"Iya..aku memang selalu menanti hari
itu. Aku pikir apa lagi yang harus aku nanti. Empat tahun kurasa bukan waktu
yang singkat untuk meyakinkan diri...dan keputusan memang harus diambil. Bukan
untuk siapa-siapa, hanya untukku sendiri.
Sudah tak mau aku bergelimang dosa dalam
fitnah yang aku buat sendiri. Aku ingin menjadi halal baginya. Aku ingin
merasakan keindahan yang bukan semu. Sebuah kesucian cinta yang IA janjikan.
Dan akhirnya tiba juga hari itu...apa yang
kurasakan? Entahlah! Dag..dig..dug..tidak juga...ragu? Mungkin! Saat kumenatap
wajah piasnya yang mengaku padaku belum hafal teks ijab qabul, tiba-tiba aku
merasa aku sedang dalam kenekadan tingkat tinggi. Hari itu, ya tepat hari itu
tiba, aku MASIH 23...haha..benarkah aku telah siap? Masih ada ribuan impian
yang aku raih...Kuliah lagi, mengejar karier, berhura-hura bersama
teman-teman...ah, bisakah itu aku lakukan nanti?
Sungguhkah aku telah siap
menghadapi bahtera ini? Dan aku berpikir mungkin aku lari saja, layaknya
pengantin wanita di runaway bride..eitz, tak mungkinlah..bukankah ini
keputusanku? Tak ada yang memaksaku untuk memutuskan hal ini, tidak orang
tuaku, tidak juga ia, lelakiku yang saat itu tengah berdebar seakan eksekusi
mati menantinya...
Aku tak sanggup lagi menatapnya. Aku hanya
mampu mengingat semua hal yang telah ia pertaruhkan untukku. Bagaimana ia tetap
sabar dan tangguh menghadapi sesosok 'sakit' ini..bagaimana ia tetap tersenyum
meski ketakpercayaanku mengitari langkah-langkahnya?
Bagaimana ia tetap tinggal tanpa mencoba
pergi, meski sejengkal, dariku meski ketika amarah ini meluap, aku tak
segan-segan bersumpah serapah padanya, bahkan tamparan keras menghampirinya.
Dan begitulah ia...tetap tersenyum di sampingku.
Dan saat itu, ia begitu pias takut
mengecewakanku karena tak sanggup menghafal teks yang harus diucapkannya.
Haha...ketika kemudian, ia tahu sang penghulu akan mengawalnya ia
mengucapkannya dengan penuh keyakinan..sangat yakin.
Dan haruskah ada keraguan lagi ketika ia
begitu yakin padaku?
Aku tak ambil pusing lagi akan segala
impian yang pernah aku rancang. Ini jalanku. Aku tak lagi bermimpi tentang
KE"IDEAL"AN. Tak akan pernah habis nantinya. Tak lagi ada siap tak
siap. KEsiapan tak akan pernah datang bila bukan kita yang menjemputnya bukan?
Dan kini aku menjemputnya...
Hari itu, tepat ketika usiaku merangkak 23,
ia menyuntingku...syahdu...
Aku tak berharap apa-apa lagi tentangnya.
Semoga aku tangguh...
Dan sejak hari itu tiba...aku tak lagi bisa
menjadi sosok yang semaunya. Seringkali dulu aroma pagi kulewatkan tanpa sisa.
Kini, ketika aku telah meninggalkan keNONAanku...mau tak mau harus kubuka mata
sepagi mungkin. Bersujud bersamanya adalah kenikmatan tiada tara. Menjerang air
untuk menyuguhkan teh manis kesukaannya. Memutar otak untuk menyiapkan sarapan
apa lagi yang bisa menggugah seleranya..Memilihkan baju dan merapikan
penampilannya. Mengantarnya hingga depan pintu ketika ia harus pergi mencari
nafkah. Mencium tangannya dan membisikkan "I'll always luph u so, be
careful my hazby..wait u here". Ketika ia tersenyum dan menjatuhkan cium
di keningku, itulah hadia terindah tiap pagiku.
Dan sesaat setelah ia tinggal. Aku segera
memutar otak. Menghitung uang di dompet. Membuka buku resep. Masak apa ya hari
ini? Aku yang anti ke dapur ini, mau tak mau ke dapur juga akhirnya. Dalam
hingar bingar pasar aku terpencil dalam kebingunganku sendiri...aku tak pernah
belanja sendiri, dan kini aku di tempat yang tidak aku suka. Harus beli apa?
Kuputuskan. Dan berjuang aku mengolah bahan dan bumbu-bumbu itu. Pesimis ia
akan suja. Tak sabar sore segera tiba dan menyuguhkan hasil kerjaku padanya.
Dan tahukah kau? Ketika matanya jujur berkata ia menyukai masakanku, memuji
bahwa ternyata aku jago juga memasak..Bangga itu menyusup haru di relung
hatiku. Lebih membanggakan dari sebuah cum laude atau kemenangan apapun. Aku
merasa menjadi seorang wanita yang utuh.
Dan aku yang pernah menjadi seorang yang
begitu feminis...kini aku yakin feminis hanyalah sebuah pikiran yang terlalu
dangkal. Tak ada yang lebih hebat dari seorang ibu rumah tangga. Bahkan seorang
wanita karier yang kaya dan paling hebat sekalipun belum tentu mampu menjadi
seorang ibu rumah tangga yang sukses. Benar memang sebuah cerita pada salah
satu advertisement yang sering nongol di TV...bahwa seorang wanita mempunyai
peran yang luar biasa pada sebuah rumah tangga, ia tak hanya bisa menjadi seorang
istri yang diperlukan desahannya dan keturutannya oleh sang suaminya. Namun ia
harus bisa menjadi seorang ahli keuangan, ahli masak, psikolog yang baik,
bahkan guru TK...hmmm, para wanita...sanggupkah?
dan aku...mampukah?
Sebelum hari itu tiba aku selalu mengukur
kesuksesan lewat segi materi. Tapi tidak saat ini. Aku tak lagi menggebu untuk
segera punya rumah besar lengkap dengan isinya, mobil dan karier yang
mengagumkan. Tidak lagi. Kesuksesanku saat ini terletak pada bagaimana kuatur
waktuku dalam karier dan menjadi pendampingnya. dan aku sangat menikmati
hari-hariku kini dengan terus menyiapkan mental...bukan tidak mungkin tiba-tiba
badai menghadangku.
Ketika siap pacaran...harus siap
putus...dan ketika siap menikah, harus siap cerai..upz bukan...siap dipoligami...haha...
(bidadari sunyi ini masih ada dalam
senjamu....dan aku tak akan pernah menyesal telah memutuskan mendampingi
hidupmu...walaupun dirimu tak bersayap, ku akan percaya kau mampu terbang bawa
diriku tanpa takut dan ragu. Walaupun kau bukan titisan dewa, ku takkan kecewa
karna kau jadikanku sang dewi dalam taman surgawi...)
....buat yang belum siap menikah,
menikahlah...dan akan kau temukan keindahan sesungguhnya..palagi buat yang udah
biasa kissing ato bahkan having sex before marriage...dijamin enakan kalo udah
nikah...haha...
Apakah kamu pejuang-pejuang yang
dinantiNYA?"
"Episode Pengantin Baru".
Post a Comment
Salam,
maritaningtyas.com