Assalammu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh, pals...
Aku mau berbagi cerita bahagia nih sama teman-teman. (Warning, tulisannya bakalan panjang, jadi siapkan diri kalian ya, pals... hihihi). Kalau ditanyain tentang hobi, jawabanku pasti bakal sepanjang kereta api. Dari nonton drakor sampai Smule-an bisa masuk list aktivitas yang aku gemari. Tapi sebenarnya aku tuh paling hobi datang ke acara pengembangan diri. Entah itu seminar, workshop, talkshow... apapun itulah.. especially jika itu berhubungan dengan parenting dan pemberdayaan perempuan, khususnya dalam perannya sebagai seorang istri dan ibu.
Hobi datang aja sih, hasilnya bagaimana... jangan ditanya, hehe.. Kadang suka nyangkut di kepala doang, prakteknya masih belum istiqomah. Tapi yang paling seru ketika datang ke acara-acara tersebut adalah bisa bertemu dengan banyak teman, entah itu yang sudah pernah ketemu sebelumnya, ataupun yang biasanya cuma ngobrol seru aja di dunia maya.
Alhamdulillah, setelah beberapa bulan hibernasi... Sabtu, 22 Juli 2017 aku diberi kemudahan untuk hadir pada sebuah talkshow bertajuk Dare to be A Happy Mom Whatever You Are. Acara yang digelar oleh Institut Ibu Profesional (IIP) wilayah Semarang ini berbarengan dengan selebrasi kelulusan Kelas Matrikulasi IIP Semarang Batch #2 dan #3. Bertempat di lantai 4 Perpustakaan Daerah atau yang lebih terkenal dengan sebutan Perwil (perpustakaan wilayah), nggak tanggung-tanggung... acara ini menghadirkan langsung bu Septi Peni Wulandani, yang tak lain adalah founder IIP. Beruntung sekali bisa belajar langsung dari beliau yang sekarang semakin super sibuk berbagi ilmu dari satu kota ke kota lainnya.
Berlangsung selama kurang lebih dua jam, peserta tidak melulu mendengarkan bu Septi berbicara. Justru beliau meminta para peserta untuk bertanya apa saja yang kami ingin ketahui. Bu Septi menjadi fasilitator untuk membantu para peserta menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Berikut ini aku mencoba merangkaikan apa-apa saja yang bu Septi sampaikan, semoga bermanfaat ya.
Kenalan Lebih Dekat dengan Ibu Septi
Selama ini setiap kali mendengar nama Ibu Septi, aku cuma bisa berdecak kagum sambil bertanya-tanya kok bisa ya beliau sekeren itu. Mendidik tiga anaknya sendiri, homeschooling, mengurusi kerjaan rumah tangga, masih bisa berbagi ilmu ke seluruh ibu di seluruh Indonesia, mendirikan School of Life Lebah Putih, merumuskan Jarimatika dan Jari Quran. Memang beliau nggak pernah merasa capek, merasa bosan, merasa pengen me time, dan segala hal yang banyak aku rasakan saat berkutat dengan pekerjaan rumah tangga yang kayanya nggak pernah ada habisnya. Melihat tiga anaknya yang pintar-pintar, gampang diatur, suami yang full support.... boleh nggak sih iri?
"Media selalu menampilkan yang baik-baik, namun jarang yang menyorot bagaimana perjalanan saya hingga berada di titik ini. Tidak semudah dan seenak yang dibayangkan." Jleb. Beberapa kalimat pembuka dari Bu Septi langsung menohok ulu hati. Iya ya, aku selama ini cuma lihat hasil akhirnya saja, tapi nggak berusaha cari tahu bagaimana jatuh bangunnya bu Septi membentuk dirinya seperti sekarang.
Bu Septi memulai kisahnya mulai dari menentukan KM 0 -nya sekitar tahun 1995. Awalnya beliau adalah sosok perempuan biasa yang tidak punya mimpi, hidupnya mengalir saja seperti air. Bahkan waktu lulus SMA pun beliau nggak kepikiran mau kuliah jurusan apa. Sebagian besar hidupnya dijalankan sesuai arahan dari ibundanya. Ketika itu ibunda Bu Septi menyatakan keinginannya untuk memiliki seorang anak yang bekerja menjadi PNS. Akhirnya Bu Septi pun memilih kuliah di sebuah sekolah ikatan dinas dengan jurusan kesehatan.
Bu Septi menjalani masa-masa kuliahnya dengan baik. Beliau pun lulus dengan nilai yang memuaskan dan siap bekerja menjadi PNS, bahkan saat itu SK-nya sudah keluar. Di saat inilah, Pak Dodik Mariyanto datang ke dalam kehidupan bu Septi menawarkan sebuah pilihan yang sulit sekaligus menantang. Pak Dodik meminta bu Septi menjadi istri dan ibu dari anak-anaknya, dengan satu syarat; Pak Dodik mau istrinya sendiri yang mendidik anak-anaknya kelak. Artinya, kalau bu Septi menerima pinangan Pak Dodik, beliau harus mau menjadi seorang ibu rumah tangga.
