Assalammualaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
Sudah
beberapa hari PAM di tempat kami mati. Praktis hampir tidak ada air di rumah.
PAM akan menyala setiap jam dua atau tiga pagi setiap harinya selama seminggu
ini. Demi kelancaran aktivitas rumah tangga yang membutuhkan air, suami selalu
siaga setiap pukul dua atau tiga pagi pasti berjaga untuk memenuhi bak dan
ember-ember. Aku? Tidur lah, hehe. Atau kalau pun lagi melek akan berkawan
dengan Bang Leno (sebutan untuk si laptop), daripada harus ngurusin perairan di
rumah.
“Bun, lihat deh... “ Tetiba suami menarik
tanganku yang baru saja membuka mata setelah sempat tidur sambil ngeloni si
bocil, sembari menunjukkan lantai yang sudah kinclong, beberapa piring kotor
yang tadinya menumpuk sudah tercuci bersih dan air di kamar mandi yang sudah
terisi penuh.
Terharu juga
lihat peran doi di rumah ini. Sejak ibu meninggal hampir setahun lalu, praktis
kami merawat dan menjaga rumah peninggalan ibu ini berdua, bersama anak-anak
tentunya. Bantuan outsourcing kami hentikan beberapa bulan setelah meninggal
demi penghematan keuangan negara. Kami saling bantu-membantu dalam urusan domestik
dan pengasuhan.
Alhamdulillah,
suami tipe yang sangat helpful dan mau bantu untuk turun tangan dalam urusan rumah tangga. Aku jadi ingat waktu awal-awal
nikah dan masih tinggal di daerah Puspanjolo, ada tetangga yang mulutnya pengen
aku plester pakai lakban gara-gara nyinyir setelah lihat suami membantuku
mengepel lantai. Buatku, suamiku adalah hubby
and father goal banget… semua yang selama ini aku inginkan dan tidak
kudapatkan dari figur bapakku, bisa kutemukan di dirinya.
Lebih dari
itu semua suami sosok yang suabar banget mendampingiku berproses dari yang jaman jahiliyah
hingga awal menikah masih super posesif, meledak-ledak dan belum mampu
mengendalikan emosi, hingga kini ada di titik yang insya Allah telah lebih
baik, semoga istiqomah.
Berbeda
dengan laki-laki yang jarang mengumbar kata-kata romantis, sebenarnya doi mah
paling jago bikin istrinya senyum-senyum sendiri. Meski kemudian aku cuma bisa
bilang, “aah nggombal, ciint.” Namun
dibanding semua ungkapan kata tersebut, hal-hal yang doi lakukan buatku dan
anak-anak jauh lebih romantis. Ya, romantis ternyata tak perlu kata.
Buatku, suami
begitu romantis ketika;
- Doi memperlakukan almarhum ibuku begitu baik. Betapa ia menyayangi ibuku sebagaimana ia menyayangi ibu kandungnya sendiri. Menyuapi dan mengajak ngobrol. Bahkan ia seringnya jauh lebih sabar daripada aku saat merawat ibu.
- Aku lupa makan karena mengejar deadline demi deadline dan bisa duduk di depan laptop berjam-jam, tanpa babibu dia membawa sepiring nasi, sayur dan lauk lalu menyuapiku sambil ngobrol ngalor-ngidul.
- Menyamber alat pel yang sedang kupegang ketika Affan tiba-tiba terbangun dari tidurnya dan menangis mencariku. “Udah, kulanjutin aja, bunda pegang Affan tuh.”
- Mengajari Ifa mengaji dengan telaten, menyuapi Ifa, mengajak Ifa bercanda.
- Menyiapkan susu untuk Affan ketika ia terbangun tengah malam.
- Dia mau dengan sabar mendengarkan ocehan, omelan dan segala pendapatku tentang sesuatu. Menjadi teman ngobrol yang paling asyik dan tak tergantikan.
- Dia tak pernah segan meminta maaf dan berterima kasih untuk hal-hal kecil, seperti minta maaf karena pulang telat atau berterima kasih karena sudah nggoreng telur ceplok buat doi sarapan.
- Dia berhenti merokok demi kesehatan tubuhnya agar bisa mendampingi keluarga dengan lebih baik.
Aaah, masih
banyak lagi sih hal lainnya, tapi udah itu aja lah yang ditulis. Katanya jangan
umbar-umbar kebaikan suami sendiri, banyak pelakor… ups.
Dulu ketika
awal nikah, aku lebih sering berfokus pada hal-hal negatif yang kutemukan di
diri suami. Namun semakin bertambahnya usia pernikahan kami, ketika ada sedikit
jengkel, marah dan kecewa, aku mengingat kembali kebaikan-kebaikan doi dan
ternyata jauh lebih banyak dari hal yang bikin aku nggak enak hati.
Hari ini aku
kembali belajar bahwa keberhasilan komunikasi itu tidak hanya soal kata-kata, masih
ingat rumus 7-38-55? Ya, kata-kata itu hanya memberi efek 7% dari keberhasilan
proses komunikasi, 38% keberhasilan komunikasi didapat dari intonasi suara dan
porsi terbesar dari kesuksesan komunikasi karena adanya bahasa tubuh yang
menyertai, sebanyak 55%.
So, para
laki-laki di luar sana… jangan sok-sokan bilang cinta daah sama istri, kalau
diminta bantuin jaga anak sebentar aja udah manyun. Nggak perlu kok selalu
bilang I love you setiap hari untuk
membuktikan kalau kamu benar-benar mencintai belahan jiwamu, cukup dengan
mendengarkan curhatan istrimu, menggendong bayi yang menangis tiap malam karena
istrimu kelelahan, meletakkan jemuran ke tempatnya or bekerja sesuai porsi
waktunya, istrimu akan tahu seberapa besar kau mencintainya. Karena romantis itu lebih bermakna ketika dibahasakan lewat sikap
dan akhlaq, daripada sekedar kata. Semoga pernikahan kita selalu
dijaga dan diberkahi oleh Allah ya, pals. Sampai jumpa!
Wassalammualaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
#hari9
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Post a Comment
Salam,
maritaningtyas.com