Assalammualaikum
warohmatullahi wabarokatuh
Hi, pals.
Alhamdulillah One Day One Post
Blogger Muslimah sudah sampai hari ke sepuluh. Aku sudah mulai lirik folder lama
buat cari ide nih. Siapa tahu ada yang bisa dieksekusi jadi postingan, hehe.
Sebenarnya di draft blog juga masih ada beberapa artikel yang belum kelar, cuma
kok ada yang lupa materinya di mana, ada yang mau nglanjutin nggak dapat feel-nya. Jadi mubazir kan kalau cuma di
draft doang. Pengingat banget nih buat aku, kalau udah ada ide tuh jangan
kelamaan eksekusinya.
Btw,
kalau baca judulnya pasti udah langsung nebak dong aku mau nulis apaan. Tentang
perokok beretika ini memang udah lama ada di benakku hasil diskusi bolak-balik
sama suami. Sempat mau kita bikin buat tema #DuaKacamata, tapi dia
mah sekarang sok sibuk. Jangankan update #DuaKacamata, terakhir bikin
postingan di blog aja entah kapan, hehe. Nah, kebetulan kemarin di Rumbel
Menulis IIP Kaltimra mengangkat isu lingkungan sebagai tema One Day One Status.
Terus ingat deh kalau aku masih punya hutang sama diri sendiri untuk nulis soal
perokok beretika.
Hukum Merokok dalam Islam
Pasti
kalian langsung mengernyitkan dahi ya, pals.
Memangnya ada perokok beretika? Bukannya di mana-mana perokok itu nggak punya
etika ya? Eits, jangan salah… ada kok, meski jumlahnya nggak banyak. Mau
beretika atau nggak kan tetap saja perokok, rokok itu haram lo, merusak badan, bla
b la bla… Apa enaknya coba, apa
manfaatnya dan lalalala.
Kita
bisa bilang begitu karena kita bukan perokok, jadi ya enak aja bilang A, B, C
sampai Z ke perokok. Perokok yang bisa tobat itu luarrrr biasa. Bukan hanya
karena niat, tapi juga support systemnya
pasti mendukung banget. Berhenti merokok
itu butuh kenekatan, keimanan, ditambah usaha plus doa biar bisa istiqomah.
Kalau empat hal ini belum kuat, liat sebatang rokok gletak di meja, pasti
mereka rasanya pengen nyamber korek terus dinyalain deh tuh rokok.
Sebenarnya
kalau di Islam, dasar hukum tentang merokok sudah jelas, tinggal para perokok
itu mau mengimani atau nggak. Ini nih dalilnya, aku kutip dari situs Konsultasi Syariah.
…. Allah telah berfirman: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisaa: 29).
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa merokok hukumnya haram, ditegaskan oleh Qalyubi (Ulama Mazhab Syafi’i, wafat: 1069 H). Dalam kitab Hasyiyah Qalyubi ala Syarh al-Mahalli (jilid I, Hal. 69), beliau mengatakan: “Ganja dan segala obat bius yang menghilangkan akal, zatnya suci sekalipun haram untuk dikonsumsi, oleh karena itu para ulama kami berpendapat bahwa rokok hukumnya juga haram, karena rokok dapat membuka jalan agar tubuh terjangkit berbagai penyakit berbahaya”.
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al Baqarah: 195).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat mudharat bagi orang lain baik permulaan ataupun balasan.” (HR. Ibnu Majah. Hadis ini di shahihkan oleh Albani).
Karena itu, sangat tepat fatwa yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga fatwa di dunia Islam, seperti fatwa MUI yang mengharamkan rokok, begitu juga Dewan Fatwa Arab Saudi yang mengharamkan rokok, melalui fatwa nomor: (4947), yang menyatakan, “Merokok hukumnya haram, menanam bahan bakunya (tembakau) juga haram serta memperdagangkannya juga haram, karena rokok menyebabkan bahaya yang begitu besar”….
