Makanan tidak hanya
pemuas rasa lapar, namun makanan bisa juga menjadi penawar rindu pada mereka yang tak mungkin kembali. Seperti
aku yang tiga bulan ini begitu mudah baper setelah kepergian ibu, rasa-rasanya
jadi sering berkawan dengan sepi. Padahal ya di rumah ada suami, ada anak-anak,
tapi tidak bisa dipungkiri kehilangan seseorang yang telah mengandung,
melahirkan dan membesarkanku telah merobek hati berkeping-keping. Sakitnya
lebih dari cinta yang bertepuk sebelah tangan.
Semua yang dilihat,
didengar dan dirasakan nggak tahu bagaimana selalu berujung pada memori bersama
ibu dan mereka yang sudah meninggalkan aku lebih dulu. Kepergian ibu bagaikan
puncak rasa sakit yang beruntun ketika satu per satu orang yang mengisi hidupku
dari kecil berpamitan tanpa mungkin menyapaku lagi.
Melihat drama korea
tetiba ingat ibu. Mendengar lagu Bunda-nya Melly Goeslaw atau Ibu-nya Sakha
jadi ingat ibu lagi. Melihat foto-foto kebersamaan om, bulik dan sepupuku atau
foto-foto teman dengan ibunya di Instagram mendadak mellow karena tak ada lagi
tempatku bergelayut manja. Aaah, pokoknya tiga bulan ini aku mendadak baper
akut. Apalagi kalau Ifa lagi sekolah, Afan lagi tidur dan suami lagi di kantor,
berasa banget deh bapernya.
Sudah sebulan ini aku
kembali berdekatan lagi dengan dapur. Sesuatu yang sudah lima tahun ini jarang
kulakukan. Selain edisi pengiritan, aku juga merasa mulai butuh kegiatan ekstra
biar baperku tidak berkembang menjadi membahayakan. Eh, ternyata memasak malah
menjadi simpul baper lainnya. Dapur di
rumah dekat sekali dengan ruang keluarga yang dulunya dipakai sebagai ruang
tidur ibu. Jadi tiap kali menunggu masakan matang dan mataku bersitatap dengan
ruangan tersebut, terkadang tanpa sadar air mataku menitik, aaah beliau sudah
tak di sana lagi.
Aku kemudian jadi ingat
beberapa masakan spesial yang ibuku sering buat untukku dan adik. Di antara
banyaknya masakan yang sering beliau buat, sup makaroni susu dan kue pisang coklat
adalah dua hal yang sangat kurindukan. Sampai hari ini aku belum menemukan dua
masakan tersebut yang memiliki rasa sama dengan yang ibu buat.
Tiga dari 4 Kuliner Nusantara Penawar Rindu |
Rasa baperku kemudian
berujung pada keinginan untuk napak tilas dan kembali merasakan beberapa
masakan yang dulu sering aku nikmati bersama mereka yang telah pergi mendahului
aku. Tentunya tak terhitung jumlahnya makanan yang memiliki kenangan bersama anggota
keluargaku, namun setidaknya ada 4 kuliner nusantara yang mampu mengobati rasa
rinduku pada ibu, adik, bapak, yangti dan yangkung yang telah bersemayam tenang
di dunia barunya kini. Demi menyempurnakan perjalanan napak tilasku, aku mengabadikan
4 kuliner tersebut di sini.
Jenang Kudus
Ibu dan yangtiku adalah
dua wanita kelahiran kota Kudus. Kota kretek ini menjadi salah satu kota yang
sering kukunjungi, terutama ketika lebaran tiba. Keluarga besar ibu dari pihak
yangti banyak yang tinggal di kota ini. Dari kecil hingga sekarang aku sangat
excited jika diajak mengunjungi keluarga di Kudus. Selain karena rumah mereka
yang luas, kami pasti juga akan dijamu dengan banyak makanan khas kudus yang
lezat dan nikmat. Salah satu makanan tersebut adalah nasi pindang. Waktu
pertama kali mendengar namanya, aku dan adik-adik sepupuku bertanya-tanya, nasi
pindang kok nggak ada ikan pindangnya, kok isinya daging semua. Barulah
kemudian kami diberi tahu kalau di Semarang masakan tersebut dikenal dengan
nasi rawon. Kami langsung tertawa terpingkal-pingkal sambil asyik menikmati
nasi rawon buatan salah satu eyang di Kudus itu.
