Siapakah Mentari? Baca kisah awalnya di sini yaaa :)
Jika bukan karena pertolongan Allah, mungkin saja pernikahanku bersama lelaki senjaku sudah gagal di tahun-tahun pertama, masih bisa bersama hingga hari ini - tahun kedelapan, sungguh nikmatNYA yang tak bisa kudustakan.
Allah memang luar biasa memasang-masangkan satu insan dengan
yang lainnya. Aku yang tak sabaran, bawel, suka marah-marah bertemu dengan
lelaki yang selalu woles, sabar, begitu memandang hidup dengan sederhana.
Ya, lelaki itu hadir dengan stok sabar yang unlimited (semoga
selamanya). Ia tahu tugasnya tidak hanya mendampingiku, tapi juga mendidikku.
Tidak mudah. Namun dengan segala ketaksempurnaannya ia berusaha sebaik mungkin
menjadi suami, kakak, dan sahabat terbaik untukku.
Sama-sama memiliki background “broken home”, kami saling
melengkapi hati-hati yang kosong. Belajar untuk tidak mengulangi
kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan oleh orang tua kami.
Sebagaimana pasangan suami istri lainnya, setelah menikah kami
juga ingin segera dikaruniai keturunan. Tidak dinyana sebulan setelah
pernikahan, dua buah garis merah terbentuk di testpack pertamaku. Namun Allah
kembali mengajarkanku tentang ikhlas dalam menerima segala bentuk takdir kehidupan.
Aku pernah sangat marah ketika harus keguguran pada kehamilan
pertamaku tiga bulan setelah pernikahan, lagi-lagi bertanya “why me?” Kembali terduduk lemas ketika
sampai 2011 tidak ada kehamilan yang kurasakan, dan Maret 2011 aku harus
kembali ke meja kuretase.
Namun kemudian setelah aku menyempurnakan kewanitaanku di
akhir tahun 2011, melewati masa-masa ups and down nya menjadi ibu, aku tahu
kenapa Allah mempertemukanku dengan dua kuretase sebelum benar-benar menimang buah
hatiku. “You haven’t ready yet at that
time.” Mungkin begitu Allah ingin menyampaikan padaku. Dan kehadiran Mayda Hanifa Setianingtyas adalah awal menuju my
reborn phase.
Maret dan Catatan Duka Mentari
Maret membawa banyak cerita dalam kehidupanku, tidak hanya
lahir dan menikah di bulan ini, serta pernah sangat gegap gempita menyambut
kelahiran adikku di bulan ketiga ini pula. Maret pernah juga menjadi saksi atas
kehilangan dua lelaki penting dalam kehidupanku. 21 Maret 2011, beberapa hari setelah kuretase-ku yang kedua, aku tak
sangka seorang lelaki yang menyulut banyak bara di hatiku meninggalkan dunia
ini selama-lamanya. Antara tak percaya dan tidak, antara ikhlas dan tidak, tapi
ia benar-benar pergi. Setelah pulang kembali ke rumah tepat saat aku memasuki
usia ke-26, merawatnya selama empat hari antara sadar dan tak sadarnya. Namun Allah
lebih tahu apa yang terbaik, ia – bapak - yang menorehkan separuh jiwaku pergi
selama-lamanya. Dan saat itu aku hanya seperti melepas yang terlepas.
Mendung juga menutupi mentari dengan tebalnya pada Maret
2014. Sosok lelaki gagah yang sangat aku kagumi, juga aku hormati dan sayangi,
tiba-tiba berkata entah sadar atau tidak, pada 10 Maret 2014, “yangtimu wis meh methuk yangkung kok, nduk.”
Deg. Pernah kehilangan tiga orang secara beruntun dari 2011 hingga 2013 memberi
sinyal yang aneh dalam hati. Sebuah pertanda. Namun aku tak mau terjebak pada
sugesti, apalagi sugesti negatif. Aku berusaha mengalihkan pembicaraan. Memang yangkung
saat itu tidak sedang dalam kondisi terbaiknya. Namun siapa sangka, enam hari
kemudian, tepat di usiaku merayap ke angka 29, sebuah kabar kuterima; yangkung
masuk rumah sakit! Hati kecilku menyisipkan doa, “jangan sekarang, ya Allah.”
Alm. Yangkung saat Mengunjungi Makam Yangti dan Yangyut |
Allah mengabulkan doaku, tidak hari itu, tapi 30 Maret 2014, eyang Soenardhi DS,
eyang kakung yang telah mengajarkanku tentang disiplin, tegas, dan pentingnya
kejujuran kembali ke haribaan Yang Maha Kuasa. Sama seperti saat eyang putri
meninggal, aku pun sempat menjenguknya di hari sebelum beliau wafat. Seakan
sebuah pertemuan perpisahan.
