Mengeluh memang salah satu sifat dasar manusia. Sepertinya apa yang ada di dunia tidak pernah cukup dan selalu kurang. Bahkan untuk orang berlabel "nrima" saja tanpa sadar pasti pernah mengeluhkan hidupnya.
Sejak kelahiran putri kecilku nan jelita aku memang memutuskan untuk jadi full time mother. Keputusan yang berat karena pada dasarnya aku suka sekali bekerja dan bukan tipe hommy mom yang suka masak dan bersih-bersih rumah. Jika disuruh memilih antara bekerja dari jam 8 pagi hingga 8 malam atau melakukan pekerjaan rumah tangga jujur aku lebih memilih bekerja. Namun ketika pilihan yang diajukan (oleh diri sendiri - karena Suamiku memberikan kebebasan untuk menentukan antara bekerja atau tinggal di rumah) adalah bekerja dan kehilangan golden age moments si kecil yang tak mungkin bisa terulang atau stay at home for caring the baby. Aku tidak bisa berkata tidak kepada diri sendiri yang kemudian memilih untuk meninggalkan pekerjaanku.
Sebenarnya ini telah menjadi cita-citaku saat memutuskan menikah; raising my kids with my own hands. Tapi tetap saja perubahan status dari bekerja menjadi "hanya" seorang ibu rumah tangga cukup mengejutkan. Hari-hari pertama terlampaui dengan lancar jaya hingga kemudian aku harus menerima kenyataan bahwa adik kandung yang biasanya setia membantu pekerjaan harianku meninggal dunia secara mendadak tiba-tiba melumpuhkanku. Rasa-rasanya kemudian aku melakukan semua sendiri dan itu sungguh menjemukan.
Lelah Letih Lesu |
Aku suka mengasuh anakku, namun melakukan pekerjaan rumah tangga lainya sungguh terkadang membuatku jenuh berada di rumah. Mencuci baju, piring dan memasak--okelah, namun ketika harus berjumpa dengan setumpuk pakaian kering yang berteriak-teriak minta disetrika, sungguh aku berharap ada ironing machine yang bisa bekerja otomatis layaknya mesin cuci. Menghabiskan waktu dengan setrikaan berjam-jam, membolak balik baju hingga rapi---sungguh aku tidak sabar melakukannya. Aku cenderung suka pekerjaan yang bisa kulakukan dengan cepat dan menyetrika tidak termasuk di dalamnya. Itu kenapa ketika almarhumah adk masih hidup menyetrika adaah tugasnya dan pekerjaan lainnya adalah milikku. Sunggguh asal bukan menyetrika aku masih sanggup.
Persoalan menyetrika ini ternyata menimbulkan sisi sentivitas yang "nggilani". Tiba-tiba aku jadii sok mellow dan merasa capeknya menjadi ibu rumah tangga. Sementara aktivitas menulisku pun semakin padat hingga aku keteteran mengatur waktuku sendiri. Meninggalkan menulis demi menjaga profesionalisme sebagai ibu rumah tangga juga bukan solusi. Selain karena tambahan uang yang cukup menggiurkan untuk masa depan si kecil, menulis menjadi terapi lelah yang menumpuk karena bosan yang kadang sampai ke tingkat dewa.
Aku mulai membuka sejarah dan betapa sebelnya aku keika aku menyadari aku selalu berada pada posisi tak normal. Besar dengan pertengkaran orang tua sepanjang waktu, kemudian menerima kenyataan bahwa ibuku telah mengalami sakit yang menyebabkan beliau harus berada di tempat tidur selama lebih dari 11 tahun membuatku kadang lupa bersenang-senang. Dan masalah setrika membuatku semakin sebel sejadi-jadinya. Ingin hidup normal---begitu yang terbersit dalam benakku saat itu.
Si kecil yang sudah aktif mengeksplorasi rumah dan sedang senang-senangnya membuat rumah acak-adut membuat kepala semakin pening. Rasa-rasanya 24 jam waktu habis untuk bersih-bersih rumah, masak, cuci baju, merawat ibu dan anak... Capeeeeeeeknyaaaaaaaaaaaa... Jeritku seakan tak terima. Tiba-tiba terbayang enaknya menjadi suami. Rumah berantakan seperti apa juga dia tak peduli. Kerja, pulang, main dengan si kecil --- ah nikmatnya hidupnya. Sedang aku saat pekerjaan rumah selesai, aku masih harus bergadang demi menyelesaikan artikel-artikel. dan suami sukses ngorok dengan sempurna. Sungguh semakin sebel saja rasanya.
Lalu terpikir untuk mogok jadi ibu rumah tangga. Kubiarkan cucian menumpuk, membeli makanan matang setiap hari, baju-baju kering semakin menggunung dan rumah berantakan tak terkira. aku pikir itu akan cukup menghiburku namun nyatanya justru membuatku semakin capek ketika aku sadar pada akhirnya aku juga yang harus handle semuanya.
