Rasulullah membacanya dan meyakinkan bahwa beliau bisa melakukannya. Seperti yang kita tahu Quran Surat Al Alaq ayat 1 – 5 adalah wahyu yang pertama kali diturunkan. Jibril membacakannya di hadapan Rasulullah, dan kemudian Rasul menirukannya.
Surat berikutnya yang turun yaitu Al Mudassir. Surat ini turun ketika Rasulullah merasa kebingungan dengan kondisinya yang tiba-tiba bertemu dengan Jibril, ia menggigil dan berselimut. Lalu dilanjut dengan surat Al Muzammil dan Al Fatihah (semoga tidak salah dengar). Setiap kali wahyu diturunkan, Jibril selalu bilang urutannya surat seperti apa, misal surat Al Mudassir letaknya setelah Muzammil, dan sebagainya. Maka kalau kita lihat di Al quran memang benar adanya urutan suratnya Al Fatihah – Muzammil – Mudassir - Al Alaq. Jadi urutan surat dalam mushaf Al Quran yang kita baca saat ini bukan hasil rekayasa manusia, tapi memang benar-benar urutan dari Allah yang disampaikan pada nabi Muhammad lewat Jibril sebagai perantara.
Ada surat-surat panjang yang isinya ratusan ayat diturunkan secara bertahap, namun ada juga yang langsung sekali turun. Salah satunya surat Al An’am yang langsung turun sebanyak 105 ayat. Itulah mengapa Al Quran disebut sebagai mukjizat Allah untuk nabi Muhammad. Bayangkan beliau itu tidak bisa membaca, namun sekali dengar dari Jibril, Rasulullah langsung hafal surat yang dibacakan oleh Jibril. Masya Allah…
Begitu juga ketika surat Al An’am ini diturunkan. Rasulullah pun langsung hafal dalam sekali dengar. Seperti biasa ketika beliau mendapat wahyu, esok paginya beliau langsung menyampaikan kepada umatnya. Saat proses penyampaian surat ini, biasanya beberapa sahabat sudah memiliki tugasnya masing-masing, ada yang mendengarkan, ada yang menghafalkan, ada yang mendapat bagian menuliskan surat tersebut dan ada pula yang diminta menyusun urutan ayat.
Saat Rasululllah selesai membacakan surat Al An’am, beliau bertanya adakah dari para sahabatnya yang sudah hafal surat tersebut. Abdullah bin Mas’ud segera mengangkat tangan. Ya, Abdullah bin Mas’ud memang dikenal sebagai sahabat nabi yang terbaik di bidang rujukan membaca dan menghafalkan Al Quran. Btw, aku berhasil mendapat doorprize karena nama sahabat nabi ini. Hadiahnya bikin jleb; dapat dua kaos kaki dan Al Quran saku. Allah seperti mengingatkanku untuk istiqomah memakai kaos kaki setiap keluar dari rumah, maklum masih suka nggak pakai kalau perginya cuma dekat dan sebentar. Selain itu juga diingatkan untuk tambah rajin baca Quran nih.
alhamdulilah dapat doorprize, semoga istiqomah |
Di masa kepemimpinan khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab memberikan saran agar Al Quran ditulis ulang. Tujuannya agar umat tidak banyak yang kehilangan Al Quran. Abu Bakar menolak saran tersebut karena Rasulullah tidak pernah mencontohkannya. Namun Umar menjelaskan alasannya bahwa sudah semakin banyak hafiz yang syahid, lalu nanti kalau tidak ditulis bagaimana umat-umat berikutnya? Abu Bakar pun akhirnya setuju dan membentuk panitia penulisan ulang. Para hafiz dikumpulkan dengan membawa dua saksi, satu mendengarkan untuk memastikan kebenaran hafalannya, dan satu saksi lainnya menuliskan hafalan tersebut.
Begitu panjang proses Al Quran hingga seperti yang kita pegang saat ini. Sekarang kita enak, tinggal baca saja, tapi kok sudah dimudahkan masih saja nggak pernah baca ya? Jleb. Ustazah Aisyah Dahlan kemudian mengingatkan agar di bulan Ramadan ini, kita harus memiliki target untuk menjadikan al Quran sebagai kekasih di dunia, sahabat di surga dan tirai di neraka.
Menjadikan Al Quran Kekasih Jiwa
Al Quran bisa menjadi kekasih jika kita melakukan satu atau dua hal berikut ini; belajar dan atau mengajarkan Al Quran.
Untuk bisa berada dalam posisi tersebut, kita harus belajar mencintai Al Quran dan agama Allah, caranya:
Untuk bisa berada dalam posisi tersebut, kita harus belajar mencintai Al Quran dan agama Allah, caranya:
- Pertama dengan menjadi guru, yaitu menyampaikan kebenaran dan mengajak pada kebaikan.
