Akhirnya setelah libur cukup panjang, kini aku bisa meneruskan 'kuliahku' di kelas Matrikulasi Institut Ibu Profesional. Alhamdulillah, sekarang sudah masuk materi keenam yaitu tentang "Ibu Manajer Handal Keluarga."
Selama ini aku cenderung menjalani rutinitasku sebagai seorang ibu rumah tangga ya ngalir aja. Tapi setelah mendapat materi keenam di kelas matrikulasi ini, aku mulai menanyakan kembali peranku, sudah seprofesional apakah aku mengatur keluarga. Sekedar menjadi karyawan rumah tangga atau sudah bisa mencapai level manager?
Aku mau sedikit cerita tentang materi keenam yang bikin aku njewer kuping sendiri berkali-kali. Semoga bermanfaat ya, pals.
Semua Ibu adalah Ibu Bekerja
Selama ini kita sering mengkotak-kotakkan peran wanita ke dalam dua hal; ibu rumah tangga dan ibu bekerja. Ibu rumah tangga mengacu untuk ibu yang bekerja di ranah domestik, sedangkan ibu bekerja mengacu pada para ibu yang bekerja di ranah publik. Debat panjang mempertentangkan antara lebih baik mana antara ibu rumah tangga dan ibu bekerja pun seakan-akan tak pernah habis. Padahal mau jadi ibu rumah tangga ataupun jadi ibu bekerja, sejatinya semua ibu adalah ibu bekerja yang wajib professional menjalankan aktivitas di kedua ranah tersebut, baik domestik maupun publik. Apapun yang kita pilih, entah itu memilih sebagai ibu bekerja di ranah domestik ataupun publik, cuma ada satu syarat yang sama, yaitu kita harus “SELESAI” dengan manajemen rumah tangga kita.
Maksudnya selesai? Tentu saja kita harus bisa merasakan segala aktivitas di rumah kita itu lebih nyaman dibandingkan aktivitas dimanapun. Sehingga bagi yang memilih sebagai ibu bekerja di ranah domestik, akan lebih profesional mengerjakan pekerjaan di rumah bersama anak-anak. Begitu pula dengan ibu bekerja di ranah publik, tidak akan menjadikan bekerja di publik itu sebagai pelarian ketidakmampuan kita di ranah domestik.
Untuk mencari tahu apakah kita sudah selesai atau belum dengan manajemen rumah tangga kita, kita perlu jujur sama diri sendiri. Selama ini apa motivasi kita bekerja?
🍀Apakah masih ASAL KERJA, hanya untuk menggugurkan kewajiban?
🍀Apakah didasari sebuah KOMPETISI sehingga selalu ingin bersaing dengan orang/ keluarga lain?
🍀Apakah karena PANGGILAN HATI sehingga kita merasa ini bagian dari peran kita sebagai Khalifah?
Dasar motivasi tersebut akan sangat menentukan action kita dalam menangani urusan rumah tangga dan pekerjaan kita.
🍀Kalau kita masih “ASAL KERJA” maka yang terjadi akan mengalami tingkat kejenuhan yang tinggi, kita akan menganggap pekerjaan ini sebagai beban, dan ingin segera lari dari kenyataan.
🍀Kalau kita bekerja didasari “KOMPETISI”, maka yang terjadi kita akan stress, tidak suka melihat keluarga lain sukses.
🍀Kalau kita bekerja karena “PANGGILAN HATI” , maka yang terjadi kita akan sangat bergairah menjalankan tahap demi tahap pekerjaan yang ada. Setiap kali selesai satu tugas, akan mencari tugas berikutnya, tanpa MENGELUH.
So, kalian sudah sampai di titik mana, pals dalam bekerja entah itu di ranah domestik ataupun publik? Kalau aku, untuk urusan blogging dan tulis menulis, aku sudah mencapai "PANGGILAN HATI". Meski masih sering tidak konsisten, tapi untuk urusan ini aku sudah sangat menikmati. Tapi ketika bicara ranah domestik alias pekerjaan rumah tangga, jujur aku masih sering di level "ASAL KERJA." Masih sering memasak, membersihkan rumah ya sekedarnya untuk menuntaskan kewajiban, bukan untuk dinikmati. Alhamdulillah dengan ketemu materi keenam kelas matrikulasi ini aku kembali diingatkan untuk MENIKMATI semua peranku, tidak hanya di urusan tulis menulis, namun juga sebagai seorang ibu dan istri.
