Sebenarnya aku tipe orang yang suka
jalan-jalan, apalagi kalau menjelajah ke tempat baru dan mendapatkan
petualangan baru. Sayangnya, aku belum bisa sering-sering liburan, apalagi liburan
ke luar kota dan harus pakai acara menginap segala. Selain karena tidak
memungkinkan meninggalkan ibu dengan kondisinya dalam jangka waktu yang lama, tentu
saja masalah biaya yang jadi pertimbangan selanjutnya.
Maka biasanya ketika liburan tiba, rasanya
berbunga-bunga kalau ada yang mengajak pergi seperti tanggal 27 Maret 2016 yang
lalu. Waktu itu ibu mertua pulang ke Indonesia dan mengajak beberapa anggota
keluarganya untuk menikmati wisata alam di Umbul Sidomukti.
Saat lebaran tiba, aku juga biasanya menunggu
tawaran dari bulik dan om-ku yang seringkali menyempatkan bersilaturahim dengan
keluarga di Kudus. Ya, nebeng keluarga besar saat liburan itu memang sangat low
budget. Nggak perlu mikir transport, akomodasi dan segala macamnya, paling
keluar dana untuk nyiapin bekal Ifa selama di perjalanan. Selebihnya, ngikut
aja kemana dibawa daah. Kalau Ifa di perjalanan minta sesuatu, aku juga jarang
keluar doku, karena ada saja yang mbayarin. Hehe, maklum cucu bersama :D
Tapiii.. nggak mungkin juga kan selalu
nunggu tebengan untuk liburan. Sementara aktivitas dan rutinitas jalan terus,
jiwa-jiwa kurang piknik seringkali meluluhlantakkan pertahanan emosi diri. Yup,
kalau lagi kurang piknik rasanya semua yang dikerjain terasa nggak ada yang
bener, jadi gampang emosi dan pekerjaan rasanya nggak selesai-selesai, hiks.
Untungnya kemudian Abah Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari, salah satu mentor parentingku dan
ratusan ribu orangtua di Indonesia dan beberapa negara lainnya, memperkenalkan
sebuah program biasa yang efeknya luar biasa, 1821.
Ada yang sudah pernah dengar?
Apa itu Program 1821?
1821 sendiri tidak hanya bisa dipraktekkan
saat liburan lo, bahkan lebih bagus jika program ini menjadi rutinitas harian
setiap keluarga Indonesia. Program 1821
ini merupakan salah satu cara untuk menciptakan quality time setelah orangtua
sibuk bekerja dan anak-anak sibuk sekolah seharian. 1821 memaksa orangtua dan
anak meliburkan diri dari aktivitas-aktivitas mereka dan meleburkan diri dalam
satu waktu dan aktivitas bersama.
Ketika di siang hari kita belum tentu bisa
membersamai anak secara full time, maka saat 1821 inilah saatnya kita serahkan
tubuh, otak dan jiwa hanya untuk anak-anak dan suami tercinta.
Aah,
aku kan full time mother, hampir 24 jam bersama anak kecuali sedang ada
keperluan yang nggak memungkinkan mengajak anak-anakku. Jadi nggak perlu lah
1821.
Dulu seperti itulah sanggahan yang
kuberikan saat Abah Ihsan mulai mempromotori seluruh alumni pelatihannya dan
ribuan orangtua lainnya untuk menjalankan program tersebut. Namun ternyata
sudah kubuktikan bahwa mau kita full time mother, work at home mother, stay at
home mother, working mother, dan segala jenis istilah lainnya, kita tetap
membutuhkan program 1821.
Bahkan meski sepertinya kita 24 jam dekat
dengan anak, sebenarnya kita belum sepenuhnya membersamai mereka. Dekat dan
bersama itu konteks yang berbeda lo. Kedekatan itu secara fisik. Aku dan Ifa
sama-sama di dalam rumah, aku masak di dapur dan Ifa main boneka di sampingku,
itu dekat. Aku ngerjain deadline menulisku di depan laptop dan Ifa main
masak-masakan di sampingku, kami sama-sama di kamar, itu dekat. Kami sama-sama
gluntungan di kasur, Ifa asyik mewarnai dan aku asyik chatting di grup
whatsapp, itu dekat. Namun kami tidak sedang bersama karena aktivitas yang kami
lakukan berbeda.
Nah, kalau bersama itu menjauhkan hal-hal
yang bisa memisahkan kami dan melakukan aktivitas secara barengan. Ifa
mewarnai, aku ikut mewarnai. Ifa masak-masakan, aku pun ikut masak-masakan. Ifa
lompat-lompat, aku pun ikut lompat-lompat. Tidak ada kompor, televisi, laptop,
handphone, koran, dan segala hal berbentuk kotak lainnya yang boleh mengganggu
kebersamaan antara orangtua dan anak.
Berhubung ketika siang hari kotak-kotak
tersebut tidak mungkin disingkirkan sepenuhnya, maka waktu yang paling tepat
untuk menjalankan program kebersamaan keluarga itu ialah pada 18.00 hingga
21.00. That’s why the program called 1821.
Ngapain aja saat 1821?
