Assalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Sunday is coming! Pasti lagi seseruan bareng keluarga nih… ada agenda apa hari ini? Kalau aku sih insya Allah nanti siang mau kondangan lanjut kumpul bareng panitia acara wisuda kelas matrikulasi Institut Ibu Profesional batch #4. Tapi sebelum berkutat dengan agenda hari ini, aku mau berbagi tentang kajian yang aku ikuti pada hari Sabtu, 9 September 2017 lalu.
Adalah tugas kita menjadi suami/istri yang siap merawat cinta sampai akhir hayat. Menumbuhkan benih cinta setiap hari pada pasangan yang sama.
Pun tugas kita untuk selalu menjaga pasangan agar tetap setia.
Menjaga pasangan agar dihindarkan dan dijauhkan dari gangguan para 'penggoda' di luar sana. Terutama di era digital/sosial media saat ini.
Saling menjaga agar senantiasa berada pada jalan kebenaran. Kemudian, berjalan bersama menunaikan perintahNya sebagai bentuk ketaatan kita pada Allah subhahanahu wata'ala.
Menjaga tanpa membatasi ruang gerak pasangan.
Menjaga tanpa menghilangkan rasa percaya..
Sebab setiap pernikahan akan selalu diuji sepanjang kehidupan kita.
Wuiss, membaca prolog yang disampaikan oleh admin HSMN (Homeschooling Muslim Nusantara) wilayah Semarang sebagai penyelenggara kajian dengan tema "Merawat Cinta dan Kesetiaan di Tengah Badai Medsos" tersebut, hatiku langsung bergetar.
Namun kalau boleh jujur, kemarin itu aku agak setengah hati datang ke lokasi acara yang bertempat di Masjid As Shobur, Ponpes Saubari Bening Hati, Jalan Bukit Kencana Raya No. 7 Meteseh Tembalang. Sebenarnya pada hari itu ada dua acara yang menarik perhatianku. Selain acara kajian dan silaturahmi bareng HSMN ini, ada lagi satu acara kopi darat bareng teman-teman blogger Gandjel Rel di Biznet Pandanaran yang mengusung materi tentang copywriting.
Sebagai istri yang baik (eits, dilarang muntah….hehe), aku meminta saran dan ijin dari suami, manakah acara yang harus aku datangi. Meski sebenarnya dalam hatiku aku sudah tahu jawaban suami. Fyi, aku nggak ngeshare e-flyer dari HSMN – jadi suami nggak ngerti tema pengajiannya, cuma bilang HSMN dan Gandjel Rel ada acara di hari dan waktu yang sama, yang satu tempatnya di sini, yang satu tempatnya di sono. “Datang ke acara HSMN aja, bun. Selain lokasinya dekat, materinya juga pasti tentang pendidikan atau parenting kan?”
Mendapat jawaban yang sudah aku duga, aku sih merasa dikuatkan saja untuk tambah semangat menanti hari H tiba. Namun dalam penantian menuju hari H, membaca point-point yang akan disampaikan oleh mbak Wuri sebagai pemateri di acara kopdar Gandjel Rel, aku kok semakin ngiler dan mupeng hadir ke acaranya. Materinya oke dan penting banget untuk kukuasai menurutku. Lalu aku menyampaikan kemupenganku itu ke pak suami, lumayan ngedrel sih penyampaiannya. Eh, ternyata doi tidak berkenan. “Ya ya datang aja, terserah kamu lah…” Wajahnya pun seketika menjadi masam. Sebuah kalimat pelan kudengar perlahan “dibilangin jauh kok ngeyel..”
Dapat ijin yang terpaksa nih kalau begini ceritanya. Daripada nggak berkah, akhirnya aku pun nggak meneruskan keras kepalaku dan memutuskan untuk pergi ke acara HSMN saja sesuai dengan kesepakatan awal.
***
Ternyata memang benar Allah itu tidak selalu mengabulkan apa yang kita inginkan, tapi Allah memberikan apa yang benar-benar kita butuhkan. Begitu juga dalam hal ini, aku ingin belajar copywriting karena aku merasa membutuhkannya dalam ikhtiarku menjemput rezeki. Namun ternyata menurut Allah aku lebih membutuhkan ilmu yang disampaikan oleh ustazah Dyah Woro Haswini.
Seingatku ini kali ketiga aku mendapat kesempatan untuk belajar dari Ustazah Woro. Dan kesanku tentang Bu Woro masih tetap sama; beliau jago menyampaikan materi yang berat dengan cara yang fun, tanpa mengurangi bobot dan esensi materi, beliau juga lihai menyampaikan sesuatu yang langsung menghujam ke ulu hati. Ngaji hari itu rasanya aku kaya ditampar dan dijewer berkali-kali.
