Assalammualaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
Bagaimana
kabarnya di hari ketujuh belas bulan terakhir di tahun ini, pals?
Alhamdulillah, aku masih on fire nih… Sebelum berkencan dengan seember cucian
aku mau menuntaskan “hajat” dulu ah. Hajat menuntaskan kata-kata, wkwk.
Pernah nggak
sih teman-teman ada di satu titik betapa pernikahan terasa hambar, atau nggak
pernah cocok sama pasangan, udah menikah bertahun-tahun tapi merasa nggak
dicintai, bahkan mungkin pernah terpikir
untuk mengakhiri pernikahan tersebut?
Naudzubillahi
min dzalik ya, pals. Setiap rumah tangga, setiap pasangan, setiap keluarga
pasti memiliki permasalahannya sendiri. Terkadang kita yang suka usil
membandingkan keluarga dan rumah tangga kita dengan keluarga dan rumah tangga
orang lain.
Iih,
suaminya bu X itu romantis banget, istrinya selalu dianterin ke mana aja.
Suamiku boro-boro mau nganterin.
Pak
Z itu lo sama anak gemati banget, suamiku dideketin anaknya mukanya manyun.
Anak-anakmu
mah nyenengin, anteng, nggak kaya anak-anakku, perusuh semua.
Terkadang
sadar atau tanpa sadar, begitu mudah kita mengeluhkan masalah demi masalah yang
hadir di dalam rumah tangga. Tanpa mau menggali lebih dalam apa maksud Allah
mempertemukan kita dengan pasangan, mengapa kita diberikan anak-anak yang
berkarakter seperti anak-anak kita?
Rumput
tetangga terlihat lebih hijau bisa jadi karena dua hal; rumputnya sintetis atau
tetangga kita memang rajin merawat rumput di rumahnya. Daripada kita sibuk
ngurusi rumput tetangga, mending kita fokus bikin rumput di rumah kita biar
lebih hijau.
Memasuki usia
pernikahan yang ke sepuluh, aku selalu takjub dan hanya mampu bersyukur. Betapa
gelombang demi gelombang yang pernah kami lewati ternyata menyimpan hikmah yang
luar biasa.
Aku bersyukur bahwa sebesar dan sedahsyat apapun gelombang itu,
kami masih bisa komit untuk melaluinya bersama. Jikalau menuruti hawa nafsu dan
emosi sesaat, bisa saja salah satu dari kami memilih berhenti dan menyerah
digempur gelombang.
Namun sebaik-sebaik pertolongan memang hanyalah Allah. Kami
bersyukur Allah masih mengulurkan tanganNya dan menunjukkan jalan keluar untuk
setiap masalah yang kami hadapi.
Maka kalau
kita mau ngomongin soal keharmonisan dalam rumah tangga, khususnya rumah tangga
muslim, nggak ada rujukan yang paling tepat selain literatur yang berdasarkan
Al Quran dan Hadits.
Belajar Keharmonisan Rumah Tangga dari Hadits Bukhari
Hari Kamis, 16 November 2017 yang lalu, qodarullah aku diberi kesempatan untuk bisa hadir pada pengajian dua pekanan yang diadakan oleh Komite PAUD Alam Ar Ridho, sekolahnya kak Ifa. Sebelumnya aku nggak pernah bisa hadir karena qodarullah tiap hari Kamis aku punya blogging class bareng ibu-ibu Institut Ibu Profesional Semarang di jam yang sama.Karena waktu itu aku sedang fokus untuk
menjalani terapi nebulizer untuk Affan di RSUD, maka blogging class terpaksa
di-cancel. Alhamdulillah, siang itu selesai terapi masih bisa cuzz ke lokasi
pengajian.
Memang ya,
Allah itu tahu banget kok apa yang dibutuhkan hambaNya. Berhubung aku
seringkali bandel sama suami, makanya Allah menuntunku untuk hadir ke acara
tersebut biar kejewer gitu, hihi.