Membicarakan Kudus maka
tidak bisa lepas dari jajanan khasnya, apalagi kalau bukan Jenang Kudus.
Warnanya coklat, teksturnya lengket dan rasanya manis. Dulu waktu kecil, jenang
Kudus hanya ada satu rasa. Namun seiringnya waktu, jenang Kudus kini bisa
ditemukan dengan berbagai rasa. Ada rasa durian, rasa vanilla dan sebagainya.
Kalau aku sampai hari ini masih lebih suka menikmati jenang Kudus dengan
rasanya yang original.
Si Manis Jenang Kudus |
Kemarin waktu hadir di
acara ulang tahun komunitas Blogger Gandjel Rel yang kedua, salah satu teman blogger yang berasal
dari Kudus, mbak Christanty memberi aku beberapa jenang Kudus. Mendadak
ingatanku melayang pada kebersamaanku dengan keluarga besarku dari pihak ibu.
Meski bentuknya mungil, Jenang Kudus ini mampu mengobati rindu pada dua wanita
penting dalam hidupku; ibu dan yangti.
Carabikang
Suatu hari saat aku
berselancar di Instagram, tak sengaja mataku bersitatap dengan foto yang
diunggah mas Nuno Orange. Seperti biasa yang diunggah mas Nuno pasti nggak
jauh-jauh dari makanan. Gambar makanan dengan bentuk seperti bunga mekar dengan
warna yang berbeda-beda, ada putih, hijau dan merah muda itu menarik hatiku.
Segera aku memberikan komentar di postingan foto itu, mencari tahu dimankah aku
bisa mendapatkan jajanan tradisional tersebut. Tanpa menunggu lama, mas Nuno
segera memberiku info tempat dia mengambil gambar tersebut.
Aku pun kemudian
memberi tahu suami kalau aku ingin membeli jajanan itu. Akhirnya kesampaian
juga. Hari Minggu, 26 Februari 2017, suami mengajakku jalan-jalan ke Car Free
Day (CFD). Sebagaimana petunjuk dari mas Nuno, penjual jajanan itu ada di dekat
air mancur. Setelah susah payah mencari tempat parkir yang sudah penuh, kami
pun menelusuri sepanjang jalan CFD untuk menemukan carabikang impian.
Alhamdulillah, dapat juga. Telat sedikit, kami pasti sudah kehabisan.
Carabikang yang Hampir Habis |
AADC nih ya ceritanya.
Ada Apa dengan Carabikang? Jajanan tradisional yang terbuat dari tepung beras dicampur
dengan tepung terigu, gula dan santan ini merupakan salah satu jajanan
favoritku saat kecil. Dulu ibu sering membawakannya untukku setiap pulang dari
mengajar. Tak jarang saat aku ikut dengan beliau ke pasar, ibu pasti mengajakku
ke penjual carabikang. Melihat carabikang dibuat, aromanya yang harum dan
nikmatnya carabikang selagi hangat adalah salah satu kenangan terbaik bersama
ibu.
Ketika kemudian ibu
sakit dan tidak lagi bisa beraktivitas seperti sedia kala, berjalan-jalan ke
pasar, mampir ke penjual carabikang dan kemudian pulang naik becak menjadi
salah satu hal yang kurindukan. Aku selalu berharap kami bisa melakukan hal itu
lagi, meski pada kenyataannya hingga ibu menutup mata kami tak lagi bisa
berjalan-jalan ke pasar bersama lagi.