Pernikahan adalah hubungan yang harus berjalan dalam kerangka syariat, jika meninggalkan syariat maka bukan pernikahan namanya. Saat awal-awal menikah, bunga bertebaran dimana-mana, hati bergemuruh, senyum selalu tersungging adalah hal yang biasa. Namun dengan seiring waktu berjalan, romantisme itu semakin luruh. Yang awalnya manis, lama-lama menjadi pahit. Apalagi yang awalnya tidak ada manisnya sama sekali, pahitnya mungkin jadi dobel kuadrat ya?
Eits, tidak selamanya seperti itu juga kok. Bisa jadi yang awalnya tidak manis, tidak ada cinta sama sekali, justru semakin tahun cintanya bertumbuh semakin kuat. Sudah banyak yang membuktikan, terutama yang mengawali pernikahan lewat taaruf, pernikahan mereka tidak melulu soal cinta yang menye-menye. Jangan samakan dengan aku atau mungkin teman-teman yang sempat mengalami masa jahiliyah dulu, biasanya memutuskan menikah karena cinta. Cieee, setelah sepuluh tahun menikah.. apa jadinya? Makan tuh cinta.. hehe.
Pada dasarnya pernikahan itu tidak harus dilandasi oleh cinta, namun untuk mempertahankan pernikahan kita membutuhkan cinta. Oleh karena itu wajib hukumnya bagi pasangan suami istri untuk menumbuhkan cinta, menjaga dan merawatnya. Sayangnya kesibukan, kebutuhan dan tetek bengek kehidupan seringkali membuat kita lupa untuk menumbuhkan cinta. Maka jangan heran kalau kini semakin banyak kasus pelakor mencuat di media sosial. Naudzubillahi min dzalik.
Mengenal Kewajiban Suami dan Istri
Hampir semua wanita itu paling pintar mengoreksi kesalahan orang lain, apalagi kesalahan suami. Eh, hooh nggak sih? Jangan-jangan cuma aku…
“Yah, kok begini sih….”
“Yah, harusnya tuh kamu begitu….”
“Aku tuh maunya kamu A, B, C, Z…”
“Ah, kamu tuh nggak pernah ngertiin aku…”
Well, kira-kira begitulah drama yang bisa jadi muncul di dalam rumah tangga kita (or rumah tanggaku aja?). Laki-laki sama perempuan itu sudah dari sononya diciptakan berbeda, jadi ya wajar kalau nggak pernah ketemu dan jarang ngeklik. Nggak bisa dipaksakan laki-laki yang mengutamakan logika untuk bisa mengikuti alur hati perempuan yang banyak bapernya. That’s why diperlukan kerendahan hati untuk saling mengenal, mengerti dan memahami.
Masa istri terus yang harus memahami suami, mereka nggak berusaha gitu? Bu Woro mengingatkan kewajiban suami ada dua; menjadi imam dan menafkahi keluarganya. Menjadi imam itu nggak cuma ngimami sholat ye, menjadi iman itu artinya harus mampu mendidik anak istri, bahkan bertanggungjawab atas dosa anak istrinya. Menafkahi keluarga itu ya berusaha mencukupi papan, sandang, pangannya anak dan istri.
Selama seorang suami masih menjalankan dua kewajiban tersebut, maka istri nggak perlu repot-repot protes. Tapi suamiku galak, bu… suamiku pelit, bu… suamiku kasar, bu… suamiku abcdz…. “Itu urusan dia sama Allah,” ujar bu Woro yang jleb banget. Daripada kita terus nyereweti suami buat ABCD sampai Z yang seringkali masuk kuping kanan keluar kuping kiri dan bikin kita tambah sakit hati, mending kita fokus saja untuk memenuhi kewajiban kita sebagai istri terhadap suami. Udah pada tau dong ya apaan?
Yoi, T.A.A.T!
Cuma satu doang lo kewajiban seorang istri kepada suami… tapi pelaksanaannya? Tidak semudah menuliskan empat huruf tersebut. Contoh sederhananya ya kisah prologku di awal, udah ngerti pak suami ngasih ijinnya untuk datang kajian, kok ya kudu ngedrel datang ke acara lain dan bikin pak suami jadi bad mood.
So, sudah seberapa taat nih sama suami, pals?
