Assalammualaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
Memasuki hari
kelima One Day One Post –nya Blogger Muslimah, aku akan menjawab tantangan dari
program rumah belajar menulis IIP Kaltimra yang mengangkat tema tentang resensi
buku. Membaca termasuk hobiku, dan ada banyak buku menarik yang sudah aku baca.
Seringkali setiap selesai membaca sebuah buku yang menarik, instingku langsung
memberi tanda untuk menuliskan resensinya di blog. Namun acap kali insting itu
tinggallah insting belaka, aku lebih seringnya melupakan insting itu, hingga
akhirnya belum ada satu pun postingan tentang resensi buku di blogku.
So, terima
kasih buat Rumbel Menulis IIP Kaltimra yang telah mengangkat tema ini di
program One Day One Status –nya yang telah memasuki hari ke empat belas. Dari
pagi aku memikirkan buku mana yang akan aku bedah dan bagikan, dan baru malam
ini aku teringat ada sebuah buku mungil bersampul abu-abu yang isinya sama
sekali nggak mungil. Apakah itu?
Judul buku :
Mengajarkan Kemandirian pada Anak
Penulis :
Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari
Penerbit :
Khazanah Intelektual
Cetakan :
I, Juni 2014
Tebal : xviii + 130 halaman; 13 x 20 cm
ISBN : 978-979-3838-57-1
Harga Sekarang :
Rp 42.000
Buku ini
merupakan buku ketiga dari rangkaian buku tentang pengasuhan anak yang ditulis
oleh abah Ihsan Baihaqi. Tahu dong ya sama abah Ihsan yang semakin tenar lewat
Program Sekolah Pengasuhan Aank dan Gerakan 1821 – nya? Mengapa aku memilih
buku ini untuk aku bedah isinya? Karena menurutku, buku ini cocok untuk mereka
yang tak begitu suka baca buku terlalu tebal, namun isinya cukup dalam dan
lengkap.
Sebelumnya
aku pernah membedah buku ini di grup WhatsApp YukJos 8 yang merupakan grup pendampingan
untuk alumni pelatihannya Abah Ihsan wilayah Semarang dan Surabaya, bahkan oleh
Abah sempat dibagikan di akun instagramnya. Sepertinya asyik juga membagikannya
lewat postingan blog yang tentunya bisa lebih tuntas mengupasnya.
Buku-buku
abah selalu menjadi bagian dari buku favoritku karena tidak banyak penulis yang
merangkaikan kata demi kata, kalimat demi kalimat dengan begitu mengalir..
Untuk yang pernah hadir ke acara pelatihannya Abah, lalu ketika di rumah
membaca buku-bukunya, pasti berasa kaya lagi di ruangan pelatihan dan melihat Abah
menyampaikan materinya secara langsung. Karena tulisan beliau dan apa yang
beliau sampaikan secara langsung itu benar-benar sealiran. Kan ada ya penulis
yang tulisan di bukunya buagus banget, saat membacanya bikin terharu dan
makjleb, tapi ketika bertemu muka secara langsung dan melihatnya berbicara,
begitu beda jauh karakternya.
Sinopsis “Mengajarkan Kemandirian pada Anak”
Buku mungil
warna abu ini dibuka dengan manis, mempertanyakan apakah benar anak-anak tidak
mandiri? Kalau memang mereka tidak mandiri, kenapa anak-anak mampu memilih
mainannya sendiri, baju yang ingin dipakainya, dan mau makan apa? Itu artinya
secara fitrah anak-anak terlahir sebagai pribadi-pribadi yang mandiri.
Kalau
sekarang kita kewalahan mengatasi "manja" nya anak, coba instropeksi
diri lagi, jangan-jangan kita sebagai orang tua lah yang merusak fitrah
tersebut.
Tak hanya
pembukaannya yang manis dan menohok, catatan editor dari buku ini pun menyentil
kita akan cinta orang tua yang justru bisa menjadi racun untuk anak-anak.
Dengan alasan cinta, semua permintaan dan keinginan anak dituruti, semua aktvitasnya
dibantu. Aku jadi ingat petuah abah saat pelatihan, “jadilah orang tua yang
tidak sekedar pengasih, namun juga penyayang.”
