Indonesia
memanas mendekati Pemilu. Saya sendiri sangat bersemangat menyambut Pemilu kali
ini, entah karena hanya dua kandidat, entah karena apa. Tapi memang hawanya
berbeda dibandingkan Pemilu di tahun-tahun sebelumnya. Saya bukan orang yang
pintar politik bahkan cenderung apatis, bahkan sempat beberapa kali saya
memilih untuk golput karena benar-benar tidak tahu harus memilih siapa. Jadi
kalau tahun ini saya membuat sebuah pilihan, itu murni karena pikiran polos
saya sebagai orang awam.
JokoWi vs Prabowo |
Ketika Prabowo
dan JokoWi diputuskan menjadi dua capres yang akan bertanding di laga pilpres
tahun ini, jujur saya cukup pening. Dua tokoh ini termasuk sosok-sosok yang
saya sukai. Sejak Prabowo mencalonkan diri jadi wapres di Pemilu tahun lalu pun
saya sudah mencari-cari tahu tentangnya. Tentang kasus HAM yang membelitnya,
yang hingga saat ini masih penuh bayang-bayang bagaimanakah kebenarannya.
Bagaimana hubungannya dengan Raja Yordania hingga prestasi-prestasinya di
bidang militer yang cukup membanggakan, juga kiprahnya di bidang usaha setelah
dipaksa lepas dari dunia militer yang dicintainya. Jujur saya suka tipe-tipe
pemimpin tegas macam beliau, bukan karena apa-apa, semenjak reformasi
digaungkan, Indonesia memang jauh lebih bebas, namun cenderung bablas.
Indonesia belum bisa menjadi negara yang menjunjung kebebasan penuh tanggung
jawab. Beda pendapat saja sudah gontok-gontokan di wall facebook. So, apanya
yang bebas kalau masih banyak orang tetap ingin memaksakan pendapatnya pada
orang lain.
That's why di pikiran polos saya ini, saya justru memimpikan punya
pemimpin-pemimpin macam Soekarno dan Soeharto lagi. Pemimpin yang
"didengarkan" dan bisa "mengatur", bukan cuma pemimpin yang
suka curhat karena selalu tidur pagi untuk mikirin rakyat dan gajinya kurang.
Tentunya banyak yang tidak sesuai dengan opini saya, itu sah-sah saja... karena
semua orang punya opini masing-masing. Termasuk pasti banyak yang beranggapan,
"masa mau milih capres mantan penjahat HAM?" Pilpres lima tahun lalu
ketika Prabowo mendampingi Megawati menjadi cawapres ada kalimat yang saya suka
dari Megawati, "Saya tidak ingin
masyarakat punya rasa benci dan dendam karena itu akan menghabiskan satu
generasi" - Konteks
kata-kata itu muncul ketika rektor, pengusaha,
guru, dan tokoh masyarakat berkumpul di The View Kota Bandung dan bertanya soal
pelanggaran HAM Prabowo Subianto pada 1997-1998. Yang saya garis bawahi dan
tarik kesimpulan saat itu adalah semua orang berhak memiliki masa lalu namun
mereka pun berhak mendapatkan kesempatan kedua. Meski akhirnya pemilu
2009 saya tidak memilih pasangan ini, tapi 5 tahun lalu saya sempat berkata
kalau Prabowo mencalonkan lagi di pemilu 2014, kemungkinan besar saya akan
memilihnya.
Namun ternyata bukan hal yang mudah menentukan pilihan di
pemilu kali ini karena Prabowo ditandingkan dengan JokoWi. Saya termasuk salah
satu pendukungnya ketika beliau maju menjadi gubernur DKI Jakarta. Meski saya
tidak memberikan pilihan kepadanya, karena saya bukan orang Jakarta. Sepertinya
semua orang pun jatuh cinta padanya; melihat betapa low profilenya dia,
kinerjanya yang cepat tepat dan hobi blusukannya. Santai dan tidak protokoler.
Di luar pencitraan atau bukan JokoWi memang luar biasa. Pasti hampir semua
orang jatuh cinta padanya. Saya membayangkan ketika beliau memimpin Jakarta,
ibu kota yang terkenal macet. amburadul dan sering banjir ini akan bergerak ke
arah yang lebih baik. Saat itu saya juga berpikir kalau JokoWi berhasil
memimpin Jakarta, bisa jadi Pemilu tahun 2019 dia maju jadi capres dan saya
akan memilihnya.