Pembicaranya saat itu yaitu Ali Markusim
Chaniago atau yang lebih senang dipanggil dengan Baba Ali Chaniago. Tema yang
diangkat cukup menggelitik; ‘keluarga harmonis, anak manis.’
Kece kan temanya,
dan memang related. Pasangan suami istri yang harmonis cenderung akan membesarkan
anak-anak yang lebih mudah diatur. Tentu saja karena pasangan yang harmonis
tentunya pasangan yang mampu bekerja sama dengan baik dalam semua hal, termasuk
soal pengasuhan anak.
Saat itu Baba
Ali nggak banyak ngasih materi selain menyebutkan sebuah Hadits Bukhari yang berbunyi;
“hati yang bersih, lisan yang banyak berdzikir, pasangan sholih/ sholihah yang membantu urusan dunia dan agama adalah sebaik-baiknya kekayaan manusia di dunia.”
Setelah
membacakan hadits tersebut, Baba Ali nggak langsung kasih tips keharmonisan
yang dinanti-nanti. Beliau malah menyentil
kami yang hadir di majelis tersebut dan meluruskan makna dari harmonis.
Seringkali
kita kan menghubungkan bahwa pasangan suami istri yang harmonis itu yang cocok
satu sama lain, nggak pernah berantem, selalu mesra, dsb. Lah sebenarnya cocok
itu yang kaya gimana?
Apakah yang dimaksud pasangan yang cocok itu artinya
pasangan yang tidak memiliki perbedaan sama sekali? Ternyata nggak lo, pals…
cocok itu bukan berarti harus selalu sama. Pasangan yang harmonis itu ya akan selalu
punya perbedaan, setidaknya beda jenis kelamin, kalau sejenis malah bahaya..
eh.
Namanya juga
beda kepala, dibesarkan dari keluarga yang berbeda, beda pemikiran, pastinya
akan banyak ketidakcocokan. Suami sukanya ngeluarin pasta gigi dengan asal
pencet, si istri sejak kecil dibiasakan kalau ngeluarin pasta gigi dari ujung
atas.
Suami naruh pakaian kotor sesukanya, padahal istri udah berkali-kali
bilang untuk meletakkan pakaian kotor di tempatnya. Suami suka jengkol, istrinya
suka pete.
Suami pengennya sampai rumah disambut sama istri yang tersenyum
manis, tapi istrinya manyun karena anaknya rewel seharian sampai belum sempat
mandi. Ada banyak hal yang bisa berujung pada percekcokan.
Beda pendapat lalu
ribut-ribut kecil ya wajar, justru itulah bumbu dari sebuah rumah tangga. Yang
nggak wajar kalau diteruskan dan nggak mau belajar dari ribut-ribut kecil
sebelumnya, hehe.
Ketika sebuah
pasangan akhirnya bisa mencapai titik keharmonisan, bukan karena mereka punya
banyak kesamaan, namun karena mereka mampu saling menjadi pakaian bagi satu
sama lain. Dengan kata lain pasangan yang harmonis adalah pasangan yang bisa
saling melengkapi dan menutupi. Pasangan yang mampu fokus pada cahaya, bukan
kegelapan.
Kalau
bahasanya IIP, pasangan yang sudah mampu menggabungkan frame of reference (FoR)
dan frame of experience (FoE) masing-masing lalu merumuskan FoR dan FoE
bersama.
Tips Mencapai Rumah Tangga Harmonis
Setelah kasih
pencerahan tentang maksud dari harmonis dan kami sudah sefrekuensi dengan makna
harmonis, baru deh Baba Ali membagikan tips mencapai rumah tangga harmonis
berdasarkan hadits Bukhari di atas.
Pertama, selalu biasakan hati kita untuk senantiasa bersyukur.
