Tak perlu kau tahu namaku. Bukan hal yang
penting bagiku. Panggil saja aku Mr. X. Misterius, mungkin kau berpikir seperti
itu? Yang perlu kau tahu, aku lelaki tulen, tampan, cerdas dan kaya! Dalam
usiaku yang baru akan menginjak dua puluh delapan tahun, aku sudah menamatkan
masterku di bidang bisnis dan bekerja di perusahaan asing dengan pendapatan
bersih hampir enam juta per bulan. Namun banyak orang yang bilang hidupku masih
belum lengkap hanya karena aku belum memiliki pendamping! Aku hanya bisa
tertawa mendengar pernyataan konyol itu. Pendamping? Seorang perempuan? Apa
gunanya makhluk sedungu perempuan dalam hidupku? Yah, kalau hanya untuk
kepuasan semata, tiap malam aku bisa berkencan dengan perempuan-perempuan
penjaja seks komersial yang bisa kutemui dengan mudah di tiap penjuru kota . Bahkan, kadang aku
pun bisa mendapatkan sintalnya tubuh perempuan dengan gratis. Jangan salahkan
aku, mereka yang menyerahkan tubuhnya secara cuma-cuma. Banyak perempuan yang
ingin dekat denganku dan memasuki kehidupanku dengan berbagai cara yang kadang
tak aku mengerti! Mereka pikir dengan memuaskan hasratku di ranjang, mereka
bisa memilikiku juga hartaku. Perempuan adalah makhluk terdungu yang aku tahu
di muka bumi ini. Tak kupungkiri, aku suka perempuan. Aku senang menikmati
mereka. Namun aku lebih menyukai perempuan yang berotak dan memiliki harga diri
dibanding perempuan-perempuan di sekelilingku yang bodoh dan sangat murah.
Namun masihkah ada perempuan berharga tinggi seperti yang aku cari?
Jujur saja, pernah aku bertemu seorang perempuan yang sangat menyita pikiranku. Seingatku ia seorang pelacur, yah pelacur, tapi ia berbeda, sangat berbeda, menurutku ia seorang yang cerdas. Sayangnya, aku tak dapat mengingat wajahnya. Mungkin karena telah banyak perempuan yang aku tiduri. Aku hanya bisa mengingat kata-katanya ketika aku tanyakan pendapatnya tentang perempuan dan lelaki. Ia berkata dengan sangat tegas, tatapan matanya begitu angkuh dan dingin tanpa kehilangan keanggunanya “Perempuan adalah sundal dan lelaki adalah pencipta dari semua persundalan yang ada”. Ia begitu menawan saat itu. Sejak malam itu aku selalu terngiang-ngiang dengan perkataanya. Aku selalu ingin bertemu perempuan itu sekali lagi, namun sampai detik ini aku tak menemukannya. Kalaupun aku diberi kesempatan untuk menemukannya lagi, aku akan bertanya siapa namanya, tak lebih. Atau mungkin aku akan membawanya tinggal bersamaku? Entahlah! Yang pasti ia memang istimewa, belum pernah kutemui seorang perempuan seperti dia. Meskipun ia pelacur, ia bisa mengerti semua pembicaraanku. Dari politik hingga seni. Hampir dua tahun pertemuan itu dan sudah waktunya untuk kulupakan dia. Setidaknya aku tahu masih ada seorang perempuan yang pantas untuk dihormati, meski seorang pelacur sekalipun. Yah, aku memang sudah pesimis untuk menemukannya kembali. Apalagi tak lama lagi aku akan meninggalkan negeri ini. Kalaupun nanti aku bertemu dengannya setelah aku kembali, apa ia masih seistimewa dulu? Jadi sudah kuputuskan, sepanjang hidupku aku tak akan pernah bersanding dengan perempuan manapun.
Ini hari terakhirku di republik penuh
korupsi ini. Besok, pagi-pagi benar aku harus meninggalkan jejak-jejak kakiku
dari Negara ini. Sebuah kesempatan emas dari perusahaan memaksaku untuk tinggal
di London . Hanya
orang bodoh yang akan melepaskan kesempatan besar ini. Dipercaya menjadi
manajer cabang perusahaan di London
sekaligus mendapat beasiswa untuk gelar doktoralku. Tak akan kusia-siakan
begitu saja! Aku percaya empat atau lima
tahun lagi aku akan menjadi orang yang paling berkuasa di perusahaan itu. Malam
ini malam terakhirku berada di Indonesia .
