Sudah agak
basi sih ya, tapi kayanya masih seru aja diomongin. Apalagi masuk hajj season begini,
pasti akan banyak banget yang dapat undangan nikah, aku aja minggu kemarin udah
langsung dapat dua, hehe.
Ngomongin
soal nikah muda itu rasanya nano-nano. Masalah pro dan kontra sih wajar ya,
namanya isi kepala pasti berbeda-beda, jadi ya nggak perlu saling gontok-gontokan
merasa yang paling bener sendiri pendapatnya. Celotehan ini sih versiku ya,
yang lain pasti punya versinya masing-masing.
Waktu pertama
kali dikirimin foto suasana pernikahan Alvin putra Ustad Arifin Ilham di salah
satu grup whatsapp, jujur aku nggak ngeh itu siapa dan nggak mau tahu juga, cuma
mbatin aja di dalam hati… “Eh ada
brondong ganteng, aku pelototin ah, siapa tahu yang di dalam perut cowok, biar
ketularan ganteng”. Hehe.
Setelah aku
berseluncur ke facebook, barulah aku ngeh kalau foto yang tadi aku dapat adalah
sebuah berita yang cukup menggemparkan. Gimana nggak gempar, la cowok usia 17
tahun yang baru selesai pendidikan hafidz-nya berani menikahi seorang gadis
pujaan hatinya yang berusia 20 tahun!
17
tahun ciiint!
Aku langsung
terlempar ke sebuah masa, membayangkan usia 17 tahunku seperti apa. Nggak yang
seneng hura-hura juga sih, wong hidupku penuh tragedi dan air mata, hueks.. :D.
Tapi yang pasti kalau saat itu nikah, belum kepikiran juga, wong belum ada
calonnya :D. Terus aku coba ingat-ingat juga teman-teman cowokku saat SMA,
kayanya 17 tahun itu masih labil bin ababil banget. La kok ini ada cowok muda
yang jeder berani memikul tanggung jawab sedemikian rupa… Buat aku sih awesome!!!
Apalagi
setelah kepo ke sana-sini, si istri adalah mualaf yang sebelumnya juga berhasil
diislamkan olehnya setelah kalah berdebat mengenai agama. Bahkan bukan hanya
sang pujaan hati, bapak dan engkongnya juga berhasil diislamkan olehnya… Masya Allah…
Menjadi
seorang suami itu wadaw nggak mudah lo. Tanggung jawabnya nggak cuma di dunia,
tapi juga di akhirat. Dan untuk putra dari seorang ustad sekelas Arifin Ilham
tentu telah dibekali pendidikan yang cukup bagaimana menjadi seorang suami
seharusnya. Pastinya doi meminta ijin pada kedua orangtuanya untuk menikahi
sang pujaan hati tidak hanya juga soal urusan bawah perut saja alias nafsu
syahwat, tapi pasti ada background yang lebih besar dari itu. Cuma kalau
dijlentrehin di media pasti bisa panjang dan lamaaaa…. Dan yang pasti “not every single thing of your life should
be explained through media, right?” Finally
ya paling gampangnya kalau ditanya media pasti dijawab dengan singkat dan
mudah, “untuk menghindari zina.”
Kalau menurutku
sih nggak ada yang salah dengan alasan tersebut. Karena memang salah satu
tujuan pernikahan adalah memang untuk hal itu. Meski banyak yang kemudian jadi
meng-counter negatif dengan banyak
pernyataan, seperti; emang nikah cuma urusan bawah perut saja, makanya banyakin
kegiatan biar syahwatnya terkendali, bahkan ada yang ujung-ujungnya malah
nyumpahin… palingan juga ntar kawin lagi kaya bokapnya. Waduh… yang terakhir
ini bikin nyesek, tapi dibahas di lain hari aja deh, bisa panjang kalau
ngobrolin soal kawin lagi, wkwkkw.
Aku sih nggak
mau sok suci ya, dulu aku nggak ta’aruf-ta’arufan. Sebelum memutuskan nikah
sama suami, kami pacaran dulu sekitar empat tahunan. Dari pengalaman tersebut dan
berkaca dari beberapa teman di sekitarku yang juga pacaran di jaman itu, sebertanggungjawabnya
pacaran yang kita lalui ya bullshit kalau nggak ada deg deg ser-nya,
pasti ada zina mesti sebesar kuaci. Nah lo, padahal dosa sekecil apapun itu
pasti ditimbang.. hiks, jadi merinding sendiri.
