Pertama kali
berjumpa
Denganmu
kekasihku
Dunia seolah
kan runtuh
Makanpun tak
enak
Tidurkupun
tiada nyenyak
Selalu
teringat oh dirimu
Inikah oh namanya
Inikah oh namanya
Insan sedang
jatuh cinta
Mengapa semua
begitu indah dilihat
Begitu sedap
dipandang
Seolah kuingin selalu tersenyum
Tapi ah aku malu
Padamu
Aku malu..
Aku malu..
Aku malu...
Aku malu...
Ada yang tahu
lagu di atas dan siapa yang menyanyikannya? Bagi yang tahu jawabannya, silakan
tulis jawabannya di kolom komentar dan dapatkan hadiahnya berupa permen cicak
di warung terdekat, hehehe.
Hari ini
tantangannya menceritakan soal ‘pengalaman
paling memalukan’. Wah, lagi-lagi aku terpaksa mengais-ngais memori untuk
menggali ingatan tentang ini. Maklum sepertinya aku ditakdirkan untuk tidak
punya urat malu deh, jadi suka nggak jelas batas antara malu atau tidak. Asal
jangan disuruh lepas baju terus minta-minta di jalan ya…
Akhirnya
setelah semedi dan mandi kembang tujuh rupa, otak jadi
fresh dan wangsit itu pun datang. Kalau dihitung-hitung ada tiga pengalaman paling memalukan dalam
hidupku. Mau tahu ceritanya?
Kok enggak
mau sih? Ya, harus mau dong! Terus ngapain main ke sini kalau nggak mau tahu
ceritanya? Hiyaaa, dijitak rame-rame nih aku. Hehe.
Secret Admirer
Ilustrasi Secret Admirer - Deviantart.net |
Kisah
memalukan yang pertama masih berkaitan dengan lagu di atas. Alkisah jaman
dahulu kala… lama aaah.. Oke, singkatnya.. Aku pernah naksir cowok dari
saat aku masih TK sampai SMA. Whattt,
demi apa coba naksir cowok selama itu?
Hehehe, tapi
begitulah realitanya. Sebutlah namanya X. Bukan cinta monyet ya, karena aku
belum pernah ngrasain jadi monyet dan nggak tahu juga bagaimana rasanya monyet
jatuh cinta, hehe. Maka sebutlah ini cinta gadis kecil nan lugu J.
Dia tetangga
jaman masih di Salatiga dulu dan teman main waktu TK gitu deh. Nah, sayangnya
aku bukan tipe cewek agresif yang bisa menyatakan perasaan ke cowok duluan. Nggak
jelas juga dia suka aku atau tidak. Secara dia ganteng bingit dan aku hanyalah
itik buruk rupa, hiks.
Btw, ini ukuran ganteng di sini waktu aku masih TK sampai SMA
ya. Kalau sekarang, jelas suamiku yang paling ganteng sedunia… buat aku :D.
Aku hanya
berani mengungkapkan perasaan lewat diary karena jaman itu belum kenal blog.
Juga puisi-puisi yang bertebaran di majalah dinding, tapi bohong… Puisi-puisi itu ada di setiap sudut buku tulis yang
kupunya, depan-belakang, pokoknya pasti ada deh sebuah puisi pendek tentang si
dia.
Pernah saat
valentine atau hari ulang tahunnya, aku lupa tepatnya, aku nekat memberinya
sebuah paket yang berisi gelang dari tali dan sebuah surat pengakuan how I admire him. Kukirim lewat pos ke
rumahnya, tanpa nama. Ya, begitulah aku
menjadi seorang secret admirer.
Tak ada
seorang pun yang tahu perasaanku pada si dia, kecuali seorang sahabat waktu
SMP, sebut saja N. Kebetulan aku dan si dia ini tidak pernah satu sekolahan,
hanya waktu TK saja barengnya, selebihnya selalu beda sekolah.
Suatu hari,
saat pulang sekolah, aku dan N berjalan bersama dari sekolah kami menuju ke
arah tengah kota Salatiga. Kami melewati gang-gang kecil agar sampai lebih
cepat. Tak dinyana, di tengah jalan kami bertemu si dia yang sedang berjalan
bersama segerombolan temannya.