Berbeda dengan bu Septi yang dulunya adalah sosok yang mengalir dan tak punya prinsip kuat, Pak Dodik sejak kuliah sudah memiliki bayangan keluarganya akan diarahkan seperti apa, istrinya bagaimana, anak-anaknya nanti akan dididik dengan cara apa. Prinsip Pak Dodik inilah yang menguatkan bu Septi untuk menjawab IYA. Fyi, bu Septi cuma diberi waktu lima hitungan untuk menjawab pertanyaan semenantang itu!
Singkat cerita, akhirnya menikahlah bu Septi dengan Pak Dodik. Tahun-tahun pertama merupakan tantangan yang luar biasa bagi bu Septi. Apalagi ibunda bu Septi adalah seorang yang bekerja di ranah publik, seorang single parent sekaligus wanita karir yang sukses membesarkan empat orang anaknya. Ayah bu Septi meninggal sejak bu Septi masih duduk di bangku sekolah dasar (semoga tidak salah ingat). Ibunda bu Septi menyayangkan keputusan yang diambil putrinya, namun bu Septi meyakinkan, "ijinkan aku berbakti kepada ibu dengan menjadi istri yang berbakti kepada suamiku."
Namun tetap saja ibunda bu Septi masih tidak rela putri yang digadang-gadang menjadi PNS harus berakhir menjadi seorang ibu rumah tangga yang berkutat dengan cucian baju, piring kotor, dan aktivitas rumah tangga lainnya. Tekanan tidak hanya datang dari sang ibunda. Melihat teman-teman kuliahnya yang telah sukses bekerja sebagai PNS, atau mapan sebagai manager di sebuah perusahaan, bu Septi juga pernah merasa rendah diri. "Dulu saya susah-susah belajar, sedangkan mereka yang belajarnya biasa saja, nilainya juga tidak menonjol, mereka malah dapat pekerjaan bagus." Bu Septi juga pernah mengalami yang namanya minder ketika bertemu atau saat ditelpon temannya lalu ditanyai apa kesibukannya sekarang. Saat mendengarkan kisah bu Septi ini, aku merasa.... oooh, ternyata tidak aku saja yang mengalami hal demikian, sungguh I feel you lah bu.. hehe.
Namun semua itu tidak justru membuat bu Septi nglokro, beliau malah semakin semangat untuk MEMANTASKAN DIRI. Beliau ingin membuktikan bahwa menjadi seorang ibu rumah tangga bukanlah akhir kehidupan seorang wanita. Ibu rumah tangga juga tetap bisa berkarya dan bermanfaat. Apalagi didukung dengan support system yang mumpuni; seorang suami yang memiliki intelektualitas tinggi dan berpandangan jauh ke depan, bu Septi dididik untuk berada pada level yang setara dengan pak Dodik.
Bu Septi membocorkan rahasia bagaimana Pak Dodik mendidiknya. Dulu bu Septi bukanlah seseorang yang suka membaca. Lain halnya pak Dodik yang koleksi bacaannya bikin geleng-geleng. Setiap kali ditinggal kerja oleh Pak Dodik, bu Septi diberi tugas untuk membaca sebuah buku dan ketika pak Dodik sudah sampai rumah pada malam harinya, beliau akan mengajak berdiskusi tentang apa yang bu Septi dapatkan dari hasil membacanya.
Berhasil? "Tidak, yang ada saya malah bingung sendiri. Cuma baca bagian pembuka dan penutupnya saja." Spontan pernyataan bu Septi itu disambut tawa oleh peserta talkshow. Ternyata oh ternyata. Melihat istrinya belum ada kemajuan, akhirnya pak Dodik menurunkan target. Bu Septi hanya diminta membaca 1 lembar buku setiap hari. Pada malam harinya bu Septi wajib mempresentasikan hasil kegiatannya membaca. Perlahan namun pasti, bu Septi berhasil menyamai langkah pak Dodik. Kini mereka telah bisa saling melengkapi, tidak hanya di rumah saat membersamai putra-putrinya, namun juga saat mengisi materi di berbagai pelatihan.
Bu Septi yang awalnya tidak doyan membaca kini justru tumbuh menjadi sosok yang suka sekali membaca. Malah sekarang pak Dodik yang suka kewalahan jika bu Septi meminta rekomendasi buku bacaan. So sweet banget ya bu Septi dan pak Dodik, hehe. Jangan baper euy, pals. Bu Septi bilang jika kita mengalami tantangan yang berbeda, misal suami justru yang tidak suka belajar dan membaca. Jangan jadikan itu masalah. Jangan bergantung pada makhluk karena hanya akan melahirkan kekecewaan. Daripada menanti suami berubah lebih dulu dan mengeluh kenapa suami kita begini begitu, hingga membuat kita uring-uringan, mulai saja perubahan dari dalam diri kita. Jika nanti suami merasakan ada perubahan diri kita ke arah yang semakin baik, lambat laun suami juga pasti akan menyamakan langkahnya.
Bu Septi melanjutkan ceritanya, buku pertama yang disodorkan pak Dodik adalah Pendidikan Kaum Tertindas. Tujuan pak Dodik memberikan buku ini kepada bu Septi karena Pak Dodik ingin bu Septi tumbuh menjadi ibu rumah tangga (IRT) yang berdikari. Pak Dodik tidak mau IRT menjadi kaum yang tertindas, yang mengerjakan aktivitas rumah tangga hanya sekedar menyelesaikan kewajiban, dan berhenti mengembangkan diri. Seorang ibu harus berdikari, mandiri dan punya jati diri.