Entah kenapa aku ingin menikmati dunia malam yang telah lama tak kurasai.
Kuarahkan kemudi sedan terbaruku ke sebuah tempat yang mungkin akan menemukanku
dengan perempuan itu. Meski aku tak yakin. Setidaknya ini usaha terakhirku
sebelum aku benar-benar menyerah dan pergi.
Aku berhenti di sebuah lokalisasi. Cukup
ramai. Aku ragu-ragu untuk memasukinya. Bagaimana bila aku tak bertemu dengan
perempuan itu? Dan hanya kutemui perempuan-perempuan murah yang biasa kudapati?
Kubulatkan tekadku, untuk yang terakhir sebelum kepergianku. Kubuka pintu mobil
dan segera kulangkahkan kakiku memasuki bangunan temaram itu. Segera setelah
aku melewati pintu masuk yang dijaga dua orang pria berbadan kekar, seorang
mami mendekatiku. Aku berkata padanya, “Aku mencari seorang pelacur yang
cerdas”. Si mami tertawa mendengar permintaanku dan berbisik padaku, “Semua
pelacur di sini sangat cerdas…..di ranjang”. Aku tersenyum sinis
mendengar hal itu, “Ya sudahlah, kalau begitu aku mau lihat dulu daftar
cewek yang bisa aku nikmati malam ini”. Tak lama si mami segera
membawakanku daftar pelacur yang bisa aku ajak berkencan, lengkap dengan
fotonya. Kuamati satu per satu wajah di daftar menu itu, sambil kucoba
mengingat-ingat wajah perempuan yang telah menawanku. Namun aku benar-benar tak
bisa mengingatnya, hanya perkataannya yang selalu terngiang-ngiang di telingaku
yang bisa aku ingat. “Gimana Mas, mau milih yang mana? Jangan lama-lama lo
keburu diembat ma pelanggan yang lain.” Senggolan tangan si mami
membuyarkan lamunku. Secara acak kutunjuk salah satu perempuan yang ditawarkan.
Aku bahkan tak sempat membaca data-data dirinya yang ada di dalam daftar
tersebut. “Wah, pilihan yang bagus, mas. Ini yang terbaik yang ada di sini.
Tapi mas musti bayar 3 kali lipat untuk kencan sama dia. Gimana, masih mau?”
Aku hanya tersenyum. Lima
kali lipat pun akan kubayar kalau dia memang perempuan yang aku cari. “Aku
tunggu dia di mobil ya mi! Mobilku VW keluaran terbaru, warna hijau. Parkirnya
pas di depan pintu kok. Oya, bilang sama dia jangan lama-lama, aku tak punya
banyak waktu.” Sebelum kutinggalkan si mami, kukeluarkan segepok uang dari
dompetku dan kuletakkan di tangan si mami sambil kucium pipinya. “Ini lima
kali lipat dari biasanya, cukup kan ?”
Aku tak sempat memperhatikan reaksi si mami ketika kuberikan uang sebesar lima juta itu. Segera aku
keluar dan memutuskan menunggu teman kencanku di mobil. Seraya berharap ia
perempuan yang aku cari.
