Assalammualaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
Yuhuu, sudah
hari kesepuluh dari tantangan 10 hari game level 1 komunikasi produktif nih. Alhamdulillah
lancar jayaa. Siap extended to 5 hari ke depan? Lihat saja besok ya…
Kalau
ngobrolin emak jaman now, apa sih yang terpikirkan di benak teman-teman? Eits,
nggak usah dibahas lah soal mom war yang nggak bakal ada habisnya. Memang sudah
kodratnya kali perempuan suka bandingin ini itu, jeleknya ketika kebablasan bisa
bikin ilfeel perempuan lainnya.
Btw, kalau
aku ya, emak jaman now itu sesosok perempuan tangguh yang mandiri. Bawa motor
sendiri sambil mboncengin dua atau tiga anak, pergi belanja, nganterin sekolah,
hadir ke majelis ilmu dan punya segudang aktivitas positif yang nggak ada
habisnya. Yup, aku selalu kagum sama emak-emak yang begitu mandiri, entah
karena memang dari sononya mandiri, atau “dipaksa” mandiri karena keadaan. Maksudnya
dipaksa? Ya, mungkin saja karena harus LDR sama suami atau karena single
parent.
Sementara
aku? Sejak punya anak, aku terbiasa diantar jemput oleh suami. Apalagi kalau
lagi hamil atau kondisi punya bayi begini, suami bisa over protektif banget.
Bukan karena mengkhawatirkan istrinya, sebenarnya mah yang dikhawatirin anaknya
tuh, istrinya mah lecet-lecet nggak papa… anak orang ini, wkwkkwk.
Tapi semakin
ke sini, ketika aktivitasku mulai padat merayap, ketika aku mulai merasa
terbelenggu harus selalu menunggu suami kalau mau ke mana-mana, dan kasihan juga
doi kalau harus keluar di jam-jam kantor hanya untuk ternak teri (anter anak
anter istri), aku mulai merayu doi untuk diizinkan bepergian sendiri tanpa
harus nunggu doi.
Sebenarnya
dari dulu juga diijinkan sih ke mana-mana sendiri, tapi naik angkot yang begitu
lama itu menyiksa bo. Bahkan ketika naik BRT yang nyaman pun, aku suka nggak
sabar ketika harus menghadapi macet dan
nggak bisa was wuz nyampe ke lokasi yang aku mau. Naik taksi, Gojek or ngeGrab?
Lama-lama berat di ongkos juga euy kalau tiap hari. Berbeda kalau bisa membawa
motor sendiri, aku bisa mampir ke sana-sini, bensin seliter bisa berhari-hari.
Masalahnya motor
kami cuma satu dan umurnya pun lebih tua dari usia pernikahan kami. Meski masih
sangat prima buat balapan di jalanan, eh… suami agak was-was kalau membiarkan
istrinya bawa anak-anak pakai Bang Jupi (panggilan kesayangan buat si motor).
Yang remnya nggak pakem lagi lah, yang gasnya begini lah, yang itulah, banyaaak
banget alasannya. Maklum soal nyervis dan ganti oli, aku lebih rajin dari
suami. Kalau diingatkan, paling dijawab “ya,
ntar.” Entah deh entar beneran apa nggak.
Nah, seminggu
lalu aku dikasih kejutan sama suami. Katanya biar istrinya nggak jenuh di rumah
terus, dihadirkanlah si cantik putih Mbak Matt menemani hari-hariku. Komen
salah satu temanku saat tahu ada si Mbak
Matt, “wah salah langkah ini pak Martin,
istrinya bakal beredar ke mana-mana habis ini.” Wkwkwk. Suami waktu aku
ceritain cuma bilang, “ya nggak papa,
ntar kalau dimanja terus, fitrah kemandirianmu bisa hilang.” Gubrak.
