Masalah pro dan kontra mengenai pengajaran
calistung di TK memang hal yang cukup sensitif, bagi sebagian besar
orang tua calistung di TK sangat penting karena sebagai persiapan
belajar di SD yang kenyataannya kini banyak menuntut anak sudah pandai
membaca. Sedang sebagian besar orang tua menganggap calistung di TK
tidak perlu diajarkan, karena masa anak-anak adalah masa bermain dan
belum tepat untuk menarget anak-anak dengan target akademis sebagaimana
saat anak-anak sudah belajar di tingkat SD.
Bagi saya sendiri, kebijakan orang tua untuk pro dan kontra terhadap pengajaran calistung di TK adalah kebebasan setiap orang. Bukanlah hal yang bijak ketika saya membodoh-bodohkan pilihan orang lain yang berbeda dengan pilihan saya.
Namun ada yang menggelitik saya ketika akhir-akhir ini di timeline saya rame sekali bersliweran para ibu yang men-share kicauan Ibu Esti Dwiningsih berikut ini:
Bismillahirrahmanirrahim
Kebohongan Publik dalam Sistem Pendidikan: Larangan Calistung di TK
Beberapa hari yang lalu saya twit demikian: Larangan calistung di TK / PAUD merupakan suatu pembodohan massal.
Pembodohan massal yg sungguh menyesatkan.
----------------------------------
Pernyataan saya ini bukan tanpa dasar.
Pernyataan saya ini bukan tanpa dasar.
Saya telah melakukan asesmen pada sekian banyak siswa TK dan SD.
Masalah yang muncul pada anak-anak adalah gangguan konsentrasi, gangguan pada perkembangan motorik kasar dan motorik halus serta gangguan komunikasi dg orang dewasa dan teman seusia, dan gangguan perilaku lainnya.
Gangguan2 tsb menyebabkan anak jadi under achiever, yaitu menampilkan kemampuan akademik & umum jauh dibawah potensi dasar yg sesungguhnya.
Pada siswa SD kelas 1-3, setelah melalui proses pemeriksaan menyeluruh, secara umum ternyata penyebabnya ada 2 (dua) yaitu Penyebab "lemahnya" anak2 kita...
Pertama adalah TV, Video, dan Game.
Kedua adalah persiapan pembelajaran di TK yg tidak tuntas.
Kedua adalah persiapan pembelajaran di TK yg tidak tuntas.
Penyebab pertama sdh kita bahas panjang lebar beberapa waktu lalu ~> #TV #Game#Video ~ Penghambat kecerdasan
Penyebab kedua, belum kita bahas tuntas.
Banyak yg protes ketika saya menyatakan bahwa saya tidak setuju larangan belajar calistung di TK.
Saya tegaskan...
"Larangan belajar calistung di TK adalah PEMBODOHAN."
Anda yg percaya anak TK dilarang belajar CALISTUNG, juga termasuk korban yg sukses dibodohkan.
Mengapa?
Kita lanjut nanti setelah Isya smile emoticon
Kita lanjut nanti setelah Isya smile emoticon
----------------------------------
#Pembodohan #Pertama, ada sebuah kenyataan yang kalau semua orang tahu pasti bakal terpekur. Apa itu?
Kurikulum pembelajaran sekolah2 kita sejauh ini masih banyak mengadopsi barat, sayangnya proses tiru2nya bersifat parsial. Apa maksudnya?
Baik, saya akan mencontohkan TK dan SD di barat.
Kurikulum SD yg selama ini dianggap "sulit" adl acuan dr barat, oke ~ Ortu & guru mengeluh bahwa anaknya stress bahkan menghindari sekolah.
Penyebabnya jelas, karena belum tuntas persiapan belajarnya ~ Tidak ada calistung di TK, kalaupun ada calistung dilakukan sembunyi2 oleh guru dan tidak jadi fokus utama ~ Masuk SD kelabakan.
Tadi contoh pertama adopsi yg parsial ~ mengadopsi kurikulum SD tanpa memikirkan persiapannya.
Contoh kedua adopsi yg parsial adalah mencontoh TK / kindergarten di Barat.
Saya banyak sharing dengan teman2 yg hidup di luar negeri dan anak2 mereka sekolah di sana sejak usia dini.
TK disana, tujuan pembelajarannya #psikologis, frameworknya: mendidik jd confident learner, punya wellbeing yg bagus, berkomunikasi dg baik.