Para Perokok di Dekatku
Aku
sangat dekat dengan perokok. That’s why
aku termasuk yang nggak bisa keras juga sama perokok, selama mereka punya etika. Buat aku
merokok itu pilihan. Mereka sudah tahu resikonya, mereka sudah tahu hukum di
agama yang dianutnya bagaimana, mereka sudah tahu manfaat dan kerugiannya. Jadi
ya silakan bertanggung jawab sama pilihan itu. Cuma pastikan jangan sampai
orang lain kena dampaknya, or at least
berusaha untuk meminimalisirnya.
Eyang
kakungku perokok meski aku nggak pernah melihat beliau merokok sama sekali
sampai beliau meninggal. Eyang
memutuskan berhenti merokok sebagaimana nazarnya “kalau udah punya cucu, aku mandheg rokok.” Dikarenakan aku cucu
pertamanya, maka saat aku lahir, eyang pun menepati nazar tersebut. Waktu
diceritain soal ini, kepalaku langsung guede, berasa penting gitu jadi momen
penting eyangku berhenti merokok, hehe.
Bapakku
lebih akut lagi soal merokok. Entah tiap hari berapa pack yang beliau habiskan.
Apalagi pekerjaannya sebagai sopir sangat mendukung aktivitasnya merokok. Tiap
berhenti ke sebuah rumah makan yang sudah kerja sama dengan armada bus yang
dikemudikannya, beliau bakal dapat sangu beberapa bungkus rokok. Jadi bagaimana
mau berhenti kalau rokok aja dapat gratisan melulu?
Bapak
sempat hampir berhenti merokok ketika sakit batuk nggak sembuh-sembuh.
Sebagai gantinya setiap kali kerja beliau bawa permen satu kantong. Kata bapak
malah borosan beli permen daripada beli rokok, hihi. Akhirnya bapak pun kembali
merokok. Bapakku ini contoh perokok yang nggak punya etika, di dalam rumah yang
ada anak istri tetap aja merokok. Dan dulu kesadaran soal rokok juga belum
setinggi sekarang sih ya, jadi ya karena sudah biasa, anak istrinya nggak ada
yang protes tuh.
Adik
kandungku terdiagnosa ada jantung bawaan sejak bayi, dokter sempat bertanya
apakah bapak merokok karena bisa jadi itu salah satu penyebabnya. Namun aku dan
adik tiriku Alhamdulillah sehat semua sih. Jadi nggak jelas juga apa penyebab penyakit
adikku itu salah satunya karena terpapar asap rokoknya bapak.
Bapak
juga sempat berjanji mau berhenti merokok kalau punya anak, nyatanya saat aku
lahir tetap saja tuh merokok. Sepuluh tahun berlalu dan adikku lahir, tetap
saja tambah ngebul merokoknya. Bahkan kemudian beliau menikah lagi dan dapat
anak cowok pun, tetap saja enggak berhenti merokoknya. Nggak semua laki-laki
bisa pegang janji kaya eyang kakungku, hehe. Jadi ingat waktu masih kecil kalau nemu rokok punya bapak, aku suka jilatin ujungnya yang manis itu lo, terus aku kembalikan lagi ke tempatnya, hihihi.
Qodarullah
suamiku pun perokok.Maklum dulu waktu masih jaman jahiliyah, aku nggak masukin
syarat ‘no smoking’, hehe. Dan
kayanya dulu aku nggak masalah juga sama aktivitas merokoknya sih, mungkin
karena udah biasa juga. Anyway, aku dulu
termasuk yang santai aja sama asap rokok, nggak yang pusing, pengen muntah atau
gimana. Bahkan aku juga sempat merasakan nikmatnya merokok di masa-masa liarku.