Tidak begitu lama aku menunggu, seorang
perempuan datang mengetuk jendela mobilku. Tak begitu jelas. Segera kubuka
pintu mobilku dan kupersilakan ia masuk. “Silakan masuk.” Ia
menatapku tanpa kedip. Apakah ia mengenalku? Apakah ia pernah kunikmati
sebelumnya? Entahlah, aku benar-benar tak bisa mengingatnya. Atau tepatnya aku
tak pernah mengingat dan memperhatikan dengan begitu detil perempuan yang
pernah aku tiduri. Tanpa suara ia memasuki mobilku. Ia cantik dan anggun dalam
balutan gaun malam berwarna hitam dengan renda-renda berwarna merah. Cukup
sempurna. Tapi ia kah yang aku cari? Aku tak yakin. Kami sama-sama tak bersuara
dalam perjalanan. Entah kenapa aku tiba-tiba kehilangan kemampuanku
berkomunikasi dengan seorang wanita. Ia pun nampaknya lebih senang berdiam diri
sambil menikmati batang rokok yang terselip dalam bibirnya yang aku kira cukup
menggairahkan utuk dikecup. Baru kali ini aku melihat seorang perempuan
sedetil-detilnya. Tak terasa 25 menit sudah terlampaui. Aku memilih sebuah
hotel yang cukup berkelas di pinggiran ibu kota . Setelah reservasi, aku menggandeng
perempuan itu ke sebuah kamar bernomor 17. Dapat kurasakan tangannya yang
begitu lembut. Ia menatapku dengan tatapan tajam dan senyuman yang begitu
dingin. Tiba-tiba aku merasa aku pernah melihatnya sebelum hari ini. Ia kah
yang aku cari?
Kamar yang cukup besar dengan dekorasi
sederhana. Aku rasa kamar ini akan cukup nyaman untuk kami. Sesaat setelah aku
menutup pintu kamar dan menuju ranjang yang cukup empuk, ia menanggalkan
atasannya. Sebuah korset hitam yang begitu sempurna memperlihatkan lekuk
tubuhnya bisa aku lihat dengan jelas. Namun tak lantas membuatku cepat bernafsu
ingin menikmati tubuhnya. “Kenapa tergesa-gesa, duduklah di sampingku dan
ceritakan tentang dirimu…” Ia tak nampak terkejut dengan
permintaanku. Aku akui ia cukup dingin dan angkuh sebagai seorang pelacur.
Tiba-tiba aku menjadi sangat optimis bahwa perempuan inilah yang aku cari. Ia
segera mendekatiku dan mengambil posisi seraya berkata dengan lembut, namun
tetap tegas. “Untuk apa, kau bahkan tak cukup punya waktu untuk mengingat
semuanya?” “Bukan untuk apa-apa, anggap saja ini sebuah foreplay
permainan kita. Dan anggaplah ini kado perpisahan untukku.” “Maksudmu?” “Besok
aku harus meninggalkan negeri ini, mungkin ini pertemuan kita yang pertama dan
terakhir. Jadi berikan aku kenangan yang tak terlupakan.” Perempuan
itu tiba-tiba menatapku dengan cara yang berbeda, entahlah seperti apa, yang
pasti sangat berbeda. Kemudian ia menyelipkan sebatang rokok putih di bibirnya
dan menyulutnya. Ia tersenyum dan berbisik di telingaku dengan sangat lembut, “Baiklah.
Akan kuberikan sebuah kenangan terindah untukmu.”
******************************
Bisikkanlah padaku segera, siapa aku
sebenarnya? Dua puluh lima
tahun aku telah menghirup segarnya udara bumi, manun masih saja aku belum mampu
mengeja keakuanku. Jangan…jangan kau minta aku menanyakan pada ayah dan ibuku,
karena aku tak mengerti betul siapa mereka. Yah, aku tak yakin apa aku
benar-benar anak perempuan ayah dan ibuku, atau dari seorang ayah dan ibu yang
bukan ayah dan ibuku, atau aku dilahitkan dari seorang ayah dan ibu dan berubah
manjadi ayah dan ibu yang lain. Atau malah ayah dan ibuku telah mengubah diri
mereka menjadi seorang lelaki dan perempuan lain.
Yang kutahu, namaku Tala. Aku pun tak
mengerti benar siapa yang menyematkan nama seindah itu padaku. Dua puluh lima tahun aku tinggal di
tempat ini, tempat di mana orang-orang menyebutnya nista, namun nyatanya setiap
hari puluhan lelaki datang dan pergi. Yah, aku memang tinggal di kompleks
pelacuran, tapi jangan kau kira aku sama dengan perempuan-perempuan itu!
Sedikit pun aku tak pernah ragu mengenai integritas dan kehormatan diriku
sebagai seorang Tala.