Dan resmilah
sejak Rabu minggu lalu, aku resmi jadi emak jaman now. Nggendong Affan pakai
babycarrier sambil boncengin si Ifa. Bahkan sesekali Ifa nggak mau dibonceng di
belakang, tapi minta berdiri di depan. Seruuu. Buat aku ini prestasi. Dulu aku baru
berani bawa motor sendiri saat Ifa sudah berumur hampir tiga tahun. Waktu itu
Ifa udah PAUD. Itu juga lengkap dengan safety belt-nya, njagani kalau di jalan
dia ngantuk. Nah, sekarang Affan masih 11 bulan dan aku udah keluyuran di
jalan, wkwk. Sekarang sih masih sekitaran rumah dan sekolah Ifa aja, karena surat-surat
belum keluar, jadi nggak bisa dipakai jauh-jauh. Selain itu SIM C ku mati euy…
ada yang bisa share berapa biaya dan proses bikin SIM baru?
Ada cerita
unik saat pertama kali aku bawa mbak Matt buat anterin Ifa sekolah. Suami kayanya
belum ikhlas gitu kalau istrinya pakai motor sendiri sambil bawa anak-anak.
Untuk memastikan keamanan, dia ngikutin aku di belakang dari rumah sampai
sekolah Ifa, begitu juga waktu pulang. Setelah dia rasa aman dan aku lulus
ujian, baru deh besoknya dilepas sendiri.
Hari pertama
dan kedua Alhamdulillah lancar jaya. Masuk hari ketiga, mulailah tantangan
datang. Biasanya baby Affan kalau udah ditaruh di babycarrier anteng gitu deh,
bahkan nggak jarang di tengah perjalanan malah tertidur kena semilir angin.
Siang itu saat menjemput Ifa, Affan
rewel bo. Kalau cuma nangis sih bisa dicuekin, ini yang meronta-ronta di dalam
babycarrier sementara motor masih melaju, pas tanjakan pula.
Setelah dapat
tempat berhenti yang pas, aku coba tenangin si Affan tapi tetap nggak mempan.
Akhirnya aku nekat aja jalan sambil
Affan tetap meronta-ronta, Alhamdulillah nggak pakai lama doi tertidur. Saat itu
aku mengevaluasi apakah ada yang salah dengan babycarrier dan caraku
menggendong. Sepertinya sih udah kaya biasanya. Atau mungkin doi kena panas
matahari, sementara udah ngantuk tingkat dewa, jadilah ngamuk.
Awalnya
ketika akan berkendara dengan Affan, saat aku pakaikan jaket, kaos kaki dan
topi, aku hanya sounding ke si baby, “nak, kita antar
kak Ifa sekolah yuk” atau “nak, sudah
jam 11 nih. Kak Ifa mau pulang, yuk kita jemput.” Affan nih udah
mulai ngerti kalau ibunya udah mulai rapi; ganti baju, pakai kerudung dan kaos
kaki, doi paham kalau mau diajak pergi. Responnya pasti tangan dan kakinya
digerakkan kaya kegirangan gitu, sambil ngoceh dan tertawa kecil.
Agar kejadian
meronta-ronta di tengah jalan tidak terulang lagi, aku sekarang mulai
membisikkan mantra selain menjelaskan ke Affan kalau kami mau berkendara naik
motor. “Affan yang baik ya di jalan. Bunda harus
konsen lihat ke depan. Affan bantu bunda ya, nak. Boleh bergerak, tapi jangan
berlebihan. Boleh tengok-tengok tapi jangan keluar dari gendongan ya. Kalau
Affan bobok, itu lebih baik lagi.” Aku
juga sesekali menguatkan kenapa dia perlu pakai jaket lengkap dengan tudung
babycarrier plus kaos kaki, “Pakai jaket
dulu, nak. Affan yang baik di dalam gendongan. Di luar panas. Debunya pun
banyak. Affan sudah nyaman kan?” Aku mengatakan mantra itu
berulang-ulang dengan lembut, sambil menatap mata polosnya. Meyakini bahwa ia
mengerti meski belum bisa merespon.
Tidak lupa
ketika mbak Matt mulai kuhidupkan mesinnya, aku kembali mengajak dia
berbincang, “bismillah, siap touring ya, nak?”