Ya untungnya nggak nyandu, jadi ketika suami (dulu masih pacar) nyuruh berhenti
merokok, ya udah berhenti. Meski dulu perjanjiannya kalau aku stop merokok, dia
juga bakalan nggak merokok lagi, tapi yaaa… begitu deh laki-laki, hehe. Tiap
kali ditanya atau aku godain “kamunya
ingkar janji, aku ngrokok lagi deh,” dia paling cuma bilang, “kamu kan cewek,
nggak pantas dilihat.”
Kalau
ditanya kenapa aku bisa berhenti merokok. Ya, karena nggak nyandu. Merokok
belum jadi kebutuhan buatku. Aku merokok saat pengen aja, nggak yang habis
makan kudu merokok, lagi buang air besar bawa rokok. Biasanya aku merokok kalau
lagi nongkrong bareng teman segang saat itu atau kepala lagi sumpek karena
masalah demi masalah menghampiri, enak aja kebal-kebul dan masalah terasa
hilang sesaat. Maklum dulu masih jauh banget sama Allah (btw, emang sekarang udah deket, sok banget euy, hihihi), belum intens
ikut ngaji dan belajar agama. Alhamdulillah sekarang ketemu banyak teman-teman
yang membawa dampak positif dan mencerabut akar-akar kenakalan serta kebodohan
di masa mudaku.
Suamiku
Mulai Beretika Saat Merokok
Saat
awal menikah, suami masih suka merokok di rumah, tapi nggak di dalam ruangan.
Kalau pengen merokok, dia bakal ke luar dulu. Kadang aku juga ikut nemenin sambil ngobrol,
pintu rumah kita tutup biar asapnya nggak masuk. Saat pergi makan di luar, dia masih merokok di dekatku. Perlahan-lahan
kebiasaan itu mulai berubah ketika aku hamil. Suami mulai sadar diri untuk
nggak merokok saat di dekatku. Kalau ada
temannya yang merokok di dekat kami, dia bakal menegur temannya buat matiin rokoknya
kalau itu teman akrabnya, “pateni sik
rokoke, bojoke hamil ki.” Kalau bukan teman akrab, ya dia ngajak aku pindah
tempat biar aku nggak terpapar asap rokok teman-temannya.
Apalagi
setelah anak-anak lahir, meski belum bisa berhenti tapi dia berusaha untuk
mengurangi semaksimal mungkin. Kalau dulu mungkin sehari bisa habis satu pack,
sekarang tiga batang rokok aja udah banyak buat dia. Itu pun dia hampir enggak
pernah merokok sama sekali di lingkungan rumah, kecuali lagi arisan
bapak-bapak, kerja bakti or nongkrong sama bapak-bapak, biasanya belum bisa menolak
untuk nggak merokok. Kalau aku kebetulan lihat, langsung dia matiin rokoknya
sambil nyengir, hehe.
Pulang
kerja pun suami nggak bakal langsung megang anak-anak. Dia bakal mandi dulu,
gosok gigi dan ganti baju, baru deh main sama anak-anak. Aku sangat apresiasi
usahanya ini. Meski tetap lah saban hari sounding ke dia, kapan berhenti
merokok. Sambil ngingetin dia akan janjinya kalau punya anak cowok bakalan
berhenti merokok.”Mumpung Affan masih
bayi belum merekam kalau ayahnya perokok lo, rela anaknya jadi perokok juga?”
Dan dia cuma bilang, “iya, iya.. bentar to, latihan dulu..”
Beberapa
hari yang lalu kita datang ke tempat makan. Di mana-mana isinya perokok, sampai
kita bingung mau duduk di mana, karena memang kita nggak makan di restoran yang
ada area non smoking – nya. Untung saat itu berencana beli lauk aja dan dimakan
di rumah, akhirnya aku memutuskan untuk menunggu di dekat motor. Saat itu Affan
habis pulang opname karena bronchopneumonia, kasihan dong kalau harus terpapar
asap rokok.