Be A Family Manager
Ngobrolin soal menikmati peran, peran seorang ibu sejatinya adalah seorang manager keluarga, dan bukan sekedar karyawan rumah tangga. Memang apa bedanya? Beda dong. Coba tuh kita lihat kalau di kantor-kantor, apa kerjaannya karyawan dan apa kerjaannya manager? Beda kan?
Manager itu lebih ke mengatur dan mengorganisasi pekerjaan agar lebih rapi, lebih cepat selesai dengan hasil yang lebih maksimal. Manager pastinya tidak selalu turun tangan, namun bisa mendelegasikan tugas ke karyawannya. Sedangkan karyawan jelas tugasnya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan manager. Intinya manager itu giving command, sedangkan karyawan doing the command.
Biar peran kita sebagai manajer keluarga lebih maksimal, sudah saatnya bersikap dan berpikir selayaknya seorang manager. Caranya?
🍀Hargai diri kita sebagai manager keluarga, pakailah pakaian yang layak (rapi dan chic) saat menjalankan aktivitas kita sebagai manager keluarga. Yuph, meski mungkin pekerjaan kita di rumah hanya nyapu, ngepel, masak dan momong anak, ternyata memperhatikan penampilan itu perlu lo. Bahkan perbedaan pakaian bisa meningkatkan produktivitas dan menambah percaya diri. Iih, ribet kali masa mau ngepel pakai blazer. Ya, nggak gitu juga kali... Kalaupun memang daster adalah pilihan pakaian yang paling nyaman, pilih daster yang eye catching, yang warnanya masih segar dan nggak kusam, apalagi bolong-bolong. #SelfPlak... Suka aja melihara daster butut, soalnya semakin butut semakin adem dipakai, hehe. Lupakan pembenaran ini! Dan meskipun di rumah, sapukan bedak dan sedikit lipstick biar segar, suami dan anak juga pasti lebih senang lihatnya.
🍀Rencanakan segala aktivitas yang akan kita kerjakan baik di rumah maupun di ranah publik dan PATUHI rencana tersebut.
🍀Buatlah skala prioritas. Ini penting banget ya. Dalam sehari pasti ada aja yang harus dikerjakan, tapi kita wajib bikin skala prioritas biar kita bisa mengatur mana yang lebih penting untuk dikerjakan lebih dulu. Dengan skala prioritas ini, kita bisa jauh lebih teratur dan nggak grambyang habis ini mau apa, terus ngapain lagi dan seterusnya.
🍀Bangun komitmen dan konsistensi kita dalam menjalankannya. Yuph, istiqomah memang rajanya tantangan. Pernah baca di sebuah artikel parenting, kalau mau membiasakan diri dengan sesuatu yang baru, lakukan hal itu setidaknya selama 40 hari berturut-turut agar menjadi kebiasaan permanen.
Menaklukan Tantangan
Pastinya sebagai seorang ibu, mau itu yang bekerja di rumah maupun di tempat kerja /organisasi, kita akan selalu dihadapkan pada satu tantangan ke tantangan lainnya. Maka ada beberapa hal yang perlu kita praktekkan, yaitu;
a. PUT FIRST THINGS FIRST
Letakkan sesuatu yang utama dan terpenting menjadi yang pertama. Kalau buat kita yang utama dan pertama tentulah anak dan suami. So, buatlah perencanaan sesuai skala prioritas kita hari ini. Jangan lupa untuk mengaktifkan fitur gadget sebagai organizer dan reminder kegiatan kita sehari-hari. Gadgetnya udah smart kan? Jadi pakai juga dengan smart :)
b.ONE BITE AT A TIME
Maksudnya lakukan pekerjaan setahap demi setahap, lakukan sekarang tanpa nanti dan pantang menunda, apalagi menumpuk pekerjaan.
Nah ini... aku masih suka banget nih menunda pekerjaan. Misalnya, mau nulis, scrolling facebook dulu, eh ujung-ujungnya nggak jadi nulis malah bacain status orang melulu. Mau bersih-bersih rumah mumpung si Affan tidur, buka gadget nonton drakor, drakornya selesai Affan bangun, rumah masih kaya kapal pecah. Hmmm.... Jewer kuping sendiri.
c. DELEGATING
Delegasikan tugas, yang bisa didelegasikan, entah itu ke anak-anak yang lebih besar atau ke asisten rumah tangga kita.