Kepergian satu per satu anggota keluarga yang kucintai
mengajarkanku bahwa kematian begitu dekat. Kapan saja malaikat maut bisa
menjemput. Dan apa bekal yang telah kusiapkan? Dan sungguh kematian selalu
terbungkus lewat cara-cara terbaik Tuhan.
Mentari Terbakar Panasnya Sendiri
Luka – luka batin yang tersimpan di masa kecil menyeruak
semakin hebat ketika telah menjadi ibu. Mematok target-target yang terlalu
tinggi, aku lupa bahwa tidak ada super mom, tidak ada super woman di dunia ini!
Allah melengkapi manusia dengan kelebihan dan kekurangannya, dan orang yang
bijak adalah yang mampu menyeimbangkan antara kelebihan dan kekurangan yang
dimiliki menjadi asset untuk menapaki kehidupan.
Ketakcakapanku mengontrol emosi dan ilmuku yang kurang
tentang bagaimana mengasuh anak sempat membawa baby blues yang berkepanjangan.
Baby blues yang kusadari terlambat dan sempat membuatku kehilangan kesabaran
dan adikku yang menjadi sasarannya. Hingga aku begitu menyesali kepergiannya
karena merasa belum membahagiakannya, belum menjadi mbak terbaik untuknya.
Sejak kepergian adik, aku mulai rutin mencari info mengenai
parenting dan mengikuti beberapa seminar. Namun belum ada hasil yang
signifikan.
Lagi-lagi di bulan Maret, Allah mengirimkan surat cintaNYA
kembali padaku. Gedung Telkom, 28-29
Maret 2015, aku dipertemukan dengan PSPA Abah Ihsan. Meski bukan seminar parenting
pertama yang kuikuti, namun lewat pelatihan ini untuk pertama kalinya aku dikuliti.
Bagaimana mungkin kau membahagiakan
anak-anakmu, jika kau sendiri belum bahagia. Bagaimana kau sanggup bermimpi memiliki anak sholih, jika kau sendiri tidak bergegas memperbaiki diri.
Hari kedua pelatihan menjelang maghrib, Allah menyadarkanku…
“Untuk apa menyimpan dendam dan kebencian, perlahan ia
akan membakarmu sendiri.”
Mungkin kalimat itu yang cocok dibisikkan padaku. Sepanjang
usiaku aku terbakar rasa marahku sendiri. Bebalnya aku bahkan pernah marah pada
zat yang menciptakanku. Merasa tak adil, merasa hidup ini seperti sampah. Berkali-kali
Allah menyelamatkanku, tidak membuatku tersadar, justru semakin dangkal
memahami hidup. Kadang kala sungguh aku lupa, juga lelah…
Dan andaikata aku bisa memilih kehidupanku…
Bisakah bapak setia hanya pada ibuku saja?
Bisakah bapak tidak pernah menikah lagi dengan wanita yang
hingga hari ini aku masih tak sanggup mengeja namanya?
Bisakah ibu tetap sehat seperti sediakala, dan kami bisa
bersama-sama lagi naik becak ke pasar?
Bisakah adikku tetap hidup hingga hari ini sehingga mentari
tidak kesepian karena kehilangan rembulannya?
Namun apakah waktu di dunia harus kuhabiskan untuk mempertanyakan jalan-jalan takdir yang tak sesuai dengan keinginanku?
PSPA tidak hanya mengajarkanku tentang basic-basic parenting
yang sangat kuperlukan dalam membesarkan anakku. Namun lewat pelatihan itu pula
aku bisa memaafkan kesalahan-kesalahan bapak, menutup kisah-kisah kelam
tentangnya, dan cukup mengingat segala kebaikan yang ia miliki, sebagaimana
kutuliskan di B-A-P-A-K.
Inilah fase-fase reborn-ku. Fase-fase memahami kehidupan dengan
lebih bijak, bahwasanya aku hanya makhluk yang harus siap dengan segala takdir
yang IA tentukan. Mungkin ke depannya Allah masih akan memberi kejutan demi
kejutan lainnya. Tapi aku percaya Allah tak pernah menguji di luar kemampuan
hambaNYA, maka aku hanya selalu meminta “kuatkan
hati ini, kuatkan iman ini, kuatkan jiwa ini, dan jangan pernah tinggalkan aku,
ya Rabb..” Karena aku hanyalah butiran debu tanpaMU.
Fabiayyi alaa
irrabikuma tukadziban.