Akhirnya suatu pagi ketika sedang memandikan ibuku, ibuku mengeluh badannya sakit semua. Ttiba-tiba aku tersadar betapa capekku ini tak punya arti apa-apa. 11 tahun di atas pembaringan tanpa bisa melakukan aktivitas secara normal tak bisa kupbayangkan bagaimana pegel dan capeknya ibu. Sedang aku yang pernah mengalami salah bius hingga lumpuh sementara saja rasanya sudah tak karuan. Betapa secapek-capeknya aku masih bisa jalan kesana-kemari, sekedar mengobrol dengan tetangga di luar rumah dan ketika kembali ke dalam rumah raanya sudah kembali fresh.
Kemudian tiba-tiba aku membayangkan suamiku diatas kuda besinya. Melintasi Semarang-Kendal-Semarang tiap hari jelas hal yang sangat melelahkan. Melewati debu, panas, hujan sedang aku bebas bercengkrama denga si kecil tanpa takut kepanasan dan kehujanan. Ketika sampai rumah pun sering kupaksa dia menjaga Ifa karena aku sudah tak sabar meluapkan ide-ide dalam tulisan.
Sesaat setelahnya aku sadar ada yang hilang dariku hingga bisa ada di titik membandingkan capekku dengan ibu dan suami. ENJOY. Aku kehilangan satu kata sederhana yang menjadi kunci dari ketahananku selama ini. aku menikmati suka duka menjadi penulis, namun aku lupa menikmati nikmatnya menjadi seorang ibu, anak dan istri.
Aku mulai menata kembali waktuku dan mengembalikan nikmat dalam setiap aktivitasku. Tidak lupa kusisipkan agenda "Me Time" yang kadang terlewat dan nampaknya berakibat luar biasa. Meski hanya sekedar menonton film lewat DVD ternyata "Me Time" memang perlu untuk merefresh simpul-simpul kebosanan.
Sungguh capek itu memang takkan hadir bila kehidupan dijalani dengan nikmat dan ikhlas :)
#Edisi menyadarkan diri sendiri... Enjoy The Life..
meski tetap saja untuk menyetrika aku tetap angkat tangan.. daripada sensi melulu karena setrikaan mending cari bantuan orang aja dah.. setrikaan kelar, rumah beres, kerja lancar = Happy :)
kurang 1 lagi mbak LOYO. hehe... aku yang belum jadi IRT aja ngrasain kerjaan rumah ga ada habisnya, gmn nanti kalau berumahtangga? akan makin banyak kesibukan. salut ma mbak marita, tetap nulis meski sibuk,...semangat mbak
ReplyDeleteterima kasih sudah mampir mbak Susan :) iya kadang butuh suplemen n doping biar gak cepet capek.. tp emang yg penting ENJOY.. :)
Deletewaaaaaaaa..... bentar lagi buka puasa.... :D
ReplyDeletebacanya enak, ngatur waktunya juga enak.
makasih yahc :)
Yoa.. thanks for visiting me yaaa.. ayo mana blognya.. :D
DeleteBerkaca ternyata dapat menyembuhkan segala penyakit ya ... ^_^
ReplyDeleteIya bang.. dengan melihat sisi kehidupan orang lain yang lebih tidak beruntung seringnya menyadarkan kita betapa masih banyak nikmat yang kita punya namun kita cenderung lupa mensyukuri nikmat itu.. :)
Deleteterima kasih sudah main ke rumah saya ya Bang.. :)
iya bang aswi.. melihat keadaan di bawah kita bisa mendewasakan kita,, lagian kalo lihat yang lebih enak bikin pegel leher,,, :) makasih sudah mampir
DeleteMenjadi ibu rumahtangga memang berat ya nduk.Begitu bayak pekerjaan yang harus dilakukan sejak bangun tidur sampai masuk kamar tidur lagi. Kadang banyak yang berpikir"ach enakan kerja di kantor saja deh lebih asyik dan dapat gaji"
ReplyDeleteTugas iburumah tangga memang berat dan melelahkan tetapi sebenarnya sungguh mulia. Jika dijalani dengan ikhlas dan dengan niat untuk ibadah Insya Allah barokah.
Untuk selingan setrika bagaimana jika ikut kontes saya ?
Salam hangat dari Surabaya
Matur nuwun sudah mampir, pak. Iya pak berat memang.. namun insya Allah surga balasannya ya.. :) wah kontes apa itu pak.. boleh tahu linknya... makasih
Deletekarena lelah itu biasa, yang gak boleh itu menyeraaah, huhuhu
ReplyDeletesalam,
ara