Dalam hal ini bersyukur atas nikmat yang Allah beri lewat pasangan kita. Bersyukur terhadap pasangan itu nggak cuma mensyukuri kelebihannya, namun juga mensyukuri kekurangannya.
Mensyukuri
kelebihan pasangan pastinya lebih mudah ya, karena kita sadar bahwasanya
hal-hal positif yang ada dalam diri pasangan mampu melengkapi hal-hal negatif
yang ada di dalam diri kita. Contohnya nih aku orangnya gampang tersulut emosi,
suami jauh lebih sabar.
Bersyukur dong ya, kelebihan suami ini mampu menutupi
kekuranganku. Jadi kalau ada sesuatu
yang bisa memicu emosiku, suami langsung bawa “air” biar aku nggak kebakaran,
hehe.
Nah, yang
agak jadi PR itu ketika kita juga harus mampu mensyukuri kekurangannya. Pals,
Allah mempertemukan kita dengan pasangan pasti ada hikmahnya.
Kekurangan
pasangan merupakan tantangan buat kita agar kita bisa lebih banyak
berkontribusi dan memberikan manfaat. Misalnya nih kita punya suami yang susah
untuk diajak kerjasama masalah pengasuhan anak.
Nggak usah
banyak ngomel, pals. Semakin ngomel, semakin nggak didenger, semakin kita sakit
hati. Fokus saja ke kebaikan, lakukan yang terbaik sebisa mungkin, tetap
libatkan suami dengan menceritakan kebaikan-kebaikan ayahnya kepada anak-anak.
Lambat laun, kebaikan itu akan menjadi magnet yang akan menarik suami kok.
Perlahan suami pun akan menyamakan frekuensi dengan kita. ‘Eh, istriku kok setelah ikut kajian parenting
jadi tambah sabar ya, tambah kalem, tambah nggak neko-neko.
Aku mau ikut hadir
juga ah, memang kajiannya kaya gimana sih, kok istriku yang kemarin kaya kaleng
rombeng bisa jadi manis begini.’ Bisa jadi itu lo yang kemudian muncul di
pikiran suami setelah kita berikhtiar sebaik mungkin.
Kedua, perbanyaklah berdzikir.
Seringkali ketika ada masalah dalam rumah tangga, kita sibuk mencari teman
curhat agar bisa dapat solusi. Eh, tunggu… bisa jadi teman yang kita curhati
bukannya ngasih solusi yang benar, malah tambah bikin tambah baper dan menyulut
emosi negatif.
Curhat dan
nyari solusi boleh kok, tapi pastikan kita curhat pada tempat yang tepat.
Curhat pada ahlinya, misal pada ustadzah atau murobbi kita yang bisa dipercaya
dan mampu menjaga rahasia, atau mungkin ke psikolog keluarga.
Namun sesungguhnya
tidak ada yang lebih menenangkan hati ketika kita sedang dirundung masalah,
selain dengan mengingat Allah. Perhatikan sholat kita, jangan-jangan
selama ini kita sholat hanya sekedar menuntaskan kewajiban.
Perbaiki
kekhusyukan kita, hingga mampu tersungkur dalam tiap sujud dengan doa-doa yang
terbaik. Perhatikan ngaji kita.
Jangan-jangan sejauh ini kita hanya ngaji saat liqo. Al Quran hanya pajangan
dan nggak pernah dibuka, kecuali bulan ramadhan.
Saat resah, bacalah satu
ayat.. insya Allah setelah itu kita enggan berhenti dan berlanju ke ayat-ayat
berikutnya, karena Al Quran memang memberi efek menenangkan.
Ingat-ingat
kembali jangan-jangan kita kebanyakan aktivitas penuh hura-hura daripada hadir
ke majelis ilmu dan majelis dzikir. Jadi saat terbentur suatu masalah, rasanya
langsung berat dan mudah menyerah. Apakah kita sudah menuntaskan membaca kitab-kitab agama?