"Jangan menjadi wanita yang kata orang Jawa; wani ditata. Tapi jadilah PEREMPUAN; SOSOK yang DIEMPUKAN, DIMERDEKAKAN." Nasihat pak Dodik melecut semangat bu Septi hingga melahirkan satu per satu prestasi; dari buku Jarimatika hingga membentuk Institut Ibu Profesional yang mulai dirintis sejak tahun 2008.
Build A Home Team
Keluarga harus menjadi sebuah tim yang solid. Untuk itu penting bagi sebuah keluarga menyamakan standar dan visi misi. Caranya yaitu dengan banyak bermain bersama, banyak berkegiatan bersama dan banyak ngobrol bersama. Dengan itulah akan lahir keselarasan di dalam sebuah keluarga. Visi misi dalam sebuah keluarga harus ada untuk membedakan satu keluarga dengan keluarga lainnya.
Anak-anak adalah amanah langsung dari Yang Maha Kuasa. Ada di tangan orang tua lah bagaimana karakter anak-anak dibentuk, khususnya seorang ibu yang lebih banyak menghabiskan waktu bersama. Semua anak itu terlahir hebat, maka untuk memunculkan karakter hebatnya, seorang ibu harus mau berproses. Setidaknya setiap hari sediakan waktu 15 menit untuk belajar. Tidak perlu lama-lama, yang terpenting konsisten terhadap komitmen yang telah dibuat.
IIP sendiri muncul ketika bu Septi menyediakan waktu untuk belajar. Awalnya bu Septi memilih hari Rabu khusus untuk menggali lebih dalam apa yang ditemukannya selama menjadi seorang ibu rumah tangga. Setiap Rabu bu Septi akan mempresentasikan hasil belajarnya, ada atau tidak ada yang mendengarkan, ia akan tetap melakukan presentasi tersebut. Hingga akhirnya lambat laun mulai ada yang datang ke rumah bu Septi dan ikut belajar bersama beliau. Dari satu orang, dua orang, lima orang hingga seratus orang berkumpul tiap hari Rabu, dan kemudian berkembang menjadi IIP yang kita kenal sekarang ini. Karena semakin banyak yang tertarik belajar, kini disusunlah pula kelas-kelas online untuk memudahkan para ibu yang ingin belajar bersama bu Septi namun terkendala jarak. Kurikulum di IIP sendiri sangat runtut dalam membantu kita untuk memahami gagasan mengenai IBU PROFESIONAL. Dimulai dari kelas foundation, matrikulasi, Bunda Sayang, Bunda Cekatan, Bunda Profesional, Bunda Shalihah, hingga kelas persiapan menjadi fasilitator dan trainer.
Melalui perjalanan hidupnya bu Septi menemukan gagasan bahwa sebenarnya tidak ada ibu yang tidak bekerja. Semua ibu itu bekerja, bedanya ada yang bekerja di ranah publik dan ada yang memilih bekerja di ranah domestik. Karenanya semua ibu harus punya jam kerja, meskipun ranah kerjanya di wilayah domestik. Kita harus mampu memilih, mana yang menjadi prioritas di dalam hidup. Jam kerja pula yang menjadikan seorang ibu akan lebih profesional dalam menjalankan tugas-tugasnya. Dari sini pula bu Septi menyadari bahwa kita HARUS MENGHORMATI PROFESI KITA. Sudah saatnya kita membusungkan dada sambil berkata, "Saya ibu rumah tangga profesional." Bahkan bu Septi memiliki kartu nama dengan pekerjaan yang tertera; Ibu Rumah Tangga Profesional. Ya, kalau diri kita saja belum bisa menghargai profesi diri sendiri, bagaimana mungkin orang lain akan menghargai profesi kita?
Nah, sebagai seorang ibu, khususnya yang bekerja di ranah domestik a.k.a ibu rumah tangga, apakah prioritas kita? Pasti sebagian besar atau bahkan semua ibu akan menjawab; ANAK. Di sinilah pentingnya bagi kita memiliki jam kerja. Jika prioritas utama kita anak-anak, maka pada jam kerja yang kita tentukan seharusnya didedikasikan untuk membersamai anak-anak.
Beri Kandang Waktu untuk Pekerjaan Rumah Tangga
Untuk bisa fokus pada jam kerja yang kita tentukan, plotkan pekerjaan rumah tangga pada satu waktu. Selesai nggak selesai, semua pekerjaan harus selesai pada jam yang ditentukan. Bu Septi mencontohkan ia memilih jam kerjanya dari pukul 7 pagi hingga 7 malam, yang biasa disebut dengan 7 to 7 . Maka sebelum jam 7 pagi, semua pekerjaan rumah tangga harus sudah selesai. Jika belum selesai, lanjutkan setelah anak-anak tidur malam. Meski pekerjaan belum selesai, jangan sampai pekerjaan itu terlihat mata kita, karena kalau mengganggu pasti bikin pengen cepet-cepet membereskannya.