Tiga Hal yang Dirindukan Suami dan Anak
Ngurusin anak dan suami itu pada dasarnya sama kok. Kenapa kok kita sering pusing dan baper saat ngurusin mereka, dan ujung-ujungnya merasa nggak bahagia? Ya, sebenarnya karena kita sendiri yang memutuskan untuk tidak bahagia. Karena kita tidak mau mencari tahu apa yang diinginkan, dibutuhkan dan dirindukan oleh suami dan anak. Karena kita cuma fokus pada apa yang kita mau dan seringkali cuma pintar menuntut.
Coba kalau kita selalu berani berbahagia dalam kondisi apapun. Anak numpahin air, senyumin aja. Anak kan lagi belajar, sekalian deh ajarin dia untuk melap lantai yang basah. Anak mecahin gelas, senyumin aja. Justru dapat kesempatan untuk memberi tahu dia bahayanya kaca kalau kena kaki. Anak tanya ini itu, senyumin aja. Itu tandanya anak kita cerdas. Anak pethakilan nggak bisa diem, syukurin lah… berarti anak kita sehat.
Suami pulang telat nggak ngabarin, woles aja sai. Siapa tahu dia ada lembur berarti kan dapat uang lembur, Alhamdulillah dapat tambahan belanja deh. Suami ngegame melulu nggak mau bantuin ngurus anak, be cool jeng. Kali aja dengan ngegame dia jadi lebih rileks setelah seharian kerja. Suami manja, apa-apa minta disiapin, dilayani. Alhamdulillah, berarti kita nggak kekurangan kerjaan di rumah, ada yang diurusin, insya Allah dapat surga pula.
Nah, daripada kita terus baperan mikirin suami dan anak yang kayanya menimbulkan segudang masalah setiap hari, mending kita cari tahu yuk tiga hal yang dirindukan suami dan anak dari sosok ibu. Menurut Bu Woro ini nih tiga hal tersebut;
Satu, ibu yang bisa memasak
Bisa lo, nggak harus pandai. Pantesan aku masak tempe sama sop melulu, suami dan anakku nggak pernah protes, hihi, yang penting masak aja udah seneng banget mereka. Masakan ibu akan selalu dirindukan, bahkan meski masakan warung lebih enak sekalipun. Hiks, jadi kangen ibu.
Dua, ibu yang pandai mendengar
Sudahkah kita lebih banyak mendengar daripada berbicara? Kebanyakan ibu terkenal dengan kecerewetannya, dari ujung rambut sampai ujung kakinya suami dan anak selalu saja ada yang dicereweti. Padahal ternyata yang dibutuhkan dan dikangenin dari kita bukan kecerewetan kita lo, tapi keinginan kita untuk mendengar cerita mereka, keluh kesah mereka, kebahagiaan mereka. Cukup mendengar, anak dan suami akan merasa dihargai.
Tiga, ibu yang pandai memijat
Sentuhan memberikan efek menenangkan. Makanya bayi yang dipijat oleh ibunya sebelum tidur akan jauh lebih nyenyak tidurnya daripada bayi yang tidak pernah dipijat. Sentuhan ibunya mengalirkan rasa cinta dan nyaman.
Begitu juga suami, pijatan istri akan memberikan ketenangan dan kenyamanan. Eh, kalau suami sambat capek kita malah manggilin tukang pijat. Hellooooo…. Hilang deh satu pintu surga, hehe.
Mulai sekarang kalau perlu kursus pijat buat nyenengin suami. Kalau tangan jadi kebas karena badan laki cenderung keras, belajar aja pijat refleksi.
Anyway, bahagia nggak bahagia itu kita yang menentukan kok. Kebahagiaan kita seharusnya tidak bergantung pada sikap anak dan suami, justru kita perlu berbahagia agar bisa terus membersamai dan membahagiakan mereka. Bahagia itu tentang berani menempatkan sudut pandang kepada hal-hal positif.
Tujuh Cara Menaklukkan Hati Suami
“Capek aku ngertiin suami, tapi dianya nggak mau ngertiin aku.”
“Suami nggak mau tahu aku seharian di rumah ngurus ini itu, dia cuma minta dilayani aja.”
“Aku tu nggak minta macem-macem, cuma pengen dia lebih sayang, lebih lembut, lebih perhatian.”
Nggak sekali dua kali aku dapat curhatan semacam itu. Padahal sebenarnya yang dicurhati nggak jauh beda sama yang curhat, wkwkkwk. Tapi saat dapat curhatan begini, aku justru bersyukur karena bisa jadi itu cara Allah untuk memberikan solusi kepadaku.