Bagaimana
dengan siroh nabi, kisah para shohabiyah, kisah 10 sahabat yang dijamin masuk
surga? Aih, Al Quran aja jarang disentuh,
apalagi kitab cuy… Eits, jangan baper ah, aku nggak ngomongin kalian lo, pals…
ini mah njewer telinga sendiri, hehe.
Coba deh
instropeksi diri sudah benarkah kita mengingat Allah dalam setiap kesempatan,
baik suka mau pun duka? Jangan-jangan kita lebih mengingat curhat di sosmed daripada
mengingat Allah. (Kita? Elu kali, Rit,
wkwk)
Berdzikir
merupakan sumber ketenangan hati. Hati yang tenang akan terpantul lewat perilaku dan lisan yang
terjaga.
Ketika kita mampu menjaga perilaku dan lisan, insya Allah segala
masalah dalam rumah tangga pun satu per satu akan teratasi. Mari kita sama-sama
mengingat bahwa sebaik-baik penolong hanyalah Allah.
Ketiga, jadilah pasangan sholih/ sholihah yang selalu mendukung baik urusan dunia dan akhirat.
Kalau kita udah sering mendengar, mau
punya anak sholih, jadilah ortu yang sholih terlebih dulu. Begitu pula
sebaliknya, ketika kita merindu pasangan yang sholih/ sholihah, bercermin dulu
sudah sesholih/ sesholihah apa diri kita.
Jangan-jangan kita masih kebanyakan
bawelnya daripada sholihahnya, jangan-jangan tingkah kita masih kaya preman di
banding kaya ikhwan sholih. La kalau
kita masih bawel dan kaya preman masa nggak malu nuntut pasangan agar sholih
dan sholihah.
Perbaiki dulu akhlaq sendiri, perlahan itu akan memberikan efek
resonansi kepada pasangan. Pasangan perlahan akan menyesuaikan kualitas diri
kita kok. Pengen istri berhenti ngomel?
Jadilah suami yang sigap dan siap
pasang badan saat istri kelelahan ngurusin anak-anak. Nggak pengen lihat suami
manyun ketika pulang kerja?
Ajak anak-anak untuk lomba menata mainan. Yang paling rapi boleh memeluk
ayahnya paling lama.
Mendukung
pasangan jangan hanya ketika suami nglokro dalam pekerjaannya. “Ayo yah, ambil
job ini, ambil job itu, masa naik motor butut terus.”
Namun begitu urusan
akhiratnya keteteran kita nggak mau tahu. Sholat suami bolong-bolong, al quran
nggak pernah dipegang, majelis ilmu nggak sempat datang.
Sebagai istri kita
wajib untuk memotivasi agar suami bergegas pula dalam urusan akhirat, jangan
sampai merasa karena kita tidak diminta pertanggungjawaban atas suami, lalu
kita lalai dengan urusan akhiratnya. Di balik pria keren, selalu ada
wanita-wanita yang siap gedebag-gedebug nyiapin urusannya. Jadi kalau pengen
suami kita keren, siapkah kita gedebag-gedebug dengan ikhlas?
Seseorang yang menderita di dalam pernikahan bukan karena
tidak dicintai oleh pasangannya, tapi karena dicintai dengan cara yang salah.
Bahasa cinta manusia itu berbeda-beda, seperti pernah aku tulis di beberapa
post sebelumnya bahwa ada lima jenis bahasa cinta; kata motivasi, quality time,
sentuhan, hadiah dan pelayanan.
Bisa jadi istri akan merasa dicintai jika
memiliki banyak quality time berdua, namun ternyata suaminya mengira kalau
dengan sering diberi hadiah dan sentuhan akan membuat istrinya bahagia. Di satu
sisi ada istri yang berpikir suaminya akan suka jika dilayani, namun ternyata bahasa
suami berupa kata yang memotivasi. Apakah kita sudah benar-benar tahu persis
bahasa cinta suami?