Proses pembelajaran dan latihan terkait dengan latihan motorik kasar dan halus, pre reading, pre writing...
Latihan tdk terlepas dari pekerjaan membaca & menulis, meskipun tdk ada tuntutan utk lancar membaca & menulis.
Latihan tdk terlepas dari pekerjaan membaca & menulis, meskipun tdk ada tuntutan utk lancar membaca & menulis.
Tdk ada output akademik.
Tahukah anda usia berapa anak di kindergarten / TK ~> usia 3 - 4 tahun!!! Bukan usia 5/4 - 6/7 seperti di Indonesia!
BEDA umur!!
Adopsi yg parsial, TK disana beda dengan disini!
Kemudian umur anak masuk SD disana adalah 5 tahun!
Bukan 6 atau 7 tahun seperti di Indonesia!
Bukan 6 atau 7 tahun seperti di Indonesia!
BEDA!!
Anak sd yang berusia 5 tahun tadi diajari CALISTUNG, dan masuk kelas 0 (NOL). Mereka sudah SD lho, sama seperti kakak2 kelasnya.
Umur 6 tahun, mereka naik kelas 1 SD dengan kondisi sudah mahir calistung dan siap menerima pelajaran / informasi yg lbh kompleks.
Bagaimana dengan anak2 Indonesia yg tidak diajari calistung di TK?
Umur 7 tahun mereka belum bisa calistung!
Sangat memprihatinkan!
Umur 7 tahun mereka belum bisa calistung!
Sangat memprihatinkan!
Apa akibatnya bagi anak-anak Indonesia yg sudah 7 tahun dan baru belajar calistung?
Akibatnya anak-anak Indonesia banyak yang mempunyai masalah calistung pada saat kelas 1 sampai kelas 3.
Naik kelas 4, seharusnya anak sudah terkondisi mandiri belajar. Namun keadaan tidak demikian, kls 1-3 dia tidak enjoy belajar di sekolah..
... Kelas 4 & seterusnya anak sulit memahami materi pelajaran.
Pola2 ini sangat mungkin berlangsung seterusnya... smp, sma, kuliah, dst frown emoticon
Pola2 ini sangat mungkin berlangsung seterusnya... smp, sma, kuliah, dst frown emoticon
Bermula dari pembelajaran PAUD / TK yang tidak tuntas. #Pembodohan #1
----------------------------------
Untuk yang masih ngeyel, kultwit dibaca dari awal, anda juga korban frown emoticon
#Selingan
#Selingan
----------------------------------
#Pembodohan #Kedua, Kenyataan yg akan membuat kita terhenyak karena sudah dibohongi habis2an. Apa itu?
Pernah saya bahas bahwa perkembangan kecerdasan anak sangat pesat di usia dini.
Usia 4 tahun perkembangan kecerdasan sdh 50%, usia 8 th perkembangan kecerdasan sdh 80%, dan usia 18 sdh mencapai titik kulminasi 100%.
Setelah usia 18 tahun, seseorang TIDAK akan bertambah CERDAS, hanya penambahan pengetahuan dan perbaikan pola belajar.
Pada usia dini, modalitas yang paling besar bagi pengembangan kecerdasan adalah kemampuan integrasi visual motorik perseptual.
Secara umum bisa dikatakan sbg kemampuan visual, motorik dan perseptual yg diolah otak sehingga membentuk kecerdasan.
Semakin anak mendapatkan banyak stimulus melalui visual, motorik dan perseptual maka otaknya akan berproses membentuk kecerdasan.
Proses pelatihan reading dan writing adalah stimulus yang paling hebat dalam membentuk kecerdasan.
Seorang anak yg sudah dapat membaca, akan melalui perkembangan belajar apa saja, yg sangat cepat dibandingkan sebelumnya.
Bisa membaca, menulis, berhitung...
Semakin meningkatkan kemampuan perkembangan kecerdasan anak!
Semakin meningkatkan kemampuan perkembangan kecerdasan anak!
Larangan membaca, menulis, berhitung di TK ~ Menghambat kecerdasan!
Bermula dari pembelajaran PAUD / TK yang tidak tuntas. #Pembodohan #2
----------------------------------
Masih mau dibodoh-bodohin, ditipu-tipu secara massal?