Makanya ketika melihat
mas Nuno mengunggah foto carabikang, tetiba aku ingin sekali makan jajanan itu.
Meski setelah jajanan itu di tangan dan aku cicipi, ternyata tidak seenak carabikang
yang sering ibu belikan waktu masih kecil. Setidaknya ada sedikit rindu yang
terobati.
Carabikang Mengobati Rindu pada Ibu |
Aku sendiri tidak tahu
dari manakah asal carabikang ini. Banner penjual carabikang di CFD tertulis
carabikang asli Surabaya. Apakah carabikang dari Surabaya dengan yang dulu
kunikmati waktu kecil di Salatiga memiliki resep yang sama, aku pun tak tahu.
Ampyang
Lebih dikenal dengan
sebutan Gula Kacang. Kuliner tradisional yang terbuat dari gula jawa, jahe dan
kacang tanah ini rasanya manis, gurih dengan sedikit rasa hangat. Ampyang merupakan
kuliner tradisional khas Jawa, tepatnya Jawa yang sebelah mana tidak ada sumber
yang menyebutkan. Namun ampyang banyak didapat di Salatiga, khususnya di daerah
Kopeng. Mungkin dulu ampyang dibuat untuk menghangatkan badan di kota sejuk
itu.
Setelah cukup lama
akhirnya aku bisa juga mendapatkan ampyang di Semarang. Aku menemukannya nggak
sengaja pas jalan-jalan ke CFD. Setelah puas menemukan carabikang, kami
berjalan ke arah Taman KB untuk mengajak Ifa bermain di sana. Di perjalanan
menuju Taman KB aku melihat seorang wanita tua menjajakan gula kacang. Tapi
karena jalan penuh sesak, aku tidak sempat membelinya. Baru saat kami mau
pulang, aku mengajak suami mampir dan membeli beberapa buah ampyang. Rasanya
tidak mengecewakan, masih sama seperti yang sering kunikmati di Salatiga. Hanya
ukurannya lebih kecil dan kurang padat.
Ampyang, Salatiga dan Rinduku |
Menikmati ampyang menuntaskan
rindu pada kebersamaanku dengan bapak, ibu dan adikku di kota Salatiga.
Bagaimanapun aku pernah menghabiskan waktu selama kurang lebih 20 tahun di kota
itu. Suka dan duka pernah kurasakan di kota kecil nan damai berslogan Hati
Beriman itu. Selain ampyang, sate kambing muda dan sate sapi suruh adalah dua
jenis kuliner khas Salatiga yang akan selalu bersemayam di hati dan membawa
kenangan tersendiri.
Aku pernah mencoba
mencicipi sate kambing muda dan sate sapi suruh di Semarang, namun cita rasanya
jauh berbeda dengan yang biasa kunikmati di Salatiga. Memang menikmati masakan
khas suatu daerah akan lebih mantap jika dinikmati langsung di kota asalnya. Jangan
lupa jika berjalan-jalan ke Salatiga, mampirlah pula untuk menikmati semangkuk
wedang ronde yang akan menghangatkan tubuhmu seketika.
Martabak Manis
Kalau penganan yang ini
sih sampai sekarang masih mudah mendapatkannya. Apalagi di Semarang,
berjejer-jejer ada banyak pedagang yang menjajakannya, tinggal pilih mana yang
sesuai selera lidah kita.
Menurut sumber yang aku
baca, berbeda dengan martabak telur yang asal-muasalnya dari India, martabak
manis ini asli dikembangkan di Indonesia, khususnya di daerah Bangka Belitung.
Dulu dikenal dengan sebutan Hok Lo Pan atau kue orang Hok Lo. Seiring
berkembangnya waktu dan wilayah, penganan ini mulai dikenal dalam berbagai variasi
nama. Orang Jakarta lebih sering menyebutnya martabak Bangka, di Bandung
dikenal sebagai Terang Bulan, dan di Semarang malah disebut sebagai kue Bandung.