Kan kalau dapat curhatan begini enggak mungkin juga aku jadi kompor meleduk yang malah bilang “emang kok laki itu begitu.. dasar ye laki dimana-mana sama… “ At least, aku tetiba jadi sok bijaksana meminta teman-teman yang curhat untuk inhale – exhale, tenangkan diri, jangan kebawa emosi, dan sebagainya.
Setelah melewati sesi-sesi curhat tersebut, aku biasanya jadi merenung sendiri, iya juga.. kenapa aku mesti jengkel sama suami, kan harusnya aku begini. Memang Allah mah luar biasa kalau kasih jalan keluar, tinggal kitanya aja mau nggak baca sinyal dariNYA.
Sebenarnya kejengkelan dan kebaperan kita sama suami itu bisa perlahan berkurang kok kalau kita tahu kuncinya. Bu Woro menyampaikan ada tujuh cara untuk bisa menaklukkan hati suami. Kalau kita berhasil melakukannya, insya Allah suami bakal bertekuk lutut dan kemintil-mintil sama kita.
1. Menjaga izzah (harga diri) suami
Laki-laki itu tinggi harga dirinya dan kita sebagai istri harus mampu menjaga izzahnya. Contoh sederhana, suami tipe orang yang nggak suka bersilaturahmi dengan keluarga besar, akhirnya kita sering dah pergi-pergi sendirian ke acara keluarga.
Pasti nggak Cuma satu dua yang bakal tanya suami kita kemana. Biasanya istri akan menjawab “iya nih, suami malas kalau diajak kumpul, ngegame aja di rumah, bête…” Ternyata dengan kita jawab begini artinya kita tidak menjaga harga diri suami.
Okelah kita mungkin jengkel, tapi akan lebih baik kalau kita jawab “iya maaf bulik, suami lagi ada kerjaan lembur, jadi nggak bisa datang deh.” Bukankah istri adalah pakaian untuk suaminya? Maka sudah sepantasnya kita tidak membuka kekurangannya di muka umum.
2. Menjaga mata suami
Sudah fitrahnya laki-laki itu suka melihat yang indah dan bening-bening. Jadi kalau di luar sana banyak yang bening-bening, ketika sampai rumah kita suguhi penampakan daster bolong bau bawang, jangan salahkan suami kalau lama-lama ilfil.
Bukan nggak boleh pakai daster ye, tapi yang bolong dieliminasi dulu lah, pakai yang masih enak dilihat. Semprotin wangi-wangian biar bau bawangnya ilang, syukur-syukur kalau bedakan dan lipenan tipis-tipis.
Meski awalnya pasti bakal ditanya, “mo pergi kemana bu?” Hehe. Tapi jangan khawatir, aslinya mah suami senyum-senyum dalam hati.
Selain penampilan diri, kebersihan rumah juga hal yang perlu kita perhatikan. Masa nggak kasihan sih, seharian suami kerja ngurus ini itu, capek, pengennya sampai rumah istirahat dan ketemu anak istri. Eh, ternyata baru buka pintu rumah kaya kapal pecah.
Meski beberapa suami maklum, namun bukan berarti pembenaran buat selalu seperti itu, pals. Saatnya mengkaryakan anak untuk lomba membersihkan rumah sebelum ayah pulang, hadiahnya boleh cium ayah pertama kali.. seru kan? Anak senang, suami senang, ibunya apalagi.
3. Menjaga farji (kemaluan)suami
Nggak perlu panjang lebar kalau soal ini. Sudah jelas ya, nggak boleh sekalipun kita nolak saat suami minta.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ اِمْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا اَلْمَلآئِكَةُ حَتىَّ تُصْبِحَ
“Apabila suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya lalu istri enggan sehingga suami marah pada malam harinya, malaikat melaknat sang istri sampai waktu subuh.” (HR. Bukhari: 11/14)
Kalau suami minta jatahnya setiap hari gimana, kan capek, masih ngurus ini itu endebra endebre. Bu Woro memberikan solusi cantik, “rajin olahraga, makan yang bergizi, cukup istirahat. Insya Allah kuat. Allah itu menciptakan manusia dengan kekuatan super kok, percaya aja deh.”
4. Menjaga tidur suami
Suami yang kurang istirahat akan mudah emosi. Kalau emosinya tidak stabil, siapa yang kena? Kita dan anak-anak to? Jadi, jangan baper kalau suami di rumah sering tidur, padahal kita lagi sibuk ini itu. Kalau kata suamiku ketika aku tanya kenapa dia gampang banget tidur kalau di rumah, “itu artinya aku nyaman di rumah ini bersama kamu dan anak-anak.” Ehem ehem.