Masih nekat melarang calistung di TK? #mikir
----------------------------------
Mohon maaf bila ada kesalahan dan pilihan kata yg agak galak. Sesungguhnya ini bentuk kepedulian saya. InsyaAllah sahabat semua mengerti smile emoticon
Allahu Akbar
Mungkin postingan Bu Esti cukup bagus untuk memberikan sudut pandang lain mengenai pentingnya pengajaran calistung di TK. Namun yang sedikit nggregel di hati saya adalah ketika twit tersebut seakan-akan menjadikan semua pihak yang kontra terhadap hal tersebut sebagai "tersangka" dari ketidakmauan bangsa ini untuk maju. Bahkan ada yang men-share twit ini dengan caption "jangan-jangan generasi penerus kita emang sengaja dipelihara untuk penuh keterbatasan ya bu?"
Wow sekali yaaa...
Saya rasa setiap orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anak-anaknya, baik yang pro terhadap pengajaran calistung sejak TK maupun yang kontra. Dan saya yakin kedua pihak pasti memiliki alasan masing-masing. Mengenai caption tentang "keterbatasan"... benarkah anak-anak yang tidak diajarkan calistung sejak dini pasti akan tertinggal atau terbatas dalam kemampuan belajarnya? Adakah penelitiannya yang valid?
Sedang di satu sisi, banyak pula para pakar parenting yang mengemukakan bahwa pengajaran calistung sejak dini yang tidak menyenangkan dan terkesan memaksa bisa memberikan efek yang kurang baik terhadap perkembangan jiwa anak-anak. Bahkan ada anak-anak yang justru di masa SD nya malas belajar karena terlalu dipaksa belajar calistung di saat TK.
Saya sendiri termasuk yang tidak setuju sih di TK diajarkan calistung secara formal dan tertekan . Dalam artian ada target akademis yang harus dicapai, bahwa lulus TK anak harus bisa membaca. Meski di twit tersebut dikatakan bahwa di luar negeri anak-anak TK diajarkan calistung meski tanpa ada output akademik dan tanpa ada pemaksaan harus lancar calistung ketika lulus TK, nah kira-kira bisa nggak membudayakan Indonesia seperti itu? Sedang
tidak diajarkan secara formal saja, masih banyak orang tua yang
menganggap bahwa sebelum masuk SD anak-anak harus bisa membaca dulu biar
bisa mengikuti pelajaran, ketika anak-anaknya belum juga bisa membaca,
banyak yang kemudian memberikan les tambahan, bahkan tak jarang yang
melabeli anaknya bodoh hanya karena belum bisa membaca.
Buat saya sah-sah juga jika ada orang tua yang ingin memperkenalkan calistung pada anak-anaknya saat di rumah sembari diajak aktivitas yang menyenangkan macam lewat flashcard, nyanyian, permainan dll... tapi kalau sampai ada khusus pelajaran calistung di TK yang memaksa anak harus duduk diam, pegang pensil dan diberi PR saya kok nggak sreg.. .(dan nyatanya masih banyak TK yang memberlakukan cara konvesional seperti ini) ... karena setahu saya dari hasil baca-baca dan beberapa seminar, otak anak dibawah 7 tahun itu masih konkret, anak masih suka lari-larian dan belum bisa fokus ke satu hal dalam waktu yang lama.
Apalah artinya bisa calistung sejak usia dini kalau ke depannya nggak bisa membawa manfaat untuk kehidupan untuk anak-anak kita, saya lebih suka membudayakan anak-anak cinta membaca dari dini sekalian install software tentang moral dan adab, diperkenalkan buku dari bayi, sering diceritakan dan didongengi. Ternyata malah lebih efektif dampaknya, anak-anak cenderung lebih banyak berkeinginan bisa membaca.. dan tanpa sadar kadang dia hafal pelafalan kata-katanya. Anak saya, Ifa, baru hafal huruf A, tapi dia sudah bisa memilih bukunya sendiri, dan dia tahu judul buku itu apa.. setiap saya tunjuk kata di cover, dia tahu itu bacanya apa. Seperti metodenya Glenn Doman yang dikenalkan oleh Ibu Irene F Mongkar, mengajar membaca dari bayi pun bisa tapi bukan mulai dari alfabet tapi mulai dari kata.
Begitu juga mengajari membaca al quran, saat dibawah 7 tahun lebih baik berupa hafalan surat, sering diperdengarkan ngaji... baru kalau dia sudah mulai bisa berkonsentrasi dan duduk dalam waktu agak lama, bisa mulai diperkenalkan huruf hijaiyah. Soal PR pun begitu, bukan masalah fun atau tidak, namun ketika PR yang terlalu banyak merenggut masa bermain anak itu sama saja kita juga mendholimi anak kita .