Padahal martabak manis ini sama sekali tidak berasal dari Bandung.
Menurut artikel yang
aku baca di Wikipedia, awalnya martabak manis di Semarang dibuat oleh seorang
pendatang dari Bangka yang berjualan di daerah Gajah Mada. Ia berjualan di
dekat penjaja mie Bandung yang sangat laris. Agar ketularan laris, akhirnya si
penjual martabak manis ini menyebut martabak buatannya sebagai kue Bandung.
Unik juga ya sejarahnya?
Martabak Manis dan Secangkir Teh Hangat |
Bagiku martabak manis
atau kue Bandung ini sangat berkesan karena mengingatkanku pada sosok Bapak.
Aku masih ingat bapak sering membawakan kue Bandung ini sebagai buah tangan
sepulang beliau bekerja. Tak jarang
sebelum pulang ke rumah, ia akan menelepon terlebih dahulu, memastikan apakah
anak-anaknya masih terjaga. “Bapak mau beli martabak bandung nih, mau nggak? Mau
dibawakan apa lagi?” Begitu sepenggal pertanyaan yang acap kali beliau
lontarkan di ujung telepon. Sesudah menerima telepon dari beliau, aku dan adik
yang tadinya sudah bersiap mau masuk kamar pun nggak jadi tidur dan menantikan
kepulangan bapak.
Sekarang bapak tidak
mungkin lagi membawakan kue Bandung, namun suami yang kini sering membelikannya
untukku. Ketika ada pesan masuk berbunyi, “mau hitam manis, bun?” tandanya
suami habis gajian, hehe. Nyemil martabak hitam manis ditemani secangkir teh
hangat sembari berbincang tentang masa depan bersama suami tidak hanya
mengobati rasa rinduku pada bapak, namun juga menguatkanku bahwa hidup harus
terus berjalan bersama mereka yang kini menggenggam tanganku.
Selesainya mengabadikan
4 kuliner nusantara tersebut, baperku pun menyusut karena rindu telah terobati, namun
baper yang lain muncul seketika. Mengabadikan kuliner ternyata tidak semudah yang
dibayangkan, sepertinya aku harus lebih banyak latihan agar dapat angle yang
cantik dan menarik.
Meskipun begitu kalau
kegiatan jepret-menjepret kuliner nusantara-nya menggunakan ASUS Zenfone, hasilnya
kok pasti lebih bagus ya? Padahal cara jepretnya masih sama ngasalnya. Kadang
suka gemes deh. Makanya aku sering diam-diam pinjam HP Zenfone Go punya suami
buat latihan motret, soalnya hasil fotonya pasti lebih tajam dan hebring.
Jepret Kuliner Nusantara Lebih Asyik Pakai ASUS Zenfone |
Usut punya usut, ASUS
Zenfone bisa menghasilkan foto yang keren dikarenakan mereka memiliki teknologi
PixelMaster Camera. Teknologi inilah yang mengolah gambar menjadi lebih tajam,
warnanya lebih cerah, kuat dan enak dipandang mata. Hmm, jadi nyesel kenapa
dulu nggak beli Zenfone.
Aah sudahlah, daripada
semakin baper, aku jadi penasaran sama kuliner nusantara favorit kalian, pals.
Sharing dong tentang kuliner favorit yang juga bisa menjadi penawar rindu bagi
kalian. Btw, terima kasih sudah berkunjung dan menyempatkan waktu untuk membaca
curhat colongan-ku ya, pals. See you in the next post!
“Artikel
ini diikutsertakan pada Blogging Competition Jepret Kuliner Nusantara dengan
Smartphone yang diselenggarakan oleh Gandjel Rel.”
