Assalammualaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
Huhuhu sedih.
Setelah sebulan ini mencoba istiqomah satu postingan tiap hari meski nggak lagi
ikut proyek One Day One Post, ternyata minggu lalu harus gagal di tengah jalan.
Kondisi tubuh yang drop memaksaku untuk tidak menyentuh laptop sama sekali.
Salah satu yang paling membuatku menyesal yaitu terlambat mengumpulkan aliran
rasa untuk materi Komunikasi Produktif. Seharusnya tanggal 25 November lalu adalah deadline mengumpulkan aliran rasa ini.
Alhamdulillah
setelah sebulan menjalani materi Komunikasi Produktif di kelas Bunda Sayang
Institut Ibu Profesional, aku mendapat jeweran lagi dan lagi soal caraku
berkomunikasi. Tidak hanya dengan suami atau anak-anak, namun juga caraku
berkomunikasi dengan diri sendiri. Melalui materi yang aku dapat serta latihan
komunikasi produktif selama kurang lebih dua minggu, aku mulai mengevalusi
kembali kualitas komunikasiku di dalam keluarga.
Bagaimana pun
komunikasi adalah hal yang paling penting dalam keluarga, karena dengan
komunikasi yang baik akan terjalin kedekatan yang baik pula. Kedekatan yang
baik inilah nantinya akan menjadi kunci gerbang-gerbang selanjutnya, seperti
lebih mampu mengenal kelebihan diri, mampu menyemangati diri sendiri, mampu
memahami pasangan semakin baik, mudah dalam mengajarkan disiplin pada anak
serta penanaman ‘software-software kebaikan’ pada diri anak.
Aha Moment Komunikasi Produktif
Selama
menjalani tantangan 10 hari yang kemudian aku extended hingga hari ke-15, tanpa
sadar aku menemukan beberapa aha moment berkaitan dengan komunikasi produktif.
Aha moment ini membuatku untuk berusaha istiqomah menjalankan apa yang sudah
aku pelajari, tidak berhenti hanya di tantangan 10 hari saja.
Aha Moment with Myself
Sebelum
berhasil berkomunikasi dengan orang lain, sebaiknya kita harus memperbaiki dulu
cara komunikasi dengan diri sendiri. Jika kita sudah cukup bijak berkomunikasi
dengan diri sendiri, hal ini akan membantu cara komunikasi kita dengan orang
lain.
Meskipun aku
tidak menuliskan proses komunikasi dengan diri sendiri pada postingan tantangan
10 hari komunikasi produktif, namun aku merasakan bahwa ada banyak perubahan di
dalam diri sejak menerima materi tersebut.
AFIRMASI
POSITIF! Sebenarnya sudah lumayan sering mendengar
soal ini, beberapa kali pun aku sudah praktekkan dan hasilnya memang luar biasa.
Namun entah kenapa sering pula aku
hempaskan begitu saja. Kekhawatiran berlebih, bahkan mungkin kekurangyakinanku
pada takdir terbaik seringkali menggoyahkan afirmasi yang kubangun di dalam
diri.
Namun sejak
kembali diingatkan lewat materi komunikasi produktif, aku mulai belajar untuk
ngobrol sama diri sendiri terutama ketika melihat sesuatu yang cenderung bisa
menjadi trigger untukku marah, jengkel
atau sedih.
Contohnya
beberapa waktu terakhir ini kan berseliweran di timeline tentang pelakor dan
bagaimana seorang gadis melabrak selingkuhan ayahnya. Kasus ini menjadi trigger
untukku memunculkan memori lama. Ketika aku menanggapi dengan emosi negatif
yang penuh di dalam diri keluarlah postingan yang aku baca ulang sangat
‘amarah’. Aku bahkan sempat nangis berhari-hari gegara hal tersebut.
Aku mulai deh
praktekkan menarik bibir ke atas dan bicara lembut kepada diri sendiri, “it’s okay. Itu udah lewat, Kamu cukup baik
mengatasi semuanya. Sekarang everything is well, so focus on your current life,
dear.” Tarik nafas dalam-dalam dan
hempaskan. Saat ada beberapa teman yang japri dan curhat aku bisa kembali
merespon curhatan mereka tanpa emosi berlebih.
Dengan banyak
ngobrol sama diri sendiri, jadi kerasa juga untuk tidak menimpali sesuatu
secara spontan. Ketika ada postingan atau omongan orang yang kerasa nggak enak,
aku telaah dulu maksudnya, aku pikir dulu enaknya dijawab gimana, aku cari
sudut pandang lain, dan ini membantu banget untuk tetap stay positive dan always
happy.
Aha Moment with Hubby
Sejauh ini
sih komunikasi sama pasangan masih masuk dalam kondisi yang lancar jaya. Aku
dan dia adalah pasangan yang cinta ngobrol, hal sekecil apa pun bisa jadi bahan
obrolan buat kami. Kalau udah keasyikan ngobrol, waktu terasa berputar sangat cepat, hingga sampai jam tiga pagi juga nggak kerasa hehe. Namun setelah mendapat materi dan menjalankan tantangan 10 hari,
aku menjadi semakin mudah menanggapi perbedaan cara komunikasi di antara kita.
Aku diingatkan bahwa kami adalah makhluk dari planet berbeda.
Selain itu
kami juga dibesarkan dalam keluarga dan lingkungan yang sama sekali berbeda,
maka jelas saja jika frame of reference and frame of experience kami pun
berbeda. Aku nggak mungkin memaksakan beberapa hal ke suami, karena memang dia
tidak mendapatkan referensi dan pengalaman yang sama denganku. Daripada saling
membenturkan FoR dan FoE kami yang cukup berbeda, lebih enak untuk
mendiskusikannya lalu membentuk FoR dan FoE yang baru alias FoR dan FoE kami.