Masalahnya masih
banyak yang menggeneralisasikan bahwasanya zina itu terjadi jika sudah ada
persetubuhan, esek-esek dan sebagainya. Padahal zina itu ada tahapannya, nggak
langsung mak jegagik, makanya kan Allah melarang kita mendekati zina. Bayangkan
bukan zinanya aja yang dilarang, dekat-dekat aja sudah nggak boleh lo! “Janganlah
kamu sekalian mendekati perzinahan, karena zina itu adalah perbuatan yang
keji,” (QS. Al-Isra : 32).
Dikutip dari
situs ini, tahapan zina diawali dari pandangan mata (al-lahazhat), khayalan
(al-khatharat), kata-kata atau ucapan (al-lafazhat), dan perbuatan konkret
(al-khatahwat). Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairoh
bahwasannya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menetapkan terhadap anak-anak Adam bagian dari
zina yang bisa jadi ia mengalaminya dan hal itu tidaklah mustahil. Zina mata adalah pandangan, zina
lisan adalah perkataan dimana diri ini menginginkan dan menyukai serta kemaluan
membenarkan itu semua atau mendustainya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Pertama-tama
kenalan lalu saling bertatap mata, saling pandang-pandangan yang sampai
menggetarkan hati hingga gak jelas
rasanya itu merupakan pintu masuk zina yang pertama. Setelah saling
berpandangan, mulai deh pacaran, bergandengan tangan sepanjang taman sambil
menikmati sore yang syahdu, itu tangan kita udah zina coy, tangan yang kita
pegang bukan punya mahram kita. Bahkan memikirkan yang bukan mahram saja sudah
zina. Oke waktu pacaran dulu mungkin kita nggak sentuhan tangan, nggak
pegang-pegangan, tapi kangen-kangenan terus telpon-telponan, ujung-ujungnya
bayangin wajah si doi yang jelas-jelas bukan mahram kita. Saling berkirim pesan
sayang-sayangan. Piye jal kui. Ternyata tanpa sadar kita sudah masuk ke
perangkap setan untuk mendekati zina lo, padahal…
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengikuti
langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan,
maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang
mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu
sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan
keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Quran
Surat An Nur: 21)
Nikah Muda Silakan Saja, Asalkan…
Berhubung
sekarang aku udah jadi ibu dari seorang anak perempuan, memandang pergaulan
anak jaman sekarang yang semakin we-o-we, ada juga perasaan khawatir. Maka
buatku menikah muda bisa menjadi sebuah solusi yang cukup ampuh untuk
mengantisipasi pergaulan yang kebablasan, tentunya dengan syarat dan ketentuan
yang berlaku.
Sebenarnya
nikah muda itu sudah banyak kok yang menjalani. Sayangnya sebagian dari pelaku
nikah muda yang banyak kita tahu adalah mereka yang menikah karena terpaksa
alias married by accident. Dan nggak
jarang yang nikahnya diawali dengan kondisi seperti ini, kehidupan
pernikahannya kemudian sedikit bergelombang, bahkan banyak yang kemudian justru
berpisah. Ya, karena landasan pernikahannya tidak kuat, hanya sekedar untuk
menuntaskan tanggung jawab yang terpaksa ada sebelum waktunya, namun di sisi
kemampuan belum benar-benar teruji. Namun tidak semua lo ya, ada beberapa yang
juga belajar dari kesalahan dan kemudian live
happily ever after.
Nah kalau
kita lihat fenomena nikah muda yang karena pergaulan kebablasan aja bisa maklum.
Kenapa kita harus heboh melihat Alvin yang mendobrak dunia dengan pernikahan
mudanya yang insya Allah landasannya kuat untuk membentengi dirinya dari
perbuatan buruk dan menyempurnakan setengah agamanya? Kalau aku sih support dan justru tertarik belajar dari
doi dan keluarganya.
Jadi ingat
saat umurku 20 tahun aku sempat ngajuin proposal pernikahan ke ibu setelah
membaca buku tentang muslimah sholehah gitu deh. Ibuku yang cukup paham bahwa
di dalam islam tidak ada pacaran sangat setuju dengan permintaanku itu, tapi ketika
ide itu dibawa ke bapak dan eyang kangkung langsung ditolak mentah-mentah,
hehe. Di satu sisi, keluarga suami juga tidak mengabulkan permintaan doi untuk
nglamar aku karena dianggap belum mampu, belum lulus kuliah dan berpenghasilan.