Weleh,
kok lama banget sih. 3 jam ngapain aja, bisa garing keleus.
Beberapa tanggapan tersebut yang seringkali didengar ketika program ini
diperkenalkan. Mungkin bagi beberapa keluarga garing yang jarang ngobrol,
jarang melakukan aktivitas bersama kecuali di hari Minggu, jarang ngumpul dan
ber-haha hihi bareng, 1821 menjadi hal yang sangat sulit dilakukan. Terutama
mengajak para ayah untuk berperan serta. Banyak para ayah yang merasa sudah
sangat lelah di kantor seharian, pengennya sampai rumah makan dan istirahat.
Padahal 1821 ini menjadi pilar penting
untuk menyatukan tidak hanya ibu dan anak-anak, tapi juga bersama ayah-nya.
Bisa dibilang 1821 ini juga sebuah program untuk “mengembalikan” ayah ke rumah,
setelah banyak hal yang membuat peran ayah “menghilang”. Hati-hati lo para ayah, ketika anak-anak
kehilangan sentuhan-mu, banyak bahaya sedang mengincar mereka. J
Nah, tujuan 1821 ini selain untuk menciptakan
kebersamaan keluarga, merupakan sebuah waktu khusus untuk menanamkan “software”
dalam pikiran, jiwa dan hati anak-anak agar mampu menggerakkan “hardware”
mereka lewat sikap dan perbuatan yang sesuai dengan aturan-aturan agama. Bagi
yang beragama Islam, tentunya sikap dan perbuatan yang sesuai dengan Al Quran
dan Sunnah.
Tidak banyak kok yang harus dilakukan saat
1821, cukup dengan 3B; belajar,
bermain dan bercerita. Gampang, sederhana, dan murah meriah!
Belajar – Tidak sekedar mengajak mereka
mengerjakan PR dari sekolah lo ya. Bisa dengan mengajak anak-anak untuk
berlatih mengungkapkan pendapat lewat speech contest kecil-kecilan, drama
keluarga, atau mengaji bersama setelah usai melakukan ibadah sholat Maghrib.
Anak-anak juga bisa diajak turut serta mempersiapkan makan malam yang secara
tidak langsung mengajarkan mereka tentang alat-alat di dapur dan ruang makan,
serta menginstalkan software mengenai adab makan yang benar. Setelah makan,
anak-anak bisa diajak untuk mencuci piring mereka sendiri.
Bermain – Sunnah hukumnya menghabiskan
waktu untuk bermain dengan anak. Bermain untuk anak memiliki segudang manfaat,
apalagi jika orang tua turut serta di dalamnya. Banyak permainan yang bisa
dilakukan bersama anak, misal; main kartu, main peran, main dakon, petak umpet
dan sebagainya. Membaca buku bersama juga menjadi acara yang menyenangkan. Bisa
juga kita menyediakan hari khusus untuk mengerjakan proyek bersama, misal
proyek science tentang air yang mengalir, membuat kereta dari kardus bekas,
atau mengenalkan anak tentang lalu lintas dengan flannel map seperti yang mbak
Arina pernah ceritakan lewat blognya.
Bercerita – Ngajak ngobrol dengan
ngomongin anak itu beda lo. Ngomongin anak itu satu arah, kita ngomong dan anak
nggak punya kesempatan untuk memberikan pendapat. Biasanya terjadi saat kita
memberikan nasihat. Kita ngoceh ratusan kata, dan si anak cuma nunduk tanpa
tahu apakah ‘nasihat’ yang kita lontarkan masuk ke hati dan pikirannya atau
tidak. Ujung-ujungnya kita tanya, “ngerti nggak apa yang diomongin bunda?” Si
anak dengan muka masam terpaksa mengangguk. Sedangkan ngobrol itu berbincang
dari hati ke hati. Tidak hanya memberikan ‘nasihat’, namun membiarkan apa yang mengganjal
di hati dan pikiran anak-anak keluar lebih dulu. Gelas yang penuh tidak mungkin
diisi dengan air. Begitu juga dengan hati dan pikiran yang terlalu penuh, tidak
mungkin cukup untuk diisi dengan ‘nasihat-nasihat’ yang baru. Anak-anak yang
biasa mengungkapkan isi hatinya kepada orangtua tidak akan mudah mencari
pelampiasan di luar rumah, karena orangtua sudah menjadi sahabat terbaik
mereka. Ajak anak bicara tentang kegiatannya selama di sekolah, teman-temannya,
guru-gurunya, impiannya dan apa yang mereka rasakan sepanjang hari.
Contoh-contoh Kegiatan 1821 |
Dengan rutin menjalankan 3B tersebut,
tanpa sadar jiwa-jiwa ‘kurang piknik’ akan menghilang. Aku sudah rutin tuh 1821, tapi kok masih aja merasa ‘kurang piknik’ ya?