Mana mungkin kerjaan rumah bisa selesai sebelum jam 7 pagi? Insya Allah bisa, aku sudah mempraktekkan meski belum konsisten. Berikut ini beberapa tips mengerjakan pekerjaan rumah tangga biar bisa kelar pada waktu yang ditentukan, dimodifikasi dari hasil ngobrol bareng bu Septi plus pengalaman pribadiku, khususnya buat yang nggak punya ART kaya akika:
- Racik bahan yang mau dimasak pada malam hari, jadi pagi harinya tinggal dieksekusi. Oya, jangan lupa susun menu selama seminggu. Dengan menyusun menu ini, kita jadi lebih gampang saat belanja, nggak kehabisan waktu untuk mikir mau masak apa. Aku sendiri lebih suka sekalinya belanja untuk tiga hari atau tujuh hari ke depan.
- Masaknya yang gampil-gampil aja, especially buat yang nggak demen di dapur kaya aku hehe, jadi waktu nggak terbuang banyak di dapur. Kalau benar-benar nggak kepegang, misal bangun kesiangan sampai nggak memungkinkan selesai masak sebelum jam 7 pagi, bolehlah beli. Eits, tapi jangan tiap hari, bisa hancur lebur dompet kita, hehe.
- Pengen makan enak meski duit pas-pasan? Coba deh sekali-kali taruh masakan di rantang, lalu ajak keluarga menikmatinya di taman. Anggap saja piknik kecil-kecilan, dijamin rasanya jadi beda.
- Kalau ada yang nggak punya mesin cuci sepertiku, biar nggak menghabiskan waktu, rendam pakaian begitu kita membuka mata di pagi hari. Setelah itu kerjain yang lain dulu, masak misalnya. Setelah masak kelar, badan pasti bau bawang kan? Paling enak mandi biar seger, sambil mandi kita bisa mencuci pakaian sekaligus menggosok lantai kamar mandi. Ketika cucian sedang direndam dengan cairan pewangi, kita bisa tinggal sholat subuh dulu. Kelar sholat subuh, kita bisa mulai menjemur pakaian.
- Pakaian sudah beres dijemur, lanjut deh membersihkan rumah; nyapu dan ngepel. Nggak sempet ngepel? Sediakan botol bekas minuman, lubangi tutupnya di dua titik dengan menggunakan paku. Masukkan pembersih lantai di botol tersebut. Sudah deh siap dipakai, tinggal crut-crut ala cleaning service di kantor-kantor. Tentunya sediakan hari khusus untuk mengepel dengan paripurna ya, karena lantai nggak benar-benar bersih dipel dengan metode begini.
- Pekerjaan paling melelahkan dan membosankan bagi sebagian besar IRT adalah menyetrika. Take it easy lah, nggak usah perfeksionis. Kalau memang nggak suka melakukannya, cukup setrika baju yang dibuat pergi saja, atau baju-baju seragamnya paksu dan anak-anak. Pastikan saat menjemur, baju dihanger, jadi ketika kering tidak terlalu kusut. Setelah kering langsung lipat baju-baju tersebut dengan rapi dan taruh di lemari paling bawah. Tanpa disetrika pun, baju-baju itu saat dipakai pasti sudah rapi. Meski begitu aku nggak praktekin yang poin ini sih, soalnya masih lebih nyaman pake baju yang habis disetrika. Aku lebih memilih untuk menyediakan waktu khusus untuk menyetrika seminggu sekali. Pokoknya biar nggak "sakit" di mata, jemuran seminggu kudu nggak terlihat semrawut hingga saatnya dieksekusi. Oya, tips lainnya menyangkut setrika, kalau beli baju cari bahan yang meski nggak disetrika pun nggak kelihatan kusut, hehe.
- Rumah berantakan karena mainan anak-anak? Kalau anak sudah bisa dikasih tanggung jawab, pastikan mereka membereskan mainan sebelum berlanjut ke aktivitas lain. Untuk anak yang belum bisa dikenai pasal tersebut, mau nggak mau tentu kita yang kudu turun tangan, tapi kita bisa kok membiasakan mereka membereskan mainannya sebelum mereka tidur.
- Jangan menunda pekerjaan, semakin ditunda semakin rasa malas akan hadir dan akhirnya malah nggak dikerjakan.
Aku sendiri sebenarnya sudah merasakan manfaatnya mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga sebelum Subuh. Selain karena saat pagi badan masih dalam kondisi paling fit, saat itu ayahnya anak-anak masih ada di rumah jadi bisa menemani anak-anak, sementara aku menyelesaikan ini itu. Jika dikerjakan dengan tepat waktu, sebelum jam 7 pagi semuanya sudah beres. Rumah sudah rapi dan wangi, badan fresh sehingga bisa lebih produktif mengerjakan PR-PR pengembangan diri dan tentunya setelah itu bisa fokus cuma ke anak . Sayang seringnya aku masih inkonsisten dengan semua itu, apalagi kalau malamnya baru saja menyelesaikan deadline artikel. Hiks.. Harus belajar lebih konsisten dengan komitmen yang udah dibikin.