Orang tua
pengasih yaitu orang tua yang anaknya minta apa aja bakalan dikasih. Jelas jika
tidak diberikan batasan, hal ini akan membahayakan si anak. Sedang orang tua
penyayang adalah orang tua yang menyadari bahwa menyayangi anak harus ada
batasannya. Namun jika orang tua hanya penyayang saja, tanpa mengerti keinginan
anak, hal ini juga tidak akan imbang. Oleh karena itu menjadi orang tua yang pengasih
dan penyayang harus sepaket.
Sebelum masuk
ke inti bab-bab buku ini, abah memberikan prolog yang diberi tajuk "Terima
Kasih Anakku" yang akan menyadarkan kita bahwa anak-anak sebenarnya guru
untuk kita, melecut kita untuk berbenah lebih baik.
Kalian mengajarkan Abah untuk tidak malu dengan kebaikan. Apa pun yang kalian anggap baik, menjadi yang terindah di mata kalian. (halaman 3)
Nah, berikut
ini adalah bab-bab yang diulas dalam buku "Mengajarkan Kemandirian kepada
Anak":
Bab I - Agar Anak Taat pada Aturan
Mungkin kita
seringkali bertanya-tanya kenapa sih ada anak yang gampang banget dikasih penjelasan
sama orang tuanya langsung nurut, kenapa anakku udah dijelasin dari A sampai Z,
panjang kali lebar kali tinggi tetap aja nangis, tetap aja tantrum. Di buku
mungil ini, abah menjelaskan bahwa setidaknya ada lima hal yang bisa menjadi
penyebab anak tidak menurut pada aturan yang kita buat; aturan yang ada terlalu
berlebihan dan tidak sesuai usia anak, saat membuat aturan anak tidak
dilibatkan, aturan tidak disertai konsekuensi, inkonsisten dalam melaksanakan
aturan, dan orang tua tidak tegas terhadap anak.
Dalam menegakkan aturan dan menghentikan perbuatan buruk anak, hal terpenting bukanlah soal reward dan punishment. Jika orang tua hanya mengelola sistem reward – punishment, percayalah hubungan Anda dengan anak akan garing! Justru bonding orang tua dengan anak serta kerelaan waktu orang tua untuk meng-install-kan fikroh anak dengan nilai-nilai baik adalah hal-hal lebih besar lain yang dilakukan untuk anak agar mau berbuat baik dan semakin terhindar dari berbuat buruk. (halaman 16)
Bab II - Menghadapi Perilaku Anak yang Keras
Ada yang
punya anak berwatak keras, ingin menang sendiri, kalau nggak dituruti
teriak-teriak? Cung, si kakak nih lumayan bikin keringatan kalau lagi kumat
ngeyelnya. Beneran kalau emaknya nggak belajar parenting, pasti udah habis aku
cubitin kali. Maafkeun emakmu ini, nak… telat belajarnya, insya Allah kita
sama-sama memperbaiki diri ya.
Lewat buku
mungil ini abah mengingatkan bahwa kekerasan yang orang tua lakukan dalam
menghadapi anak berwatak keras justru akan semakin membuat si anak liar dan
tidak bisa diatur. Maka kalau masih ada yang suka main kekerasan sama anak, yuk
segera tobat, tegas dan keras itu beda kasus, euy. Tegas itu ketika anak
berlaku buruk, cukup sedikit bicara,
banyak bertindak. Karena seringnya terlalu banyak ngomel malah menguras tenaga
dan membuat semakin emosi, yang ujung-ujungnya menyakiti anak. Terus
tindakannya apa? Sesuai dengan kesepakatan yang dibuat bersama anak, misal jika
anak mencubit atau memukul, anak tidak boleh keluar dari kamar selama setengah
jam. Jangan lupa ajarkan anak untuk memilah mana perilaku yang diterima dan
tidak.
Hukuman
memang diperlukan, namun yang lebih penting adalah menumbuhkan kesadaran anak.
Caranya dengan membangun kedekatan emosional antara orang tua dan anak, buat
anak nyaman bercerita dengan kita, lalu sediakan waktu untuk meng-install nilai
baik dan buruk ke dalam otak anak entah itu lewat buku, dongeng atau pun film.
Sediakan waktu untuk BERSAMA anak, bukan hanya di DEKAT anak….. (halaman 25)
Bab III - Agar Anak Mau Tidur Sendiri
Ini masih
jadi PR buat aku sampai sekarang. Dulu sebelum adiknya lahir, si kakak sudah
sempat mau tidur sendiri. Eh, setelah adiknya lahir malah kembali tidur sama
emaknya. Dasar emaknya juga nggak tegas, kasihan dan takut merasa kehilangan
kasih sayang serta iri sama adik bayi, diperbolehkan deh tidur bareng emaknya.