Aku tidak akan melayani laki-laki yang aku
tak suka. Biasanya para lelaki itu bebas memilih perempuan manapun yang ingin
mereka tiduri. Tapi hal itu tidak berlaku untukku. Aku punya kuasa untuk
memilih lelaki manapun yang ingin kupuaskan hasratnya. Tidak akan pernah
kulayani laki-laki berbau amis dan berkuku hitam. Aku sangat menghindari
laki-laki semacam itu. Aku lebih senang menjatuhkan diriku dalam pelukan
laki-laki berbau harum dan kuku-kukunya bersih dari kotoran. Namun jangan kau
kira aku menikmatinya! Ini hanyalah sebuah pekerjaan dan aku harus melakukannya
seprofesional mungkin. Tak beda dengan para karyawati cantik yang melenggang
anggun di kantor-kantor besar itu. Lelaki-lelaki itu pun hrus membayar mahal
untuk bisa menikmatiku. Yah, aku tak mau dinilai rendah! Bahkan untuk memuaskan
lelaki-lelaki hidung belang itu, aku selalu memperhatikan tiap jengkal
penampilanku. Dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Yah, aku memang pelacur. Tapi harga diriku
sama tingginya, bahkan lebih tinggi dari perempuan-perempuan yang menyangkal
dirinya sebagai pelacur. Aku berani berkata bahwa semua perempuan di dunia ini
adalah pelacur dalam satu atau lain bentuk. Lihat saja perempuan-perempuan malang itu, mereka
terikat dalam peran dan kedudukan tradisional yang ditetapkan oleh sex semata!
Mereka dengan suka rela menyerahkan tubuh mereka di atas ranjang demi memuaskan
suami-suami mereka tanpa mendapatkan apapun, bahkan secuil kenikmatan
sekalipun. Mereka rela mendapat lebam di tubuh mereka hanya untuk sebuah kasih
sayang. Ah, betapa mereka tak mampu sadari bahwa keadaan semacam itu merupakan
bentuk ketidakadilan yang harus dienyahkan di muka bumi ini. Atau mereka
sebenarnya menyadarinya, namun sekaligus menikmatinya? Benar-benar bodoh!
Padahal di belakang mereka, suami-suami mereka dengan sejuta alasan dan cara
berusaha untuk menipu mereka, sekedar untuk mendapatkan variasi sex yang lain,
dari pelacur-pelacur sepertiku. Kalaupun kemudian mereka sadar para suami
mereka telah mengkhianati cinta mereka, dengan begitu cepat mereka akan sudah
bertekuk lutut kembali ketika sumai-suami mereka membisikkan kata maaf dan
cinta. Aku hanya bisa tertawa melihat kepicikan dan kedunguan
perempuan-perempuan itu. Bagaimana mungkin mereka bisa terbodohi oleh makhluk
yang paling dungu di dunia ini? Yah, bukankah lelaki adalah makhluk terdungu di
dunia ini? Makhluk yang menggunakan penis sebagai otaknya, dan otaknya sebagai
penis. Laki-laki hanya punya hasrat, dengan hasratnya ia mengatur seluruh
dunia, termasuk perempuan. Tapi sekali lagi kutegaskan hal itu tak berlaku
buatku! Tak akan kubiarkan lelaki manapun mencuri hatiku dan membiarkan ia
jatuh pada kubangan nista bernama cinta!
Sepanjang yang kuingat aku hidup tanpa
cinta. Bahkan aku tak mengerti benar dengan yang disebut orang-orang sebagai
cinta. Mereka bilang cinta itu menjaga, namun yang dapat kulihat hingga kini
orang-orang yang mendewakan cinta justru menyakiti. Coba kutanyakan padamu,
sudah berapa banyak lelaki yang mengoyak harga diri perempuan untuk sebuah
cinta? Aku tahu kau pasti hanya terdiam bukan? Tak mampu menghitungnya, karena
hampir semua lelaki di dunia ini melakukan hal tersebut. Sungguh pengorbanan
yang sangat mahal bagi perempuan demi sebentuk cinta! Bukan tak ada yang
menawarkan cinta padaku. Sudah puluhan lelaki bertekuk lutut padaku dan
menawarkan jutaan kemegahan cinta. Namun aku tak yakin mereka tulus. Lelaki
adalah makhluk penuh kamuflase, juga dungu. Mereka pikir ketika aku menggeliat
di bawah tubuh mereka, aku menikmati permainan yang mereka ciptakan. Harusnya
mereka menyadari bahwa ini hanyalah sebuah tuntutan profesionalisme!