Perlu kita ingat bahwa kita adalah manager, tentu saja bukan lantas menyerahkan begitu saja tugas kita ke orang lain, tapi kita harus buat panduannya, kita latih, dan biarkan orang lain patuh pada aturan kita. Latih-percayakan-kerjakan-ditingkatkan-latih lagi-percayakan lagi-ditingkatkan lagi, begitu seterusnya
Karena pendidikan anak adalah dasar utama aktivitas seorang ibu, usahakan pilihan untuk mendelegasikan pendidikan anak ke orang lain adalah pilihan paling akhir, karena ibu adalah guru utama dan pertama anak-anaknya. Kalau aku sih sejauh ini tidak sekedar mendelegasikan untuk urusan pendidikan anak-anak, namun lebih ke memilih mencari partner yang sesuai dengan visi misi keluargaku.
Kembangkan Peranmu!
Gegara materi "Ibu Manajer Handal Keluarga", aku mulai mempertanyakan profesionalismeku sebagai seorang ibu. Aku menikah sudah sembilan tahun, itu artinya sudah melewati 10.000 jam terbang. Seharusnya aku sudah menjadi seorang ahli di bidang manajemen kerumahtanggaan, tapi kok ya masih begini-begini saja? Ya, mau nggak mau kudu jujur, karena selama ini aku masih SEKEDAR MENJADI IBU. Ada yang mengalami hal sama sepertiku?
Buat yang berpengalaman sama denganku, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan nih ketika ingin meningkatkan kualitas diri agar tidak sekedar menjadi ibu lagi, antara lain:
🍀Mungkin saat ini kita adalah kasir keluarga, setiap suami gajian, terima uang, mencatat pengeluaran, dan pusing kalau uang sudah habis, tapi gajian bulan berikutnya masih panjang.
Maka kita perlu meningkatkan ilmu di bidang perencanaan keuangan, sehingga sekarang bisa menjadi "manajer keuangan keluarga."
🍀Mungkin kita adalah seorang koki keluarga, tugasnya memasak keperluan makan keluarga. Namun masih sekedar menggugurkan kewajiban saja - bahwa ibu itu ya sudah seharusnya masak, yang akhirnya membuat kita jenuh di dapur.
Maka kita perlu cari ilmu tentang manajer gizi keluarga agar terjadi perubahan peran.
🍀Saat anak-anak memasuki dunia sekolah, mungkin kita adalah tukang antar jemput anak sekolah. Hal ini membuat kita tidak bertambah pintar di urusan pendidikan anak, karena ternyata aktivitas rutinnya justru banyak ngobrol tidak jelas sesama ibu-ibu yang seprofesi antar jemput anak sekolah.
Sudah saatnya mari kita cari ilmu tentang pendidikan anak, sehingga meningkatkan peran diri kita menjadi “manajer pendidikan anak”. Anak-anakpun bisa semakin bahagia karena mereka bisa memilih berbagai jalur pendidikan tidak harus selalu di jalur formal.
🍀Evaluasi diri kita lalu temukan peran apalagi yang kita inginkan. Terus tingkatkan kemampuan diri dan jangan stuck di satu titik.
Jangan sampai kita terbelenggu dengan rutinitas baik di ranah publik maupun di ranah domestik, sehingga kita sampai lupa untuk meningkatkan kompetensi kita dari tahun ke tahun. Akhirnya yang muncul adalah kita melakukan pengulangan aktivitas dari hari ke hari tanpa ada peningkatan kompetensi. Meskipun kita sudah menjalankan peran selama 10.000 jam lebih, tidak akan ada perubahan karena kita selalu mengulang hal-hal yang sama dari hari ke hari dan tahun ke tahun.
A Step to Be A Professional Family Manager
Dengan berupaya menjadi seorang manajer keluarga yang handal bisa mempermudah kita untuk menemukan peran hidup kita dan semoga semakin mempermudah kita mendampingi anak-anak menemukan peran hidupnya.
