Hi, pals. Apa kabarnya hari ini? Masih sibuk dengan segudang aktivitas kah? Aku masih sibuk dengan beberapa keywords untuk job content writer-ku nih. Biar otaknya nggak kriwil, sempetin dulu update "istana tercinta" dulu deh.
Masih di One Day One Post, kali ini temanya tentang Home Sweet Home. Membicarakan tentang rumah itu bisa beragam konteksnya ya. Rumah bisa diartikan sebagai sebuah bangunan yang di dalamnya ada kamar tidur, kamar mandi, dapur, ruang tamu, teras dan ruang-ruang lainnya. Namun dalam konteks yang lain, rumah bisa jadi sebuah tempat yang selalu menghadirkan rasa nyaman dan penuh cinta.
Kalau teman-teman sendiri lebih suka menggambarkan rumah dengan konteks yang pertama atau yang kedua?
Credit by memoirsofachronicchick |
Seringkali ketika konteks mengenai rumah yang kita kejar adalah konteks yang pertama, tak sedikit kita lihat banyak orang berlomba-lomba membangun rumah-rumah yang besar lengkap dengan segala isinya. Rumah dalam konteksnya sebagai bangunan masih menjadi lambang kesuksesan bagi sebagian masyarakat. Orang belum disebut sukses kalau belum punya rumah sendiri, masih ngontrak, apalagi ngikut mertua.
Bahkan meski seseorang sudah punya rumah, besar kecil dan mewah tidaknya sebuah rumah juga dijadikan tolok ukur bagi sebagian besar masyarakat tentang kaya atau tidaknya seseorang. Memang tidak akan ada habisnya jika kita melihat sesuatu dari bentuk fisik dan material.
Credit by The Pop Mami |
Sayangnya seiring berlomba-lombanya manusia-manusia bumi membangun rumah-rumah megah, mereka sering lupa untuk mengisi rumah tersebut dengan cinta dan kasih sayang. Bangunan-bangunan itu bisa saja berdiri megah dan kokoh, namun ketika kita masuk ke dalamnya, begitu dingin dan gersang. Suami dan istri tak saling bercakap. Anak dan orang tua tak saling sapa. Kakak dan adik tak saling berempati. Tak ada pelukan, tak ada canda tawa, tak ada obrolan. Rumah hanya tempat untuk melepas penat, sekedar mampir untuk tidur, makan dan ganti baju.
Aku sendiri lebih suka membangun rumah dengan konteks yang kedua. Rumah yang bukan hanya dinilai dari bagus atau tidaknya bangunan itu, mewah atau tidaknya, atau lengkap tidaknya isi rumah itu. Namun rumah yang merupakan tempat di mana kita akan selalu rindu untuk pulang karena hanya di sanalah ada rasa nyaman, cinta kasih dan kehangatan.
Aku pernah tinggal di rumah yang lebih besar dari yang kutinggali sekarang. Rumah milik orang tuaku di Salatiga, saksi hidupku di masa kecil hingga melangsungkan akad nikah. Ada beberapa kisah bahagia terukir di sana, namun tidak sedikit pula air mata yang tumpah. Bangunan itu pernah menjadi tempat yang tidak kurindukan sama sekali karena setiap hari aku harus menyaksikan bapak dan ibu bertikai, hingga kemudian akhirnya bapak menikah lagi.
Aku justru menemukan kenyamanan saat tinggal di rumah salah satu sahabatku. Keluarganya yang hangat membuat rumahnya menawarkan tempat untukku selalu rindu untuk pulang ke sana. Itulah kenapa untukku, rumah tidak selalu bangunan tempat di mana keluarga kita tinggal. Rumah bisa di mana saja selama tempat itu memberikan keamanan, kenyamanan, keteduhan dan cinta kasih. Bahkan kolong jembatan pun bisa jadi rumah bagi mereka yang memang menemukan kenyamanan di sana.
Home sweet home, bukan tentang materi dan bangunan fisik, tapi bagaimana orang-orang di dalamnya mampu saling memberikan rasa nyaman, aman dan saling berbagi cinta kasih.
Credit by Social Feed |
Untukku saat ini, rumah adalah tempat di mana suamiku berada. Memang bergantung pada makhluk itu tidak dianjurkan. Bergantunglah hanya kepada Allah Azza Wa Jalla. Namun sebagai sesosok pria yang Allah kirimkan untukku, aku merasa sangat nyaman dan aman ketika ada dia di sisiku. Makanya ketika kami sempat menjalani long distance marriage beberapa tahun yang lalu, hidup rasanya tak tenang, kemrungsung dan hampa. Alhamdulillah, ketika akhirnya Allah menakdirkan kami untuk kembali di kota dan tempat yang sama, semua jadi lebih mudah meski kami tidak bergelimang harta. Namun suka dan duka begitu nikmat dijalani ketika tangan saling menggenggam.