Ternyata oh ternyata belum sampai 2019 JokoWi sudah maju ke
pertarungan pilpres. Dan buat saya itu mengecewakan, karena ketika seseorang
disumpah jabatan di hadapan Tuhan maka ia harus mempertanggungjawabkannya
hingga masa kerjanya selesai. Masih banyak yang harus ditata di Jakarta. Meski
banyak yang bilang JokoWi menjadi presiden juga merupakan salah satu jalan
untuk membuat Jakarta semakin baik, bukan berhenti mengurusi Jakarta. Tapi
kalau dipikir-pikir, ketika sudah jadi Presiden Indonesia yang diurusi nanti
toh dari Sabang sampai Merauke, dan pasti masalahnya seabrek, apakah bisa fokus
pada Jakarta? Aah, sudahlah. Saya pusing memikirkannya. Intinya saya cukup
kecewa ketika sebelumnya beliau bilang akan menyelesaikan masa jabatannya dan
tidak kepikiran menjadi presiden, dan tiba-tiba ketika partainya menunjuknya
untuk maju jadi capres beliau melupakan perkataannya itu. Sungguh memilukan.
Ucapan dan janji pemimpin itu harus bisa dipegang. Saya tidak masalah dengan
segala kinerja JokoWi, saya akui dan saya yakin beliau orang yang baik dan
talented. Namun untuk saya pemimpin harus punya prinsip dan tidak mudah
digoyahkan dengan apapun. Yang justru membuat saya semakin galau adalah ketika
ternyata JokoWi menggandeng Jusuf Kalla sebagai cawapresnya. Saya ngefans sama
bapak kecil imut tapi tegas ini, pemilu yang lalu pun saya memberikan satu
suara untuknya. Buat saya beliau punya visi misi yang jelas, cerdas dan cepat
menyelesaikan masalah.
Di luar segala gontok-gontokan yang terjadi di luar sana.
Black dan negative campaign yang muncul dan saling menjatuhkan satu sama lain.
Saling caci mencaci antar pendukung capres satu dengan lainnya. Saya mencoba
melepas segala rasa suka dan tidak suka saya pada tiap capres dan cawapres agar
lebih bisa membuka dan menerima segala informasi dengan lebih netral. Karena
kalau saya sudah kadung suka dengan salah satu pasangan dan menutup mata pada
pasangan lainnya, pasti nanti jadinya pasangan lainnya akan selalu tampak buruk
di depan saya. Namun ternyata hal itu juga membuat saya semakin bingung. Baca
berita A saya tiba-tiba saya jadi pro Prahara, baca berita B tiba-tiba saya
jadi galau dan beralih pro double J. Bener-bener galau deh pokoknya. Belum lagi
muncul berita-berita tentang JokoWi ditunggangi syiah, JIL dan Amerika, tapi di
sisi lain muncul juga berita Prabowo pun disetir oleh Hashim, adiknya yang
katanya bagian dari New World Order bagian dari Freemanson. So, buat saya dua
pasangan ini sama-sama "bahaya". Dikarenakan dua hal ini, saya tepis
berita-berita tersebut dan mencoba cara yang dilakukan oleh salah seorang
teman; tanyakanlah pada Tuhan dan biarkan hati nurani yang memilih (lo kok jadi
iklan salah satu partai :p ). Toh siapapun nanti yang jadi presiden, semua itu
sudah ditakdirkan dan dituliskan. Siapapun presidennya semoga Indonesia
bisa menjadi lebih baik. Sejak saat itu saya tidak lagi galau dan lebih tenang
menunggu tanggal 9 Juli. Apalagi saat pemilu nanti pas banget dengan bulan
Ramadhan, semoga pilihan-pilihan rakyat yang sedang beribadah bisa membawa
perubahan besar bagi bangsa yang sedang "sekarat" ini.
President Battle |
Sembari menunggu pilpres itu datang, saya menunggu debat demi
debat yang pasti akan banyak ditayangkan di televisi. Dan akhirnya, debat
pertama yang ditunggu pun datang. Di satu sisi saya suka Prabowo, dan di sisi
lain saya kagum pada JK. Saya memiliki favorit di masing-masing kubu, so cukup
netral kan. Sayangnya saat debat berlangsung listrik di rumah mati lampu.
Terpaksa dini hari yang seharusnya saya posting kerjaan, saya memilih menemani
suami nonton tayangan debat yang sudah diupload di YouTube. Dari pandangan kaca
mata awam saya, dua pasangan ini sangat luar biasa. Jujur, selama ini saya tidak begitu
paham dan tertarik dengan Hatta Rajasa, namun debat kali ini saya melihat
ternyata beliau memiliki cara diplomasi yang sangat bagus. Dia menyampaikan
pendapat dan visi misi sangat manis dan runtut, sepertinya dia tipe pemikir
yang memiliki perencanaan yang matang. Sikapnya yang lebih soft sangat
melengkapi Prabowo yang memang bertipe berapi-api. Pasangan capres dan cawapres
ini tampak serasi dan saling mengisi. Melihat gaya Prabowo berpidato saya jadi
teringat gaya saya kalau sedang lomba speech. Hehehe, saya juga nggak bisa
bicara pelan macam JokoWi.