Sayangnya ada hal-hal yang kadang mengganggu proses kita menemukan peran hidup yaitu RUTINITAS. Menjalankan pekerjaan rutin yang tidak selesai, membuat kita merasa sibuk sehingga kadang tidak ada waktu lagi untuk proses menemukan diri. Maka, ikutilah tahapan-tahapan berikut ini biar kita bisa meraih tujuan menjadi manajer keluarga yang handal dan tidak terjebak dalam rutinitas yang tidak berkembang;
Sayangnya ada hal-hal yang kadang mengganggu proses kita menemukan peran hidup yaitu RUTINITAS. Menjalankan pekerjaan rutin yang tidak selesai, membuat kita merasa sibuk sehingga kadang tidak ada waktu lagi untuk proses menemukan diri. Maka, ikutilah tahapan-tahapan berikut ini biar kita bisa meraih tujuan menjadi manajer keluarga yang handal dan tidak terjebak dalam rutinitas yang tidak berkembang;
A. Tuliskan 3 aktivitas yang paling penting, dan 3 aktivitas yang paling tidak penting!
Setelah melakukan observasi terhadap perjalanan hidupku selama ini, maka tiga aktivitas yang aku anggap paling penting yaitu;
- Beribadah - Ini adalah aktivitas yang paling penting karena memang tujuan Allah menciptakan kita adalah untuk beribadah kepadanya sebagaimana termaktub pada Al Quran Surat Adz Dzariyat: 56; “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” Beribadah sebenarnya tidak hanya menyangkut sholat, puasa, zakat, haji, kegiatan-kegiatan sehari-hari kita pun bisa bernilai ibadah jika kita niatkan lillahita'ala. Maka sebenarnya beribadah bisa dilakukan setiap saat, tidak terbatas waktu.
- Mengurus Keluarga (anak dan suami) - Sebagai seorang ibu, tentu saja prioritas utama setelah menyelesaikan kewajiban kepada Sang Pencipta adalah anak dan suami. Menurutku, yang termasuk dalam hal ini, meliputi menyediakan makanan sehat, menyiapkan pakaian yang layak, rumah yang nyaman dan teman ngobrol/ bermain yang asyik.
- Mengurus Pekerjaan (blogging dan content writer) - Meski bukan kebutuhan pokok, namun aku merasa membutuhkan pekerjaan ini sebagai aktualisasi diri dan meningkatkan peranku di ranah publik. Berkecimpung di dunia tulis menulis juga menjadi me time yang asyik dan memberikan keseimbangan jiwa untukku.
Selain mengobservasi tiga aktivitas terpenting, aku juga menemukan tiga aktivitas yang paling tidak penting, sebagai berikut;
- Pay Attention to Social Media too Much - Dengan alasan membunuh kebosanan aku scrolling FB dan instagram, namun seringkali akhirnya nggak bisa mengerem diri dan malah membuang banyak waktu untuk kepo status dan memberikan komen-komen yang tidak penting di jam-jam yang harusnya bisa efektif untuk berkarya atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
- Chatting di WA Group untuk Hal-hal yang Tak Penting - Sebenarnya saat ini aku sudah sangat pilih-pilih group WA yang aku ikuti hanya yang membawa manfaat. Jika dirasa sebuah grup WA lebih banyak mudharatnya, aku akan minta ijin untuk keluar atau sekedar jadi silent reader. Namun kadang karena penasaran dengan isi chat yang terlihat seru, aku malah baca-baca dan keterusan ngobrol sampai membuang waktu yang harusnya bisa efektif untuk berkarya atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
- Nonton Drama Korea Di Luar Jadwal yang Ditentukan - Well, drakor untukku tidak hanya sebagai hiburan, namun juga bisa menjadi sumber inspirasi. Aku pun termasuk pemilih. Aku akan nonton drama korea bukan karena pengen lihat oppa-oppa ganteng, tapi karena memang ceritanya yang menarik. Aku juga sebenarnya sudah memiliki jam-jam khusus untuk menonton drakor, dan memiliki syarat-syarat yang harus kuikuti agar bisa leluasa nonton drakor; kerjaan rumah beres, kerjaan menulis beres, dan anak-anak sudah tidur. Namun seringkali aku terkalahkan hawa nafsu karena penasaran dengan kelanjutan ceritanya. akhirnya bisa membuang waktu yang harusnya bisa efektif untuk berkarya atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Setelah membandingkan dan mengevaluasi diri, maka jujur waktuku selama ini masih fifty-fifty antara kegiatan paling penting dan tidak penting. Padahal kan seharusnya kegiatan yang paling penting harus memiliki porsi yang lebih besar. Getok kepala sendiri!
That's why, untuk bisa menjadikan tiga aktivitas penting memiliki porsi yang lebih besar di dalam keseharianku, maka aku harus bisa menjadikan 3 aktivitas penting menjadi aktivitas dinamis sehari-hari, Dengan menjadikannya sebagai aktivitas dinamis, maka bisa memperbanyak jam terbang peran hidup diriku. Aku kudu rajin menengok NHW sebelumnya nih agar selaras mencapai tujuan.