Berhubung saat itu posisiku nggak cukup kuat untuk meyakinkan keinginanku untuk
menikah ya sudah manut saja. Namun nggak berani putus juga saat itu, wkwkw.
Payah daah! Tahu aturannya, tapi nglanggar :D #tepokjidat.
Belajar dari
pengalaman tersebut, aku malah pengennya bisa mempersiapkan anakku mampu menikah
di usia muda. Sebagai orang tua jelas PR nya bagaimana menyiapkan si anak memiliki
bekal yang cukup; dari pendidikan aqil baligh yang kudu sudah tuntas, bekal
agama yang cukup kuat, life skill, hingga kemandirian dan entrepreneurship. Dan
PR itu buatku jelas tidak mudah! Dengan ilmu yang masih seupil, membayangkan Ifa kelak ada yang nglamar pas
lulus SMA kok ya dredeg juga, hehe. Bismillah, yang penting ikhtiar dulu,
kencengin doa, masalah hasil mah urusan Allah ya.
Nah, buat
adik-adik atau teman-teman yang gegara lihat Alvin terus jadi kepengen nikah
muda, jangan langsung grusa-grusu juga. Keputusan Alvin hingga diiyakan oleh
bapaknya tentu melalui perjalanan yang panjang. Kalau Alvin tidak punya
kapabilitas yang mumpuni untuk menjadi pemimpin rumah tangga, Ustad Arifin
Ilham kayanya juga nggak mungkin dengan gampang meloloskan proposal
pernikahannya.
So,
kalau dari kaca mataku sih berikut ini beberapa syarat dan ketentuan yang wajib
dimiliki jika memang berkeinginan untuk nikah muda.
Sebagaimana
diriwayat-kan oleh al-Bukhari dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu. Ia
menuturkan: “Kami bersama Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemuda yang tidak mempunyai sesuatu, lalu
beliau bersabda kepada kami:‘Wahai para pemuda,
barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena
menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat
menekan syahwatnya (sebagai tameng).' “
Maka syarat untuk
menikah sudah sangat jelas yaitu MAMPU.
Mampu secara apa? Secara usia, secara fisik, secara ruhiyah, secara bekal agama
dan keilmuan, secara kematangan emosi, secara finansial.
Kalau dari
segi usia, semuda-mudanya sih buat aku minimal baik yang cowok atau cewek sudah
lulus SMA ya. Emang gak ababil banget umur segitu? Tergantung pengasuhan orang
tuanya juga sih. Kalau dari kecil memang sudah dididik untuk memiliki tanggung
jawab terhadap diri sendiri dan pemahaman agama yang baik, banyak juga kok yang
lulus SMA sudah lebih dewasa dan tangguh dibanding yang tiga puluh tahunan. (Lagi-lagi PR buat orang tua, noted!)
Sedangkan
dari segi fisik, tentu saja sudah mampu dibuahi dan membuahi. Katanya kalau
dari segi kedokteran nikah muda bisa berbahaya ya. Aku kurang paham kalau yang
ini, jadi biar ahlinya yang berkomentar. Tapi yang jelas kesiapan fisik tidak
akan terwujud jika tidak diimbangi dengan kesiapan secara ruhiyah dan
kematangan emosi.
Kesiapan
ruhiyah dan kematangan emosi bisa terwujud dengan baik jika bekal agama dan
keilmuan yang dimiliki juga mumpuni. Lah, kalau lulus SMA memang ilmunya udah
ndakik gitu? Woi, jangan memandang seseorang dari lulusan apa deh. Banyak yang
lulusan S2 tapi cuma dapat gelar, secara pengalaman, keilmuan, pengetahuan
nggak lebih hebat dari yang SMA. Dan sekali lagi ini berkaitan erat dengan pola
asuh orang tua. (Lagi-lagi PR!)
How
about kesiapan finansial? Rumah tangga kan
nggak cuma butuh cinta, butuh duit juga coy! Anak lulus SMA mana mungkin bisa
kasih makan anak istri. Kalau untuk soal kesiapan yang ini, bisa beragam
kondisinya.
Yang pertama,
sekarang jaman udah modern, banyak anak lulus SMA yang udah punya penghasilan
sendiri. Tapi kan nggak banyak, palingan cukup buat beli nasi bungkus doang. Banyak
atau dikit itu relatif, tergantung bagaimana kita mensyukurinya :) #sokbijak.