Sambil
menunggu pesanan kami jadi, suami mendekatiku, “wah, nggak bener nih yang pada ngrokok, nggak lihat tempat.” Aku cuma
senyum sambil komen, “ya gimana anaknya
mau aman dari asap rokok, wong ayahnya juga masih merokok. Meski kamu berusaha
untuk tidak merokok di dekat keluargamu, tapi kan kalau nggak di dekat kami,
kamu masih merokok. Tanpa sadar kamu pasti pernah mendholimi orang lain sama
asap rokokmu. Makanya berhenti dong, biar nggak mendholimi orang lain, jadi
anaknya juga nggak terdholimi gini deh.”
Suami
nggak terima tuh dibilang tanpa sadar udah mendholimi orang lain. “Aku kan kalau merokok lihat tempat, cuma
merokok di tempat yang isinya perokok semua. Kalau ada orang yang nggak merokok
di situ, terutama ibu-ibu dan anak-anak, aku bakalan pindah cari tempat lain,
teman-temanku juga bakal aku ajak pindah biar nggak meracuni orang lain.” Ya,
meski aku nggak seratus persen setuju sama pendapatnya, kan asap rokok dibawa
angin, entah berapa persen pasti ada yang dihirup sama non perokok, jadi selama
dia merokok bakalan ada yang didholimi sama doi. Tapi ya daripada jadi debat panjang
kali lebar kali tinggi, aku cuma berkomentar, “ciee, perokok beretika nih ye…”
4 Syarat Jadi Perokok Beretika
Dari
situlah kemudian aku kepikiran bahwa it’s
okay lah kalau kalian para perokok belum bisa menghentikan kebiasaan buruk
tersebut, tapi pleaseeeee jadilah
perokok beretika dengan jalanin poin-poin berikut ini;
#1 Merokoklah di Tempat yang Tepat
Tempat
yang tepat itu bukan public places. Cuma
aku nggak yakin mereka para perokok itu ngerti yang namanya public places.
Pengalamanku nih yang perokok malah lebih galak daripada yang nggak merokok.
Baru aku lirik karena dia asyik kebal-kebul di angkot atau di warung, udah
langsung nyolot aja “kenapa mbak, nggak
boleh merokok? Ini kan tempat umum!”
Nah
itu mas, pak, om, paklik, pakdhe, mbah… justru karena tempat umum kalian nggak
bisa dan nggak boleh merokok di situ. Lihat tuh asapnya sampai ke mana-mana,
ada wanita hamil, ada anak-anak… hargain dong! Cari tempat yang ada tanda
diperbolehkan merokok. Jauh? Susah nyari tempat khusus merokok? Ya, itu resiko
atas pilihan kalian sebagai perokok. Seperti yang aku bilang di atas, silakan
merokok tapi bertanggung jawablah sendiri sama pilihan tersebut, jangan ngajak
orang lain ngerasain dampaknya.
#2 Matikan Rokokmu Saat di Dekat Ibu Hamil, Anak-anak, Apalagi Bayi
Tiga
golongan ini rentan euy. Bisa nggak sih empati dikit. Lirik kiri kanan gitu loh
kalau mau nyalain rokoknya! Yang bikin jengkel itu kalau masih ada bapak-bapak
momong anaknya sambil bawa rokok, boncengin anaknya sambil ngerokok, ngobrol
sambil ngerokok setelah makan di warung – padahal di dekatnya ada istrinya yang
lagi hamil. Rasanya pengen nimpuk kepalanya sambil bilang, “pak, kamu mo mati duluan nggak papa, tapi sayangin
anak istrimu dong…”
Mbok
yao, kalau lagi asyik-asyiknya merokok terus ada non perokok di situ, terutama
ibu hamil, anak-anak dan bayi, matikan rokoknya. Pindah kek ke tempat lain,
atau dilanjut nanti saat tidak ada orang yang bakal terdholimi kalau kalian merokok.
Aku bakal respek banget nih kalau ketemu orang kaya gini. Emang ada? Ada tuh,
suamiku, hehe. Nggak ding, ada kok selain suamiku.. pernah lagi di mana gitu,
ada cowok merokok langsung dia matikan rokoknya ketika lihat aku sama anak-anak.
