Sering tergelitik setiap kali ada teman-teman MLM yang menggembar-gemborkan bahwa kita harus kerja keras agar bisa mencapai kesuksesan, bisa hidup enak dan bisa membahagiakan orang-orang yang kita cintai.
Benarkah kita harus menunggu sukses agar bisa membahagiakan orang-orang yang kita cintai, agar kita bisa berbagi rejeki kepada yang lebih membutuhkan? Sedang ukuran kesuksesan itu seringnya berupa materi.
Dan ketika dihadapkan pada ukuran materi, maka yang ada tak akan pernah ada puasnya. Terus kapan dong kita membahagiakan mereka, terus kapan dong berbaginya?
Sedang waktu itu terbatas.. kita tak akan pernah tahu kapan hari terakhir kita masih diberi kehidupan... bisa jadi sebelum materi berkecukupan, kita sudah meninggal lebih dulu, atau orang-orang yang ingin kita bahagiakan sudah pergi meninggalkan kita... masih mau nunggu sukses dulu baru bergegas membuat orang lain bahagia?
Perjalanan Hidup Menyadarkanku
Dulu waktu almarhumah adik masih hidup... ada banyak rencana yang ingin kulakukan bersamanya... tapi selalu saja terbentur kata "aah nanti sajalah... aah besok sajalah.... uangnya masih belum cukup, bisa untuk hal yang lebih penting...".Bahkan untuk sekedar berkata..."makasih ya dek.. aku bangga deh sama kamu... aku sayang sama kamu dek... dsb", Atau hanya ingin mengecup kening dan pipinya seperti waktu ia masih kecil saja pikir ratusan kali, begitu susah mengungkapkannya... Berasa lebay gitu, dulu mikirnya ketemu setiap hari ini, besok masih bisa...
Dan siapa yang mengira ternyata hidupnya sesingkat itu.. yang ada kini hanya penyesalan.. rencana demi rencana buyar. Kini saat "kantong"ku jauh lebih baik dibanding saat dia masih ada... toh aku sudah tidak lagi bisa mewujudkan semua impian-impian itu.
Agenda jalan-jalan yang aku janjikan padanya semua tinggal kenangan. Barang-barang yang pernah dia inginkan dan sekarang aku bisa membelinya, apalah artinya jika dia sekarang sudah hidup di alam yang berbeda.
Mungkin tidak akan semenyesal ini jika sewaktu almarhumah adik masih hidup, aku mau menundukkan ego untuk meluangkan waktu lebih banyak berbincang dengannya di sela kesibukanku sebagai ibu dan istri. Atau hanya sekedar menyapanya di pagi hari dan mengecup keningnya sembari menyelipkan "ganbatte buat hari ini...".
Menyorongkan sesuap nasi ke mulutnya ketika dia sedang malas makan karena asyik menuntaskan baca novel.. Berhaha hihi bersama ngomongin gebetannya atau sekedar kepo lagu baru yang sedang dia suka. Aku baru sadar ternyata hal sesederhana itu bisa membuatnya bahagia.
Saat adik masih di Salatiga dan aku sudah tinggal di Semarang, aku merasa justru lebih bisa dekat dan sering berbagi banyak hal dengannya. Tiap kali pulang ke Salatiga aku menghabiskan banyak waktu dengannya, meski hanya sekedar makan permen bersama, ngobrolin temannya yang suka usil, mendengarkan candaannya yang kadang sebenarnya nggak lucu.
Namun justru ketika kami tinggal serumah lagi di Semarang, hal-hal sederhana itu lupa kulakukan karena aku terlalu bercita-cita memberikan hal yang lebih besar. Ternyata hal-hal besar itu justru tak mampu kuwujudkan di saat aku keteteran memberikan hal-hal kecil yang ia rindukan. Cuma bisa miris berkata "seandainya aku tak perlu menunggu kesuksesan datang lebih dulu...". Sayangnya berjuta seandainya pun tak akan mampu merubah keadaan.
Sebuah obrolan singkat dengan ibu beberapa waktu lalu juga semakin membuatku sadar. Saat itu aku berkata, "Sudah nikah tujuh tahun belum mampu beli
rumah nih.. motor itu-itu aja.. belum bisa ngasih ibu apa gitu.."
Dengan
santai ibu menanggapi, "Alhamdulillah, nanti di akhirat nimbang hartanya
malah cepet, nggak banyak yang diperiksa.. daripada punya banyak harta
tapi di akhirat nggak bisa mempertanggungjawakan piye? Kalau hari ini
kamu punya rumah, belum tentu sekarang tinggal serumah sama ibu, mau
ngurus ibu, mau ndolani ibu."
