“Kematian
adalah nasihat terbaik.” Aku pernah membuat status singkat itu di timeline
Facebook beberapa minggu yang lalu. Saat itu aku menulisnya setelah mendengar
kabar suami dari salah seorang kawan telah berpulang untuk selama-lamanya.
Ya, kematian memang selalu menjadi nasihat yang
terbaik. Nasihat bagi siapapun yang masih beruntung bisa merasakan kehidupan ketika
manusia lain ada yang telah diminta kembali kepada pemilik seluruh alam dan
kehidupan, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Aku dan Kematian
Sejak 2011, secara berturut-turut aku harus
mengikhlaskan kepergian empat anggota keluarga yang aku cintai untuk
selama-lamanya. Eyang putri dan Bapak pada tahun 2011, adik kandungku pada
tahun 2013 dan eyang kakung pada tahun 2014.
Dari empat kali kehilangan secara berturutan itu,
aku menyadari bahwasanya Allah selalu memiliki cara terbaikNYA. Untuk kita,
kehilangan orang-orang yang kita cintai, baik secara mendadak ataupun tidak,
mungkin mengejutkan, menyedihkan, mengecewakan, namun untuk Allah itulah jalan
yang terbaik. Baik bagi yang berpulang, maupun yang ditinggalkan.
Setiap kali berita kematian datang mendekati
telinga, aku juga seakan ditampar. “Apa
sudah cukup bekalmu menghadapi kematian?”
Di antara empat kepergian dari anggota keluarga
tercinta, kepergian adik adalah hal yang paling tak terduga. Tanpa sakit, tanpa
kata, tanpa firasat. Meski memang sedari kecil ia telah mengidap penyakit
jantung bawaan, namun sejak ia lepas dari rawat jalan di usianya yang keenam,
penyakit itu tak pernah mengganggunya kembali.
Meninggalkanku, meninggalkan ibu
yang telah bergelut dengan stroke-nya belasan tahun. Kepergiannya membuatku belajar
bahwa kematian tidak mengenal usia. Tua muda bukan jaminan cepat atau lamanya
kematian akan menghampiri. Sehat sakit juga bukan patokan seberapa cepat Izrail
akan menjemput.
Berita kematian selalu berhasil membuat aku
tersungkur dalam sujud yang dalam. Berharap bahwasanya semoga aku memiliki
cukup waktu untuk mengumpulkan bekal-bekal yang terbaik sebelum kembali
kepadaNYA.
Namun seringkali ketika berita itu mulai menjauh pergi dibawa waktu,
sujud-sujud yang dalam perlahan mulai pergi. Rutinitas keduniawian lebih
menggoda untuk dijalani daripada sekedar bertafakur dan bermuhasabah diri.
Ketika yang berusia lebih muda saja bisa berpulang
lebih dulu, maka sudah sepantasnya aku tak lagi berleha-leha mengumpulkan bekal
akhirat. Bukankah tujuan kehidupan yang sebenarnya adalah mati? Namun mengapa
seringkali kita lupa mempersiapkan kematian terbaik?
5 Hal yang Kulakukan Ketika 8 Hari Lagi Maut Menjemputku
Hmm, mungkin aku yang terlalu bebal memahami atau
terlalu pongah dengan apa yang kupikir telah kumiliki? Sedang amal-amal tidak akan
berarti jika tanpa rahmatNYA. Maka, jika delapan hari lagi maut itu datang menjemputku,
hal-hal inilah yang akan aku lakukan;
1. Bersyukur dan Memperbaiki Ibadah
Kematian tidak seharusnya ditakuti karena itu hal yang pasti. Namun manusiawi ketika rasa takut itu muncul, apalagi ketika diri ini menyadari betapa dalam delapan hari apa yang bisa dilakukan untuk mempersiapkan kematian yang terbaik.Di sisi yang
lain, aku justru akan bersyukur dengan sangat karena aku bisa mengetahui bahwa
dalam delapan hari ke depan maut akan segera datang. Itu artinya Allah begitu
menyayangiku hingga IA memberinya waktu untuk melakukan hal-hal yang bisa aku
lakukan.
Meski singkat, maka delapan hari itu adalah anugerah yang luar biasa. Selain
sujud syukur, aku akan memperbaiki sholatku. Jika sebelumnya aku sering tak
tepat waktu memenuhi panggilanNYA, maka di delapan hari terakhirku aku ingin
secepat mungkin hadir memenuhi kewajibanku.
Tidak hanya sholat wajib yang akan
kupenuhi, dalam delapan hari terakhirku, akan kudirikan sholat-sholat sunnah
untuk menggenapi pertobatanku yang masih tercecer tak beraturan. Akan
kuperbaiki pula bacaan Quran-ku, puasa-puasa sunnahku, sedekahku. Waktu yang
sempit untuk menambah pemberat kebaikan.
2. Melunasi Hutang
“Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung dengan sebab utangnya sampai hutang dilunasi.” Maka dalam jangka waktu yang tersisa, aku akan berusaha menutup hutang-hutang yang masih aku miliki.Tidak
hanya hutang yang berupa materi, namun juga hutang-hutang non fisik yang
mungkin pernah aku ucapkan. Salah satu hutang non fisik itu ialah menyelesaikan
kumpulan cerpen untuk adikku yang hingga hari ini aku tidak mampu meneruskannya
karena setiap kali aku memulai menulis, air mata akan bercucuran sangat deras.