Namun pernah suatu kali aku merasakan
sesuatu yang beda. Lelaki itu….entahlah! Aku pun tak mengerti siapa jelas siapa
namanya. Atau mungkin tepatnya, aku memang tak pernah mau tahu nama-nama lelaki
yang pernah meniduriku. Tapi kali ini, sungguh, sebenarnya aku ingin mengetahui
tentangnya. Sayang aku tak punya keberanian untuk menanyakan padanya.
Sebenarnya ia tak jauh beda dengan lelaki lain yang aku kenal, ia hanya
membutuhkan perempuan perempuan untuk menumpahkan cairan nafsunya. Tapi entah
kenapa, aku sangat menikmati berada dalam pelukannya. Ia begitu hangat dan
memompa gairahku sebagai seorang perempuan. Gairah perempuan yang sublime,
libidinal dan senja. Ia sangat berbeda memperlakukanku. Lelaki lain memenuhiku
dengan cumbuan dan belaian untuk memacu gairahku agar sempurna memuaskan
mereka. Meski sesungguhnya aku tak benar-benar bergairah, namun tetap saja aku
mampu memuaskan mereka. Tetapi lelaki itu, ia mencumbuku dengan kata-katanya.
Ia mengawali semuanya dengan begitu indah. Ia menceritakan segala hal padaku,
tentang politik, seni, juga hidup. Ia menceritakan tokoh-tokoh dunia yang
mempengaruhi kehidupannya. Dan yang sangat kuingat betul adalah ketika ia
menanyakan pendapatku tentang perempuan dan lelaki. Perempuan adalah
sundal dan lelaki adalah pencipta dari semua persundalan yang ada, begitu
jawabku atas atas pertanyaannya. Masih kuingat ia tersenyum dengan indah kala
mendengar jawabku.
Mungkin aku terpesona pada sikapnya. Ia
juga begitu lembut memperlakukanku. Tak seperti mereka yang hanya
menginginkanku menggelinjang hebat di atas ranjang. Sekali dalam hidupku aku
merasakan kesempurnaan sebagai seorang perempuan. Puluhan atau bahkan ratusan
lelaki telah meniduriku dan hanya dengannya yang pandai berkata-kata itu aku
takluk dalam kenikmatan. Aku telah mengetahui bahwa lelaki memang pandai
berkata-kata, bermulut besar, berkesanggupan untuk membujuk dan memilih
kata-kata manis. Tapi entahlah aku merasa ingin tahu tentangnya. Meski sisi
hatiku yang lain menolaknya. Lelaki tetaplah lelaki. Ia tak akan pernah mau
disandingkan dengan wanita. Mereka sangat menyukai bila wanita selalu tampak
rendah dan hina. Dan aku tak pernah ingin lelaki manapun memandangku dengan
sedemikian hina. Namun tak bisa kupungkiri kenangan tentangnya tak mudah untuk
kulupakan.
Hanya sekali ia datang padaku. Hanya sekali
ia merasaiku. Hanya sekali ia membawa kesempurnaan dalam hidupku. Sebenarnya
aku masih sering melihatnya datang ke tempat ini. Tapi entah kenapa ia tak
pernah memilihku untuk menemaninya lagi. Padahal lelaki-lelaki yang selalu
datang ke tempat ini pasti mencariku. Apakah baginya aku tidak memuaskan? Aku
pikir aku cukup cerdas untuk mengikuti pembicaraannya dibanding pelacur-pelacur
lainnya yang ada di sini. Sebenarnya apa yang ia cari? Enam bulan setelah aku
melayaninya, aku melihatnya datang ke tempat dimana aku besar dan tinggal. Aku
berharap kali ini ia akan memilihku dan akan kutanyakan padanya tentang
pertanyaan yang sama yang pernah ia tanyakan padaku. Jantungku belum pernah
berdetak sedemikian kencang, seperti menunggu eksekusi mati. Hingga kemudian si
mami memanggilku dan menyuruhku menemani tamu di kamar nomor 3. Aku berharap
tamu itu lelaki yang aku tunggu. Dengan sangat berdebar aku membuka pintu kamar
itu. dan yang kutemukan bukanlah ia yang kutunggu. Hanya seorang pejabat tua
yang tak bisa menahan hasratnya. Setelah kupuaskan ia, aku keluar kamar dan
menemukan lelaki yang telah dengan berani memasuki dunia miniku tampak
kelelahan setelah menghabiskan malam dengan salah seorang rekanku. Aku menatapnya
dan tersenyum, namun ia hanya membatu. Baru kusadari kebodohanku, aku hanya
akan menampakkan kehinaanku dengan sikapku itu. Ia tak akan mengingatku
sebagaimana lelaki lainnya tak pernah mengingatku. Maka kuputuskan aku tak akan
mengingat lagi tentangnya. Sedikitpun.