Kesalahan
dalam mengenali bahasa cinta pasangan bisa membawa masalah yang tadinya sepele ke
arah kehancuran rumah tangga. Menderita atau bahagia di dalam pernikahan itu
bukanlah takdir, namun sebuah pilihan.
Kita bisa terus memilih untuk merasa
menderita dengan lebih fokus pada kegelapan yang dirasakan. Namum kalau mau
kita pun bisa memilih untuk bahagia dengan berani keluar dari kegelapan, lalu
fokus pada cahaya yang ada.
Pastinya pasangan memiliki kelebihan, tidak hanya
kekurangan. Maka belajarlah untuk lebih menerima dan mengingat-ingat
kelebihannya, bukan fokus pada kekurangannya.
Baba Ali
menutup kajian siang itu dengan mengingatkan para ibu yang hadir bahwa nyrateni
laki-laki itu memang susah-susah gampang. Bagaimana pun laki-laki diciptakan
dengan ego yang lebih tinggi dari wanita. Maka jika ingin pendapatnya didengar,
dan menghindari konflik dengan suami, puaskan egonya.
Saat kita
punya sebuah hal yang ingin disampaikan, jangan langsung ketika suami pulang
dari kantor, nyerocos kaya kembang api. Biarkan suami membersihkan badannya
dulu, kalau perlu siapkan teh hangat, kenyangkan dulu perutnya yang lapar,
biarkan dia bermain dengan anak-anak hingga senang. Saat hatinya senang dan
anak-anak telah tertidur pulas, barulah sampaikan sesuatu yang mengganjal
tersebut.
Kalau kata
pak Dodik Maryanto, suami dari bu Septi, “jangan berbagi beban, berbagilah
kegembiraan.” Bikin happy dulu hati suami, baru deh minta macem-macem, wkwkwk.
Bu Elly Risman juga pernah menyampaikan tips yang senada soal ini, kasih ‘servis’ terbaik dulu ke suami ketika
kita ingin ngobrolin hal-hal yang sedikit berat, insya Allah suami jauh akan
lebih kooperatif.
Sesekali
luangkan waktu untuk dating alias berkencan, tinggalkan anak-anak di rumah,
atau titipkan mereka kepada kerabat yang bisa dipercaya. Nggak usah yang
neko-neko atau mahal-mahal, puter-puter kampung naik motor sambil saling
menggenggam tangan masing-masing lalu nongkrong dan ngobrol ngalor-ngidul di
warung kopi bisa jadi trik untuk kembali
memercikkan api cinta yang sempat padam.
Jadi, siap
untuk mempraktekkan tiga hal di atas, pals? Semoga Allah senantiasa menjaga
pernikahan dan rumah tangga kita ya. Dan senantiasa bertumbuh menjadi keluarga
sakinah, mawaddah, dan warohmah. Aamiin. Jangan kalah sama monyet di gambar itu
ya, monyet aja bisa harmonis sama pasangannya, masa kita nggak bisa, hehe.
Wassalammualaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
Hehehehe ... rumput tetangga memang lebih hijau. Tapi justru kita nggak tahu, kalau di balik rumput yang hijau itu, terkadang ada tanah yang lebih gersang. Yang penting, kita selalu bersyukur.
ReplyDeleteBener banget mbak.. Kita cuma lihat yang tampak doang, belum lihat dalamnya begimana. Bisa jadi lebih parah Dari punya Kita ya, mbak..
DeleteYuph, bersyukur itu kudu selalu jadi yang pertama ya mbak.. :)
Bisa dipraktekan pas udah berumah tangga nanti ya mba, sayang masih single gini haha
ReplyDeleteAha.. nikmati saja masa-masa single itu. Suatu saat akan Dirindukan hehe.
DeleteSuka...😍😃salam Kenal mba Marita
ReplyDelete🙏ijin mau ngubek2 palace nya... Hehe
✌😃
alhamdulilah
ReplyDelete