Jika ini malam terakhirku ada di sampingmu,
menjadi garwamu. Aku minta benamkan spermamu ke dalam tubuhku,biar benih itu
merangsek ke seluruh ruang rahimku, hingga kumiliki duplikatmu kelak.
Jika ini malam terakhir yang aku punya
untuk mendampingimu, tidak akan kubawakan fatwa-fatwa pembenaran untuk satu
kesalahan fatalku itu.
Biar aku bersenggama dengan rasa sesal dan
sakit yang luar biasa karena kebodohanku menghadirkan sosoknya di antara kita.
Aku tahu tak semudah menghapus jejak-jejak luka itu di hatimu. Sebongkah kepercayaan yang kau beri remuk redam karena ulahku.
Tertawalah sayang, bukankah kau ingin
menertawakanku? Aku yang slalu menuntutmu menjadikanku satu-satunya bidadarimu
justru kalah dalam bisikan gelora sesaat.
Malam terakhirku bersamamu itu kan
kuhabiskan maluku. Iya, aku sangat malu menduakan kesetiaanmu padaku. Tak
pernah habis aku bertanya, bagaimana aku sanggup melakukannya padamu.
Lantas kuingat kisah-kisah usang yang tertuang pada cangkir-cangkir masa laluku. Betapa dulu aku nyinyir melihat tak setianya ayah pada ibuku. Bagaimana ia mampu memuncratkan sperma pada perempuan mana saja yang ia mau. Begitu mudahnya melepas cinta dan setia ibu demi gelora-gelora sesaat. Aku membencinya. Juga semua lelaki yang aku yakini tak bisa setia pada satu cinta. Pun kemudian ku menyamaratakanmu dgn mereka. Meski nyatanya kini aku yang justru menjelma menjadi sosok ayahku.
Kau bilang selingkuh itu penyakit. Mungkin
benar sayang. Dan warisan? Aku mewarisinya. Kini aku tahu sayang, apa yang
ayahku rasakan. Kita tak butuh cinta untuk mendua. Semakin terperosok ke
dalamnya, semakin ku tahu tempat terbaik untukku menetap adalah di hatimu.
Begitu juga ayahku, sejauh ia melangkah, ia selalu pulang pada ibu.
Jangan menatapku seperti itu, sayang! Sudah
kukatakan tadi aku tak mencari pembenaran atas kesalahanku. Tapi sungguh ini
yang kemudian kudapati.
Sayangnya aku wanita yang slalu dituntut
lebih setia dari lelaki. Ayah hanya mendapat cap buaya ketika ia berganti-ganti
wanita sesukany, tapi toh tidak ada yang benar-benar mencibirnya. Lumrah karena
ia lelaki!
Namun aku?
Tanpa harus aku kangkangkan vaginaku untuk
laki-laki lain, sudah kudapatkan cap sundal darimu. Apalagi kelak bila kau
benar menyeretku bertemu hakim2 itu, lontelah aku.
Sudahlah, tak perlu bicara panjang lagi
tentang sakit.
Kau hanya harus tahu, jika ini malam
terakhirku bersamamu, sungguh aku beruntung sempat memilikimu.
-senjaku mungkin tak q hbskn bsmamu-
(kenangan kelam.. )
Post a Comment
Salam,
maritaningtyas.com