Sambil kutepuk tubuhnya yang sudah ada di gendongan dengan lembut, lalu cuzz
daaah. Jika kurasa dia mulai bosan di dalam gendongan, kalau Affan mulai usil
dengan gerakan yang pelan, aku sekedar menepuk tubuhnya dengan lembut sambil
bertanya, “kenapa sayang, mau berhenti dulu?”
Ketika dengan respon tersebut, dia sudah kembali anteng aku tidak perlu menghentikan
kendaraan.
Namun ketika
dia semakin menggeliat, aku akan mencari posisi berhenti yang pas, lalu kubuka
tudung gendongannya dan melihat apakah dia baik-baik saja. Mungkin tudungnya
kurang pas sehingga cahaya matahari menusuk matanya, atau kadang Affan sekedar
minta disapa, “ada apa sayang? Masih separo jalan, kita
terusin yuk.” Disertai dengan
ciuman di keningnya, insya Allah Affan kembali tenang dan siap meneruskan
perjalanan.
Ketika touring
hari itu usai, aku akan berterimakasih pada Affan dan memberikannya pujian
kalau hari ini dia sudah membantuku dengan keren banget. “Alhamdulillah,
sudah sampai rumah lagi. Makasih sudah menemani bunda antar jemput kak Ifa ya,
nak. Hari ini Affan sudah baik di motor. Tidak bergerak banyak, bunda bisa
konsen di jalan. Affan anak yang pengertian sekali.” Biasanya kalau aku komen begini, Ifa
akan ikut-ikutan, “makasih ya sayang,
kakak udah dijemput. Uuh, my sweety baby.” Dilanjut dengan
ciuman bertubi-tubi dari kakak ke adiknya, lalu diuyel-uyel si Affan. Dari yang
awalnya ketawa sampai teriak minta tolong agar dibebaskan dari cengkeraman si
kakak, hehe.
Dari hal
sederhana ini aku belajar, bahwa berkomunikasi dengan anak sebelum bepergian
itu penting sekali, bahkan pada bayi sekalipun. Justru karena ia belum bisa
mengatakan apa yang dia rasakan, apakah dia nyaman atau tidak, aku justru yang
harus lebih aktif mengajaknya berbicara agar dia tahu kalau dia diperhatikan.
Berkomunikasi dengan bayi juga secara tidak langsung mengajak dia berperan
serta dalam hal-hal yang kita lalui. Dia pun belajar berbicara dari kosa kata
yang kita sampaikan.
So, kalau
boleh berbagi tips, sebelum berkendara dengan bayi, pastikan;
- Sounding ke bayi untuk tenang selama di perjalanan.
- Pakailah gendongan yang aman, lebih baik lagi jika kita menggunakan gendongan dengan prinsip M shape dan memungkinkan kedua tangan kita memegang stang motor dengan benar. Ingat, safety when riding motorcycle is number one. Pakaikan jaket, kaos kaki/ sepatu, topi dan kalau gendongannya dilengkapi tudung kepala, gunakanlah untuk melindungi bayi dari panas matahari dan debu.
- Respon dengan lembut ketika ia menggeliat. Pastikan ia nyaman dalam gendongan.
- Pastikan ia dalam kondisi kenyang ketika bepergian. Ketika kenyang, bayi akan tenang dan menghindarkan rewel di jalan.
- Ibunya juga jangan lupa kaidah safety riding ya, meski perjalanan dekat sekalipun; helm, pakaian yang nyaman dan aman – pakai jaket kalau ada, kaos tangan, kaos kaki.
- Ketika sudah sampai di tujuan/ di rumah, berterimakasihlah pada si bayi karena telah sangat membantu sehingga perjalanan bisa lancar.
- Berikan pujian yang spesifik bahwasanya dia adalah bayi yang sangat pengertian karena tenang selama perjalanan.
Selamat
touring dengan anak-anak ya, emak-emak tangguh jaman now! You’re rock, moms!
Wassalammualaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
#hari10
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Post a Comment
Salam,
maritaningtyas.com