5. Menjaga perut suami
Ini jeweran buat aku yang sering menyepelekan soal ini. Nggak sempet masak, beli. Entah udah berapa kali dia pulang ke rumah sambil bawain lauk.
Suami mau berangkat kerja, nasi belum mateng. Meski dia seringnya nggak mempermasalahkan, malah yang ada dia nyariin sarapan buat aku juga. Makanya kalau tahu hari itu aku masak, bisa bertubi-tubi pujian doi buat aku. Mau enak atau nggak pasti bakalan dilahap.
6. Menjaga keluarga suami
Lagi-lagi ini juga jadi PR buat aku. Aku merasa sampai hampir sepuluh tahun menikah sama doi, aku masih belum bisa dekat sama keluarganya. Hiks.
Dan dari pengamatanku selama ini, hampir semua istri pernah punya masalah sama keluarga suami, entah itu masalah besar ataupun sepele. Bu Woro mengingatkan “jangan berharap suami akan membela kita di depan keluarganya.
Bukan karena tidak sayang sama kita, tapi itu salah satu menjaga harga dirinya.” Noted. Sering banget kan ya baper karena suami lebih condong ke keluarganya, bahkan meski ia tahu kita nggak salah atau nggak seperti yang dimaksud. Tapi sentilan bu Woro jadi lebih menguatkan nih.
Bener juga… meski pun nggak dibela, tiap hari suami pulangnya kemana, siapa yang dia nafkahi, siapa yang dia temani? Hanya karena nggak dibela sekali tidak lantas cintanya suami hilang melayang kok.
Nah, sekarang tugas kita untuk menjaga silaturahmi dengan keluarga suami. Meski terkadang tidak mudah dilakukan, namun cobalah kita tanya ke hati paling dalam, adakah ruginya jika kita melakukannya?
Sama sekali tidak ada kerugiannya, banyak manfaatnya ya pasti. Memastikan suami untuk selalu birrul walidain adalah salah satu hal paling romantis yang bisa dilakukan oleh seorang istri.
7. Menjaga amanah suami
Tidak menerima sembarang tamu saat suami tidak di rumah, mengatur uang yang dia berikan dengan cermat, mengasuh dan mendidik anak-anak dengan baik, menutup aurat saat berada di luar rumah adalah sebagian hal yang bisa kita lakukan dalam rangka menjaga amanah yang diberikan suami kepada kita.
Jangan lupa pula untuk mengucapkan terima kasih untuk amanah yang suami titipkan kepada kita. Meski nafkah adalah kewajibannya, namun mengucapkan terima kasih saat ia menyodorkan berlembar uang untuk kita kelola adalah hadiah sederhana yang bisa kita berikan kepadanya.
Betapa kita bersyukur dengan apa yang ia berikan, betapa kita khidmat atas apa yang ia perjuangkan. Berbagilah kebahagiaan bersamanya, bukan berbagi beban. Selain terima kasih, mengucapkan maaf untuk kesalahan yang kita sengaja atau tidak juga merupakan bumbu untuk memasak cinta agar lebih sedap.
Btw, kira-kira dari tujuh hal ini sudahkah kita melakukan semuanya, pals? Jika sudah dan suami masih saja belum bisa ditaklukkan, usir cantik rasa capekmu.
Sentilan lain yang aku dapat dari bu Woro pada Sabtu itu, “ingatlah bahwasanya cinta itu memberi. Bukankah tangan di atas jauh lebih baik dari tangan di bawah? Dan memberi itu surga ujungnya. Bahkan kalau perlu kita berkorban.”
Boleh saja lelah, tapi seperlunya. Sesekali menepi dan menenangkan hati juga perlu, tapi menepilah dengan cara yang baik. Misalnya pergi kajian dan meminta saran dari murobbi atau sahabat-sahabat shalihah bisa membantu menguatkan diri.
Batu karang saja lama kelamaan bisa hancur jika terkena air laut terus-menerus. Begitu juga suami, insya Allah hati yang keras pun akan tertaklukkan jika kita tak lelah mencoba.
Selain menerapkan tujuh cara di atas, kita juga perlu belajar untuk mencintai suami dengan cara yang ia minta. Misalnya, kita tipe orang yang suka kirim pesan, tapi suami tidak.
Ya sudah rem keinginan kita untuk mengirim pesan karena justru akan mengganggunya. Misalnya, kita tipe orang yang suka dipeluk, tapi suami tidak. Ya sudah jangan peluk-peluk dia, mungkin dia lebih nyaman digenggam tangannya atau dipijat.