Yah, tak akan pernah kuingat lagi
tentangnya. Apalagi setelah pagi ini seorang wanita paruh baya yang merupakan
salah satu dari sekian wanita yang seringkali kusebut ibu itu membawakanku
sebuah bungkusan kumal nan tua. Kubuka dan kuperiksa dengan seksama, sebuah
selimut kumal dan sepucuk surat
dalam amplop berwarna cokelat. Wanita baya itu berkata "Ini dari
ibumu". Pikirku ibu yang mana lagi? Tak pernah jelas benar siapakah
yang harusnya kupanggil ibu, dan aku tak mau lagi berpusing-pusing akan
hal itu. Setelah salah satu ibuku itu meninggalkanku, segera kubuka surat tua nan lusuh itu.
Sungguh bergetar aku membacanya. Baru kusadari laki-laki memang begitu kejam
dan terbersit dalam benakku, betapa indahnya dunia ini tanpa makhluk yang
bernama lelaki.
Tala...
Mama titipkansurat
ini untuk kau baca saat kau dewasa nanti.
Saat surat ini mama tulis,kita sedang berjalan menuju entah.
Mama ingin kau terus hidup dan kelak bisa mendapatkan yang kau ingini.
Sebelum mama memilikimu,mama selalu tersiksa dan terhimpit oleh pembatasan-pembatasan kedudukan.
Ayahmu..lelaki laknat yang selalu mabuk dan memaksa mama mengkakangkan vagina untuk tempatnya menumpahkan cairan nafsu.
Tapi ia tak menginginkan keturunan dari rahim mama ini.
Sudah 63 kali mama harus bergelayut di atas balok dengan kaki terangkat untuk memaksa keluar janin dan membuangnya di sungai belakang rumah.
Jika tidak,Ayah yang akan memasukkan gunting ke dalam Vagina mama dan memotong sendiri janin yang ada dalam rahim mama.
Sakiit...
Tapi mama sangat mencintai mereka.
Mama tanam 1 bunga tulip untuk tiap janin yang mama kembalikan kepada Tuhan.
Mama rawat mereka, menjaga mereka agar mereka bisa terus hidup.
Sampai pada akhirnya mama mempunyai jabang bayi untuk kesekian kalinya di rahim mama.
Tapi kali ini berbeda,Entah keberanian dari mana,mama memutuskan untuk membesarkan Janin mama saat itu.
Setelah kandungan mama berusia 7bulan ayah mulai curiga dengan perut mama yang membuncit.
Mama di cecar dengan berbagai pertanyaan dan sumpah serapah yang keluar dari mulut ayah.
Takut sekaligus benci bercampur saat itu sampai pada akhirnya mama memutuskan untuk melakukannya lagi di tiang eksekusi itu dan membuang lagi di sungai belakang rumah.
Kali ini bukan sekedar janin,tapi bayi.
Saat mama menanam 1 bunga tulip untuk anak mama,mama mendengar suara tangis bayi.
Dan ternyata bayi yang mama buang di Sungai belakang rumah tadi masih hidup dan menangis seakan memanggil mama dengan penuh harapan.
Perasaan mama tergerak dan akhirnya mama membawa pulang.
Karena tak ingin ayah tau tentang keberadaaanmu,mama membuatkan gubug kecil untuk mu tinggal.
