Berbeda dengan anak jaman sekarang yang akrab dengan mbah Google di setiap aktivitasnya, bahkan termasuk saat mencari bahan belajar untuk sekolahnya. Anak jaman dulu, ya kalau dibahasakan dengan generasiku, berarti generasi 90an, sangat bergantung pada buku paket.
Buku paket itu bagaikan pintu kemana saja yang dibutuhkan oleh murid sekolahan di tahun 90an. Semua yang diajarkan guru dan latihan-latihan soal yang harus dikerjakan semuanya ada di buku tersebut. Jadi rasanya galau tingkat dewa ketika menyadari buku paket yang kita butuhkan untuk jadwal hari itu ketinggalan atau lupa dimasukkan ke tas.
Sistem dan kurikulum pendidikan di Indonesia yang kini rajin sekali berubah tiap ada pergantian menteri membuat buku paket anak sekolahan tidak lagi mendapatkan tempat yang manis di hati anak-anak jaman sekarang. Bahkan tak jarang tiap sekolah memiliki buku paket yang berbeda. Tiap tahun pun buku paketnya sudah berubah sehingga tidak ada lagi istilah buku warisan.
Kenapa disebut buku warisan?
Ya, anak sekolah generasi 90an jarang sekali beli buku paket baru, kecuali orang tuanya mampu membelikan yang baru. Biasanya dulu ada dua jenis buku paket. Yang pertama yaitu buku paket wajib. Buku jenis ini biasanya dipinjami gratis oleh pihak sekolah. Setiap anak dapat satu buku. Saat nanti naik kelas atau pindah sekolah buku ini wajib dikembalikan ke sekolah. Yang kedua yaitu buku paket pendukung. Buku jenis ini boleh dibeli sendiri di toko buku atau di koperasi sekolah. Guru biasanya memberikan saran untuk membeli buku paket terbitan mana. Nah, buku paket yang jenis kedua ini lah yang kadang dijadikan warisan dari kakak ke adiknya, atau dari kakak kelas ke adik kelasnya, atau dari kakak sepupu ke adik sepupunya.
Buku paket dulu bisa diwariskan karena tahun 90an tidak ada perubahan kurikulum yang signifikan. Seingatku dulu pakainya kurikulum CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Kalaupun ada perubahan seingatku hanya perubahan dari sistem catur wulan ke sistem semester. Jika pada sistem catur wulan dalam satu tahun bisa libur sekolah pada tiga periode, dengan sistem semester dalam satu tahun hanya ada dua periode libur sekolah. Sistem semester inilah yang hingga kini masih digunakan.
Berhubung aku anak pertama, aku lebih sering beli buku paket baru sih karena memang tidak mendapat jatah warisan dari siapapun. Meski begitu aku juga sempat mengalami diwarisi buku paket oleh tetangga sebelah rumah dan saudara sepupu yang usia adiknya terpaut jauh jadi buku paketnya tidak digunakan. Wah, senang sekali kalau dapat buku paket warisan. Apalagi kalau yang mewarisi termasuk golongan anak yang pintar dan sering dapat rangking di sekolah. Berasa mendapat bintang keberuntungan, berasa ikut diwarisi kepintaran mereka gitu, hehe.
Tapi memang kadang ada untungnya sih diwarisi buku paket dari golongan anak pintar. Satu, biasanya bukunya masih rapi dan terawat. Disampul kertas cokelat atau plastik. Dua, biasanya ada beberapa soal yang sudah dijawab sehingga kita yang diwarisi bisa tahu jawaban soal yang benar, hehe. Tiga, selain mewarisi buku paket, tidak jarang mereka mewarisi juga buku catatan yang rapi dan lengkap. Jadilah kalau di kelas nggak paham-paham banget bisa belajar dari buku catatan warisan ini.
Hmm, jadi kangen sekolah lagi deh kalau ngomongin buku paket warisan. Kalau teman-teman punya kisah apa dengan buku paket jaman sekolahnya dulu? Bagi ceritanya yuk di sini! :)
Post a Comment
Salam,
maritaningtyas.com