Itulah kenapa penting untuk mengenal bahasa cinta suami. Apakah suami tipe orang yang bahasa cintanya melibatkan sentuhan, ataukah suami tipe orang yang suka dimotivasi.
Ada juga suami yang bahasa cintanya adalah hadiah, jadi dia merasa dihargai dan dicintai ketika kita memberikannya hadiah, meski bukan barang yang mahal. Ada pula suami yang senang sekali dengan pujian, maka taburilah dirinya dengan pujian demi pujian agar ia tahu kita sangat mencintainya.
Pola asuh, lingkungan dan background keluarga suami sangat membentuk karakter dan sifat suami, maka menyempatkan waktu untuk observasi tentang dirinya adalah cara terbaik untuk menumbuhkan dan menjaga cinta.
So, sudah seberapa kenalkah kita dengan suami?
Empat Cara Ampuh Mengatasi Prahara Rumah Tangga
Tidak ada satupun pasangan suami istri yang ingin rumah tangganya bergejolak apalagi hancur. Namun entah itu kecil atau besar, setiap rumah tangga pasti memiliki masalahnya masing-masing.
Sayangnya seringkali kita lebih suka mengedepankan ego dan nafsu dalam menyelesaikan permasalahan yang ada, dan kita lupa menyertakan Allah dalam setiap ikhtiar kita untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Berikut ini cubitan terakhir dari bu Woro mengenai cara mengatasi masalah rumah tangga;
1. Mengadulah pada Allah
Selama ini ketika kita tersungkur dalam sujud yang panjang, mana yang lebih banyak kita lakukan; meminta atau mengadu pada Allah? Jika selama ini kita banyak meminta, maka bantinglah setir mulai saat ini untuk lebih banyak mengadu pada Allah. Adukan semua permasalahan dan rasa yang ada di hati, baru kemudian minta kepadaNya untuk menyelesaikan semua masalah.
Kenapa harus mengadu? Karena seringkali aduan kita tidak selalu benar, dan jika kita mengadu pada manusia, bukannya mendapat solusi yang tepat malah banyak yang menjerumuskan. Beda ketika kita mengadu pada Allah, IA akan menunjukkan kondisi dan solusi yang benar.
2. Dekati Al Quran
Jangan baca ramalan bintang, primbon apalagi mendatangi orang pintar saat masalah rumah tangga menghampiri. Ambil Quran dan perbanyaklah tilawah, insya Allah hati lebih tenang, pikiran menjadi lebih jernih sehingga kita bisa memutuskan sesuatu tanpa diliputi hawa nafsu, amarah dan prasangka.
3. Sempurnakan Akhlaq
Teruslah berbuat kebaikan. Penuhi hari dengan aktivitas positif, berkumpul dengan orang-orang sholih, beranikan diri untuk berbahagia di setiap kondisi.
Membalas perbuatan buruk dengan hal yang buruk justru akan membuat kita semakin galau. Namun jika kita terus memenuhi diri dengan kebaikan, Allah yang akan menyelesaikan semuanya untuk kita. Tugas kita hanyalah terus berbuat baik, masalah hati dan hidayah suami pasrahkan saja pada Allah karena IA sang pemilik hati.
4. Usir Cantik Bapermu
Banyak rumah tangga menjadi goyah hanya karena istri mudah tersinggung. Suami pulang telat, curiga. Suami nggak kirim pesan merasa nggak disayang. Suami tidur melulu kalau di rumah bikin mata kelilipan. Dan masih banyak lagi.
Biar nggak baperan piye dong, namanya juga perempuan gitu loh. Baperan boleh saja…. Asal pada tempatnya (nyanyikan ala Begadang-nya Bang Rhoma ye, hehe).
Bu Woro bilang kuncinya tetap kembali ke nomor satu. Kalau kita sudah biasa berdekatan dengan Allah, insya Allah saat kita baper, Allah bakal nunjukin kondisi yang sebenarnya.
So, kalau boleh ditarik kesimpulan, mengatasi masalah rumah tangga intinya “Cuma Allah, Allah Lagi dan Allah Terus.” Kita nggak ada apa-apanya tanpa Allah, jadi teruslah untuk husnuzon billah.
Selalu berprasangka baiklah pada Allah, ingat lo Allah itu sesuai dengan prasangka hambaNya. Maka yakinlah setiap masalah yang hadir dalam kehidupan kita pasti ada maksud tersembunyi yang ingin Allah sampaikan. Jangan lelah untuk menggali rahasia tersebut. Bahkan daun saja tidak akan jatuh jika Allah tak mengijinkan to?