Seperti biasa pula di debat ini pun JokoWi tampil
sangat kalem dengan bahasa yang njawani. Namun dari kaca mata saya JK jauh
lebih nampak cerdas di sini dan JokoWi tidak begitu bisa mengimbangi
kecerdasannya, bahkan beberapa kali terlihat agak canggung dan nervous. Copas statusnya Om Hadi, salah satu teman sekaligus novelis
favorit saya, "Dari dulu, kekaguman sy pd bpk JusufKalla tak pernah luntur.
Cerdas. Kliatan saat Debat ini, kpandaiannya bahkan mampu mbuat bpk Jokowi
tlihat (kurang) pandai. Smoga ini tdk benar. Krn akan kacau jika Wapres justru
Lebih 'Kuat' dari Presiden. Sy yakin pak Jokowi ttp sosok yg santun." Dan itu juga yang tadi saya dan
suami rasakan ketika melihat debat berlangsung. JK nampak lebih fasih ketika
berbicara visi dan misi dan JokoWi lebih banyak bicara soal teknis. Semoga saja kelak ketika mereka terpilih JokoWi bisa sedikit "mengerem" JK yang memang suka melakukan kebijakan-kebijakan berani dan tidak kalah pamor dari wapresnya.
Sayangnya
saya sedikit risih ketika debat yang seharusnya lebih berisi tentang
pengungkapan visi dan misi ke depan, bahkan MC nya sendiri sudah mengingatkan
berkali-kali bahwa substansi dari debat ini adalah mengeksplor visi dan misi
masing-masing capres cawapres, ternoda oleh pertanyaan dari JK yang menurut saya berupa
sindiran mengenai kasus HAM yang membelit Prabowo dan diskriminasi hukum yang
membelit anak Hatta Rajasa. Pasangan ini dipaksa mengakui dosa-dosa mereka di
masa lalu (hik hik, jadi kasihan). Lagi-lagi masa lalu membayangi orang yang
ingin berbuat lebih baik untuk masa depannya, seakan-akan kita yang menghakimi
mereka tidak pernah punya dosa.
Lepas dari itu semua secara garis besar visi
misi kedua pasangan kurang lebih sama, namanya juga debat capres cawapres
pastinya isine apik-apik, hehe. Tapi yang saya suka adalah ketika Prahara
menjelaskan dengan gamblang konsep Bhinneka Tunggal Ika dan UUD 1945. Betapa
dua hal ini sudah lama tidak kita dengar atau mungkin sudah terlupakan. Berikut
ini sebuah catatan singkat yang dibuat mbak Umma Azura dengan cukup manis.
"Kata Prabowo: Undang-Undang Dasar 45 sudah cukup. Yang perlu dilakukan
terus melakukan pendidikan dan pemahaman pada warga negara. Kata Hatta:
Bhinneka Tunggal Ika, mayoritas melindungi minoritas; minoritas menghormati
mayoritas."
Buat saya debat pertama ini cukup menarik dan kedua pasangan
sama-sama cukup kuat. Satu pasangan cukup fasih dan saling melengkapi visi dan
misi, sedang pasangan lain cukup terampil memberikan contoh nyata dan kerja
teknis di lapangannya. Dari debat ini dan status-status teman yang
muncul di Facebook, saya kemudian menyimpulkan ternyata saat ini banyak orang
berpendapat bahwa yang berpikiran teknis jauh lebih tepat untuk jadi presiden
karena nggak kebanyakan ngomong dan rencana, tapi langsung kerja. Namun
bukankah perencanaan itu hal yang penting, kerja tanpa perencanaan dan
pemikiran yang matang hasilnya tentu akan jauh dari sempurna, tidak terukur dan
terarah. Orang yang pandai berpidato dan pintar mengutarakan pemikirannya
dengan baik dan runtut bukan berarti orang ini juga cuma bisa omong doang, tapi
justru orang-orang semacam ini memiliki gambaran yang lebih jelas dan teratur
tentang hal-hal apa saja yang akan dicapainya ke depan.
