Sudah puluhan giveaway dan lomba
terlewati begitu saja, saat mendapat info kalau mbak Wati menggelar giveaway
tentang #Resolusi2017ku, aku sudah azamkan untuk mengikutinya. Eh, nggak nyadar
ternyata hari ini deadlinenya. Ckckckc, jiwa deadliner garis keras ini nih yang
mesti diperbaiki di tahun ini.
Ngobrolin tentang resolusi, udah
lama banget sih aku nggak bikin list resolusi di tahun baru masehi. Kalaupun
bikin, nggak detail juga, biasanya sih intinya pengen jadi pribadi yang lebih
baik di tahun yang baru, lebih baik ibadahnya, lebih baik secara sosial, keilmuan dan sebagainya. Dan membaca tema
giveaway pertamanya mbak Wati ini bikin aku harus berpikir keras, apa ya yang
benar-benar ingin aku capai di tahun 2017 ini.
Memasuki 2017 bagaikan memasuki
lembaran yang benar-benar baru buatku. 2016 ditutup dengan begitu sempurna
dengan kebahagiaan sekaligus kesedihan yang menempatkan padaku pada titik baru
yang aku sendiri sulit menerjemahkannya. Mendapatkan anugerah dengan diberi
malaikat kecil kedua dalam hidupku adalah salah satu mimpiku yang terwujud di
2016, namun harus melepaskan kepergian ibu bagaikan mimpi buruk yang selama ini
membayangiku dan akhirnya terjadi. Dua momen ini menyadarkanku betapa penting
menikmati hari dengan lebih bahagia bersama keluarga dan tidak terjerat dengan
target ini itu.
Welcome to The World, Baby Afan |
Selama ini tahun demi tahun
kulewati dengan target-target yang lebih bersifat duniawi dan materialistis. Sukses?
Ya, bisa dikatakan beberapa target bisa kucapai dengan sukses. Kalau kata
mentor parentingku, orang yang sukses itu adalah orang yang mampu mencapai apa
yang dia inginkan. Masalahnya tidak selamanya kesuksesan itu diiringi dengan
kebahagiaan. Kalaupun bahagia, seringnya bahagia itu hanya maknyuk dan tidak
long lasting. Kenapa? Ya, karena targetnya menjadi sukses, bukan menjadi
bahagia. Semakin banyak yang kita dapatkan seringkali kita menuntut diri untuk
bisa mencapai lebih banyak lagi, ya dunia memang tak akan ada habisnya untuk
dikejar.
Dari situlah kemudian, aku lebih
ingin menjadi pribadi yang lebih bahagia. Bahagia; sebuah kondisi dimana aku bisa
mensyukuri apapun yang aku raih hingga detik ini. Berhasil atau tidak target
yang aku inginkan dalam hidup ini, aku harus bisa berbahagia.
Untuk bisa menjadi pribadi yang
lebih bahagia, langkah sederhananya yaitu tidak terlalu memusingkan tetek
bengek dari orang lain yang bikin aku down
dan bad mood. Contoh sederhananya
adalah soal ASI. 5 tahun yang lalu saat Ifa lahir, aku tidak terlalu banyak
baca soal ASI dan tetek bengeknya, walhasil ketika ASIku tidak melimpah dan
kemudian ibuku menyarankan untuk disambung dengan susu formula, aku easy going saja. Tidak ada masalah.
Berbeda ketika mengandung Baby
Afan, aku mulai baca tentang ASI lebih dalam, keinginanku untuk memberikannya
ASI eksklusif jauh lebih besar. Ditambah rasa bersalah kepada kakaknya karena dulu
gagal ASIX, pengen banget baby Afan dapat ASIX secara sempurna. Bahkan sejak
hamil aku sudah ngemil marning, kata orang biar ASI-nya lancar. Aku sudah
sangat percaya diri bahwa ASI itu berproduksi on demand, jadi nggak ada itu kekurangan ASI.
ASI yang Bikin Pusing |
Qodarullah, Baby Afan lahir di luar prediksi. Sehari setelah ibuku masuk ICU, Baby Afan minta keluar dari rahimku. Kaget, senang, sedih dan nggak siap campur aduk saat itu. Seperti dugaanku, ASI-ku tidak langsung keluar sebagaimana saat Ifa dulu. Namun karena sudah punya pengalaman sebelumnya aku tidak terlalu cemas. Alhamdulillah, di hari kedua setelah lahiran, ASI-ku sudah keluar. Aku semakin pede bahwa pasti bisa ASIX. Dulu saat Ifa lahir, ASI baru keluar setelah tiga hari.