Yang kedua, build your business after the wedding
ceremony! Belajarlah dari pengalaman Sally, pemilik Butik Trusmi Cirebon.
Doi dan suaminya menikah di usia 17 tahun. Kalau Alvin dan kisah nikah mudanya
bisa jadi terasa “ya wajarlah, anak ustad
pasti didikannya keren”, kita bisa terkagum dari kisah Sally yang tumbuh
dari broken home family dan memilih nikah di usia 17 tahun tanpa pacaran
terlebih dahulu. Dari hasil amplopan resepsi pernikahannya, mereka kumpulkan
dan mulai berwirausaha. Kisah lengkapnya, bisa simak di video berikut ini.
Yang ketiga, kondisi
ini butuh dukungan penuh dari orang tua. Saat kuliah aku pernah membaca sebuah
buku (sayang aku cari bukunya nggak ketemu) bahwasanya tidak boleh orang tua
melarang anaknya yang memiliki keinginan untuk menikah jika alasannya syar’i
dan lillahita’ala. Dalam buku itu dituliskan jika anaknya belum cukup mampu
secara finansial, sokonglah. Di buku itu dicontohkan, anak boleh tinggal dulu
bersama orang tua sampai keadaan memungkinkan, misal anak kuliah – maka biaya
kuliah tetap merupakan kewajiban orang tua, jika orang tua ridha – orang tua
bisa ikut membiayai hidup sehari-hari kehidupan rumah tangga anaknya hingga
anaknya mampu berdikari, namun tentunya juga dengan diberi pemahaman serta dibantu
modal agar anaknya bisa berpenghasilan dan berdiri sendiri.
La iya kalau
orang tuanya berkecukupan, kalau nggak mo nodong siapa? Yang Maha Kaya cuma
Allah, nodong lah sama Allah :).
Orang yang
menikah dengan niat menjaga kesucian dirinya, maka Allah pasti menolongnya. At-Tirmidzi
meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ada
tiga golongan yang pasti akan ditolong oleh Allah; seorang budak yang ingin
menebus dirinya dengan mencicil kepada tuannya, orang yang menikah karena ingin
memelihara kesucian, dan pejuang di jalan Allah.”
Allah
berfirman dalam salah satu ayat;
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian
di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan perempuan yang perempuan. Jika
mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah
Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Qs. An-Nur [23] : 32).
Aku sendiri
waktu nikah dulu sama sekali belum mapan, benar-benar mulai dari nol dan sampai
hari ini pun masih berjuang. Keluargaku dan suami juga bukan keluarga yang
berada hingga bisa ikut menyokong kehidupan rumah tangga kami, aku dan suami
benar-benar berjuang bersama. Dari yang bener-bener nggak punya uang di tanggal
tua cuma makan sama sambel dan tahu goreng, hingga bisa nyekolahin anak ke
sebuah sekolah idaman yang SPP-nya cukup tinggi untuk ukuran kami. Kami nggak
akan pernah mampu jika nggak ada Allah :).
Dan sungguh
hingga hari ini aku selalu dipertemukan dengan kejadian demi kejadian
bahwasanya betapa matematika Allah itu terkadang tidak bisa dilogika oleh akal
manusia. Buat orang yang mengedepankan logika dan hitung-hitungan kasat mata,
mungkin dalil-dalil di atas bisa jadi hal yang impossible, tapi aku yang notabene imannya masih secuil kuku hitam
ini, yang yakinnya ma kuasa Allah kadang masih goyag-gayig aja ditolong
berkali-kali olehNYA untuk masalah finansial (dan lainnya). Apalagi buat yang
benar-benar ikhlas dan bergantung hanya padaNYA.
Allah yang
maha besar, masalah kita di dunia ini kecil untukNYA. Jadi jangan takut nikah
hanya karena merasa belum mampu secara finansial, ada Allah yang Maha Kaya J.
Niatkanlah menikah untuk ibadah dan insya Allah IA akan menolong kita di setiap
kesulitan yang kita hadapi. Yuk, sama-sama memahami dan meresapi kalam Allah
pada surat Al Ikhlas: 2, “Allah adalah
Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.”
Terus kakak,
biar bisa MAMPU menikah di usia muda ataupun di usia berapapun, gimana dong?