Kusuka juga carabikang ama ampyang mbak ririt 😊
ReplyDeleteAsiik, ada temennya :)
DeleteAmpyang sama carabikang itu juga kesukaankuuu....tapi aku cuma suka yang hanya dijual di Purworejo, yang dijualn di sini rasanya kurang nendang *kabuuur, mundak ditendang Ririt :p
ReplyDeleteHehe ora tak tendang mbak, wong aku yo gak nemu sing pas di lidah kok di Semarang. Aku sukanya yang waktu masih kecil di Salatiga :)
DeleteBenar2 makanan kenangan .... :)
ReplyDeleteIya mbak. Kalau mbak Anisa Ae sukanya apa nih?
DeleteAku kangen makan bikang. :)
ReplyDeleteAyo, hunting bikang yang enak.
DeletePaling suka sm martabak bangka dan cara bikang :) btw udah lama blm makan cara bikang lagi ni...
ReplyDeleteIya, mbak.. Cari yang citarasanya seenak jaman dulu kok belum nemu :(
DeleteKangen carabikang CFD nih Rit, nanti kalo udah gak sibuk mau lah jalan-jalan lagi di CFD :)
ReplyDeleteWah, mbak Wati nih sibuk bener :)
Deleteampyang itu di tempatku namana gulo kacang Mbak. beda nama ya ternyata
ReplyDeleteIya mbak.. Ada yang nyebut gula kacang juga... :)
DeleteMbaa..ikut berduka ya Mba.. Ibuku juga sudah meninggal hampir 9th yg lalu. Rasanya rinduuuu banget.. Rindu pengen peluk-cium beliau, sama masakan beliau juga.
ReplyDeleteBetewe..di desaku dulu di Purworejo, kalo ada hajatan pasti pada bikin jenang sama carabikang. Tapi di Solo, jenang itu artinya bubur. :D
Terima kasih mbak. Beda daerah, beda istilah ya mbak :)
DeleteSemua itu aku suka.. Aduh busui ini apa sih ga yang doyan , tapi kok yaa ga gemuk2 hahaha..
ReplyDeleteWalah mbak, mau tak bagi lemakku hihi. Biasanya 3 bulan setelah lahiran udah balik normal, ini lemaknya membandel sekali nggak pergi2, hehe
DeleteWaow saya suka yang gula kacang itu, kalo di tempat saya Kebumen namanya jipang kacang, mungkin hampir sama rasanya
ReplyDeleteBeda tempat, beda nama ya mas :)
DeleteKlo ampyang itu seingetku disini dr beras atau ketan 😂
ReplyDeleteAq suka corobikang, klo coklatnya kurang aq beli susu coklat sendiri 😂
Iya beda-beda namanya ya Mara Soo.. Wah, ide bagus tuh ditambahi susu coklat sendiri :)
DeleteKlo ampyang itu seingetku disini dr beras atau ketan 😂
ReplyDeleteAq suka corobikang, klo coklatnya kurang aq beli susu coklat sendiri 😂
dari keempat kuliner nusantara itu, jenang kudus yang belum pernah nyobain mbak
ReplyDeleteOya mbak? Hayuklah main ke Kudus :)
DeleteCobain martabak manis yg di depan ayam lombok ijo mbak di jl.gajahmada pilihannya banyak n enyaaak2 smuany hehhehe
ReplyDeleteIyaa.. Memang aslinya lahir di jalan itu, jadilah martabak manis yg paling enak ya di daerah situ.. :)
DeleteWalah mbak, baca pembukaannya saya ikutan jadi baper nih. Orang tua masih ada semua sih, tapi jadi ngebayangin nantinya gimana.. hiks
ReplyDeleteDulu waktu SMP ibu temanku membuat carabikang kemudian dititipka ke warung atau pasar, saya sering ngenterin teman saya ke warung atau pasar waktu itu. Dan sering diberi gratisan, hehe..