Namun ketika Afan harus mengalami
bilirubin berulang, aku mulai goyah. Apalagi ketika Afan masuk ke perinatologi
yang ketiga kalinya. Afan harus diambil darahnya. Nggak tega rasanya lihat
tangan mungilnya dicoblos jarum berkali-kali. Tangisan kesakitannya menyayat
hatiku. Dalam hati kecilku mulai terdengar suara demi suara berperang, “itu ASI-mu yang kurang, lihat saja sudah
sebulan cuma naik 300 gram beratnya”, di sisi lain “enggak, ASI-mu nggak kurang, ASI itu on demand, kasih terus nanti juga
banyak kok. Mungkin ada pengaruh lain kenapa bilirubinnya naik terus.”
Setelah harus berpisah dengan
Afan selama tiga malam karena Afan menjalani fototerapi dan hasil laboratorium
keluar, ternyata kondisi Afan sangat bagus, tidak ada masalah di tubuhnya. Maka
bisa dipastikan kalau bilirubin berulangnya si Afan dikarenakan asupan nutrisinya
yang kurang. Aku ngobrol ke sana kemari, pelekatannya mungkin belum benar, tapi
dicek dokter dan bidan nyatanya pelekatannya yang sudah oke. Afan pun
menyusunya sangat kuat, bahkan semakin besar dia bisa marah ketika aliran
ASI-nya tidak sederas yang dia inginkan. Aku masih tetap keukeuh pengen ASIX,
meski saat Afan nangis kencang karena masih lapar seperti itu batinku
teriris-iris. Suamiku sendiri tak masalah jika harus disambung sufor, tapi
melihat pejuang-pejuang ASI garis keras yang kadang membuat statement menyayat hati membuatku
gamang. Melihat sufor bagaikan melihat racun untuk anakku.
Melihat teman-teman yang dikaruniai
ASI melimpah memamerkan hasil perahannya yang berbotol-botol, juga label
pemalas yang seakan-akan nempel di jidat jika gagal ASIX saat ini semakin
membuatku kemrungsung. Padahal mengASIhi butuh ketenangan. Semakin disemangati
oleh pejuang-pejuang ASI, semakin aku keukeuh ASIX, tapi saat itu juga aku
sekaligus seperti orang gila. Demi mendapatkan ASI berlimpah, aku sediakan dua
botol minum ukuran 1.5 liter setiap hari, makan dan ngemil tiap habis menyusui, memompa
setelah menyusui berapapun hasilnya - tak jarang hasilnya cuma setetes, segala macam ASI booster dilahap dari yang
seharga 30ribu sampai 300ribu dijabanin. Tapi tetap saja Afan meraung semakin
keras tiap kali menyusu berjam-jam namun tidak juga kenyang.
Kegundahanku berakhir ketika
membaca artikel di blog Mbak Windi Teguh. Rasanya semua beban itu lepas. Aku
mulai mengoreksi tujuanku memberikan ASI? Untuk Afan, atau untuk sekedar gengsi
agar disebut pejuang ASI? Demi tidak dilabeli pemalas oleh ribuan ibu lainnya
di dunia ini apa aku mesti menjadikan anakku sebagai korban? Afan lahir dengan
berat badan di bawah normal, di bulan pertama cuma naik 300 gram, bilirubin
naik berulang karena kurang asupan, apa iya aku harus keukeuh full ASI
sementara bayiku memang kekurangan nutrisi?
Bismillah, akhirnya aku putuskan
untuk memberikan susu formula kepada Afan. Rasanya lega ketika 60 mili sufor
pertamanya habis dan aku mendengar dia bersendawa. Selama ini menyusu tak
pernah sekalipun kudengar Afan bersendawa. Semakin senang ketika tanggal 5
Januari lalu aku membawa Afan ke Posyandu dan beratnya sudah mencapai 3.2 kilo.
Itu artinya dalam 10 hari sejak ditimbang terakhir, Afan sudah naik 600 gram. Pipinya mulai nggembil dan dia semakin aktif. Alhamdulillah.