It's Time for 7 to 7
Di saat 7 to 7 ini, fokus bu Septi hanya bersama anak-anak, tidak sambil-sambilan main HP, apalagi nonton drama korea, uhuk. Selama jam tersebut, bu Septi mendampingi anak-anak belajar sebagai fasilitator. Kalau anak kita tidak homeschooling? Maka selama anak sekolah, kita bisa menggunakan waktu yang ada untuk kegiatan-kegiatan pengembangan diri; ikut liqo/ kajian, baca buku, ngeblog, merajut, dan sebagainya. Sesuaikan dengan passion dan hobi kita, tentu saja pastikan yang bermanfaat ya.
Dalam rangka menghormati profesi dan menunjukkan profesionalisme diri, bu Septi menyarankan bahwa selama jam kerja sudah sepatutnya kita menggunakan pakaian terbaik, jangan dasteran apalagi dasternya bolong. Sadar nggak kalau anak-anak bisa eneg melihat kita pakai baju kumal? Rasakan bedanya deh bekerja di rumah dengan memakai daster kumal dengan memakai blazer atau gamis yang manis, pasti bakal lebih semangat saat kita pakai gamis yang manis. Jangan lupa sapukan sedikit bedak dan pemulas bibir, pasang wajah ceria dan penuh semangat. Aura positif akan berpengaruh ke anak-anak.
Bikin komitmen dengan diri sendiri kapan waktu main HP, nyosmed, me time nonton drakor atau yang nyambi online shop, tentukan jam kerja jualan yang jelas. Jangan sampai aktivitas kita mengganggu kebersamaan kita dengan anak-anak.
Bagaimana dengan para ibu yang memilih bekerja di ranah publik? Tidak masalah. Kita yang paling tahu di mana potensi diri kita, jika memang dengan bekerja di ranah publik, kita bisa lebih bermanfaat... mengapa tidak?
Kunci kebahagiaan adalah fokus pada apa yang kita kerjakan. Jika kita memilih bekerja di ranah domestik, maka fokuslah membersamai anak-anak di jam kerja yang kita tentukan. Begitu jika saat kita memilih berkarir di ranah publik, saat berada di tempat kerja - fokuslah pada pekerjaan kita. Semakin kita fokus, semakin cepat pekerjaan tersebut bisa selesai, yang artinya kita juga bisa pulang ke rumah dengan tepat waktu.
Namun perlu diingat bahwa keluarga harus tetap menjadi prioritas yang utama; rezeki itu pasti, kemuliaan lah yang harus dicari. Batasannya tentu saja ketika anak-anak dan suami mulai protes dengan pekerjaan kita, maka saat itulah kita harus mulai mengatur dan bertanya kembali, apakah jalan yang kita pilih sudah benar dan mendulang kemuliaan untuk keluarga?
Gaji vs Rejeki
Bu Septi meyakinkan bahwa tidak sepatutnya bergantung pada gaji. Sebaik-baiknya tempat bergantung adalah Allah. Bu Septi telah membuktikan keyakinannya ini. Keluarganya pernah ada di suatu titik saat tabungan bersaldo kosong.
Awalnya pak Dodik bekerja untuk sebuah perusahaan. Sesuai dengan kesepakatan bersama, pak Dodik hanya akan bekerja hingga mereka berhasil membangun sebuah rumah. Selama empat tahun pak Dodik bekerja dari pagi pulang malam, sampai akhirnya rumah yang diidamkan pun terbeli. Saat rumah telah terbeli, pak Dodik mendapat tawaran pekerjaan di sebuah perusahaan yang lebih bonafid, tentunya dengan gaji yang lebih tinggi.
Namun setelah berunding bersama, pak Dodik memutuskan untuk tidak mengambil pekerjaan tersebut dan memilih fokus membersamai anak-anak. "Mari kita buktikan bahwa kita tetap bisa bahagia meski tidak ada uang," ujar bu Septi sebelum keputusan tersebut diambil. Selama enam bulan keluarga bu Septi dan pak Dodik bergantung dengan saldo yang tersisa di tabungan. Bu Septi juga sempat berjualan baju untuk mendapatkan tambahan penghasilan.
Suatu hari bu Septi dikerumuni banyak orang, beliau bersyukur sambil membayangkan dagangannya akan laris manis kali ini. Ternyata beliau dikerumuni karena ibu-ibu tersebut penasaran dengan cara bu Septi mengajarkan matematika kepada anak-anaknya, yang nantinya dikenal dengan metode Jarimatika. Setelah bu Septi mengajari caranya, kerumunan tersebut pun bubar dan tak ada baju yang terjual.
Tak dinyana salah seorang di kerumunan tersebut merupakan istri dari pemilik penerbit Agromedia. Si ibu ini meyakinkan bahwa Jarimatika temuan bu Septi pantas dibukukan. Karena saat itu bu Septi hanya menuliskan idenya di kertas-kertas seadanya, si ibu yang istri pemilik penerbit itu mengutus karyawannya untuk datang ke rumah bu Septi dan membantu mengetikkan draft Jarimatika. Di situlah jalan rezeki bu Septi satu per satu mulai terbuka. Buku Jarimatika booming di pasaran dan beliau mulai diundang mengisi acara demi acara untuk memperkenalkan metode berhitung yang ditemukannya tersebut.