Saya ikut melihat cara membuatnya yang unik. Ketika sudah matang terus diambil pakai sutil dan carabikangnya jadi mekrok/membelah seperti bunga, gitu deh pokoknya. Dan itu momen yang selalu saya tunggu ketika melihat ibu teman saya sedang memasak carabikang :)
Asyik ya mbak nungguin bikin carabikang. Aku juga suka lihat bikinnya. Dimakan pas anget-anget, maknyus banget :)
DeleteBaca ini bikin laper, hehehe
ReplyDeleteNggak papa mbak, yang penting nggak baper :D
Deleteduh... lama ga makan carabikang jadi pengen...
ReplyDeleteBeli mbak, ntar ngiler lo, hehe.
DeleteAku loh seneng banget sama kue bandung, tapi ga dibolehin sama mas bojo. Too sweet katanya... soalnya aku sweet-nya udah kebangeten siiiyyyy *guyur meses segerobak :))
ReplyDeleteGedubrak.. Berarti kalau beli kue bandung yg kosongan aja ya mbak, hihi.. Kan udah manis :D
DeleteMaaf lho Mbak kalau aku pernah pamer foto bersama ibu. Tak bermaksud.
ReplyDeleteNgomong-ngomong soal jenang Kudus, kemarin aku juga ngicipin. Malah nggembol bawa pulang 5 biji. Kak Ghifa suka soalnya.
Kalau cara bikang, buatan Mbahku Pati sana endes marendes. Mbahku punya cetakannya dari zaman bahulak Mbak. Sampai sekarang masih ada. Sayang, Mbahku bikin cara bikang kalo ada acara tertentu saja. Terakhir pas nikahan Omku.
Gak papa lah mbak, harus banyak foto2 sama ibu selagi masih ada waktu bersama :). Waah, jadi pengen nyicipin bikang buatan mbah nya mbak ika nih :)
DeleteDuuh...jadi kangen Salatiga, kota kelahiranku... Mbak, Salatiganya di mana? Dulu kami di Jetis.. Eh malah nostalgiaan Salatiga..hehe..
ReplyDeleteBTW, setahuku Ampyang itu kuliner Salatig..hehe..
Aku di Dliko Indah, blotongan mbak.. Batas kota lama. SMA ku dulu dekat Jetis.
DeleteIyaa, setauku jg ampyang khas salatiga, ternyata di daerah lain ada juga :)
sukses ajalah buat kontessnnyaa...hee saya numpang lwat doang...kunjungi syair di kertas hitam nggih,,,,suwun hehehe
ReplyDeleteTerima kasih. Siaap, nanti aku main-main ke sana ya :)
Deletesukses ajalah buat kontessnnyaa...hee saya numpang lwat doang...kunjungi syair di kertas hitam nggih,,,,suwun hehehe
ReplyDeleteMartabak manis tuuh, "racun" bangeet.. setengah mati menghindari.. setengah mati kangen makan lagi..
ReplyDeleteHahaha... Bikin kita tambah manis yaa.. Entar dideketin semut deh kalau kemanisen :D
DeleteAku suka semuanya...! Ga bisa banget nolak makanan enak (bilang aja doyan makan, gitu ya 😜😜)
ReplyDeleteSemoga ibu tenang di sana ya Mba.. *hug
Haha.. Apalagi kalau tinggal makan ya mbak :)
DeleteAamiin. Makasih ya mbak.
duhh bikin laper aja rasanya ngeliatin makanannya hahah
ReplyDelete#sodorin lap, hehe
Deletewihh makanan penawar rindu ya, penawar rasa lapar ini mah wkwkwk
ReplyDeletenggak baca sampai kelar ya, hihi :D
DeleteEmang masakan ibu paling ngangenin :)
ReplyDeleteBanget, mbak :)
DeleteAmpyang ini aq nyebutnya gulo kacang mb hehehe
ReplyDeleteiya mbak... beberapa daerah menyebutnya gula kacang :)
Deletepasnya untuk anak anak kalo ini mah . . Banyak manisnya
ReplyDeletekunbal tanjungbungo.com
Anak-anak juga punya selera lo, ada juga anak-anak yang suka gurih, hehe.
Delete