Meski begitu
aku sudah sounding ke kakak, batasnya cuma sampai kakak masuk SD. Karena memisahkan
tidur anak dan orang tua itu perintah yang ada di Al Quran. Ada istilah yang
disebut isti’dzan, yaitu anak meminta izin terlebih dulu ketika memasuki kamar
orang tuanya.
Menurut abah,
harus ada tahapan pemindahan tidur, dari yang awalnya sekamar dan satu kasur
dengan orang tuanya, perlahan mulai dirubah menjadi tetap satu kamar namun beda
kasur. Setelah tahapan ini berhasil, mulai masuk tahapan berikutnya yaitu beda
kamar namun masih ditemani sampai anak tertidur. Selanjutnya tahapan paling
akhir, tidur beda kamar dan tidak lagi ditemani.
Namun jangan
kira tahapan-demi tahapan itu berjalan mudah ya. Pasti akan ada ujiannya, anak
akan berkali-kali pindah ke kamar tidur orang tua. Saat itu terjadi, tiap kali
anak pindah, kembalikan lagi ke kamarnya. Untuk membuat anak semangat, kita
bisa memberi reward jika anak berhasil tidur sendiri. Misal jika dalam tujuh
hari tanpa bolong bisa tidur tanpa ditemani, dia berhak dapat es krim kesukaan.
Yang terakhir, tutup pintu kamar orang tua, pastikan anak harus ketuk pintu
ketika akan masuk ke kamar orang tua.
Bab IV - Agar Anak Mau Berbagi
Seringkali
kita terlalu semangat untuk mengajarkan berbagi sebelum kita lulus mengajarkan
anak tentang konsep kepemilikan. Abah Ihsan lewat buku abu-abunya ini
mengingatkan bahwa sebelum diajarkan tentang makna berbagi, anak harus diajari
dulu tentang konsep kepemilikan. Baik itu menghargai barang milik orang lain,
ataupun barang milik sendiri. Itu artinya anak punya hak untuk tidak
meminjamkan barangnya kepada orang lain. Nah, setelah anak paham mana barang
miliknya dan mana yang bukan, kita harus seimbangkan dengan melatihnya untuk
mau berbagi. Caranya lewat cerita, misal dongeng tentang keistimewaan
bersedekah atau ajak anak-anak melihat orang-orang yang tidak mampu. Berikutnya
libatkan anak dalam kegiatan sosial yang dilakukan orang tua. At last but not
least, berikan sedikit dorongan/ paksaan saat anak masih enggan berbagi, misal “bunda
nggak mau kasih roti ini ke kakak ah, dikasih ke adik sama ayah aja deh.
Habisnya kemarin kakak waktu punya cokelat, adik sama bunda nggak dibagi.”
Bab V - Mengatasi
Anak Rewel Saat Diajak Jalan-jalan
Siapa yang
anaknya suka rewel kalau diajak jalan atau berkunjung ke suatu tempat? Ya, aku
ngacung paling tinggi lagi deh. Kalau mau ngajak pergi si kakak, aku harus
bener-bener jaga mood-nya doi, sekalinya bikin doi bête, bisa berabe dah.
Jadi
sebenarnya wajar anak-anak rewel ketika terpaksa ikut kegiatan orang tua yang
notabene bukan kegiatan anak-anak. Oleh karena itu kalau kita terpaksa membawa
anak ke acaranya kita, pastikan kita bisa memfasilitasi si anak dengan kegiatan
menarik agar dia tidak merasa bosan. Entah itu membawa mainan kesukaan, buku
bacaan favoritnya, atau crayon dan buku mewarnai. Kita juga bisa menggunakan
sistem reward, Misalnya, “Kalau kakak hari ini pintar saat menemani bunda
belajar, pulangnya bunda mau beliin kue kesukaannya kakak ah, mau?”
Bab VI - Ketika Anak Disakiti Teman-temannya
Anak-anak
berantem itu seperti kegiatan favorit ya. Pagi berantem, siang baikan, eh
sorenya berantem lagi. Apa harus dihentikan? Ya, susah.. karena berantem itu
sebenarnya juga cara anak untuk belajar menghadapi konflik.