Momen terharu saat kajian bersama bu Woro kemarin yaitu ketika beliau meminta para peserta kajian untuk menuliskan kebaikan suami sebanyak-banyaknya dalam waktu 1 menit saja. Hasilnya?
Ternyata tidak ada satupun peserta yang mampu menulis dua puluh lima kebaikan suami dalam 1 menit. Hayo, kalau kalian bisa nggak, pals. Cuma dimenitin ya, lalu tuliis kebaikan-kebaikan suami. 1 menit aja lo waktunya, coba dapat berapa kebaikan suami?
Apa yang kita rasa setelah melalui proses menulis kebaikan suami tersebut? Cuma ada rasa haru betapa selama ini kita terlalu fokus pada kekurangan suami, dan tidak pernah menyadari kebaikannya. Padahal aslinya kebaikan suami juaaaauh lebih banyak dari kekurangannya!
Setelah menyadari hal tersebut, rasanya pengen segera pulang ke rumah dan peluk suami, and tell how much I love him, thank him for everything he had done for our family. Pokoknya mellow, sesenggukan berjamaah deh saat itu.
Well, kita toh bukan perempuan sempurna, maka wajar jika kita mendapat lelaki yang juga tidak sempurna to? Itulah kenapa kita ditakdirkan bersama dengannya, bukan untuk saling menuntut, namun saling memahami dan mengisi.
Suami dan istri seharusnya memiliki 100 persen kebaikan, namun tidak selamanya seperti itu. Bila kita merasa kebaikan suami masih kurang, maka tugas istrilah untuk menambalnya.
Jika suami baiknya baru 98 persen, maka kita harus memiliki kebaikan 102 persen. Jika menurut kita suami baiknya cuma 80 persen, maka kita harus berikhitiar agar bisa memilki kebaikan 120 persen.
Kita bukan Khadijah, maka jangan pula menuntut suami seperti Muhammad. Namun yang pasti, kita bisa belajar dari Khadijah. Tugas kita hanya perlu memperbaiki diri kita, insya Allah suami perlahan akan mengikuti.
Yang udah ngaji, ayo terus istiqomah. Yang belum ikut ngaji, ayok deh ikut ngaji… kata suami dia jauh lebih seneng setelah aku rutin ikut liqo, katanya jadi lebih sabar, nggak cemburuan akut, nggak bawel, nggak ketinggian nuntut ini itu.. wkwkwk. Alhamdulillah ya…
Dan apa yang aku dapat? Tanpa disuruh-suruh dia pun mau ikut liqo bapak-bapak. Meski grup liqonya sering nggak lengkap kehadirannya, bahkan sering dia datang sendirian, tapi alhamdulilllah doi selalu semangat ketika jadwal liqonya datang. Maka itu aku berani bilang, sama halnya kaya mendidik anak, ubah diri kita dulu. Suami pun begitu, pengen dia lebih baik? Ubah diri kita dulu!
Saat suami bekerja dengan tujuan untuk menafkahi keluarga itu artinya dia sedang jihad fi sabilillah, berjuang di jalan Allah. Dan saat suami berjihad, pantaskah kita untuk menyematkan rasa curiga, rasa cemburu, rasa lelah karena seharian ngurus anak dan rumah. Marilah berjihad bersamanya dengan menjaga keluarga sebaik-baiknya.
***
Alhamdulillah, meski awalnya setengah hati datang ke acara, ternyata pulang-pulang justru dapat pengalaman yang mengkayakan hati dan jiwa untuk berproses menjadi istri yang lebih baik. Btw, saat acara kajian berlangsung, anak-anak yang ngintil ibunya nggak bosen lo, karena ada banyak kegiatan menarik yang bisa diikuti.
Dari menggambar, permainan tradisional hingga panahan. Pokoknya Sabtu kemarin seruuu bangeeeet! Nggak cuma ibunya yang tambah pinter, anaknya pun happy.
Kalau ada kesalahan dalam menyampaikan ulang materi kajian, maka itu mutlak kesalahanku dalam menangkap isi materi. Ambil yang baik-baik aja ya.
Semoga bermanfaat, maaf ye kalau kepanjangan, suka khilaf kalau udah nulis dan sampai jumpa di postingan berikutnya, pals! Makasih buat yang sudah mampir… Happy Sunday!
Wassalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
note; foto kegiatan by Mbak Fajar Arista
Huhuhu.. Padat banget ya materinya kemarin. Bikin baper lagi membacanya
ReplyDeleteThanks for sharing :)
Iya mbak.. benernya mau aku pecah jadi dua artikel, tp kok feel nya jadi ga kuat. Ya sudah nekat diterbitin dalam satu artikel hihi..