Afan Getting Bigger |
Suamiku menepuk pundakku, “tidak perlu merasa bersalah. Ayah nggak masalah kok, toh Bunda juga tetap ngASI, tidak full sufor. Afan dan Ifa tahu kok meski mereka tidak full ASI, bundanya sayang banget sama mereka. Mereka tahu bagaimana bunda berjuang untuk tetap memberikan ASI.” Aku juga semakin kuat ketika membaca komen demi komen di artikel mbak Windi dan status yang kubuat, ternyata aku banyak temannya, bahkan ada yang kondisinya lebih parah dari aku.
Jadi karena kisah inilah,
#Resolusi2017ku sangat sederhana, aku hanya ingin menjadi pribadi yang lebih
bahagia. Aku tidak perlu memusingkan komentar orang atas segala pilihan
hidupku, selama pilihanku itu tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain,
serta tidak melanggar hukum agama dan negara. Setiap orang punya alasan dalam
memutuskan sesuatu dan kita tidak bisa memaksakan keputusan orang lain karena
kita tidak menjalani kehidupan mereka.
Kisah di awal tahun ini semakin
menyadarkanku untuk mengkoreksi diri. Quote manis yang kini aku pegang; “jangan nyinyir sama hidup orang lain, kamu
toh nggak pakai sepatu yang sama dengan yang dia pakai”. Fokus sajalah pada
kehidupan kita masing-masing, membantu sesama namun tidak mencampuri
kehidupannya dan berbahagialah.
Sebagai seorang ibu, bahagia itu
penting karena dengan berbahagia aku bisa mendidik dan mengasuh anak-anak yang
ceria dan jauh dari tekanan. Sebagai seorang istri, berbahagia itu perlu
sehingga suami juga ikut sumringah melihat senyum lebar kita. Sebagai blogger dan content writer, bahagia itu penting biar tulisan cepat kelar. Sebagai pribadi,
berbahagia itu penting agar hidup nggak kemrungsung dan bisa fokus menjalani ibadah serta tantangan di depan mata. So, sudah bahagiakah
kamu hari ini? Jangan lupa bahagia ya, pals.
Masalah kita sama mbak sudah 2bulan umur baby K tp ASI ku belum banjir baru xukup buat dinenenin aja tiap x meres ga ada hasilnya. Sampai detik ini masih berusaha sekuat tenaga mengASI segala macam booster ASI dicoba. Entahlah gimana nanti kalo udah mulai kweja masih seperti ini mungkin akan diaambung sufor jg :(
ReplyDeleteSemoga ASI nya cukup terus buat baby K ya mbak Muna.. Dilema bin galau ya mbak di posisi seperti ini :(
DeleteYang penting hepi aja say...toh orang lain nggak akan merasakan apa yang kita rasakan. Ya, kan..
ReplyDeleteSemoga kita selalu berbahagia
Iya mbak. Aaamiin
DeleteSemoga Allah sll memberikan hati yang lapang dan bahagia buat mb marita..Aamiin
ReplyDeleteAbaikan orang orang yg nyinyir mb, semua akan berlalu...:)
Aamiin. Makasih mbak Relita
DeleteCapek ya, Mba mikirin komentar orang...hehehe...semoga tahun ini bisa lebih happy dgn setiap keputusan yg diambil, krn yg terbaik untuk diri sendiri yg paling tahu ya kita sendiri 😊😊
ReplyDeleteAamiin :)
DeleteSemangat Mbak Marita, kalo kemrungsung malah jadi beban, ASI ngambek. Pokoknya lebih bahagia, semua lancar dan resolusina tercapai :)
ReplyDeleteIya mbak... Semakin di push untuk bisa ngASIX malah semakin pusing.. Begitu woles malah nyantai ngASI nya.. Ga terbebani pikiran apa2.. Aamiin
DeleteAlhamdulillah, sehat selalu baby Afan, iya quote ku juga sama, i choose to be happy, dan Insya Allah berusaha ngga nyinyirin hidup orang lain aamiin..
ReplyDeleteMakasih tante Dewi.. Yuph lets be happy
DeleteSehat-sehat terus ya Baby Afaan..dan buat mbak ririt semoga semua resolusinya tercapai amiin
ReplyDeleteAamiin
DeleteSetuju dengan resolusinya. Ibu happy, anak juga pasti happy.
ReplyDeleteYuph, mbak... :)
DeleteJaman sekarang banyak banget aturannya. Kalo dulu kan, ASI kurang ya udah dikasih sufor, duhhh sosmed emang pedang bermata dua ya, Rit. Udah be hapy aja, emak senang anak makin senang, gitu kan :)
ReplyDeleteHihi iya mbak.. Sekarang yg penting dibawa happy aja deh.. :)
Delete