Brak.
Ifa membanting tasnya ke
lantai sepulang sekolah. Mulutnya terkunci rapat. Kostum kupu-kupu yang sejak
dua hari lalu sudah disiapkan bersama ayah bunda untuk pentas muhadhoroh hari ini dilemparnya. "Aku
nggak suka. Kostumnya jelek."
Bunda mengernyitkan
kerning. Bunda bertanya-tanya ada apa dengan Ifa? Namun Bunda berusaha meredam
keingintahuannya. Menunggu Ifa siap bicara.
Saat makan malam tiba,
Ifa akhirnya mau keluar dari kamarnya. Wajahnya masih muram. Tanda kalau
hatinya masih dalam kondisi tak bersahabat.
Melihat Ifa yang terus
menekuk wajahnya, Ayah mencoba mencairkan suasana. "Kupu-kupu cantik ayah,
bagaimana pentasnya hari ini? Kok ayah belum mendengar ceritanya ya? Biasanya
Ifa banyak cerita setelah pentas."
Bukannya mulai
bercerita, Ifa malah menitikkan air mata. "Loh, kok menangis sayang? Ada
apa? Cerita yuk sama ayah bunda."
Sambil terisak, Ifa
mulai bercerita. "Tadi kostum kupu-kupuku berbeda sendiri. Semua teman
kostumnya tidak seperti itu. Aku malu."
Bunda dan ayah saling
berpandangan, mulai mereka-reka apa yang terjadi. Bunda kemudian bertanya,
"Mbak Ifa nggak suka kostum kupu-kupu yang kita buat bersama-sama? Bunda
minta maaf ya, harusnya bunda cari informasi dulu sebelum membuat
kostumnya."
Isak tangis Ifa mulai
reda. "Aku suka sih sama kostum yang kita buat, tapi aku sedih karena
kostumku beda sendiri."
Di tengah obrolan
mereka, bunda mendapat kiriman foto-foto acara pentas puncak tema tadi pagi.
Ah, bunda jadi tahu mengapa Ifa bersikap seperti ini. Ternyata semua temannya
mengenakan kostum yang dibeli jadi di toko. Mereka mengenakan satu set sayap
lengkap dengan tongkat dan bandonya. Sedangkan kostum Ifa dibuat dari kardus
bekas yang telah dilapisi kertas marmer warna pink keunguan dan dihias dengan
polkadot dari kain flanel warna-warni.
Bunda pikir ketika bu
guru meminta para orangtua menyiapkan kostum sendiri, mereka harus membuat dan
tidak membeli kostum yang telah jadi. Dua hari yang lalu pun saat bunda dan
ayah mengajak Ifa menyiapkan kostumnya, Ifa pun bersorak gembira. Apalagi
setelah melihat hasil jadinya, Ifa nggak sabar menunggu hari pentasnya tiba dan
menunjukkan kostum buatannya kepada bu guru beserta teman-temannya.
Siapa yang mengira
ternyata kejadiannya seperti ini. Bunda jadi ikut bersedih, "Maaf ya mbak
Ifa. Bunda nggak tahu kalau teman-teman mbak Ifa kostumnya beli jadi. Kemarin
kan handphone bunda sedang diservis,
jadi bunda nggak tahu info apapun."
Ayah pun
mengangguk-angguk. Tanda bahwa beliau mulai memahami masalah yang
terjadi. Ayah pun meminta bunda menunjukkan foto yang dikirimkan ibu guru,
"Lihat mana bun fotonya?"
Setelah melihat foto
tersebut, senyuman pun mengembang di bibir ayah. "Kostum mbak Ifa unik ya?
Beda dari yang lain. Keren lo."
Raut wajah Ifa mulai
berubah. "Unik itu apa yah?"
Ayah mengelus rambut
Ifa. "Unik itu spesial. Tidak ada yang menyamai dan itu keren."
Ifa mendengarkan ayah
dengan seksama. "Mbak Ifa tahu nggak kalau Allah menciptakan semua
makhluknya itu unik. Setiap makhluk yang diciptakanNya semua berbeda, bahkan
yang kembar sekali pun."
Ifa lalu menyahut,
"Ah iya. Temanku ada yang kembar di sekolah. Sekilas nampak mirip sih,
tapi mereka tetap saja berbeda."
Ayah meneruskan
penjelasannya, "Nah iya kan? Lalu kenapa mbak Ifa harus malu jadi
kupu-kupu yang unik dan berbeda? Justru dengan menjadi unik, mbak Ifa akan
lebih dikenali. Mbak Ifa harus percaya diri, berbeda dari yang lain bukan
berarti mbak Ifa itu lebih jelek dari yang lain. Justru kalau mbak Ifa percaya
diri, mbak Ifa bisa jadi pusat perhatian. Pasti ada yang penasaran kenapa kostum
mbak Ifa paling berbeda."
Ifa mengangguk.
"Iya sih, tadi ada temenku yang bilang kok kostumku lucu sih. Lalu aku
cerita kalau kostumnya buat sendiri, bareng-bareng sama ayah dan bunda."
Ayah menanggapi cerita
Ifa dengan antusias, "Oh ya? Lalu teman mbak Ifa bilang apa?"
"Kata temanku
begini, ih seneng ya. Pasti seru bikin kostum bareng-bareng ayah bunda. Kata
dia ayahnya sibuk, pulangnya malam. Mana sempat membuat kostum untuknya.
Bundanya juga sibuk ngurusin adiknya yang masih bayi."
Ayah lalu tertawa dan
memeluk Ifa. "Jadi mbak Ifa masih kesel nih sama kostumnya?"
Ifa menggeleng. Raut
mukanya pun sudah kembali ceria. "Makasih ya bunda dan ayah sudah mau
membuatkan kostum keren buat aku. Nanti kalau puncak tema lagi, aku mau kita
buat kostumnya bareng-bareng lagi ya. Aku nggak akan sedih kalau kostumku
berbeda. Kan beda itu unik, spesial dan keren. Iya kan, yah?"
Ayah dan bunda pun
mengangguk dan menghela nafas bersama. "Alhamdulillah, anak ayah
bunda memang pintar. Bunda dan ayah juga berterima kasih karena mbak Ifa sangat
pengertian dan berani berbeda dengan yang lain."
Malam itu berakhir
dengan canda tawa yang membahagiakan. Hari itu Ifa belajar bahwa menjadi
berbeda itu keren.
***
Esoknya sepulang
sekolah, tanpa melepas sepatu Ifa langsung masuk ke rumah dan memeluk Bunda
dengan erat. "Bunda.... Assalamualaikum.. aku terpilih jadi kostum terbaik
lo. Terima kasih ya sudah membuatkan kostum spesial untukku. I love you."
***
Kedekatan antara bunda dan anak yang mengilhami pembaca untuk terus berbuat kebaikan antara anak dan bunda.
ReplyDeleteHuaaaa pengen peluk mbak Ifa. Ikut terharu saat mbak Ifa sedih dan ikut bahagia saat dpt kostum terbaik. Ceritanya bagus.
ReplyDeleteAnak2 suka gitu ya jd baper kalo beda sendiri. Nadia pun masih suka gitu sampe sekarang tp aku selalu bilang beda iti bukan berarti jelek tapi malah unik kan.
ReplyDeleteSemangat kakak ifa kostumnya keren lho :*
cerpennya keren, ifa lucu ya :)
ReplyDeleteBarokallahu mb ifa. barokallahu ayah dan bundanya yang hebat dan luar biasa!
ReplyDelete