DeleteMasyaallah...keren.
ReplyDeleteMudah-mudahan ttp Allah beri kesempatan belajar copywriting next time ya mbak...
Krn yg ini jelas bermanfaat buat mbak Marita dan juga banyak org lwt sharingnya
Jzklh khoiron katsiero
Waiyyaki.
DeleteInsya Allah Ada kesempatan lain belajar copywriting nya.. ilmu yang ini jauh lebih berguna buat aku sekarang, secara masih suka seenaknya sendiri jadi istri.. hiks.. kangen liqo sama Bunda..
MasyaAlloh walhamdulillah.. jazakillah khoir y mb marita untuk resumenya. Bermanfaat bgt buat kita para wanita
ReplyDeleteWaiyyaki. Ya mbak, nggak nyesel hadir pas acara meski awalnya setengah hati datangnya.
DeleteThanks for sharing, mbak :)
ReplyDeleteterimakasih atas informasinya jangan lupa kunjungi kami
ReplyDeletedi http://idblackwalet.com/
Sama2
Deletekomplit ya mbak.. makasih
ReplyDeleteHahaha.. kepanjangan ya mbak .. maaf kl sudah nulis suka ga bisa berhenti hehe
Deleteberarti kaya ilmu mbak, kaya ide kaya wawasan.. mantap dong
DeleteSungguh detail n komplit banget nih artikelnya mbak Marita.Semoga bermanfaat untuk para istri sholehah
ReplyDeleteAamiin. Makasih udah mampir mbak.
DeleteMakasih sharingnya ya mba.
ReplyDeleteKumplit dan enak dibaca artikelnya. :-*
Makasih mbak Hapsari :)
DeleteBaca dari awal sampai akhir karena gabisa berhenti di tengah-tengah.. point-point yang disampiakan bagus sih tapi ada beberapa (atau malah banyak) yang ga sreg di hati.
ReplyDeleteKalau istri harus mutlak semuanya nurut sama suami kok kaya ga ada sisi demokratisnya sama sekali ya.. Ya sih taat tapi masa kalau a ya harus a, b harus b? Kaya diktaktor dong *ops
hehehe
IMO, kalau emang ada hal yang harus didiskusikan ya bolehlah diskusi, gapapa kan nego2 dikit ga harus istri trs yang nurut sama suami. Suami istri sama2 harus menurunkan egonya dalam berumahtangga. :)
Yang bilang Istri harus TAAT itu Allah mbak, lewat rasulNya tentunya. Nah tinggal Kita mau ngimani nggak kewajiban itu? Kenapa dibuat seperti itu, pasti
DeleteAllah punya maksud tersendiri, tinggal mau nggak Kita menggali maksud Allah tersebut.
Taat bukan berarti juga menghilangkan diskusi Dan komunikasi.. tp sadar akan koridor yang dimiliki masing2..
Belum nikah ya? Nikah dulu deh mbak, insya Allah jadi lebih paham..
FYI, sekarang lebih banyak gugatan cerai datang Dr pihak wanita, mungkin salah satunya karena banyak wanita yang mulai lupa untuk taat :)
Aq kemarin pengen ikut, tapi kebetulan ikut suami yg ada acara di luar kota. insyaAllah pengen ikut kajian berikutnya. Terimakasih sharingnya mbk, baca ini jadi bikin mikir, aq jadi istri seperti apa
ReplyDeleteSama2 mbak.. iya jadi pecutan utk terus lebih baik :)
DeleteAlhamdulillah Suamiku udah takluk manut gak neko2, kalau aku mah saling aja ma suami, aku bantu cari uang, suami bantuin pekerjaan rumah, mau apapun itu dikerjakan berdua, semoga selalu taat pada aturan agama dan sunah rosul, semoga Allah senantiasa rumah tangga kami sakinah mawaddah waraah Aamiin
ReplyDeleteAamiin..alhamdulillah dikaruniai suami yang baik Dan pengertian ya mbak :)
DeleteTAAT, cuma 1 sich, tapi itu enggak mudah
ReplyDeletethanks sharingnya Mbak.. semoga aku bisaaa... :)
emang yah, kalau dpt ijin pergi dr suami tpi setengah hati ki rodo piye gitu... Wah, materi ngajinya keren mba.
ReplyDelete'sudah seberapa kenalkah denan suamimu?' wah.. nyentil sekali mbak tulisannya.. jadi mikir niih..
ReplyDelete