Untuk Ayah di Surga..
Dear Dad |
Ayah, sempat aku ingin bercerita banyak hal padamu, namun hingga detik kau pergi semua ini hanya mampu kutuliskan lewat secarik surat yang tak tersentuh. Ada banyak tanya untukmu; tentang hal-hal yang selama ini ingin
kuungkapkan namun tak pernah sanggup kusampaikan padamu. Dada ini semakin sesak
setiap harinya, ayah. Aku ingin melepasnya meski hanya sedikit,. Maka kumohon
biarkan kutumpahkan sedikit sesakku padamu. Meski aku tak tahu bagaimana
memulainya. Canggung. Karena memang sedari dulu kau tak pernah memberiku waktu
untuk sekedar merasakan bahwa aku
memilikimu. Tapi aku benar-benar harus bercerita tentang sesakku, ayah. Aku tak
mau bercerita pada ibu, sahabat atau kekasih hatiku, hanya padamu aku ingin
bercerita. Ya….padamu! Sedikit waktu saja, yah…aku ingin benar-benar merasakan
aku memilikimu.
Malam ini mereka
bicara tentang perempuan, yah. Ternyata banyak lelaki yang sesungguhnya sangat
meninggikan perempuan. Apakah engkau salah satu dari lelaki-lelaki itu, yah?
Sahabat-sahabatku menggambarkan perempuan dengan begitu indahnya. Bukankah
memang Tuhan menciptakan perempuan sebagai perhiasan dunia ya, yah? Meski tak
semuanya beranggapan sama. Ada seorang sahabatku berkata bahwa perempuan itu
makhluk yang sangat rakus, munafik, tak pernah puas….Entah kenapa aku justru
suka pendapat itu. Karena semua itu yang kutemukan pada diriku, yah. Bagaimana
denganmu, yah? Pasti engkau sangat mengerti perempuan, separuh hidupmu kau
habiskan dengan lingkaran perempuan tanpa henti. Apakah karena perempuan
bersifat seperti itu maka engkau tak pernah benar-benar bisa tinggal di samping
ibu?
Aku pernah sangat
membencimu, yah! Itu kenapa aku tak pernah berdekatan denganmu, tak pernah
meminta apapun padamu. Karenamu, aku beranggapan semua lelaki di dunia ini
sama. Mereka tak akan pernah tinggal dengan satu perempuan saja. Mereka tak
akan pernah sanggup setia. Mereka hanya bisa menghujat dan menyakiti perempuan.
Karenamu juga aku selalu ingin dicintai, yah. Setiap detik aku berharap seorang
lelaki datang untuk mencintaiku dengan tulus.
Yah, aku masih
ingat pertengkaranmu dengan ibu 21 tahun yang lalu. Saat itu aku masih berusia
tiga tahun, namun semua membekas amat jelas di ingatanku, yah. Begitu hebatnya
pertengkaran itu hingga jam yang menggantung di dinding ruang tamu itu jatuh
dan pecah berkeping. Dalam kebeliaanku aku masih belum sanggup menerjemahkan
semuanya. Namun pada akhirnya pun aku tahu sebab pertengkaran itu. Engkau
menuding ibu berselingkuh dengan seorang kawanmu yang memang sering kau ajak
bertandang ke rumah. Tak pernahkah engkau malu melakukan itu, yah? Bukankah
engkau yang selalu berkhianat pada ibu, mengapa tanpa malu kau menudingnya
melakukan hal yang tak mungkin ia lakukan? Kalaupun ibu melakukan itu, bukankah
ia mempunyai lebih banyak alasan untuk melakukannya? Kenapa hukumnya wajib
muakkad bagi seorang perempuan untuk setia, sedang bagi lelaki bukan sebuah
kemutlakan untuk menjadi setia, yah?