Pengalaman juga nih lihat kasus sepupu saya, dia bisa baca dari 4 tahun, dan saya bisa membaca dari 6 tahun, ternyata setelah SD prestasi sepupu saya malah biasa-biasa saja, dan saya justru yang addict membaca. Tetangga saya juga ada yang sudah bisa membaca sejak usia 3 tahun, belajar membacanya pun tidak ada paksaan, lewat game yang fun, tapi karena yang dipupuk cuma kemampuan membaca, bukan kecintaan membaca, akhirnya toh kemampuan membacanya tidak lagi bermanfaat saat kini ia sudah duduk di bangku SD.
Tentang anak yang kelas 3 SD kok belum bisa membaca, perlu dilihat juga bagaimana cara pengajaran membaca di sekolahnya, apakah itu di SD negeri yang mengharuskan bisa calistung, atau sekolah yang membebaskan anak dengan segala kemampuannya. Karena ada anak yang memang rendah dalam kemampuan calistung, tapi punya kemampuan mendengarkan dan bercerita lebih baik dan tetap bisa berprestasi. Ada juga yang sudah bisa calistung dari TK, tapi setelah SD kemampuan calistungnya justru menurun, dan yang baru belajar calistung secara intensif sejak SD justru kemampuannya terus meningkat.
Saya kok tidak setuju kalau calistung dilarang diajarkan di TK disebut sebagai pembodohan massal dan agar generasi penerus kita memang sengaja dipelihara untuk tetap penuh keterbatasan. Setiap anak dilahirkan dengan berbagai bakat, dan calistung hanya sebagian kecil dari kemampuan dan kecerdasan anak, ada banyak hal tak terbatas yang bisa dieksplore dari anak, bahkan dengan kemajuan teknologi sekarang ini, ketika anak kemampuan calistungnya mungkin rendah, ada banyak metode belajar yang bisa diterapkan pada anak, metode audio, metode video, dsb. Bahkan sekarang ini anak-anak disleksia pun bisa berprestasi kan?
Saat saya membaca ulasan Ayah Edy, Abah Ihsan, Fauzil Adhim, Harry Santosa dan beberapa pakar parenting, saran mereka tentang calistung lebih baik diajarkan mulai SD bahkan sebenarnya sudah ada SOP nya di Al Quran, tahapan pendidikan anak sudah lengkap dijlentrehkan di sana. Kapan harus menginstal "software" dalam memori anak, kapan harus mengajari anak melalui pembiasaan-pembiasaan, kapan mengajari anak teori-teori, sudah ada tahapan pastinya.
Kalaupun yang dimaksud pembodohan publik adalah kata-kata "dilarang mengajarkan" maka buat saya twit yang lagi hot-hot pop di mana-mana itu juga bisa jadi sebuah pembodohan publik, dan tidak ada efek baik kecuali semakin memanaskan pro-kontra pengajaran calistung di TK. Sedangkan seperti yang kita tahu di Indonesia itu larangan yang normatif atau jelas hukumnya saja dilanggar (misal larangan merokok di tempat umum, nyatanya toh banyak juga yang merokok di bis). Jadi sebenarnya kalau ada pelarangan mengajarkan calistung di TK nggak usah lah heboh-heboh bangeeet, disurvey aja deh masih banyak kok ortu yang lebih pengen anak-anak usia TK nya bisa membaca, sebagaimana masih banyak juga TK yang ngajarin calistung karena tuntutan pasar--- dengan cara belajar yang fun ataupun tidak, daripada ortu yang sadar bahwa memaksakan anak bisa calistung di usia dini adalah hal yang dholim kepada anak. Dan ortu yang jumlahnya sedikit ini insya Allah paham bagaimana mengeksplore bakat dan kecerdasan anak meski terkesan pro pada larangan diajarinya calistung di usia dini.
Jika twit itu dimaksudkan untuk membuka mata para orang tua bahwa tidak masalah mengajarkan membaca kepada anak-anak sejak usia dini asalkan caranya menarik dan menyenangkan, seharusnya twit itu lebih menekankan pada hal tersebut, bahwa ada metode belajar calistung yang menyenangkan. Begitu juga jika twit tersebut ingin mengemukakan bahwa kegagalan pembelajaran anak ketika SD karena anak-anak yang kurang konsentrasi, karena banyak terpapar gadget, kenapa tidak lebih difokuskan pada bagaimana agar-agar anak kita tidak addicted to gadget, TV dan lain-lain? Dengan pilihan kata-katanya, twit tersebut justru kehilangan esensinya, dan seakan-akan justru membodohkan pihak yang berbeda pendapat dengan dirinya.
