Merindu
Senja
senja, ngungun aku merindumu. pada bait purnama yang tak pernah lepas di
kedua bola matamu dulu. juga syair
melodi yang senantiasa menghangat hati. senja, kini lindapku pada sepi. rindu membakar hati yang pernah kau jadikan
tempat semayamkan mimpi. kini aus pada
imaji. tanya demi tanya sisakan debar
tanpa henti. masihkah kapalmu sudi singgah di pelabuhanku yang pernah karam
oleh sesat? waktu semakin menggilasku bagai bumerang. senja, sungguhnya aku tak
pernah siap sunyi...
Pessimist
sedang ku membelai sajak rembulan yang
mulai enggan merengkuh asa. ini seperti
ruh yang mati berbunga ketika hati menatap mimpi. sudah hilang harap membaur sunyi. kini lindap ketakutan. mencuri surga yang
sembunyi di balik kelambu.
Menerka
Senja
senja mengguratkan senyum penuh makna. tak terbaca oleh logika yang asing tanpa hati.
meradangkan sangka yang penuh emosi. bersinergi
dengan degup nyawa yang lindap sunyi. bilamana syair tlah termaknakan, maka
gempita adalah makhluk yg menjadi euphoria tanpa henti bagiku. jelang tubuh
membusuk dan takdir diulangkan, maka itulah waktu senja bergulir pada sunyi.
Cermin
ingin kubunuh smua cermin. aku jengah mendengar bahakannya. sindirannya. rengekannya. rentetan peristiwa mbayang
diantara mereka yang memantulkan keberadaanku.
ingin kubakar semua cermin layaknya mereka
membakar nafasku hingga habis. mengulang cerita yang tak ingin dikenang.
menarasikan sesal yang ingin dikuburkan. aku ingin memecah semua cermin
sebagaimana aku yang tlah poranda oleh nista.
Post a Comment
Salam,
maritaningtyas.com