Tak ada yang
sempurna kan yah di dunia ini. Namun bukankah ibu sudah cukup sempurna sebagai
seorang garwamu? Bahkan berkali-kali kau sakiti ibu, ibu tak pernah kehabisan
kesabaran untuk memaafkanmu, membukakan pintu dan selalu mempersilakan engkau
masuk ke dalam hatinya yang penuh luka. Bahkan dulu aku selalu beranggapan ibu
sungguh tolol! Apalagi ketika ia memberimu lampu hijau untuk menikahi
selingkuhanmu yang entah keberapa.
Aku sangat
membencimu, yah. Namun aku lebih membenci orang-orang yang berkata wajahku
sangat mirip denganmu. Banyak orang bilang, anak perempuan pertama pasti
wajahnya mirip dengan ayahnya. Aku tak mau mirip denganmu. Sama sekali tak mau.
Meski tak kupungkiri, aku memang mirip denganmu. Waktu bergulir begitu cepat
dan aku semakin merasa mirip denganmu. Tidak hanya wajahku, sikapku dan
keegoisanku…semuanya mirip sekali denganmu bukan?
Aku ingin menjadi
seperti ibu, yah. Yang setiap detik dalam hidupnya hanya menggulirkan cinta
pada garwanya. Yang setiap detiknya tak pernah terpikir untuk berhenti
mendampingi garwanya karena alasan apapun, meski ia dikhianati dan disakiti.
Aku hanya ingin satu cinta, yah. Dan ketika aku telah menemukannya, aku tak
ingin melepasnya.
Ia datang di saat
aku percaya tak akan ada cinta untukku. Di saat aku tak mengenal kata percaya.
Namun ia membuktikannya dengan segala cara, yah. Ia ingin aku tahu bahwa masih
ada cinta untuk aku. Bahwa masih ada kesetiaan yang pantas untukku. Aku tahu
yah ia sangat mencintaiku. Ia sangat ingin menjagaku. Ia tak pernah ingin
menyakitiku. Tapi aku tak pernah bisa percaya padanya, yah. Ia laki-laki, yah.
Sama sepertimu. Dan yang aku tahu semua laki-laki tak kan bisa dipercaya
sepertimu. Aku tak pernah puas akan cintanya, yah. Aku tak pernah puas akan segala
hal yang ia buktikan, yah. Entah kenapa semuanya tak pernah cukup untukku. Tapi
ia tetap tegak berdiri, yah. Ia justru melingkarkan janji suci di hadapanNYA
untuk membuatku tak terus bertanya seberapa besar cinta dan setianya untukku.
Ia berusaha membuatku menjadi perempuan yang sempurna dengan segala
keterbatasannya.
“Kacamatamu masih
kurang tebal untuk bisa melihat hidup.” Sebuah kalimat yang menghujam sangat
dalam itu muncul ketika aku berterus terang aku telah berkhianat. Iya yah, anak
perempuan yang selalu kau banggakan ini telah menjadi sundal. Entah untuk
mengejar apa lagi aku melakukan itu semua. Aku benci yah, aku benci ada di
titik ini, aku benci ketika aku semakin menyadari betapa semakin miripnya aku
denganmu.
Aku ingin memecah
semua cermin yang ada, yah. Karena setiap kali aku bercermin, aku melihatmu.
Dulu aku punya banyak pertanyaan tentangmu, yah. Tapi kini aku sudah mampu
menjawabnya sendiri. Yah, aku tak pernah marah ketika kini kau tak memiliki
harta apa-apa untuk kau wariskan padaku. Namun aku benci kenapa justru
ketaksetiaan yang kau wariskan di setiap tetes darah yang kau alirkan di
tubuhku?
Kini aku tak lagi
menemukan jalan ke depan, yah….aku hanya
ingin menjadi seorang perempuan yang baik untuk pasanganku… namun masihkah bisa
bila darahmu masih mengalir di tubuhku?
Haruskah aku
mengeluarkan darahmu dari tubuhku, yah?
-Sun Yi-
Maaf bila aku membencimu,
Maaf bila aku mengkambinghitamkanmu atas kesalahan yang kubuat.
Post a Comment
Salam,
maritaningtyas.com