Mungkin ada yang perlu dievaluasi dalam menjalankan 1821-nya. Mungkin karena
menjalankan 1821-nya masih terpaksa, kurang variasi sehingga pikiran, jiwa
serta hati belum benar-benar all out dan fokus tertuju pada membersamai
anak-anak.
Aku sendiri belum benar-benar seratus
persen menjalankan 1821, masih sering bolong dan masih kurang variasi. Namun
ada banyak hal yang bisa kudapatkan dari 1821, antara lain:
- Suami menjadi semakin mau berperan aktif dalam mengasuh dan mendidik anak. Penting banget nih karena nanti para pria bertitle ayah dan suami akan dihisab pertama kali mengenai apa yang telah diajarkan pada istri dan anak-anaknya. Jadi, jangan mikirin soal nafkah material aja ya pak, ada tanggung jawab lain yang wajib dituntaskan J.
- Anak menjadi semakin mudah diajak berkomunikasi. Dengan semakin sering diajak ngobrol, kita jadi semakin ngerti karakter dan kebutuhan anak, maka komunikasi yang tadinya tersendat jadi lebih mudah terurai. Anak juga tidak mudah terpengengaruh orang lain karena orangtua sudah bisa menjadi pengaruh terbesar bagi mereka.
- Berkurangnya rasa bosan yang berlebihan. Terlalu lama berkutat dengan rutinitas harian yang sama, itu-itu aja tiap hari bisa menyebabkan kebosanan yang akut. 1821 membantuku memberikan jeda untuk menetralisir rasa bosan itu. Menghabiskan waktu bersama suami dan anak tanpa ada gangguan gadget, televisi dan segala kotak-kotak lainnya benar-benar membuat pikiran dan jiwa menjadi lebih fresh tanpa perlu mengeluarkan banyak biaya.
1821
membantuku liburan tanpa perlu menunggu hari libur itu datang.
Karena setiap hari kita tetap perlu ‘libur’ sejenak dari deadline tulisan,
mantengin alexa, mikirin besok masak apa, dan sebagainya. So, wanna join with us?
Bagi yang sudah menjalankan program
1821, Abah Ihsan sedang mengadakan lomba menulis "Keluarga Kumpul di
jam 1821" lo. Ada sejuta rupiah untuk tulisan terbaik pertama. Mangga kalau mau ikutan, batas waktunya sekarang
diperpanjang sampai 7 April 2016, pukul 17.00. Untuk ketentuannya, bisa disimak
di sini.
Selamat membersamai anak-anak dan suami.
Happy 1821 and live happily ever after J
#OneDayOnePost
FunBlogging Day 7
Perlu dicoba nih 1821 nya...kalo malem biasanya cuma nemenin si mas sama Rara belajar, si kakak les. Tapi meskipun sebentar2 aku sering juga sih nimbrung, ikutan main sama mereka :D
ReplyDeleteYuhuu.. kalau bisa rutin sebenarnya efeknya oke banget, beda bangeeet :) Tapi ya itu konsistensi seringkali teruji, wkwkkw...
DeleteCakeeeppp tulisannyaaaa... itu quotesnya sukaaaakk! Gak mau ah, jadi orang kurang piknik,hehehhehehe.. salam kenal mba...
ReplyDeleteSalam kenal juga mbak.. Saya juga barusan jalan-jalan ke 'rumah' mbak.. sukaa sama tulisan-tulisannya :)
DeleteWah kayanya bagus ya mbak kalau mencoba yang satu ini supaya lebih hemat lagi, ahi hi hi.
ReplyDeleteHemaat banget, cukup di rumah anteng, tetap bisa fresh dan seru :)
DeleteBagus banget nih entrinya. Aku jadi kepengen nyoba ah sama suami.
ReplyDeleteHayuk lah dicoba dan rasakan bedanya :)
Deletelagi berusaha juga nih meskipun belum maksimanl. si kakak pulang skolah udah sore jd seringnya abis isya udah bablas :(
ReplyDeleteNggak harus sampai 21.00 kok mbak, kalau si anak memang isya sudah bobo, bisa diakali dengan 17.00-19.00, yang penting fokus cuma sama anak dan suami tanpa gangguan yang kotak2 itu loo :)
Deletecoba nih
ReplyDeletehayuklah dicoba :)
DeleteCucok ini. Perlu dicoba. Padahal jam segitu kan paling asyik buat nonton tipi sama mainan internet, ya *curcol
ReplyDeleteJam-jam mager tuh mbak :D
DeleteJustru disitu tantangannya mbak :) Makanya sering nggak istiqomah, hehe..
Deletetulisannya inspiratif banget mbak..aku dah pernah bc program 1821 tp kurang lengkap...ini lengkap tulisannya
ReplyDeleteKalau mau yang lengkap cek di Notes Komunitas Yuk-jadi Orang Tua Shalih mbak, langsung dari yang menggagas, Abah Ihsan Baihaqi :)
DeleteProgram bagus dan bisa diterapkan secara bijak
ReplyDeleteSalam hangat dari Jombang
Siip, pakdhe.. senangnya Pakdhe rawuh lagi kemari.. salam hangat dari Semarang :)
Delete