Tapi ya masih juarang pakai banget orang kaya gini.
Anyway,
kita yang nggak merokok pun lihat-lihat sikon ya. Kemarin baca salah satu
postingan mbak Grace Melia ikutan geli-geli gimana. Saat mbak Grace lagi makan
berdua aja sama suami, tiba-tiba ada orang yang menegur suaminya untuk berhenti
merokok karena orang tersebut bawa anak kecil. Padahal mbak Grace sama suami
sudah memilih tempat duduk di smoking
area, jadi sebenarnya sah-sah aja suami mbak Grace merokok. So, kalau kita lagi ke mall atau ke
restoran yang ada smoking area-nya,
kalau nggak mau terpapar asap rokok ya jangan nekat masuk ke area itu. Udah
bagus loh para perokok itu sadar diri merokoknya di ruangan khusus merokok,
nggak di sembarang tempat.
#3 Kalau Lagi Bertamu Ke Rumah Orang, Jangan Maksa Untuk Nyediain Asbak
Ini
terinspirasi dari cerita teman-temanku. Meskipun suami mereka bukan perokok,
tetap saja masih susah untuk menghindari asap rokok, terutama kalau ada kolega
suaminya main ke rumah. Padahal di rumah mereka sudah nggak ada asbak, masih
nekat minta asbak. Parahnya lagi para suami yang notabene pemilik rumah juga
sungkan sama tamunya, bukannya bilang “maaf
di rumah kami ada aturan nggak boleh merokok,” malah sibuk nyariin asbak
buat mereka. Akhirnya lepek atau kertas dijadiin asbak sementara. Mana para
tamu ini kalau udah ngerokok, asyik ngobrol, jadi lupa waktu dan nggak ingat
pulang.
Wahai
kalian para perokok kalau lagi bertamu ke rumah orang, lirak-lirik dulu di
rumah itu ada asbak yang tersedia nggak. Kalau nggak ada bisa dipastikan si
empunya rumah pasti nggak merokok, jangan jadi tamu yang nyebelin dan ngasih
racun ke rumah orang. Masih ngebet juga pengen merokok di rumah orang, minta
ijin dulu gih, “boleh nggak merokok di
sini?”
Tuan
rumahnya pun jangan sungkan, kalau memang ada aturan nggak boleh merokok,
bilang sama tamunya, “silakan pak kalau
mau merokok, tapi di rumahnya sendiri ya,” Hehe. Jangan kalah dong sama
suamiku. Meski dia perokok dia berani lo melarang tamunya buat nggak merokok di
area rumah kami. Setiap kali ada temannya perokok mau main ke rumah, dia sudah
mewanti-wanti, “kalau main ke rumahku
nggak boleh merokok, kalau mau merokok mending ketemuannya di tempat lain.”
#4 Minimalkan Racun Rokok dari Keluargamu
Kalaupun
belum bisa berhenti merokok secara total, setidaknya buktikanlah rasa sayangmu
sama keluarga. Pastikan untuk tidak merokok di dekat mereka. Jangan langsung
main peluk anak-anak saat kalian pulang kerja. Bersihkan badan dan gantilah
pakaian dengan yang baru, karena asap rokok menempel di baju dan tubuh kalian yang
secara tidak langsung bisa membahayakan keluargamu.
Pasti
kalau pun tulisan ini dibaca sama perokok yang ngeyelan, mereka bakal bilang “ribet banget sih… anak-anakku sehat-sehat
aja meskipun aku merokok di dekat mereka.” Woy, tubuh orang itu beda-beda,
pak. Ada yang rentan, ada yang kuat. Bahkan bisa jadi hari ini anak bapak nggak
kenapa-kenapa, kan kita nggak tahu setahun atau lima tahun atau sepuluh tahun
yang akan datang ketika racun rokok itu semakin mengendap di tubuh mereka.
Bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati to?
Buat
kita yang nggak merokok, mari dukung para perokok untuk kembali ke jalan yang
benar. Membuat perokok untuk bisa berhenti total itu butuh support system yang handal. Mari kita jadi support system tersebut. Kalau lihat ada perokok yang kebal-kebul
di tempat umum, jangan takut untuk menegur, kan sudah ada undang-undangnya. Semakin
banyak orang yang menegur, pasti para perokok pun lama-lama sungkan untuk merokok
di tempat umum. Kalau masih ada yang nggak sungkan, berarti udah nggak punya
hati, tenggelamkan saja!
Jangan
sediakan asbak di rumah. Pasang stiker, atau kalau perlu banner di depan rumah yang
menyatakan bahwa rumah kita adalah area bebas asap rokok. Kalau nekat merokok,
para tamu bakal kena usir pakai sandal melayang, hehe. Jangan bosan nyerewetin
suami-suami kita yang masih belum juga bisa berhenti merokok. Nggak papa lah
dibilang bawel, kan itu juga demi kebaikan mereka dan keluarga.
Akhir
kata, semoga kita bisa terhindar dari kepungan asap rokok, semoga anak-anak
Indonesia sehat selalu, nggak ada lagi berita bayi atau anak meninggal karena
asap rokok, nggak ada lagi berita perokok yang meninggal karena kanker dan
semoga para perokok tersadar bahwa merokok itu isinya cuma mudharat doang. Haruskah hanya untuk
kesenangan secuil dan sementara, kalian perlahan membunuh diri sendiri dan
orang lain?
Wassalammualaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
Tulisan ini
diikutsertakan dalam One Day One Post Blogger Muslimah
#ODOPOKT10
#OneDayOneStatus
#Day18
#BelajarMenulis
#IIPKaltimra
Bapakku juga perokok berat Mbak, nyandu sampe sekarang. Alhamdulillah suamiku bukan perokok padahal bapaknya perokok berat juga. Tahu kenapa? Karena katanya oernah coba-coba merokok tapi kepala jadi pusing ditambah mulutnya seharian terasa pahit, jadi kapok deh😊
ReplyDeleteAlhamdulillah ya mbak. Keren suaminya. Kalau kata bapak Dan suamiku kalau nggak merokok, malah mulutnya rasanya pait.
DeletePernah dua kali jatuh cinta sama perokok berat... Upsss.
DeletePadahal dari dulu gak suka sama perokok. Alhamdulillah, suami bukan perokok. Meski pernah nyoba sekali abis itu batuk pas masa remajanya. Sama kayak aku nyobain sekali 1/2 batang, kapok. Aneh gak ada rasa kayak kertas dibakar aja
Dan sampai sekarang selalu terganggu dengan bau rokok kalau lagi ketemu perokok
Alhamdulillah ya mbak dapat suami nggak perokok. Aku masih PR banget nih buat bikin suami bener2 berhenti merokok.
DeleteMemang nyebelin banget asap rokok itu, mari tenggelamkan saja para perokok Tak beretika hehe.
Kalau di keluargaku bapakku, adikku, suamiku gak merokok, adik iparku iya merokok, tapi kita suruh di luar, kalau di keluarga suamiku,kakak ipar dua merokok di dalam rumah, bapak mertua mah enggak, cuma gak betah kalau ada yang merokok,bahaya perokok pasif soalnya, di kantor juga yang di luar ruangan haduh bisa kumarahin itu mah heuheu
ReplyDeleteAku dari kecil udah gak nahan ama aroma rokok, kepala langsung pening. Alhamdulillah suami gak merokok.pdhal bapak dan kakaknya merokok. Kalo ada tamu yang merokok, diajakin suami duduk di luar rumah trus pintunya ditutup. Kalo aku sendiri sedang myampur di lokasi yang ada perokoknya ya nutup hidung aja. Sebel kalo lihat perokok sembarangan
ReplyDelete