Seketika
keringat dingin mengucur dan jantung berdegup lebih kencang dari biasanya.
Apalagi ketika N menepuk pundakku sambil berkata “Eh, ada si X…” Nggak tahu bagaimana ceritanya, tiba-tiba si N
berteriak, “X, Ririt suka kamu lo…”
Walah, harus ditaruh di belakang panci kah mukaku ini? Seketika kutarik tangan
N menghindari gerombolan X dan teman-temannya. Berharap semoga X tidak pernah
mendengar itu.
Sejak saat
itu, setiap kali ketemu X, aku semakin deg-degan tak beraturan. Bahkan menatap
wajahnya saja nggak berani. Kebetulan setiap seminggu sekali kami pasti bertemu
karena les bahasa Inggris di tempat yang sama. Rasanya jadi canggung, padahal
nggak jelas juga dia ngeh atau tidak saat kejadian tersebut.
Dan
sayangnya, kisah ini tidak berakhir seperti di film-film atau teenlit-teenlit,
di mana biasanya sang cowok juga ternyata menyimpan rasa yang sama dan kemudian mereka live happily
ever after. Kisah itu ya berakhir begitu saja, menjadi sebuah kenangan masa
kecil dan remaja yang aneh, lucu, juga menyedihkan, hehe.
Sekarang
kalau lihat akun sosmed si X ini, aku hanya tertawa mengingat kenangan tersebut
sambil tersenyum geli “kok bisa naksir
doi selama itu”. Apalagi kemudian aku tersadar, ternyata dia nggak
seganteng yang aku pikirkan dulu. Siap-siap dijitak istrinya nih aku, hehe.
Iklan Mentos
Pengalaman
paling memalukanku yang kedua berkaitan dengan sepatu dengan hak tinggi. Nggak
heels juga sih, semacam wedges gitu. Waktu itu masih SMP, ada kegiatan
ekstrakurikuler atau apalah gitu yang menyebabkan aku harus datang ke sekolah
dengan baju bebas.
Nggak tahu
kenapa saat itu, entah kesambet setan mana, aku pilih menggunakan wedges yang
dibelikan ibu. Aku nggak pernah pakai wedges ini, kecuali dipaksa ibu menemani
kondangan. Secara aku nggak feminine sama sekali, mana lah bisa pakai wedges
atau sepatu-sepatu sejenis.
Sejenis Ini Wedges yang Kupakai - Alibaba |
Pada awalnya
semua baik-baik saja, hingga ketika perjalanan pulang dan turun dari tangga
sekolahan, ceklek.. Heels-nya si wedges ini tetiba patah bo. Waduh, sontak rasa
malu menyelimuti diriku. Piye iki pulangnya, batinku saat itu.
Akhirnya
teringatlah aku pada sebuah iklan mentos dimana seorang mbak-mbak di tengah
jalan heels-nya patah dan kemudian agar bisa kembali menjalankan aktivitasnya
dilepasnyalah kedua heels sepatunya tersebut.
Dan taraaaa..
itulah yang kemudian aku lakukan, hehe.
Pentas Komedi
Kisah yang
ketiga mengenai rasa malu terjadi saat kuliah. Jaman-jaman ini urat maluku udah
putus beneran. Apalagi sejak aku bergabung dengan teater kampus dan sering
pentas happening art pakai kostum dan make up aneka rupa yang kalau orang
normal pasti juga ogah melakukan itu.
Meski begitu
aku selalu menolak pentas dengan tema komedi. Ya, aku aktor spesialis untuk
pementasan realis dan surealis. Kalau komedi aku selalu angkat tangan, karena
aku sadar diri aku nggak bisa melucu dan bikin orang lain ketawa. Yang ada
garing jadinya.
Tapi saat
itu, aku ditantang untuk melakukan pentas komedi. Sebuah naskah telah disusun.
Sang pembuat naskah sekaligus sutradara sudah meyakinkanku bahwa aku bisa
melakukannya. Berkali-kali aku tolak, paksaan dari teman-temanku akhirnya
meluluhkanku juga.