- Kedua, jika kita merasa belum mampu menjadi guru, maka jadilah murid. Untuk menjadi murid, kita harus rajin menghadiri kajian secara langsung, misal datang ke Sekolah Ibu, ikut halaqoh, hadir ke majelis taklim.
- Ketiga, kalau belum mampu menjadi murid, setidaknya jadilah musta’mian. Artinya orang yang mau belajar agama, namun caranya pasif/ tidak keluar dari rumahnya. Misal mendengarkan kajian Mamah Dedeh dari televisi, nonton ceramah para ustaz dari Youtube ataupun radio.
- Keempat, kalau masih belum juga bisa jadi guru, murid dan musta’mian, jadilah muhibbat. Yaitu mencintai mereka yang belajar agama Allah. Dengan cara memberikan uang saku kalau ada orang yang mau berangkat taklim, meminjamkan mobilnya atau rumahnya untuk halaqoh, dan sebagainya.
Asalkan jangan jadi yang nomor lima, yaitu orang yang nggak melakukan apa-apa. Karena kalau kita ada di posisi nomor lima ini, hidupnya akan hancur.
Kalau rasa cinta kepada Al Quran sudah tumbuh, maka tahap berikutnya yaitu mencari tahu apa saja yang harus dipelajari atau diajarkan dari Al Quran. Secara konsep bagian-bagian dari tahap berikut harus berurutan, namun secara teknis bisa dibolak-balik atau dikombinasikan.
- Yang pertama yaitu tilawah atau belajar membaca. Kalau ada yang tanya kenapa kok Quran diturunkan dalam bahasa Arab, ya karena Rasulullah orang Arab. Itu takdir, tidak perlu protes. Kita hanya harus meyakini dan kemudian mempelajarinya. Sebelum masuk ke tahap-tahap berikut, pastikan kita belajar membaca Al Quran dengan benar; tajwidnya, makhrajnya harus beres. Kalau kita merasa belum beres soal bacaan Quran ini, kita bisa belajar memakai metode Qiroaty. Kalau bacaan kita sudah beres, misalnya sudah sampai mendapat syahadah di Qiroaty, jangan berhenti di situ, mengajarlah agar ilmunya bermanfaat.
- Yang kedua setelah belajar memperbaiki bacaan yaitu memahami makna Al Quran. Kita sebaiknya tidak sekedar membaca ayat per ayat tanpa mengetahui maknanya, pelajarilah artinya lalu tadaburri maknanya. Pahami apa yang Allah sampaikan dari 114 surat di Al Quran.
- Ketiga, setelah kita paham dengan maksud Allah; segala perintah dan laranganNya, maka amalkanlah. Misalnya kita sudah tahu bahwa berhijab itu wajib, tapi ngeles menjalankan kewajiban itu dengan alasan “ah yang penting kan aku tetap sholat, tetap baik sama orang, daripada berhijab tapi kelakuannya nggak bener.” Tidaklah ada artinya kita mengaku memahami ayat-ayat Allah, jika dalam keseharian kita belum mengamalkannya.
- Keempat, menghafal. Tahap ini memang akan terasa berat jika bacaan kita belum benar. Jadi sebisa mungkin sebelum masuk ke tahap ini, bacaan kita sudah beres. Atau setidaknya sambil memperbaiki bacaan, kita juga perlahan menghafalkan. Akan lebih baik lagi jika perilaku kita juga sudah menjiwai isi Al Quran. Menghafal susah? Insya Allah tidak. Susah kalau belum dicoba. Kemudian ustazah Aisyah mengingatkan bahwa Allah tidak akan membebani hambaNya kecuali kita sanggup. Kalau Allah meminta kita menghafalkan berarti Allah tahu kita sanggup melakukannya, tinggal mau atau nggak?
semoga tahun depan masih diberi kesempatan ikut Sehari bersama Al Quran, aamiin |
Masya Allah, materi kajian dari ustazah Aisyah isinya ndagiiiing banget ya? Beberapa kali aku merasa seperti dicubit, digelitik dan ditampar… pokoknya jleb jleb berulang-ulang. Semoga di bulan Ramadan ini kita jadi semakin semangat tilawah, mentadaburri dan menghafalakan Al Quran. Yang paling penting lagi semoga kita juga tambah semangat memperbaiki diri dan bisa mengamalkan ayat-ayat Al Quran. Aamiiin.
Sampai jumpa di seri Sekolah Ibu berikutnya ya, pals! Semoga bermanfaat.
Wassalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
"Diikutkan dalam May's Challenge: Gratitude Journal Rumbel Literasi Media Ibu Profesional Semarang."
Post a Comment
Salam,
maritaningtyas.com