Ketika ayah pulang dan lagi-lagi mabuk,Ayah mencari-cari dan memanggil-manggil mama.
Mama gusar, bingung, takut dan hanya berputar-putar tak tau harus berbuat apa.
Jika mama keluar membawamu,kamu pasti akan di gunting2nya dan kemudian berakhir di sungai belakang rumah.
Tapi mama juga tak bisa meninggalkan mu sendirian.
Dengan keberanian yang tersisa dan pupuk kebencian yang lama terendap,mama ambil pisau pemotong ari-ari yang biasa mama pakai.
Mama keluar dari gubug itu dan menghampiri ayah, menubruknya dan menancapkan pisau pemotong ari-ari tersebut tepat di lehernya.
Mama harus berjuang agar kau tetap hidup.
Walau mama harus membunuh ayah yang memaksa mama membuat sebuah taman anak. Biarlah.
Mama hanya ingin kau hidup,itu saja.
Sekarang,kita tak ada lagi uang maupun barang untuk di jual.
Sedang perutmu terus meronta mengharap sekepal makanan.
Air susu mama pun telah mengering karena sudah 5 hari tak makan.
Maaf,Nak!
Mama terpaksa tinggalkanmu di negeri Zahiya.
Mulai detik ini,kau harus bisa berjuang sendiri untuk hidupmu.
Maafkan mama,Nak!
Mama mencintaimu...
Mama titipkan
Saat surat ini mama tulis,kita sedang berjalan menuju entah.
Mama ingin kau terus hidup dan kelak bisa mendapatkan yang kau ingini.
Sebelum mama memilikimu,mama selalu tersiksa dan terhimpit oleh pembatasan-pembatasan kedudukan.
Ayahmu..lelaki laknat yang selalu mabuk dan memaksa mama mengkakangkan vagina untuk tempatnya menumpahkan cairan nafsu.
Tapi ia tak menginginkan keturunan dari rahim mama ini.
Sudah 63 kali mama harus bergelayut di atas balok dengan kaki terangkat untuk memaksa keluar janin dan membuangnya di sungai belakang rumah.
Jika tidak,Ayah yang akan memasukkan gunting ke dalam Vagina mama dan memotong sendiri janin yang ada dalam rahim mama.
Sakiit...
Tapi mama sangat mencintai mereka.
Mama tanam 1 bunga tulip untuk tiap janin yang mama kembalikan kepada Tuhan.
Mama rawat mereka, menjaga mereka agar mereka bisa terus hidup.
Sampai pada akhirnya mama mempunyai jabang bayi untuk kesekian kalinya di rahim mama.
Tapi kali ini berbeda,Entah keberanian dari mana,mama memutuskan untuk membesarkan Janin mama saat itu.
Setelah kandungan mama berusia 7bulan ayah mulai curiga dengan perut mama yang membuncit.
Mama di cecar dengan berbagai pertanyaan dan sumpah serapah yang keluar dari mulut ayah.
Takut sekaligus benci bercampur saat itu sampai pada akhirnya mama memutuskan untuk melakukannya lagi di tiang eksekusi itu dan membuang lagi di sungai belakang rumah.
Kali ini bukan sekedar janin,tapi bayi.
Saat mama menanam 1 bunga tulip untuk anak mama,mama mendengar suara tangis bayi.
Dan ternyata bayi yang mama buang di Sungai belakang rumah tadi masih hidup dan menangis seakan memanggil mama dengan penuh harapan.
Perasaan mama tergerak dan akhirnya mama membawa pulang.
Karena tak ingin ayah tau tentang keberadaaanmu,mama membuatkan gubug kecil untuk mu tinggal.
Ketika ayah pulang dan lagi-lagi mabuk,Ayah mencari-cari dan memanggil-manggil mama.
Mama gusar, bingung, takut dan hanya berputar-putar tak tau harus berbuat apa.
Jika mama keluar membawamu,kamu pasti akan di gunting2nya dan kemudian berakhir di sungai belakang rumah.
Tapi mama juga tak bisa meninggalkan mu sendirian.