Aku
mewanti-wanti teman-temanku, “jangan suruh aku berimprovisasi, aku bisa mati
berdiri.” Mereka lagi-lagi meyakinkanku bahwa semua akan baik-baik saja.
Ternyata…
pada hari pementasan. Suaraku hilang. Beneran hilang. Memang aku sering kehilangan suara saat kecapekan, dan
itu bisa berlangsung selama semingguan. Sedang saat pementasan, suara emasku
itu sangat dibutuhkan.
Wah, langsung
aku menolak untuk tampil. Aku memohon-mohon pada tim pementasan untuk tidak
perlu menampilkan adeganku. Toh, tanpa ada adeganku pun tidak akan mengurangi
esensi cerita.
Nervous
menjelang pentas itu biasa, tapi kali ini deg-degannya seratus kali lipat dari biasanya. My first comedy show and my
voice was lost… perfecto! Aku sudah nggak bisa membayangkan bakal seperti
apa pementasannya. Sekaligus takut justru membuat pementasan ini jadi buruk
karena kondisiku.
Bismillah…
akhirnya kubuang rasa malu dan nervous.
Berhubung
suaraku hilang, tidak mungkin aku memakai adegan yang telah sutradara arahkan
selama latihan berhari-hari. Aku mau tak mau akhirnya berimprovisasi agar
adegan sinkron dengan suaraku yang menghilang.
Voila…
ternyata semua penonton terbahak. Dan itu tentu saja sebuah prestasi untukku.
Huff, bisa juga pentas komedi. Tapi jangan paksa aku melakukannya lagi!
Teman-teman Teaterku - Sake Documentary |
Nah,
begitulah tiga pengalaman paling memalukan yang bisa aku ceritakan.
Adakah yang mengalami hal serupa? Ceritain dong!
#OneDayOnePost FunBlogging Day 11
Hihi..ternyata ada ya yang naksir orang selama itu dan nggak jadi couple. Wkwkwk..
ReplyDeleteKandani owk mbak, kalau ingat masa-masa itu geli2 piye ngunu :D :D
DeleteAduh, naksirnya nggak sekalian sampe lulus kuliah aja tuh, Mbak? Atau lulus tes CPNS? Hehehehe.
ReplyDeleteSoal malu di atas panggung, Mbak lebih beruntung. Saya dulu sok-sokan gantiin drummer (padahal posisi saya aslinya bukan ngedrum) yang ogah bawain satu lagu karena ngerasa kurang latihan. Eh, disorakin sama penonton. Hikmahnya, drummer kami akhirnya mau tampil. Dan rasa malu saya tutup dengan menenteng gitar yang emang jadi alat saya. Huhuhuhuhu...
Alhamdulillah saat kuliah terselamatkan oleh mantan pacar yang kemudian jadi suami saya sekarang. Kalau nggak bisa gagal move on melulu, hehe.
DeleteWaah, ada gitaris nih, boleh lah sekali-kali ngejam.. :D
Yang penting pentas sukses.
ReplyDeleteItu sangat membanggakan ya hahahah
Salam hangat dari Jombang
Iya pakdhe.. tapi ogah ah kalau suruh ngulangin lagi juga :)
Deleteo.oww.. hihi
ReplyDeleteaku jadi penasaran kek apa mba Ririt manggung main teater :D
Waah, terakhir manggung sudah 8 tahun yang lalu... ototnya udah kaku semua, vokal udah nggak pernah dilatih.. kangen sih.. hehe, doain aja ya.. kalau aku manggung lagi, nonton ya mbak :)
DeleteYg bikin aku malu bin bete seumur hidup: remidi nyanyi mba...
ReplyDeleteWah... kalau itu aku doyan banget mbak.. hehehe... Btw, nyanyi kok bisa remidi gimana ceritanya tuh mbak :)
DeleteTeater salah satu saranan uji nyali, dulu aku juga cah teater mbak..dari pemalu jadi malu2in hehe
ReplyDeleteHuum bener banget :D urat malunya putus hihi
Delete