Kuhentakkan
kakiku di atas baby stroller yang kutumpangi. Aku menatap pintu yang terbuka. Mengapa ia tak
juga datang. Seharusnya kala mentari tak lagi menyengat, Tante sudah
menghampiriku dan mengajakku jalan-jalan. Aku menghela nafas, ini sudah hari
kesekian ia tak kulihat batang hidungnya. Dimanakah dia?
***
Seingatku,
beberapa hari lalu dia membisikiku, “Enak
ya jadi kamu, Fa. Makan disuapin. Aku kan juga mau, kalau lagi malas makan gini
disuapin, biar semangat makannya. Tapi nggak ada yang ngertiin aku.”
Wajahnya muram kala itu. Satu dua suara batuk kudengar dari mulutnya. “Uuh, uuh.” Aku berusaha menghiburnya
sebisaku, tapi sepertinya ia tak paham.
Lalu
ia beranjak ke luar rumah. Aku merangkak ke teras rumah, memintanya
menggendongku keluar. Ia melihatku dan mengejek, “sini dong, jalan Fa.”
Ia
menitahku. “Ayo jalan, fa. Aku kan mau
lihat kamu jalan.” Katanya tulus kepadaku. Matanya yang jernih dan besar
menyiratkan pengharapan yang sangat besar. Aah, aku mau membuatnya gembira.
Hap. Hap. Aku pasti bisa. Dan… selangkah, dua langkah, tiga langkah.. Aku bisa
jalan. Ternyata seperti ini rasanya jalan beneran, senangnya. Ia bersorak
riang, dan memanggil bunda, “mbak, Ifa
bisa jalan lo.”
Malam
itu entah kenapa aku ingin tahu apa saja yang dikerjakannya. Aku mengikutinya
kemana saja ia pergi. Nggak tahu, ada perasaan yang aneh menyelimutiku. Aku
merasa ingin berdekatan dengannya sepanjang malam ini. “Kenapa sih, fa, ngikutin aku terus?” Sambil menowel pipi gembulku.
Sebelum tidur, ia meminta ayah memotonya,
katanya mau dicetak untuk mendaftar kuliah. Ayah mengambil beberapa gambar,
namun katanya, “Pucet banget sih. Ulangi
deh.” Lalu nenek ikutan nimbrung, “bedakan
dan pake lipgloss to. Biar nggak pucet.” Ia pun menuruti anjuran nenek,
lalu ia siap dipoto lagi. Ia tersenyum begitu manis. Cekrek. Satu buah foto
siap dicetak.
***
Jumat,
8 Februari 2013. Ia bangun cukup pagi, tanpa nenek harus teriak-teriak
membangunkannya sebagaimana biasanya. Bergegas masuk kamar mandi, tanpa
kudengar bunyi kecipak air, tiba-tiba ia sudah keluar dan berganti baju
seragam. Ia duduk di dipan nenek, matanya kosong. Ada perasaan aneh di dadaku. Aku
bergumam tanpa ada yang tahu dan mengerti.
Ayah
mengajakku jalan-jalan. Sampai di rumah, tante sudah berangkat. Hanya tinggal
bunda yang berdiri di depan rumah kebingungan. Ayah dan bunda bercakap-cakap
dengan cepat. Aku tak sempat menangkap percakapan mereka dengan sempurna. Aku
bingung.
Bunda
menggendongku, wajahnya masih mengguratkan kecemasan dan kebingungan jadi satu.
Tiba-tiba HP nya berdering. Wajah bunda mendadak pucat. Tiba-tiba bunda
terduduk lemas di teras. Saat itu sepi, tidak ada yang melihat kami. Aku
sendiri bingung. Bunda berlari ke tetangga sebelah rumah, menceritakan berita
yang baru diterimanya. Manusia-manusia dewasa itu bercakap-cakap dengan bahasa
yang tak kumengerti. Ada apa ini?
Aku
masih belum mengerti. Tiba-tiba banyak tetangga berdatangan. Eyang Nini, eyang
Pung, eyang Bambang, Yang Puh, dan banyak lagi keluarga datang. Tenda dipasang,
kursi-kursi ditata. Bendera kuning melambai. Nenek menangis, bunda tersedu,
ayah yang entah dimana menelpon bunda dengan suara parau. Tiba-tiba Mama Fannya
menggendongku, “Main sama Fannya ya, mbak
Ifa. Bundanya lagi repot.”