B. Kemudian kumpulkan aktivitas rutin menjadi satu waktu, berikan “kandang waktu”, dan patuhi cut off time.
Misal kita sudah menuliskan bahwa bersih-bersih rumah itu dari jam 05.00 - 06.00, maka patuhi waktu tersebut). Biar hari itu nggak berantakan dan bisa settle pada tempatnya, maka jangan ijinkan agenda yang tidak terencana memenuhi jadwal waktu harian anda.
Sejak akhir ramadhan lalu, aku memberhentikan asisten rumah tanggaku dan memilih untuk mengerjakan pekerjaan rumah tanggaku sendiri dikarenakan ada beberapa pertimbangan. Karenanya aku harus semakin pintar mengatur waktu agar semua yang ingin aku kerjakan hari itu bisa terlaksana sesuai rencana.
Dari hasil observasi dan evaluasi diri, aku menyimpulkan bahwa waktu terbaik untuk melakukan pekerjaan rumah tangga adalah sebelum subuh tiba. Saat itu anak-anak belum bangun sehingga aku bisa fokus menyelesaikan pekerjaan. Kalaupun Affan sudah bangun, masih ada ayah di rumah yang bisa bergantian menemani doi main.
Sudah terbukti ketika aku belum menyelesaikan pekerjaan rumah tangga setelah Affan bangun dan ayah berangkat kerja, aku akan sangat kesulitan mengerjakannya karena Affan yang sekarang sudah tujuh bulan sedang aktif-aktifnya merangkak kesana-kemari dan membutuhkan pengawasan maksimal. Jam tidur Affan pun semakin berkurang. Bahkan kalaupun dia tidur, dia bisa merasakan kalau aku tinggal keluar kamar.
That's why aku memutuskan jam 03.00 - 06.00 sebagai jam cuci baju, memasak dan bersih-bersih rumah. Jadwal ini harus aku patuhi jika nggak mau hectic di siang hari. Jadi kalaupun Affan tidur dan bisa ditinggal beraktivitas lain, aku bisa fokus di pekerjaan content writer, blogging ataupun updating peran diri dengan membaca, liqo ataupun menyimak ceramah agama di channel-channel youtube. Aku juga bisa lebih santai dan nggak kemrungsung, sehingga tidak mudah marah ke anak-anak saat mereka melakukan hal yang bikin sensi gegara pekerjaan rumahku belum kelar.
C. Setelah tahap di atas selesai kita tentukan. Buatlah jadwal harian yang paling mudah dikerjakan.
Berikut ini jadwal harian yang aku buat biar lebih teratur dan profesional sebagai seorang ibu.
Seperti yang sudah kujelaskan di bagian B, aku sudah menentukan fixed schedule dari jam 03.00 - 06.00, di luar jam itu (jam 06.00 - 18.00) adalah jadwal dinamis. Selain fokus pada anak-anak, pada jam 6 pagi hingga jam 6 malam aku gunakan untuk memperbanyak jam terbang alias meningkatkan peran diri. Jam 6 malam hingga 9 malam saatnya menjalankan Program 1821 bareng anak dan suami, meski masih banyak bolongnya. Lalu setelah jam 9 malam, saat anak sudah tidur, aku biasanya melakukan pekerjaan rumah yang belum selesai, misalnya menyetrika pakaian atau menyiapkan yang akan dimasak esok hari.
Jadwal yang aku buat ini, akan aku amati selama satu minggu pertama, jika tidak terlaksana dengan baik, maka akan segera kurevisi. Namun jika bisa aku patuhi, aku berupaya untuk menjalankannya hingga tiga bulan ke depan agar menjadi kebiasaan baru untuk hidup yang lebih efektif dan profesional.
Jujur aku tidak ingin menjadi wonder woman atau super woman yang bisa menjalankan semuanya dalam satu waktu. Aku hanya wanita biasa yang juga punya capek, butuh me time dan kesempatan untuk aktualisasi diri di luar pekerjaan domestik. Untuk itu aku berusaha untuk melakukan upaya terbaikku dengan lebih disiplin menjalankan jadwal harian ini.
Meski begitu aku sadar sebagai seorang ibu tanpa asisten rumah tangga dan hanya aku yang paling tahu bagaimana kepribadian dan kondisi kejiwaanku, maka aku sekarang telah banyak menurunkan standar dan mengucapkan selamat tinggal pada Mrs. Perfectionist di dalam diri. Dulu saat awal nikah, aku selalu ingin rumah tampak bersih, kinclong, semua dikerjakan sendiri, kalau nggak sesuai rencana langsung uring-uringan.