Masalah rezeki ini juga dibahas oleh Bu Septi ketika Pak Dodik menantangnya untuk tinggal di rumah dan mendidik putra-putrinya sendiri. Saat itu meski mengiyakan, Bu Septi juga sempat ragu apakah beliau bisa berperan sebagai seorang ibu rumah tangga profesional. Namun saat ragu itu datang, Pak Dodik selalu meyakinkan bu Septi dengan kalimat ini' "bersungguh-sungguhlah kamu di dalam, maka kamu akan keluar dengan kesungguhan itu, tidak ada hukum terbalik." Awalnya bu Septi tidak percaya apakah benar jika bersungguh-sungguh mengurus rumah tangga, nanti urusan yang lain juga akan ikutan beres. Ternyata kalimat lecutan semangat dari Pak Dodik benar membuahkan hasil. "Mendidik anak, berkarya dan menjemput rejeki itu ternyata adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, apalagi dikorbankan"
"Jika kita menjaga amanah Allah sebaik mungkin, maka Allah pun akan mempermudah jalan rizki kita," sebuah wejangan manis dari bu Septi yang masih terngiang-ngiang hingga saat ini di telingaku. Mungkin bisa menjadi penguat bagi para ibu yang ingin resign demi membersamai anak-anaknya tapi masih maju mundur takut nanti gaji suami nggak cukup untuk keluarga. Hey, Allah sudah menjamin rezeki kita, kita cuma perlu yakin dan tidak melalaikan tugas-tugas kita sebagai hambaNya, rezeki akan datang menghampiri kita.
Pentingnya Komunikasi
Salah satu problem yang biasanya muncul bagi para orang tua yang bekerja di ranah publik adalah kurangnya waktu untuk bersama keluarga. Terkadang karena rutinitas pekerjaan, orang tua harus berangkat saat anak belum bangun dari tidurnya dan pulang di saat anak sudah terlelap dalam mimpinya. Untuk mengatasi masalah komunikasi dan kedekatan ini, bu Septi menceritakan sebuah tips efektif berdasarkan kisahnya dengan sang ibu.
Ibunda bu Septi mau tidak mau harus berkarir di ranah publik karena beliau merupakan seorang single mom. Meski begitu bu Septi bercerita ia tidak pernah merasa kehilangan figur ibunya. Setiap sebelum berangkat kerja, ibunda bu Septi selalu mengajak ngobrol anak-anaknya dan juga minta izin untuk berangkat bekerja. Begitu juga saat ibundanya pulang dari kerja. Beliau akan langsung mengajak anak-anaknya bercerita apa saja. Bahkan meski anak-anaknya telah tertidur, beliau akan tetap bercerita hal-hal apa saja yang ditemuinya hari itu. Tidak lupa beliau akan mendoakan anak-anaknya satu per satu sembari mencium keningnya.
Cara di atas tidak hanya bisa dilakukan oleh para orang tua yang bekerja, kita yang bekerja di ranah domestik pun bisa mempraktekkannya.
Selain dengan anak-anak, menjaga komunikasi dengan suami merupakan hal yang sangat penting dalam keberlangsungan sebuah keluarga. Ayah dan ibu harus selalu selaras dan sejalan, terutama ketika berada di depan anak-anak. Jika pada suatu waktu, kita berbeda pendapat dengan suami, kita tidak perlu menyangkalnya saat anak-anak bersama kita. Cukup diam dan tak perlu berkomentar apapun. Komunikasikan perbedaan pendapat tersebut saat anak-anak telah tidur atau ketika anak-anak tidak ada di dekat kita. Obrolkan masalah tersebut hingga ketemu titik yang sama. Jika diskusi tersebut menghasilkan sesuatu berbeda dari yang sebelumnya telah disampaikan kepada anak-anak, minta maaflah bahwa ada yang harus dikoreksi dan sampaikan hal baru tersebut kepada mereka.
Bu Septi juga membeberkan tips keharmonisan rumah tangga; suami harus selalu berupaya membahagiakan istrinya. Saat istrinya lelah, kasih pelukan, dengarkan curhatnya, bantu pekerjaannya. Di sisi lain istri pun jangan terbiasa berbagi beban, berbagilah kebahagiaan. Kalau selama ini kita masih seringkali merasa sendiri karena suami seakan-akan nggak mau ikut belajar dan terlibat tentang pengasuhan anak, diajak concern tentang pendidikan anak ogah-ogahan, coba cek kembali perilaku kita. Jangan-jangan selama ini kalau suami pulang kerja dan merasa capek, kitanya manyun.. nggak enak banget kan dilihat. Yuk mulai hari ini sambut suami pulang kerja dengan penuh kegembiraan, pakailah baju yang bagus, senyum dengan tulus, dandan dengan manis. Siapkan cerita-cerita yang bakal bikin capeknya pak suami menghilang, misal "adek hari ini sudah berani jalan sendiri lo, yah" atau "kakak hari ini berani bernyanyi di depan teman-temannya lo". Simpan dulu kisah-kisah yang bisa bikin suami badmood. Mari saling membahagiakan!