Ada sebuah
komen manis dari sebuah status yang tampil di wall Facebook teman saya dan
sepertinya cukup manis untuk menutup tulisan semrawut orang yang awam politik
ini. "Kata seorang Pengamat: ternyata hasil debat kali ini
memperlihatkan CEO Vs Manager.. satu capres merupakan tipe Leader (CEO) yang
berpikir sistematis, terstrukur dan komprehensif.. makanya ia memiliki konsep
besar dan jelas bagi bangsa dan negara... sedang capres lainnya bertipe
Manager.. berpikir lebih teknis, parsial dan hanya lingkup daerah, makanya
lebih suka blusukan dan nonjolin diri. Walaupun keuntungannya dia bisa lebih
dekat dengan rakyat secara psikologis, tapi jika tidak tulus dan jujur (hanya
pencitraan) itu bisa berbahaya bagi rakyat... Sekarang silahkan pilih Leader
atau Manager?"
Setelah
membaca komen itu saya teringat wejangan mantan pacar saya (baca: suami)
ketika kami sedang berasyik-masyuk ngomongin politik salah satu organisasi kampus yang saya ikuti sekian tahun yang
lalu (sok aktivis ceritane). Seorang ketua organisasi belum tentu dia seorang pemimpin, dia bisa jadi memang membawahi banyak orang namun belum tentu ia didengar dan bisa memimpin orang-orang di bawahnya tersebut. Seorang pemimpin bisa jadi bukan seorang ketua, namun orang di luar ketua yang mampu mengendalikan massa dan bisa jadi lebih berbahaya karena kata-katanya lebih didengarkan dari ketua itu sendiri. Jadi sebaiknya pilihlah ketua yang juga seorang pemimpin, karena bila ada pemimpin di luar ketua, maka hancurlah organisasi itu diobrak-abrik oleh orang yang seharusnya tidak ada di lingkaran kepengurusan.""
Mo suka blusukan, selalu woles dan always rapopo atau naik bajaj, mo suka miara kuda-kuda mahal, main perintah dan naik mobil mewah oke-oke saja mah buat saya. Yang suka naik bajaj ataupun naik mobil mewah sama-sama suka ngirit, la kok bisa? Ya bisa to, wong yang satu mobil pribadinya ditinggal di Solo, daripada ngrental mobil kan mahal yo pake bajaj aja lebih murah, yang satu naik mobil mewah yo ngirit daripada naik taksi la memang mobil pribadinya punyanya itu kok. :D :D :D
Yang blusukan dan selalu woles baik, yang suka merintah ya apik. Pemimpin kalau nggak bisa merintah susah juga lo, la masa semua kerjaan mo dilakuin sendiri? Hehe.. Pemimpin memang nggak harus selalu di belakang meja kerja dan main perintah aja, tapi bukan seorang pemimpin juga kalo hal-hal teknis masih dikerjakan sendiri. Pemimpin harus bisa mentransfer ide-idenya ke sekelilingnya dan teamnya akan bekerja sesuai dengan arahan yang ia berikan. Sejatinya seorang pemimpin harus pintar membawa diri di semua posisi, baik itu saat di depan, tengah dan belakang. Sebagaimana slogan terkenal dari Ki Hajar Dewantara, "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri
Handayani” - "Di depan jadi panutan, di tengah jadi penyeimbang, di belakang menjadi pendorong dan pemberi semangat."
La terus yang nulis oret-oret sepanjang ini milih siapa ceritane? Hihi, rahasia noooo.. jangan lupa kalo azas Pemilu itu LUBER - langsung, umum, bebas dan rahasia. Nunggu wangsit dari yang Maha Kuasa dulu aja, siapapun pilihan itu nantinya semoga ia sosok yang berintegritas dan punya prinsip, tentu saja semoga ia juga bisa amanah dalam menjaga kepercayaan rakyat dan tugas yang diembannya.
Pemilu Damai Nyook |
So, silakan pilih mana yang kalian
suka, bebas-bebas aja dan jangan maksain pendapat, aja gontok-gontokan bentar
lagi bulan suci datang... dan ga usah gembar-gembor, biarkan pilihan kita hanya
Tuhan dan kita yang tahu. Shalat istikharah dulu, jangan asal milih, coz
tanggung jawabnya sampai nanti di akhirat lo...
Btw, udah pada
nonton video fun campaign yang seru, lucu, konyol tapi entertaining itu belum?
Kalau belum bisa lihat di sini. Ditonton deh biar pikirannya fresh and ga
perang melulu antar pendukung Prahara dan Double J. Silakan pilih capres versi
video ini; yang bisa ngilangin Malaysia tapi suka nglempari henpon mahal kalau
marah, atau yang low profile dan merakyat tapi kadang suka konslet kalau salah
cara settingnya? :D :D :D
Selamat
pagi, selamat beraktivitas dan salam damai untuk Indonesia Jaya..
Post a Comment
Salam,
maritaningtyas.com