Jadi, paradigma yang harus kita bangun adalah berantem harus kita kelola, bukan kita hentikan. (halaman 49)
Meski begitu
bukan berarti lalu kita lepas tangan begitu saja. Kita tetap harus mengawasi,
dan ketika perilaku anak sudah berlebihan, misal menyakiti secara fisik, kita
pun boleh melakukan intervensi, bukan didiamkan.
Sedangkan
untuk mengatasi perisakan alias bullying yang sekarang ini banyak terjadi,
ajarkan anak melakukan tiga hal; bicarakan, melawan dan laporkan. Tahap pertama
yaitu bicarakan, ajarkan anak untuk berani mengemukakan pendapatnya ketika ada
anak yang menyakitinya bahwa ia tidak suka atas perilakunya. Jika tahap awal
ini tidak berhasil, lanjutkan ke tahap kedua. Anak boleh melawan. Melawan bukan
berarti pakai kekerasan, tapi tidak berdiam diri jika ada orang yang
menyakitinya, entah dengan memegang tangan orang yang mau memukulnya atau lari
ke tempat yang lebih aman. Tahap selanjutnya yaitu laporkan. Ajarkan anak untuk
berani melaporkan perbuatan tak menyenangkan yang diterimanya kepada pihak yang
berwenang, entah itu orang tua, guru atau satpam.
Bab VII - Mengatasi Anak yang Suka Memukul
Secara fitrah
semua anak itu baik, kalau sampai anak jadi suka memukul, kita perlu mengecek
apakah dia ikut-ikutan temannya atau lihat tayangan televisi atau jangan-jangan
kita sebagai orang tua yang justru memberinya contoh. Ingat pals, anak kan
cerminannya orang tua. Di buku kecil ini disampaikan empat langkah mengatasi
anak yang suka memukul. Pertama jika kita ada di lokasi kejadian, segera
hentikan anak ketika memukul. Kadang ada orang tua yang justru mendiamkan
anaknya saat berperilaku buruk dengan alasan “namanya juga anak-anak.”
Mendiamkan bisa diartikan oleh anak bahwa perilakunya disetujui, maka pastikan untuk
menghentikan anak yang sedang memukul agar dia tahu perilakunya tidak kita
sukai. Kedua, ajak anak bicara tentang alasan mengapa ia memukul. Ketiga,
berikan batasan. Keempat, bantu anak mencari alternatif tindakan.
Bab VIII - Ketika
Anak Kerap Mengancam
Yang paling berbahaya saat anak mengancam sebenarnya bukan pada ancamannya, melainkan kendali berarti ada pada diri anak, bukan pada diri orangtuanya. (halaman 77)
Kenapa bisa
terjadi, cek lagi soal konsistensi kita dalam mendidik anak-anak, juga sudah
seberapa tegaskah kita pada anak-anak. Ingat, pals.. tegas itu berbeda dengan
keras.
Bab IX - Ketika Anak Terlalu Dekat dengan Neneknya
Tidak ada
masalah sebenarnya jika anak dekat dengan neneknya, tantenya atau anggota
keluarga lainnya. Yang menjadi masalah jika ada perbedaan pola asuh antara
orang tua dengan anggota keluarga tersebut. Akan jadi masalah juga jika orang
tua mengabaikan anak, maksudnya orang tua tidak lekat secara emosi dengan anak.
Cara mengatasinya,
saat terpaksa menitipkan anak pada orang tua atau keluarga lainnya, sampaikan
aturan-aturan dasar dalam keluarga kita, apa yang boleh dan tidak. Jika pihak
yang kita titipi ini susah diajak bekerjasama, maka tugas kita untuk membuat
anak hanya percaya pada kita. Tentu saja dengan kedekatan dan konsistensi kita
terhadap batasan yang telah disepakati.
Bab X- Jika Anak Bertanya Soal Pacaran. .
Bab ini
sangat berbeda dengan bab-bab lainnya. Di sini abah berbagi kisah dari orang
tua-orang tua yang sudah memiliki pengalaman. Ada banyak kisah yang
menginspirasi misal menjadikan curhatan anak tentang keinginan pacaran sebagai
rahasia, mengajak anak untuk menimbang baik-buruknya lalu biarkan ia memutuskan
sendiri, menceritakan anak tentang hubungan yang halal dan banyak lagi kisah
lainnya.