Bu Septi juga membeberkan tips keharmonisan rumah tangga; suami harus selalu berupaya membahagiakan istrinya. Saat istrinya lelah, kasih pelukan, dengarkan curhatnya, bantu pekerjaannya. Di sisi lain istri pun jangan terbiasa berbagi beban, berbagilah kebahagiaan. Kalau selama ini kita masih seringkali merasa sendiri karena suami seakan-akan nggak mau ikut belajar dan terlibat tentang pengasuhan anak, diajak concern tentang pendidikan anak ogah-ogahan, coba cek kembali perilaku kita. Jangan-jangan selama ini kalau suami pulang kerja dan merasa capek, kitanya manyun.. nggak enak banget kan dilihat. Yuk mulai hari ini sambut suami pulang kerja dengan penuh kegembiraan, pakailah baju yang bagus, senyum dengan tulus, dandan dengan manis. Siapkan cerita-cerita yang bakal bikin capeknya pak suami menghilang, misal "adek hari ini sudah berani jalan sendiri lo, yah" atau "kakak hari ini berani bernyanyi di depan teman-temannya lo". Simpan dulu kisah-kisah yang bisa bikin suami badmood. Mari saling membahagiakan!
Mengatasi Inner Child
Dalam kesempatan talkshow tersebut, bu Septi juga memberikan tips bagaimana mengatasi inner child. Inner child adalah masalah di dalam diri kita yang berkaitan dengan pola asuh orang tua waktu kecil. Tidak hanya itu, permasalahan dengan suami yang tidak terselesaikan dengan baik pun bisa membantu inner child tumbuh semakin besar. Sedangkan jika inner child tidak diatasi dengan baik akan bisa berpengaruh dalam cara kita mengasuh dan membesarkan anak-anak. Oleh karenanya sangat penting untuk kita;
- Accepting - menerima masa lalu kita (yang baik dan yang buruk) sebagai bagian dari perjalanan hidup kita. Sadarilah bahwa Allah berupaya mencerdaskan kita lewat pengalaman-pengalaman tersebut. Kita harus berupaya untuk menggali hikmah dari apa yang telah kita lalui. Menyesali kesalahan di masa lalu, atau terus merutuki kejadian buruk yang telah lewat hanya membuat kita semakin terpuruk dan tidak bisa membenahi diri.
- Forgiving - setelah kita mampu menerima semua hal yang terjadi di dalam diri kita sebagai proses kehidupan yang harus kita lalui, langkah selanjutnya adalah memaafkan. Memaafkan kesalahan orang tua dalam proses mengasuh kita dulu yang mungkin telah menimbulkan luka-luka di dalam diri. Memaafkan kesalahan suami yang mungkin dalam kebersamaan selama ini telah menghadirkan luka baik disengaja maupun tidak. Memaafkan kesalahan diri sendiri yang mungkin telah membuat kita melewati hal-hal buruk hingga kita sendiri enggan menengok atau bahkan membenci diri sendiri.
- Upgrading - langkah selanjutnya terus membenahi diri. Accepting dan forgiving tidak akan membuahkan apapun tanpa ada kemauan untuk berproses lebih baik. Maka penting sekali untuk hijrah ke lingkungan yang lebih baik, bertemu dengan kawan-kawan baru yang membawa efek positif, mengikuti kegiatan-kegiatan pengembangan diri ataupun membekali diri dengan buku-buku bacaan yang bisa menginspirasi.
Sebagai seorang perempuan yang harus berperan menjadi seorang istri dan ibu, kita jangan mempersulit diri. Bahagia, cintai dan nikmati. Take a break when you need, nggak perlu jadi superwoman! Jika kita bisa mendelegasikan beberapa pekerjaan yang bukan prioritas kita, lakukanlah, sehingga kita bisa memiliki waktu lebih banyak bersama anak dan mengeksplor potensi diri. Namun jika karena suatu keadaan kita harus mampu melakukan semua pekerjaan secara mandiri, aturlah waktu kita sebaiknya. Selama ini yang terjadi, kalau kita mau mengakui, kita cepat uring-uringan dan lelah saat menyelesaikan urusan rumah tangga, tidak lain karena manajemen kita yang masih amburadul. Momong anak sambil mengerjakan rumah tangga, kalau anak ngerecoki saat kita lagi nyuci atau masak langsung keluar tanduknya. Coba kegiatan rumah tangga dipause lebih dulu atau dikerjakan lebih dulu dan kita fokus bersama anak, tanduk itu nggak bakal keluar.
Jangan menunggu kebahagiaan datang dari orang lain, ciptakan kebahagiaan dari dalam diri kita sendiri. Bahagia itu rasa yang bisa dimunculkan selama kita mau memandang hidup dengan positif dan fokus pada apa yang kita jalani. Bahagia itu bukan hasil dari sebuah proses, justru bahagia adalah awal yang harus kita miliki agar proses kehidupan jauh lebih ringan dan nikmat. So, entah itu menjadi ibu yang bekerja di ranah domestik ataupun publik, kita harus percaya diri dengan peran kita. Tidak perlu menyesali pilihan yang kita buat apalagi sampai bikin mom war yang justru membuat dunia semakin panas. Fokus saja pada apa yang kita kerjakan sebaik mungkin dan tebarkan manfaat sebanyak-banyaknya. Karena orang yang terbaik adalah orang yang paling banyak memberikan manfaat.