Ada banyak hitam putih merah biru dan segudang warna lainnya,
dan kini aku menyadari bahwa Allah menurunkan itu di dalam kehidupanku bukan
tanpa tujuan. Aku belajar banyak hal. Dan saat ini aku berani berkata, tidak
ada yang kusesali dalam kehidupanku, dalam ketaksempurnaan, alur hidupku begitu
luar biasa. And I am proud of my parents,
and I am proud to be me! Setiap manusia berhak mendapatkan kebahagiaan, dan
puncak kebahagiaan seseorang akan tercipta ketika ia selalu mampu menjadi
orang-orang yang bersyukur atas segala yang Allah berikan. Semoga kita termasuk
hamba-hambaNYA yang tak pernah lupa bersyukur J Aamiin.
***
Kata Mentari tentang Bundafinaufara dan My Life on Words
Semoga kisah hidup yang bukan siapa-siapa ini bisa menjadi
pengingat bagi siapapun yang membacanya bahwa setiap cerita punya makna, punya
hikmah. Begitu juga dengan kehidupan mbak Ika Puspitasari yang pasti penuh
dengan warna. Happy birthday ya mak… Barakallah fii umurik, sukses dunia
akhirat daaah pokoknya.
Sebenarnya kepo sama usianya, tapi apalah arti sebuah angka,
yang penting jiwanya teteup muda dong yaaa… J
Mbak Ika ini sukses bikin aku terinspirasi plus ngiriiiii.
Gimana nggak ngiri coba, baru setahun ngeblog tapi udah top bingiiiit. Berasa gigit
jari setiap habis blogwalking ke ‘rumah’ mbak Ika dan melihat ‘rumah’ku
sendiri. Kemana, kemana, kemana…. (Ayu Ting Ting mode on), iyaa.. kemana aku
selama ini, gitu loh.
Lewat postingan-postingan mbak Ika aku belajar banyak
mendesain ulang blogku, dari cara bikin header yang manis, menata tampilan dan
kembali istiqomah ngeblog. Meski baru bertemu muka empat kali, tapi mbak Ika
berhasil bikin aku semangat bingit daftar fun blogging di detik-detik terakhir,
berhasil bikin aku kangen untuk kopdar dan kopdar lagi, huhuhu.. bener-bener
salah satu teman baru yang ketemu lewat Gandjel Rel yang ngangenin deh pokoknya
J
Kalau soal blognya, menurutku udah cantik kaya orangnya, simple
but nice. Tapi sepertinya ada sedikit yang menganggu pemandangan. Tampilan di
halaman depan kok nggak rapi ya, judul post bertumpukan dengan cuplikan post
yang lain, saling tindih gitu, bisa dilihat di screenshot di bawah ini.
Tampilan yang Tumpang Tindih |
Terus
saat aku nyoba klik “older post” kok nggak bisa ya?
Berhubung masalah desain dan perbloggingan juga masih dalam
taraf belajar, baru itu aja yang masukan yang bisa kusampaikan. Semoga bisa dibagusin,
biar lebih rapi ya mbak J Keep writing and sharing, hug hug hug….
Marita
Surya Ningtyas
"Tulisan ini diikutkan dalam Bundafinaufara 1st Giveaway"
Hihi...kepo sama umurkuuh? makasiih buat pujiannya, nggak tahu kenapa ya kok blogku kayak gitu wwkwk...
ReplyDeleteby the way, kisahnya inspiratif...mengharu biru namun penuh pembelajaran di dalamnya.
Makasih sudah ikutan ya...semoga beruntung mb Marita ;)
sama-sama mbak Ika... aamiin... :)
DeleteIya, aku pikir dulu karena aku buka lewat HP, ternyata dari laptop juga begitu.. mungkin harus minta bantuan ma ahli desain blog... :D
Hidup itu kayak roller coaster ya mbak. Tetep semangaaat mbak. Hug hug
ReplyDeleteYup bener bangeeet. aamiin
DeleteHidup itu kayak roller coaster ya mbak. Tetep semangaaat mbak. Hug hug
ReplyDeleteYa mbak.. Salam semangat :)
DeletePengalaman pahit akan semakin mendewasakan kita dan menjadikan semakin bijaksana ya mbak :)
ReplyDeleteBanyak pelajaran yang bisa saya ambil dari cerita ini. Sukses selalu :)
Ya betul banget mbak.. Life is the best teacher :)
DeleteKisah yang penuh warna dan perjuangan. Banyak hikmah yg bisa diambil.
ReplyDeleteBarokillah, sdh menang GAnya Mbak Ika, Mbak... :)
Alhamdulillah, makasih ya mbak :)
Delete