Dalam delapan hari yang tersisa, aku akan menyelesaikan tulisan itu sebagai
sebuah memorial untuknya dan kubagikan kepada sahabat-sahabatnya sebagaimana
rencanaku sejak awal aku memiliki ide pembuatan buku tersebut.
Selain
menyelesaikan kumpulan cerpen itu, aku juga akan menyelesaikan hafalan juz 30.
Aku pernah berjanji pada diriku sendiri untuk bisa memberikan jubah terindah
untuk ibuku di akhirat nanti.
Dan jubah itu hanya akan bisa diberikan kepada orang
tua yang anaknya mampu menghafal Al Quran. Meski tidak memungkinkan untuk bisa
menghafal semua juz, setidaknya aku ingin sekali menuntaskan juz 30 sebagai
persembahan untuk ibuku.
3. Meminta Maaf
Tidak akan ada maaf dari Allah sebelum orang-orang yang pernah kita sakiti ridha dan memaafkan kesalahan kita. Maka dalam delapan hari yang tersisa, aku ingin bersilaturahim ke rumah kerabat, teman, dan tetangga untuk meminta maaf atas segala kesalahan yang telah aku perbuat, baik yang aku sengaja maupun tidak.Dan tentunya kepada
suami, ibu dan anakku lah aku harus meminta maaf pertama kali. Karena mereka
lah yang selama ini tinggal dan menjalani kehidupan bersamaku. Selain itu, aku
juga akan berziarah ke makam-makam para anggota keluarga yang telah
mendahuluiku.
4. Mengunjungi Tol Manyaran
Aku ingin mengajak suami ke jembatan tol manyaran. Sebuah tempat paling memorable untuk kami. Tempat dimana pertama kali ia menyatakan perasaannya kepadaku.Sebelum
kematian menjemputku, aku ingin datang sekali lagi mendengarkan kata cintanya
dan aku akan ungkapkan betapa aku tak pernah menyesal menjadi sigaraning
nyawa-nya.
5. Mengunjungi Salatiga
Di hari terakhir sebelum malaikat Izrail mencabut nyawaku, aku ingin mengunjungi Salatiga. Di perjalanan menuju ke kota yang mengukir banyak cerita dalam kehidupanku itu, akan kuserahkan sebuah surat kepada anakku.Surat yang berisi wejangan tentang
hidup, yang mungkin tak bisa kusampaikan secara langsung karena waktuku terlalu
sempit untuk berkata-kata. Di Salatiga, aku ingin bertemu dengan
sahabat-sahabat di masa putih abu-abu, berfoto bersama mereka dan keluargaku.
Lalu aku ingin mengunjungi rumah masa kecilku, rumah dimana pernikahanku
digelar, dan aku ingin menghembuskan nafas terakhirku di sana. Di pelukan suami
tercinta. Dan saat nyawa ini tercerabut dari tubuh, aku tak ingin ada isak
tangis yang terdengar. Aku ingin dihantarkan dengan senyuman.
Ya, kematian memang selalu menjadi reminder terbaik
untuk setiap insan bahwa tidak selamanya kita ada di bumi ini. Maka, untuk
apalah berpeluh-peluh mengejar dunia yang tak ada habisnya. Sedang akhirat hanya
mendapat second attention.
Sayangnya, kematian tidak diwartakan, maka tak akan
ada persiapan terbaik dalam waktu singkat. Persiapan terbaik harus dimulai tanpa
kata nanti.
hal yang paling aku takuti ialah saat aku mati tak ada bekal untuk menghadap kepada Allah
ReplyDeletebetul sekali :)
DeleteAku malah nangis dewe baca ini..., memang benar kematian adalah nasihat terbaik.
ReplyDeleteMb Marita selalu pandai merangkai kata-kata, gud lak ya...semoga menang ;)
Yang nulis aja sambil dredeg kok mbak. Aamiin :)
DeleteCara nenpersiapkan kematian yang bagus. Ngeri ngomonginnya tapi pasti terjadi padaku
ReplyDeleteNgeri-ngeri sedap deh kalau ngomongin kematian :)
DeleteArtikelnya keren mbak, banyak hikmah yang bisa di ambil dari artikel ini, terima kasih ya mbak.
ReplyDeleteAlhamdulillah jika bermanfaat. Terima kasih juga sudah berkunjung :)
DeleteTulisannya mbak Marita selalu ngejleb deh, bagus dan tidak kehilangan kata-kata. Ayo tebak, ini menang lagi pasti hehe
ReplyDeleteSukses ya mbak GA nya :)
Alhamdulillah.. Yang paling penting bisa membawa manfaat mbak, masalah menang itu bonusnya hehehe. Sukses GA nya juga untuk mbak Anjar!
Deleteiya mbak, kalau saja kematian semua orang mengetahuinya
ReplyDeletepasti banyak org2 yang ketika akan mati
berlomba2 berbuat baik.
reminder banget utk selalu berbuat baik
dengan mempersiapkan kematian sebaik mungkin
supaya bisa khusnul khatimah ketika kembali pada-Nya
Amin
Salam Kenal, mba
Sukses utk GA nya ya mbak
Salam kenal juga mbak. Sukses juga untukmu :)
Deletebenar.. kematian adalah sebaik2 nasehat... *aku nangis juga.. :(
ReplyDeletesodorin sapu tangan :(
DeleteTerimakasih tulisannya Mba, so touchyy.. Melimpah berkah segala urusannya,, aamiin
ReplyDeleteAamiin. Doa yang sama terlantun untukmu. Makasih Mbak.
DeleteMinta ya gambar nya tulisan nya
ReplyDelete