Misalnya soal
orangtua. Selama ini aku mencoba untuk mengingatkan dia agar nggak lupa telpon
mamanya, atau ngajak ke tempat bapaknya, at least saat lebaran tiba. Tapi ajakanku
lebih sering terpental dan terhempas. Ada banyak alasan yang dia kemukakan.
Bagaimana pun aku kemukakan bantahan pasti akan tetap terpental. Hingga
kemudian aku mencoba memahami FoR dan FoE yang dia punya, aku paham kenapa aku
nggak mungkin memaksakan soal ini ke dia. Dia punya cara sendiri dalam ranah
berbakti kepada kedua orangtuanya. Aku hanya perlu menghormati itu. Karena
semakin aku paksa, dia justru semakin tidak nyaman.
Belajar
mengenai perbedaan otak antara laki-laki dan perempuan saat mendalami
komunikasi produktif sebulan ini mengurangi omelanku ketika dia lupa naruh
kunci motor, ribut nyari handuknya, meletakkan barang-barang tidak pada
tempatnya, nggak ngeh kalau diajak ngobrol ketika fokus pada laptop or HP nya.
Apalagi di sesi-sesi akhir materi ini, aku sambi sambil nonton drakor Go Back Couple, uhuuu jadi
termehek-mehek and realize betapa
kebaikan suami itu buanyaaak banget. Cuma seringkali ketutup sama kejengkelanku
sama hal-hal buruknya yang nggak penting, hehe. Pokoknya love you full lah my
hubby, wkwkwk.
Aha Moment with My Kids
Kadangkala
aku meremehkan caraku berkomunikasi sama anak. Pokoknya anak kudu paham dan
ngerti, lebih kek gitu. Dan aku lupa kalau mereka bukan manusia dewasa yang
terperangkap dalam tubuh kecil. Otak mereka jelas belum sama dengan aku dan
orang dewasa lainnya. Sinapsis-sinapsis dalam otak mereka masih butuh
disambungkan dengan baik, dan salah satunya lewat komunikasi yang produktif.
Aku termasuk
ibu yang cerewet dan kalau udah ngomel panjangnya bisa ngalahin kereta yang
lewat. Dan aku baru sadar kecerewetan itu nggak ngasih input apa-apa ke Ifa,
karena dia nggak bakal nangkap apa yang aku omongin. Yang ada dia cuma bakal
jengkel karena merasa diomelin melulu. “Sebel,
bundaku galak banget.” Begitu kali dalam pikirannya.
Sekarang tiap
kali nih mulut mo ngompyang atau udah terlanjur mengeluarkan omelan sepanjang
gerbong kereta, langsung aku ingat keep your words as simple as you can, mom! Langsung deh diam, hela nafas dan
mengulangi apa yang aku mau sampaikan ke dalam bahasa yang lebih singkat dan
sederhana. And that works! Lebih
menghemat tenaga, karena nggak perlu narik urat, huff.
Begitu juga
soal intonasi. Entah kenapa aku ini terlahir dengan kecenderungan ngomong
dengan intonasi yang ngotot dan tinggi. Akhirnya Ifa sering manyun karenanya.
Sekarang tiap kali meninggi, rasanya ada yang jewer kuping ini dan hey, be nice! Bener-bener ya memang
selalu ada bedanya yang belajar dengan tidak. At least meski harus jatuh bangun
memraktekkannya, aku jadi tahu letak kesalahan komunikasiku di mana, dan aku
punya alarm di dalam diri ketika melakukan kesalahan tersebut.
Dari materi
ini aku juga disadarkan betapa sederhananya pikiran anak-anak. Ketika aku
sedang menyiapkan diri Ifa untuk masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi di
tempat berbeda, aku baru kalau Ifa nggak masalah sekolah di mana saja asal
besok kalau udah gede Affan juga sekolah di tempat yang sama, wkwkw.
Selain itu,
aku diingatkan kembali tentang bahasa cinta anak-anak yang berbeda. Ifa ini
sangat sensitif. Dia sangat suka dipeluk, dipuji dan suka saat ditemani
beraktivitas. Tiga hal ini jika aku lakukan ke dia akan membuat dia jadi anak
manis tanpa diminta. Yang tiba-tiba bilang makasih, meluk dan nyium aku.
Lewat materi
komunikasi produktif aku juga disentil untuk lebih banyak ngobrol sama Affan.
Di usianya yang masuk tahun pertama, Affan harus semakin banyak distimulasi
ngomong. Selain menghindari speech delay, aku juga harus mengajarinya untuk
menerima perasaan dan memahami maksud hatinya. Dengan banyak ngobrol sama
Affan, aku mulai paham arti bahasa-bahasa bayinya. Yang pasti, dia jadi lebih
banyak tertawa hehehe.
Itulah
beberapa aha moment-ku selama
menjalani tantangan 10 hari beberapa waktu lalu. Meski aku bisa menyelesaikan
hingga hari ke lima belas, so sad aku nggak bisa dapat badge You’re Excellent ataupun Outstanding dikarenakan setoranku selalu
rapelan, hehe. Tapi apalah arti badge, yang penting adalah istiqomah dalam
berkomunikasi secara produktif baik ke diri sendiri, pasangan dan anak. Tidak
berhenti setelah kelas ini berakhir. Semoga di materi selanjutnya bisa dapat badge yang lebih keren, means no rapelan!
Di bulan
kedua ini, para mahasiswi IIP kelas Bunda Sayang batch #3 akan memasuki materi
baru, apakah itu? Tunggu saja update selanjutnya ya! See ya, pals.
Wassalammualaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
#aliranrasa
#level1
#kuliahbunsayIIP
#komunikasiproduktif
Post a Comment
Salam,
maritaningtyas.com