Sekarang aku lebih woles, meski aku sudah punya fixed schedule yang harus aku patuhi, ketika aku punya deadline dan ternyata mengganggu fixed schedule-ku, maka aku tidak akan menjadikan hal itu sebagai sebuah permasalahan besar. Rumah tidak harus super kinclong, yang penting rapi dan nyaman. Rumah berantakan di jam-jam dinamis karena anak sedang aktif-aktifnya tidak perlu dipermasalahkan, yang penting saat waktunya istirahat anak-anak bisa diajak kerja sama merapikan dulu. Ketika ternyata bangun kesiangan dan nggak sempat masak hingga jam yang ditentukan, beli saja sayur matengan, yang penting anak-anak tetap terurus dan tidak terabaikan.
Alhamdulillah, suami adalah sosok laki-laki yang mau turun tangan dalam pekerjaan rumah tangga. Selain mau ikut momong bocah-bocah, biasanya urusan mengepel rumah dan menguras bak mandi adalah bagiannya. Ya, namanya juga anaknya berdua, rumahnya berdua.. kudu mau bekerja sama dong, hehe.
Well, inilah caraku belajar menjadi manajer keluarga yang handal. How about you, pals? Apa upaya terbaik kalian demi menjadi seorang manajer keluarga yang handal? Share yuk di kolom komentar, thanks for reading and see ya in the next posts!
Wassalammu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Referensi:
Materi Sesi 6 "Belajar Menjadi Manajer Keluarga Handal" Matrikulasi IIP Batch #4, 2017
Jujur aku tidak ingin menjadi wonder woman atau super woman yang bisa menjalankan semuanya dalam satu waktu. Aku hanya wanita biasa yang juga punya capek, butuh me time dan kesempatan untuk aktualisasi diri di luar pekerjaan domestik. Untuk itu aku berusaha untuk melakukan upaya terbaikku dengan lebih disiplin menjalankan jadwal harian ini.
Meski begitu aku sadar sebagai seorang ibu tanpa asisten rumah tangga dan hanya aku yang paling tahu bagaimana kepribadian dan kondisi kejiwaanku, maka aku sekarang telah banyak menurunkan standar dan mengucapkan selamat tinggal pada Mrs. Perfectionist di dalam diri. Dulu saat awal nikah, aku selalu ingin rumah tampak bersih, kinclong, semua dikerjakan sendiri, kalau nggak sesuai rencana langsung uring-uringan.
Sekarang aku lebih woles, meski aku sudah punya fixed schedule yang harus aku patuhi, ketika aku punya deadline dan ternyata mengganggu fixed schedule-ku, maka aku tidak akan menjadikan hal itu sebagai sebuah permasalahan besar. Rumah tidak harus super kinclong, yang penting rapi dan nyaman. Rumah berantakan di jam-jam dinamis karena anak sedang aktif-aktifnya tidak perlu dipermasalahkan, yang penting saat waktunya istirahat anak-anak bisa diajak kerja sama merapikan dulu. Ketika ternyata bangun kesiangan dan nggak sempat masak hingga jam yang ditentukan, beli saja sayur matengan, yang penting anak-anak tetap terurus dan tidak terabaikan.
Alhamdulillah, suami adalah sosok laki-laki yang mau turun tangan dalam pekerjaan rumah tangga. Selain mau ikut momong bocah-bocah, biasanya urusan mengepel rumah dan menguras bak mandi adalah bagiannya. Ya, namanya juga anaknya berdua, rumahnya berdua.. kudu mau bekerja sama dong, hehe.
Well, inilah caraku belajar menjadi manajer keluarga yang handal. How about you, pals? Apa upaya terbaik kalian demi menjadi seorang manajer keluarga yang handal? Share yuk di kolom komentar, thanks for reading and see ya in the next posts!
Wassalammu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Referensi:
Materi Sesi 6 "Belajar Menjadi Manajer Keluarga Handal" Matrikulasi IIP Batch #4, 2017
bagus Kak....hidup banget kata-katanya! Saya jadi ketularan semangatnya nih...
ReplyDeleteSeneng bangeet mampir kesini, tulisan2 Mba nagus, menginspirasi bangeet dikala aku kebingungan ngerjain NHW. Makasih yaa mba :)
ReplyDeleteThx mba, very apreciate with this
ReplyDelete