"Disyukuri.. bisa kerja di rumah, punya
banyak waktu sama anak, sambil ngobrol sama ibu, ibu punya temen, nggak
kesepian... itu aja udah cukup. Ibu nggak minta apa-apa, yang penting,
sholatnya jangan lupa, doanya jangan lupa.. harta bisa dicari, tapi doa
anak sholeh dan sholehah lebih berarti dari harta apapun di dunia ini...
Itu sudah cukup membuat ibu bahagia." (diceritakan kembali dengan
bahasa sendiri)
Obrolan dengan ibu jadi mengingatkanku pada masa kecilku yang alhamdulillah berkecukupan. Saat itu bapak bisalah dibilang cukup sukses secara material meski hanya sopir bus antar kota antar provinsi. Tapi saat itu rumah bapak ibu luas, dua kalinya rumah yang kami tempati sekarang, mobil gonta-ganti.
Makanan selalu tersedia dari udang, cumi-cumi, jajanan segala macam selalu ada di rumah, tinggal pilih mau apa. Apa saat itu aku bahagia?
Aku justru lebih bahagia saat aku dan bapak bepergian naik bis ke Jakarta saat mengantarkanku ikut tes CPNS Deplu. Saat itu bapak sudah jadi sopir freelance yang nggak jelas ikut perusahaan bis yang mana. Saat mobil terakhirnya baru saja diserahkan ke polisi karena ternyata itu mobil curian, dan saat isi dompetnya tak setebal ketika aku masih kecil, saat secara materi beliau tak lagi sukses.
Namun saat itu aku malah bisa berbincang panjang lebar dengan beliau, tentang hal-hal yang selama ini tidak bisa aku ungkapkan padanya, tentang begitu marahnya aku saat beliau menikah lagi, tentang ketaksukaanku pada istri keduanya dan melihatnya menatapku penuh haru, lalu tersenyum dan terbahak bersama... ploong... amazing.
Kesimpulan: Tak Semua Harus Menunggu Sukses
Dari situlah kemudian aku tahu bahwa membahagiakan orang lain dan berbagi rejeki tidak melulu soal materi kok. Bahkan sebuah senyuman yang tulus bisa membuat orang lain bahagia dan merasa dihargai.
Hanya dengan berbagi telinga untuk mau mendengar keluh kesah orang lain bisa kok memberikan kebahagiaan dan kelegaan. Tidak perlu beli mainan mahal untuk membuat anak senang, menemaninya bermain tanah dan air saja sudah cukup membuat anak merasa istimewa.
Membahagiakan suami tidak harus dengan menghadiahkannya parfum bermerk yang harganya selangit, memberikan sambutan terhangat, mencium tangannya dan menyajikan tempe goreng kesukaan saat ia pulang kerja pun sudah mampu meluruhkan penatnya karena seharian bekerja. Menelpon orang tua yang tak sekota hanya lima sampai sepuluh menit sudah bisa mengirimkan sinyal kasih sayang.
Mendengarkan ibu bercerita tentang masa kecilnya dan menemaninya nonton acara TV kesukaan ternyata bisa membuatnya tak kesepian. Dan masih banyak hal sederhana lainnya yang bisa kita lakukan untuk membahagiakan orang lain, yang bisa kita bagikan kepada dunia ini - meski tanpa uang, tanpa materi.
Jangan tunggu sukses datang baru berbagi, baru membahagiakan orang lain... karena kita bisa memulainya sekarang juga; saat kita membuat orang lain tersenyum dan semangat, saat kita berbagi info yang bermanfaat bagi orang lain --- kesuksesan itu akan datang dengan sendirinya, kesuksesan yang tak akan pernah bisa diukur dengan materi --- sebuah kebahagiaan dan kepuasan tersendiri :)
#catatanpagi
#semangatberbagi
#renungan
Quote for the day:
Kesuksesan yang sebenarnya bukan tentang berapa banyak pundi uang yang telah kita kumpulkan, namun berapa banyak manfaat yang telah bisa kita berikan untuk orang lain --- meski hanya berupa menyingkirkan batu di jalanan :)
Bila ingin sukses, usaha lebih dari orang yang biasa-biasa (umum). Karena hanya yang tekun dan kerja keras bisa mendapatkan kesukessan. Terima kasih, dan salam kenal :)
ReplyDelete