Yang miris lagi, ternyata setelah saya cek timeline, yang ngeshare twit tersebut sebagian besar adalah teman-teman yang jualan salah satu produk untuk belajar membaca yang diklaim sangat menyenangkan (meski ternyata tidak berlaku untuk anak saya, produk itu kemudian cuma jadi bubur kertas di tangan anak saya :D ). Kan jadi semakin kehilangan esensi nih twit yang seharusnya sangat berbobot ini, kemudian cuma jadi alat marketing sebuah produk. Agar berimbang saya tadi juga baca-baca banyak artikel lain dan berbincang dengan sahabat-sahabat saya, salah satu artikel yang saya sukai bisa dibaca di sini.
Hmm, ya sudahlah yaaa.... dari pada semakin panjang dan lebar ngributin di TK boleh nggak diajarin calistung, dan kenapa masuk SD harus usia 7 tahun (kalau pengin nanti kapan-kapan nulis lagi soal ini), mendingan yuk syiar "Gerakan Cinta Membaca Buku Sejak Dini"! Semakin dini kita biasakan anak mencintai membaca buku lewat kisah-kisah nabi, sahabat-sahabat nabi, dsb, secara nggak langsung kita menanamkan bahwa membaca itu penting pada anak-anak kita. Ketika anak-anak tahu pentingnya dan asyiknya membaca, nggak perlu dipaksa-paksa belajar membaca juga, anak-anak otomatis sudah semangat pengen bisa membaca. Ketika anak tahu betapa buku itu menyenangkan, nggak bakal ada lagi anak-anak yang terpengaruh sama TV, video game, gadget, dsb. Bahkan hanya dari pembiasaan membaca buku sejak dini, kita bisa menginstalkan "software" keimanan, tauhid, akhlak, moral, dan adab dengan cara yang cantik dan manis kepada anak-anak kita, tanpa perlu membodoh-bodohkan si A, si B.
*tidak semua yang lebih cepat itu baik, terkadang kita harus tahu bahwa semua ada waktunya, ada caranya :)
*inti dari proses belajar adalah membawa perubahan bagi kehidupan kita :)
Pendapat saya, anak2 harus pintar SEKALIGUS baik budi pekertinya. Sebagai orang dewasa, kita harus bisa menemukan pendekatan atau cara agar kurikulum calistung dapat diterima oleh anak usia dini tanpa mengorbankan hak bermainnya. Bukankah apapun bisa dijadikan permainan, termasuk calistung?
ReplyDeleteUntuk penanaman budi pekerti, seharusnya juga sama. Lakukan pendekatan yang menyenangkan (dongeng, dialog, bernyanyi dll). Justru dengan pendekatan yang sama, maka calistung dan penanaman budi pekerti dapat dilakukan secara bersamaan.
Jadilah orang tua yang peduli. Jangan mau diarahkan atau disuruh memilih mau anaknya pintar atau baik moralnya. HARUS keduanya. Pasti ada caranya. SUDAH ADA caranya. Tinggal sebagai orang tua mau tidak belajar lagi untuk kepentingan anak-anak kita.
www.bimbel-qubaca.com
Sepertinya Anda tidak get the point. Saya juga sudah sampaikan di atas lo.. bahwa silakan saja kalau mau mengajarkan calistung kepada anak, tapi tentu dengan cara yang asyik dan menyenangkan. Tapi kalau saya sendiri lebih suka menumbuhkan minat baca bukan dengan mengajarkan calistung :) Karena dengan menumbuhkan minat baca, secara nggak langsung memacu anak untuk BISA calistung :)
DeleteSaya setuju dengan artikel ini. Alhamdulillah anak saya usia 4, tahun sudha bisa membaca, , ,tapi sebelum bisa membaca, di usia 3 tahun saya mulai mengajarkan kebiasaan membaca pada anak saya, saya sering membacakan anak anak buku cerita, dongeng atau kisah nabi, lama lama anak saya penasaran untuk bisa membaca sendiri. Karena anak sudah mulai memiliki keinginan membaca mulailah saya pelan pelan mengajarkan membaca dengan cara bermain, , ,
ReplyDelete