Wow, panjang juga ya... maafkeun aku yang terlalu bersemangat bercerita. Semoga saja kalian nggak bosan dan bisa mengambil manfaat dari kisah perjalanan bu Septi. Tentu saja tiap keluarga punya ciri khas, karakter dan tujuan masing-masing. Kita tidak bisa meniru plek apa yang dijalankan oleh Bu Septi dan keluarganya, sesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Ambil yang baik, buang yang tidak cocok untuk kita.
Jujur, hari itu aku sempat ragu mau berangkat. Itu kali pertama pergi dalam waktu yang agak lama membawa dua anak tanpa didampingi suami, karena doi harus masuk kerja. Sudah kepikiran, ntar kak Ifa mau ditinggal nggak ya di Kids Corner, ntar Affan bosen nggak ya, dan berbagai pikiran negatif lainnya. Tapi demi menggali ilmu dan mendengar langsung petuah dari bu Septi, bismillah... berangkat!
Alhamdulillah, semua prasangka negatif tidak ada yang kejadian. Kak Ifa ternyata sudah semakin mandiri, apalagi melihat Kids Corner di Perpusda yang luas dan banyak mainannya, doi langsung excited. Yang ada aku malah diusir sama kak Ifa, "udah bunda ke atas aja sekarang, aku tunggu di sini ya." Tanpa babibu kak Ifa meninggalkan aku yang masih bengong lihat semangatnya doi menikmati tempat bermainnya selama setengah hari. Sayangnya aku nggak sempat foto kak Ifa pas di Kids Corner. :( Meski pulangnya doi agak rewel karena udah kecapekan sampai ketiduran di motor, tapi nggak mengurangi serunya acara hari itu.
Affan pun relatif anteng. Dia excited lihat banyak orang dan mungkin bertanya-tanya aku ada di mana. Setelah itu asyik senyum-senyum sendiri. Palingan agak mulai cranky saat ngantuk, tapi bisa diatasi dengan mudah selama ada susu dan makanan yang bikin dia kenyang, hehe.
ketemu teman-teman sekelas :) |
Panitia Talkshownya nih.. |
Alhamdulillah dapat doorprize... |
Bersyukur banget hari itu nikmat sekali belajarnya, bahkan rasanya cepet banget kelarnya dan masih pengen nambah lagi waktunya. Bu Septi benar-benar mampu memotivasi untuk terus berbenah diri menjadi seorang ibu profesional. Apalagi bisa bertemu muka sama teman-teman matrikulasi seangkatan yang selama ini baru berhaha-hihi di grup WA. Walau belum sempat ngobrol panjang lebar, tapi bertemu dengan teman-teman yang memiliki passion dan visi sejalan itu semakin meningkatkan semangat hidup. Semoga next time bisa belajar lagi dengan tokoh-tokoh yang menginspirasi dan dipertemukan dengan semakin banyak teman-teman yang positif. Aamiin.
Itu cerita bahagiaku kali ini. Semoga kalian bisa ikutan happy ya setelah mampir ke sini. Sampai jumpa di cerita-ceritaku berikutnya!
Wassalammu'alaikum warohmatullahi waboratuh.
saya juga risih tuh mbak sama kepanjangannya wanita, wani ditata.
ReplyDeletelhah kok pasif amat kesannya ya.
Iya mbak.. Padahal justru banyaknya wanita yang menata ya mbak.. :)
DeleteWah....ilmunya makjleb banget. Harus dipraktekan nih.
ReplyDeleteIya, bu Septi memang inspiring... :) pelan2 berusaha mempraktekkan meski masih banyak nggak konsistennya.
DeleteSalut lah sama ibu yang satu ini kegiatan seabrek tp tetep bisa bagi waktu. Aku masih sesekali aja datang ke acara kaya gini. Krn tempat titip bocah jauh n anakku bosenan kalo diajak (alesyaaan aja aku yah) 😁😁
ReplyDeletekerjaannya di rumah nemenin Affan Ifa main kok mbak.. Hehe. Itu kalau nggak ada daycare aku juga nggak bakalan berangkat mbak, aku malah nggak ada yg bisa dititipi. Bisanya gantian sama suami atau mengandalkan daycare di acara.
DeleteIfa juga bosenan, tp kalau dia nyaman sama tempatnya ya bisa betah :)
Yang menyelesaikan urusan rumah tangga aku sudah mempraktekkannya, suka ma tips dan quotenya, bener banget bergantung sama Alloh aja, kalau rezeki kan gak hanya berupa uang, kesehatan, teman yang baik dan keluarga juga rezeki dan saling membahagiakan setuju 😊
ReplyDeleteBetul mbak, hidup mah lempeng aja ya mbak, tinggal ikutin arahannya Allah pasti dijamin selamat :)
DeleteMasyaallah... Hebatnya bu septi pemgen bisa seperti beliau. Makaish ilmunya ya mbak
ReplyDeleteiya mbak, inspiring banget.. semoga kita bisa belajar dari beliau ya :)
Delete