Dari
rumah Fannya, aku melihat sebuah mobil putih datang ke depan rumah. Kata ayah,
itu namanya Ambulance. Sirinenya mengalun kencang. Kulihat ada Tante Dyah turun
dari bagian depan mobil dengan mata berkaca-kaca. Ada tante Dyah, harusnya ada
tanteku. Dimana dia?
Aku
tak melihatnya. Aku hanya melihat sesuatu yang panjang terbungkus kain putih
digotong beberapa orang masuk ke rumah nenek. Beberapa orang shalat di
depannya. Aku berusaha berdiri setegak mungkin, mencari-cari tante, tapi tidak
kutemukan.
Mobil
ambulance kembali bersuara. Benda yang dibungkus kain putih tadi dimasukkan
kembali ke dalam mobil. Kudengar puji-pujian doa. Mobil mulai berjalan, dan
saat mobil itu berjalan kulihat ada tante di dalamnya. Aah benar kata Mama
Fannya, ada tante di sana. Tante melambaikan tangannya kepadaku, dia juga sempat berkata, “baik-baik ya Fa, tante pergi dulu sayang.” Aku balas lambaian
tangannya. Aku mau bertanya padanya, ia mau pergi kemana, tapi ia tak menjawab.
Kulihat tante menitikkan air mata, lalu aku tak lagi bisa melihatnya.
***
“Hari ini aku senang sekali, diary. Ifa bisa
jalan. Yippie.” Coret tante Tyas di lembar terakhir buku hariannya yang
dibacakan Bunda. Bunda tampak menitikkan air matanya membaca catatan-catatan
yang ditulis Tante. “Bunda belum bikin
tante-mu bahagia, sayang.” Aku hanya bisa mengerjapkan mata kala itu. Masih
belum mengerti kemanakah tante. Beberapa orang bilang padaku, tante meninggal karena
serangan jantung di angkot saat ia berangkat sekolah. Aku tak tahu meninggal
itu apa, yang aku tahu kini setiap sore tak ada lagi yang mengajakku
berkeliling kampung, menghitung motor-motor yang lewat di dekat lapangan, dan
mengajakku bernyanyi lagu yang aku tak tahu artinya. Aku sangat kangen Tanteku.
***
sad ending ya mbak,huaaaaaa....
ReplyDeleteTema lombanya kehilangan mbak..ya sad ending deh :(
DeletePasti shock sekali ya mbak kehilangan yang begitu tiba-tiba, pagi masih segar beberapa jam kemudian sudah pergi dan tak kembali lagi.
ReplyDeleteSemoga sukses GA nya ya mbak Marita :)
Iya mbak shock banget. Selang satu jam setelah berangkat skul ditelpon pihak skul klo udah gak ada :(
DeleteSelamat jalan tante....
ReplyDelete:(
:(
Deletedi semarang benderanya putih ya mbak. kalo di jogja bendera putih. di madiun bendera putih ada tulisan kalimat tahlilnya.
ReplyDeleteKuning mbak umumnya, tapi pernah lihat juga yang putih terus ada kalimat tahlil nya.
DeleteTyas mirip ibu....
ReplyDeleteSo sad
banyak yang bilang gitu, muka saya mirip bapak, tyas mirip ibu, tapi sifatnya kebalikan :D
Deleteceritanya bagus...good luck ya mbak GAnya
ReplyDeletemakasih mbak :)
Deletesemoga menang GA-nya
ReplyDeleteaamiin. makasih
DeleteItu adiknya mb Marita ya? semoga khusul khotimah ya...ikut sedih jadinya :'(
ReplyDeleteiya mbak, itu adikku.. Aamiin :) Sudah 3 tahun berlalu tapi rasa kehilangannya masih begitu dalam :(
DeleteAduh si adik, kangen sama tantenya, ya :)
ReplyDeleteTerimakasih sudah berpartisipasi :)
sama-sama, terima kasih juga pulsanya :)
DeleteYa Tuhan, aku mau berangkat kerja kucingku sakit aja kepikiran abis, gimana ini? :(
ReplyDeleteSalam,
Rava.