Dengan keberanian yang tersisa dan pupuk kebencian yang lama terendap,mama ambil pisau pemotong ari-ari yang biasa mama pakai.
Mama keluar dari gubug itu dan menghampiri ayah, menubruknya dan menancapkan pisau pemotong ari-ari tersebut tepat di lehernya.
Mama harus berjuang agar kau tetap hidup.
Walau mama harus membunuh ayah yang memaksa mama membuat sebuah taman anak. Biarlah.
Mama hanya ingin kau hidup,itu saja.
Sekarang,kita tak ada lagi uang maupun barang untuk di jual.
Sedang perutmu terus meronta mengharap sekepal makanan.
Air susu mama pun telah mengering karena sudah 5 hari tak makan.
Maaf,Nak!
Mama terpaksa tinggalkanmu di negeri Zahiya.
Mulai detik ini,kau harus bisa berjuang sendiri untuk hidupmu.
Maafkan mama,Nak!
Mama mencintaimu...
****************************
"Aku kira cukup itu saja
hadiah dariku...."
Kata penutup darinya yang begitu singkat membuyarkan lamunanku. Terbersit benci
ketika aku mendengarkan semua cerita tentang kisah hidupnya. Namun aku pun tak
mengerti benar siapa yang sebenarnya aku benci, perempuan itu ataukah aku
sebagai seorang lelaki. Tiba-tiba aku menjadi sedemikian kecil di hadapannya
sekaligus yakin bahwa ialah yang aku cari. Di sela-sela detak jantungku yang
semakin cepat, ada terselip sedikit bahagia karena dari uraian kisahnya tadi ia
secara tersirat menjelaskan bahwa ia juga tertarik padaku. AKu yakin laki-laki
yang ia ceritakan tadi pasti aku. Kubulatkan hatiku untuk mengutarakan bahwa
dialah perempuan yang selama ini kucari dan kunanti. Sosok perempuan yang
tangguh dalam keanggunan sempurna. Aku rasa kali ini aku harus menjilat ludahku
sendiri, baru kusadari istimewanya rasa ini.
"Sebelum kau pergi esok hari, maukah
kau berikan pendapatmu tentang perempuan dan laki-laki?" Belum sempat aku mengutarakan
isi hatiku padanya ia telah menembakkan padaku sebuah pertanyaan yang sulit.
Tatapan matanya yang tegas membuatku semakin kecil di hadapannya. Namun entah
kenapa sisi jiwaku yang lain bisa membantuku bersikap sedemikian tenang. Yah,
ia memang perempuan yang aku cari. Namun aku tak bisa memungkiri bahwa semua
perempuan adalah sundal, seperti pernyataan yang diungkapkannya padaku. Hanya
dia yang sepantasnya bukan sundal. Maka dalam kastil keegoisanku aku berkata
dengan sangat tenang "Seperti katamu tadi, perempuan adalah sundal dan
laki-laki adalah penguasa. Penguasa tak akan pernah bersanding dengan sundal.
Kecuali jika itu di......"
Belum sempat kuselesaikan ucapanku,
tertangkap jelas dalam penglihatanku. Begitu liar ia menatapku dan entah apa
yang terjadi kemudian. Hanya sepenggal kalimat yang kudengar seperti bisikan
lembut darinya "Takkan kubiarkan benih lelaki manapun menyentuh
rahimku. Dan kulaknatkan perempuan manapun yang senang bermain dengan
barang-barangnya lelaki. Namaku SHAKUNTALA...."
Kurasakan perih di leherku, amat sangat.
Lalu gelap berangsur sunyi, kemudian semilir angin dingin menyentuhku.
*************************
Harian Pos Kota, 22 Agustus
2008
Ditemukan mayat seorang
lelaki tanpa identitas dengan kepala yang hampir putus di sebuah gudang
kosong.........
Namaku Shakuntala. Mereka menyebutku
perempuan sundal. Tak sedikitpun aku ragu mengenai integritas dan kehormatan
diriku sebagai seorang Shakuntala. Dan...kebenaran tentang seorang lelaki hanya
kan terbuka
setelah mereka mati......
****************************************************
Dalam pencarian. 6 Agustus 2008
Post a Comment
Salam,
maritaningtyas.com