1. Perkaya
diri dengan ilmu agama – Jangan habiskan masa mudamu dengan hura-hura, ya dik,
nak.. Beneran deh, nyeselnya saat udah tua. Seandainya waktu bisa diulang mah
pengennya aku mo habisin waktu muda dengan belajar agama sebaik-baiknya. Tidak
ada yang akan menolong kita selain pemahaman agama yang baik. Belajar agama itu
tidak hanya melulu ngaji tilawah dan belajar tajwid lo. Itu juga penting, namun
tidak cukup hanya itu. Belajar agama yang paling oke adalah ketika kita bisa
menemukan esensi bertauhid, yakin dan bergantung hanya kepadaNYA, serta bisa
menjadi manusia yang lebih bermanfaat bagi orang lain, nggak gampang nyinyir, dan
open minded.
2. Lengkapi
dengan ilmu dunia – Akan pincang jika kita tidak melengkapi diri dengan ilmu
dunia. Maka tenggelamkan dirimu dengan banyak kegiatan yang bermanfaat. Gali
pengalaman sebanyak-banyaknya, bertemanlah seluas-luasnya. Belajarlah dari
setiap nafas kehidupan. Jadilah anak-anak muda yang berisi otak, hati dan
jiwanya.
3. Bekali
diri dengan life skill - Pintar saja tidak cukup, jadilah anak muda yang
berwawasan luas. Belajarlah sesuatu yang bisa membuat hidupmu lebih mudah dan
bermanfaat; menjahit, menyulam, merajut, fotografi, desain web, menulis dan masih
banyak lagi yang lainnya. Kelak life skill ini akan sangat membantu untuk kita
berdikari dan mandiri.
4. Berdo’a
– Karena do’a adalah seni dari segala ketakmungkinan. Ikhtiar tanpa do’a
bagaikan manusia buta. Bisa mendengar namun tak tahu arah. Do’a dan munajat
pada Sang Khalik yang akan menentramkan hati-hati kita juga memberikan petunjuk
pada yang haq.
Empat hal di
atas selain menjadi ikhtiar untuk memampukan diri menikah muda, juga bisa
menjadi cara bagi anak muda membentengi diri dari keinginan untuk berpacaran. Jika
tidak mungkin bagi kalian untuk menikah muda atau kita sebagai orang tua masih
ragu dengan manfaat nikah muda, maka yuk ajarkan anak-anak untuk selalu
menundukkan pandangan, menjaga aurat dan melakukan banyak kegiatan positif
sehingga tidak mudah tergoda untuk pacaran dan terjerumus pada
perbuatan-perbuatan buruk yang tidak diinginkan.
At
last but not least, buat yang sudah nggak muda
dan merasa tertohok dengan kisah nikah muda si Alvin beserta meme-memenya yang
menyudutkan. Woles, sob… masalah jodoh, rizki, hidup dan mati mah sudah diatur
sama Allah. Kalau jodohnya memang belum datang, tandanya kalian masih diberi waktu
untuk terus memperbaiki diri dan menyiapkan diri dengan lebih baik.
So,
nikah muda, nikah tua, nikah kapan saja… siapa takut? Kalau nikah lagi…. Ehmmmm,
entar deh ya kita ngobrol lagi saat waktunya tepat, hihi. Sampai jumpa di
postingan berikutnya!
Aku juga dulu menikah muda (menurutku 20 th itu masih muda) tapi suamiku 29 tahun. Dulu keluarga yang mendesak supaya aku segera menikah, karena kondisi suamiku yg sudah memiliki penghasilan dan tempat tinggal. Jd keluargaku menyarankan utk segera menikah daripada berlama-lama pacaran. Tapi ada untungnya juga sih, anak-anakku sdh gede2 akunya masih muda..*plis jangan muntah yak :p
ReplyDeleteSalah satu keuntungan nikah muda itu tuh mbak.. Masih muda anak udh gede2.. Bisa lebih deket ke anak ya :)
DeleteDulu aku juga pengennya begitu.. Sayangnya nikah umur 23 baru dikasih rizki punya anak umur 26.. Jd gak kliatan deh nikah agak mudanya hehe :D
Iyaaa akupun langsung mbayangin kalo usia 17 tahun anankku nikah, duh rasanya pasti sedih, merasa kehilangan yaa. Jadi ortunya juga harus mempersiapkan diri.
ReplyDeleteKayanya mo umur berapapun anak kita nikah ntar, di sela2 bahagia pasti terselip sedih dan kehilangan deh.. Habis kita terbiasa menghakmiliki yg bukan benar milik kita, hehe.
Delete