Luangkan waktu untuk mempererat ikatan keluarga agar anak-anak tidak haus kasih sayang dan mencarinya di luar rumah. (halaman 106)
Bab XI - THR Jangan Sampai Membuat Anak Jadi Konsumtif
Hari raya
selalu jadi hari yang menggembirakan buat anak, karena ada yang selalu
ditunggunya, yaitu dapat angpau dari eyang, tante, budhe dan kerabat lainnya. Ketika
anak masih kecil, orang tua masih bisa intervensi ketika anak akan menggunakan
uang tersebut. Namun ketika anak mulai beranjak besar dan mulai mengerti bahwa
uang bisa untuk membeli sesuatu, mereka akan cenderung boros dan
menghabiskannya. Untuk itu, penting bagi orang tua mengajari anak cara
mengelola uang. Salah satunya dengan memberinya uang saku mingguan saat usia
mereka telah tujuh tahun. Dengan memberi uang saku, anak juga akan jadi lebih
menghargai uang, sehingga akan berpikir ratusan kali untuk bersikap boros.
Bab XII - Developing Child Communication Skills; Tebak-tebakan, yuk!
Main
tebak-tebakan adalah sarana menghabiskan waktu bersama anak yang riang
sekaligus bisa menambah perbendaharaan kata anak-anak. Cara ini adalah trik
jitu buatku saat si kakak mulai bosan dengan apa yang kami kerjakan. Awalnya
dulu dia hanya bisa menebak ataupun mengulang kembali tebakan yang aku berikan,
sekarang kakak sudah mulai bisa menyusun kalimat yang baik untuk memberi
tebakan pada emaknya.
Keterampilan komunikasi tidaklah datang dengan serta merta…. Kemampuan komunikasi membutuhkan imajinasi, kemampuan nalar dan empati yang cukup. Itu semua dapat dibangun dengan langsung ‘terjun’ berkomunikasi. (halaman 114)
Setelah 12
bab dibahas dengan rancak, abah kembali hadir dengan epilog yang lagi-lagi
menampar “Akankah Saya Seperti Ini?” Sebuah tulisan tentang keprihatinan betapa
para manusia lanjut usia yang kesepian karena anak-anaknya terlampau sibuk
untuk mengunjungi mereka. Akankah kita kelak bernasib seperti mereka?
Tentu bergantung pola asuh kita saat anak kita masih kecil. Pola asuh akan mempengaruhi akhlak kita sendiri. Satu anak atau banyak anak bukanlah faktor penentu utama. (halaman 119)
Sebagaimana
judul postingan ini, tak ada adakadabra dalam pengasuhan anak. Aku hanya ingin
mengingatkan diriku sendiri khususnya bahwa mengasuh anak itu bukan sulapan,
tidak bisa mak bedhundug langsung kelihatan hasilnya. Mendidik anak sejatinya
adalah mendidik diri sendiri. Makanya yuk, jadi orang tua sholih sebelum
meminta anak-anak sholih.
By the way,
buat yang ingin membeli buku ini dan cari di toko buku susahnya minta ampun,
bisa langsung pesan ke Timnya Abah Ihsan Baihaqi;
WhatsApp
Only: 0822 1653 9046
SMS Only:
0811 2285 234
Email: auladibooks@yahoo.co.id
Terima kasih
sudah main ke sini dan sampai jumpa di postingan berikutnya.
Wassalammualaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
Tulisan
ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah
#ODOPOKT5
#OneDayOneStatus
#Day14
#BelajarMenulis
#IIPKaltimra.
Pertama kali jumpa abah, di acara silaturahmi hsmn.. Masya Allah langsung terkesima dengan cara asuh beliau terhadap keluarga.. Makasih sharingnya ya mba
ReplyDeleteBelum kesampaian punya bukunya abah dan ikut pelatihannya :(
ReplyDeleteBtw makjleb banget yang Bab 2 dan 3.
si hasna anaknya hard willing bangett... dan aku sering terlalu keras ngadepin kalo dia lagi banyak maunya :(
Wah...aku jg blum punya bukunyaa nih. Bagus y mba, isinya.
ReplyDeleteBaru bisa membaca dan belum bisa menerapkan ilmu parenting 😀
ReplyDeleteUlasan yg menarik mbak. Sebagai orang tua baru saya perlu banget kyknya buku ini. Makasih sharingnya mbak :)
ReplyDelete