Rumah juga tempat di mana aku bisa mendengarkan celoteh riang anakku. Tidak ada yang lebih berharga dari seorang ibu selain kehadiran anak-anaknya. Sebelum Ifa sekolah, hampir dua puluh empat jam aku habiskan waktu bersamanya, dari bangun tidur hingga tidur kembali. Namun sejak Ifa sekolah, aku seringkali merindukannya ketika ia sedang berada di sekolah. Meski hanya tiga jam rasanya waktu berjalan begitu lambat tanpa canda tawanya. Saat ini hal yang paling kunanti setiap hari adalah ketika Ifa pulang sekolah dan bercerita panjang lebar tentang kegiatan apa saja yang tadi dilakukannya di sekolah.
Credit by Etsy |
Tanpa ibu tidak akan ada rumah di dunia ini, karena ibu adalah sumber cinta kasih tanpa henti. Cintanya bagai sang surya yang tak lelah menyinari bumi. Maka buatku, rumah adalah di mana aku bisa menghabiskan banyak waktu dengan ibu. Qodarullah, aku masih tinggal dengan ibu karena hanya aku satu-satunya anak ibu yang masih hidup. Meski kini rumah yang kami tempati tak lagi sebesar saat kami tinggal di Salatiga, namun tempat ini jauh lebih hidup dan hangat. Tidak ada lagi pertengkaran, tidak ada lagi amarah. Bersama ibu, suamiku, Ifa dan calon adik Ifa, rumah ini menjadi tempat paling sempurna untukku selalu pulang.
Credit by Faith, Grace and Joy |
Selain tempat di mana keluargaku tinggal, buatku rumah adalah di mana aku bisa bertemu dan berkumpul dengan teman-temanku. Teman-teman yang punya hobi, visi dan passion yang sama. Di manapun pertemuan itu terjadi, gelak tawa dan riuh rendah percakapan tentang hal yang kami sama-sama suka telah membangun sebuah rumah yang sangat nyaman. Saat ini rumah keduaku adalah tempat di mana aku bisa bertemu dengan moms rempong-nya Komunitas Yukjos Semarang dan emak-emak Blogger Gandjel Rel.
Credit by Super Woman Seven |
At last but not least, Marita's Palace - blog ini - adalah salah satu rumah untukku. Aku selalu menyebut laman ini sebagai the most expressive spot to reveal about me and how I see the life. Karena buatku rumah seharusnya menjadi tempat terbebas untuk menjadi diri sendiri. Ketika di dunia nyata seringkali aku tergagap untuk menyampaikan pandanganku karena pekewuh, di sini lah aku bisa mengungkapkan pendapatku secara jujur dan blak-blakan, meski tetap harus punya etika. Karena kemerdekaan berpendapat di tempat inilah kemudian aku menemukan sebuah tagline baru, blog your life and live your blog. Ya, tempat ini adalah rumah lain untukku di mana aku bisa berbagi apapun dengan nyaman tentang hidupku. Dari tempat ini pula aku belajar untuk tak berhenti berkarya dan mendulang emas agar hidup tetap berjalan di atas relnya.
Ini home sweet home versiku, kalau teman-teman bagaimana nih? Semegah apapun bangunan rumah kita, jangan sampai bangunan itu kering tanpa cinta. Karena sesungguhnya broken home family bukan hanya mereka yang terpisah karena perceraian, namun juga mereka yang tinggal di dalam bangunan yang sama namun tanpa sapa dan cinta.
Mari kita bangun baiti jannati, rumahku surgaku.
Salam semangat!
buatku rumah itu sebuah tempat di mana aku bisa menjadi diriku sendiri. g harus rumah tempat aku lahir, asrama tempatku dulu kuliah, itu rumahku, terus kantor tempatku bekerja itu juga rumahku. pokoknya dimana-mana yang bikin aku nyaman, itu rumahku
ReplyDeleteYuph, agree mbak :)
DeletePokoknya rumah itu dimana kita bersama org yg kita sayang ya mbak :)
ReplyDeleteOrang yang kita sayang dan menyayangi kita mbak, juga orang2 yang selalu mendukung kita :)
DeleteRumah itu ketika aku pulang, ada istri dan anakku, kalau ada istrinya orang berarti saya salah masuk :P
ReplyDeleteBapake ngejak guyon ik.. :D :D :D #wetengku_mules
DeleteAhaaa iyaa banget aku setuju kalau blog itu juga rumah kita, ya rumah maya atau rumah kata deh. Di blog, kita bisa curhat atau menumpahkan uneg-uneg apapun walaupun kadang ada orang yang 'ngontrak' dan kasih kita imbalan.
ReplyDeleteHehe iya.. tapi kan tetep yang "ngontrak" harus menurut syarat dan ketentuan yang kita buat mbak.. :D
Delete